Anda di halaman 1dari 6

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO.

1/JANUARI/2009

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pola Makan


Anak Penderita Autis di Yayasan Tali Kasih
Knowledge, Attitude, and Practise in Dietary Pattern among Mothers
of Autistic Children at Yayasan Tali Kasih
Evawany Aritonang*), Angela Pardede*), Eka Ervika**)
*) Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
**) Fakultas Psikologi USU

ABSTRACT
Background: One of the disorders found in autistic children is immune system aberration that affects
gluten and casein metabolism, food intolerance, and vulnerability to infection e. Improved dietary
pattern may help cure autism and reduce brain and digestion dysfunction. This study aimed to
describe knowledge, attitude, and practice in dietary pattern among mothers with autistic children at
Tali Kasih Foundation.
Methods: This was a descriptive study. Population in this research is amount to 32 mothers then become
total sampling. Data collected by using interview technique then analyzed descriptively in frequency
distribution table.
Results: The results showed that 31.3% of mothers with autistic children had good knowledge and
68.8% had fair knowledge. All of mothers had good attitude. 62.5% of mothers had good practice, and
37.5% had fair practice.
Conclusion: Most of mothers of autistic children at Tali Kasih Foundation have either good or fair
knowledge, attitude, and practice in feeding pattern. Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 102-107
Key words: Knowledge, attitude, practice, mothers with autistic children, dietary pattern.

PENDAHULUAN
Autis dan gangguan lain dalam spektrum autis
dianggap sebagai gangguan perilaku atau gangguan
psikiatri yang disebabkan oleh kerusakan genetik yang
tidak dapat disembuhkan dan banyak orang beranggapan bahwa autis merupakan ketidakmampuan
ibu memberikan ikatan batin dan mencintai anak
mereka dengan sepantasnya. Bentuk penanganan yang
dilakukan pada anak-anak yang menderita autis
berkisar pada terapi pendidikan atau modifikasi
tingkah laku yang kadang-kadang ditambah dengan
obat-obatan penenang (McCandless, 2003).
Salah satu kelainan yang dijumpai pada anak autis,
yang perlu menjadi perhatian para ibu, adalah gangguan
sistem imun yang mendasari terjadinya alergi makanan
pada individu tersebut. Sistem imun sebagian besar
berlokasi di dalam saluran cerna untuk mencegah
masuknya benda-benda asing ke dalam berbagai bagian
tubuh yang lain. Defek pada sistem imun dapat
menyebabkan peningkatan pertumbuhan mikroorganis102

me tertentu, seperti jamur/ yeast Candida albicans, di


dalam saluran cerna. Manifestasi penyakit alergi dapat
berupa gangguan pencernaan, ruam kulit (urtikaria) dan
gangguan perilaku seperti yang dijumpai pada Autism
Spectrum Disorder (Jasaputra, 2003)
Gangguan pencernaan kronis pada penderita autis
tampaknya sebagai penyebab paling penting dalam
kesulitan makan. Gangguan saluran cerna kronis yang
terjadi adalah alergi makanan, intoleransi makanan dan
reaksi simpang makanan lainnya. Berkaitan dengan hal
ini tampaknya pendekatan diet merupakan penatalaksanaan yang cukup membantu dalam mengurangi
gejala dan keluhan ini.
Autisme dapat diderita oleh anak siapapun tanpa melihat status sosial dan tingkat ekonomi keluarga,
dan pada saat ini keluarga yang mengikutkan anaknya
pada pusat terapi Yayasan Tali Kasih berasal dari
kalangan yang mempunyai ekonomi sosial menengah
ke atas. Anak autisme yang mengikuti terapi di
Yayasan Tali Kasih ini sebanyak 32 orang. Peneliti
melihat pada survei awal bahwa salah satu

ARITONANG, et al./ PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU DALAM POLA MAKAN ANAK

permasalahan yang memang dihadapi oleh para ibu


adalah anak mereka mengalami kesulitan dalam
menerima makanan dimana terjadi ketidakcocokan
terhadap makanan yang dikonsumsi anak-anak mereka sehingga sering mengalami gangguan pencernaan,
alergi dan bahkan berdampak pada perilaku anak
autis yang lebih cenderung menunjukkan gejala dan
keluhan autis yang meningkat, seperti anak menjadi
lebih agresif, cengeng, dan lekas marah.

jamur, dan pengetahuan kaitan pemberian


suplementasi dengan upaya penyembuhan autis.
Tabel 1. Pengetahuan Responden tentang Pola Makan Anak
Autis

Kesulitan anak menerima makanan dan seringnya gangguan pencernaan yang dialami oleh anak
autis di Yayasan Tali Kasih Medan membuat penulis
tertarik ingin mengetahui bagaimana pengetahuan,
sikap dan tindakan ibu dalam pola makan anak
penderita autis di Yayasan Tali Kasih Medan pada
tahun 2008.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pola
makan pada anak penderita autis di Yayasan Tali
Kasih Medan Tahun 2008.
SUBJEK DAN METODE
Jenis penelitian adalah survey deskriptif dengan
memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap
dan tindakan ibu dalam pola makan anak penderita
autis di Yayasan Tali Kasih Medan. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh ibu anak penderita autis
yang mengikuti program pendidikan khusus di
Yayasan Tali Kasih Medan yang berjumlah 32 orang, selanjutnya seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian.
HASIL-HASIL
PENGETAHUAN RESPONDEN
Responden di Yayasan Tali Kasih mempunyai tingkat
pengetahuan baik sebanyak 10 orang (31.2%),
sedangkan responden yang mempunyai tingkat
pengetahuan sedang yaitu sebanyak 22 orang
(68.7%). Dari seluruh responden yang diteliti, tidak
ada responden yang berpengetahuan kurang. Aspek
pengetahuan ibu tentang pola makan anak autis
meliputi pengetahuan tentang gejala autisme,
pendekatan diet anak dengan terapi diet anak autis,
pengertian gluten dan kasein, efek makanan yang
mengandung terigu dan susu, contoh makanan anti

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kebanyakan ibu


tidak mengetahui dengan benar gejala autisme yaitu
menyatakan bahwa gejala autisme adalah gangguan
komunikasi dan fungsi intelektual dimana IQ kurang
dari 70. Carpentieri dan Morgan dalam Davidson
(2006) menyatakan meskipun secara umum anak
autis lebih buruk dalam mengerjakan tugas yang
memerlukan pemikiran abstrak, simbolisme, atau
logika yang berhubungan dengan kelemahan bahasa
mereka, namun mereka lebih baik dalam ketrampilan
visual seperti mencocokkan rancangan balok dan
merakit objek yang belum dirakit. Dengan kata lain
anak autis mempunyai kemampuan kognitif rendah
namun perkembangan sensori motorik lebih baik.
SIKAP RESPONDEN
Seluruh (100%) responden di Yayasan Tali Kasih
memiliki sikap yang dikategorikan baik dalam pola
makan anak penderita autis. Sepuluh respoden
(3.2%) dengan pengetahuan baik di Yayasan Tali
Kasih memiliki sikap yang baik pula dalam pola
makan anak penderita autis dan 22 orang (68.7%)
lainnya dengan pengetahuan yang dikategorikan
sedang memiliki sikap yang baik dalam pola makan
anak penderita autis.

103

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

Tabel 2. Sikap Responden tentang Pola Makan Anak Autis

mempunyai tingkat tindakan sedang yaitu sebanyak


12 orang (37.5%), dari seluruh responden yang
diteliti tidak ada responden yang memiliki tindakan
kurang. Dari 20 responden (62.5%), di Yayasan Tali
Kasih, yang mempunyai tindakan yang baik terdapat
9 orang (90%) dengan kategori pengetahuan baik
dan 11 orang (50%) dengan kategori pengetahuan
sedang, sedangkan dari 12 responden (37.5%) yang
mempunyai tindakan sedang terdapat 1 orang (10%)
dengan kategori pengetahuan baik dan 11 orang
(50%) dengan kategori pengetahuan sedang.
Tabel 3. Tindakan Responden dalam Menerapkan Diet pada
Anak Autis

Tindakan responden dalam pola makan anak


penderita autis adalah kegiatan yang dilakukan
responden dalam pemberian makan anaknya, baik
dari mengkonsultasikan diet yang tepat untuk
anaknya kepada para ahli, memperhatikan jenis
makanan yang baik dikonsumsi anak, sampai dengan
kepatuhan ibu dalam menerapkan diet pada anaknya.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa sebagian besar


responden menerapkan diet pada anaknya tanpa
konsultasi terlebih dahulu dengan para ahli/profesi
tetapi bersumber dari informasi yang diperoleh dari
buku-buku, tabloid, dan pengalaman ibu lain yang
memiliki anak autis. Berdasarkan wawancara
diketahui karena menurut responden masalah
pencernaan yang dialami anak tidak terlalu berat
sehingga tidak perlu dikonsultasikan kepada para ahli.
Dari 32 responden penelitian, hanya 1 orang (3.1%)
yang melakukan konsultasi pada ahli/profesi terkait,
yakni dengan anak mengikuti tes darah dan tes alergi,
untuk kemudian diketahui jenis makanan apa saja
yang tidak baik untuk anak tersebut.

Responden di Yayasan Tali Kasih mempunyai


tindakan dengan kategori baik yaitu sebanyak 20
orang (62.5%), sedangkan responden yang

Seluruh responden menerapkan diet anti terigu


(gluten) dan susu (kasein) pada anak mereka, sebagian
besar responden tidak menyatakan melakukan diet

TINDAKAN RESPONDEN

104

ARITONANG, et al./ PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU DALAM POLA MAKAN ANAK

anti jamur/ yeast karena sebelumnya para responden


tidak mengetahui tentang istilah diet ini. Padahal
dalam kegiatan nyata, para responden sudah melakukan diet anti jamur ini dengan tidak memberikan
makanan yang mengandung gula dan mengganti
konsumsi gula biasa dengan gula diet/ gula jagung.
Begitu pun halnya dengan penerapan diet anti alergi
jenis makanan tertentu hanya dilakukan oleh 12 orang (22.2%) untuk beberapa jenis makanan seperti
telur dan kerang, dikarenakan anak akan mengalami
alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit.
Dua puluh dua (40.7%) responden menyatakan
tidak selalu mematuhi aturan diet untuk anaknya.
Hal ini dikarenakan ibu tidak melihat adanya
gangguan yang berat bila sesekali anak diberikan
makanan yang mengandung terigu, susu, dan gula.
Dampak yang biasa timbul adalah anak hanya
tampak lebih aktif dan suka memaksa, tetapi
menurut responden hal tesebut bukan masalah yang
harus dikhawatirkan karena sejauh ini responden bisa
mengendalikan perilaku berlebihan anaknya tersebut.
PEMBAHASAN
Seluruh (100%) anak dari 32 responden mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok dan kentang oleh
25 anak responden (78.1%) dengan frekuensi makan
sebanyak 1-3 kali/ minggu, sedangkan konsumsi
bahan makanan pokok berupa roti tidak pernah
dikonsumsi oleh 17 anak responden (53.1%).
Anak dari 32 responden seluruhnya mengkonsumsi lauk-pauk berupa daging dengan frekuensi
makan 1-3 kali/minggu dan ikan yang paling sering
dikonsumsi oleh 28 anak responden (87.5%) dengan
frekuensi makan sebanyak 4-5 kali/ minggu,
sedangkan konsumsi lauk-pauk yang paling jarang
adalah cumi-cumi oleh 28 anak responden (87,5%)
dengan frekuensi makan 1-3 kali/ bulan.
Jenis sayur yang paling sering dikonsumsi oleh
anak dari 32 responden adalah tomat (100%) dengan
frekuensi makan 4-5 kali/minggu dan bayam oleh
24 anak responden (75%) dengan frekuensi makan
sebanyak 1-3 kali/ minggu, sedangkan sayur yang
paling jarang dikonsumsi adalah brokoli oleh 26 anak
responden (81.2%) dengan frekuensi makan 1-3 kali/
bulan.

Jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah


apel oleh anak responden sebanyak 18 orang (56,2%)
dengan frekuensi makan sebanyak 1-3 kali/ minggu,
sedangkan buah yang paling jarang dikonsumsi
adalah semangka oleh 30 anak responden (93,7%)
dengan frekuensi makan 1-3 kali/ bulan.
Seluruh anak responden (100%) mengkonsumsi
susu kedelai sebagai pengganti susu sapi dengan
frekuensi konsumsi 1-3 kali / hari, selain itu sirup
juga paling sering dikonsumsi oleh 2 anak responden
(6.2%) dengan frekuensi konsumsi 1-3 kali /minggu
sedangkan yoghurt merupakan jenis minuman yang
tidak pernah dikonsumsi oleh seluruh (100%) anak
responden yang menderita autis.
Penelitian ini menyimpulkan: Pengetahuan ibu
di Yayasan Tali Kasih Medan mengenai pola makan
anak penderita autis mayoritas dikategorikan sedang,
yaitu 68.7%.
Sikap ibu di Yayasan Tali Kasih Medan dalam
pola makan anak penderita autis secara keseluruhan
dikategorikan baik, yaitu 100%.
Tindakan ibu di Yayasan Tali Kasih Medan dalam
pola makan anak penderita autis sebagian besar
dikategorikan baik, yaitu 62.5%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu sudah berupaya
dengan baik dalam memperhatikan dan menjaga agar
setiap jenis makanan yang dikonsumsi anak merupakan makanan yang aman dan baik bagi pemenuhan
kebutuhan gizi anak.
Makanan pokok selain nasi, yang paling sering
dikonsumsi oleh anak autis di Yayasan Tali Kasih adalah kentang dengan frekuensi makan 1-3 kali / minggu
dan jenis lauk pauk yang paling sering dikonsumsi
adalah ikan dengan frekuensi makan 4-5 kali per
minggu, sedangkan jenis sayuran yang paling sering
dikonsumsi adalah tomat dan bayam oleh 75% anak.
Jenis buah yang paling sering dikonsumsi adalah
buah apel dengan frekuensi makan 1-3 kali / minggu
dan seluruh anak responden mengkonsumsi susu
kedelai dalam frekuensi 1-3 kali/ hari.
Sebagian responden di Yayasan Tali Kasih yaitu
37.5% responden menyatakan tidak selalu mematuhi
aturan diet untuk anak autis dan sekali waktu pada
saat acara makan keluarga atau akhir pekan atau dalam
frekuensi 1-3 kali/ bulan mengizinkan anak mengkonsumsi roti terigu, es krim, atau pizza. Pemberian jenis

105

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

Table 4 Distribusi Frekuensi Makan Anak Berdasarkan Jenis Makanan

makanan yang sebenarnya dilarang dalam aturan diet


anak autis, menurut pernyataan ibu tidak memberikan
dampak yang berat bagi perilaku anak. Anak hanya
akan sedikit lebih aktif dan agresif dalam meminta
sesuatu, tetapi hal ini masih bisa diatasi oleh ibu.
Seluruh responden menerapkan diet anti terigu
(gluten) dan susu (kasein) karena pada anak autis,
konsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan
ini berdampak tidak baik bagi perilaku anak, seperti
hiperaktif, agresif, emosi, dan sulit berkonsentrasi.
Diet anti jamur dan diet anti alergi jenis makanan
tertentu diterapkan sesuai dengan keadaan atau
masalah pencernaan yang di alami oleh anak.
Penelitian ini memberi saran: Kepada pihak
pusat terapi autisme diharapkan agar memberikan
informasi yang lebih banyak mengenai aturan diet
yang tepat dan seimbang untuk anak penderita autis,
sehingga upaya penyembuhan autis tidak hanya
terpusat pada terapi untuk perkembangan kognitif
dan motorik anak autis. Informasi dapat berupa poster

106

atau pesan bergambar mengenai makanan yang tepat


bagi anak dengan gangguan autis yang dipasang di
dinding ruang tunggu.
Melihat masih adanya ibu yang tidak selalu
mematuhi aturan diet pada anak autis, diharapkan
bagi pihak yayasan untuk mempertimbangkan
tersedianya ahli gizi yang memberikan konsultasi
tepat bagi ibu mengenai diet anak autis.
Kiranya penelitian ini dapat dilanjutkan untuk
melihat apakah penerapan diet anak autis
memberikan dampak yang cukup jelas dalam
perkembangan kesembuhan autis.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric, Association (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fourth Edition, Text Revision, DSM-IV-TR.
American Psychiatric Association, Washington
DC.

ARITONANG, et al./ PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN IBU DALAM POLA MAKAN ANAK

Buie, Dr., (2002). Harvard Clinic Scientist GutAutism, Like Wakefield Findings. FEAT Newsletter, http://www.feat.org. Tanggal Akses 14
Desember 2007.
Danuatmadja, B., (2004). Panduan Diet Tepat
Untuk Anak Autis. Cetakan Pertama, Jakarta :
Puspa Swara
Center for Disease Control (CDC), (2000). Prevalence of Autis in Brick Township. New Jersey.
h t t p : / / w w w.cdc.gov/nceh/pro g r a m s / d d /
report.htm. Tanggal diakses 12 Januari 2008
Davidson, GC. dkk., (2006). Psikologi Abnormal.
Edisi ke-9, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Durand, Mark V. dkk., (2007). Psikologi Abnormal.
Cetakan Pertama, Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Pelajar
Hoang, Lie Goan,dkk., (1985). Pola Makan di Indonesia. Aspek Kesehatan Dan Gizi Balita,
Yayasan Obor Indonesia
Jasaputra, Diana K., (2003). Alergi Makanan Pada
Anak Autis. Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Judarwanto, dr. Widodo, Sp.A., (2004). Mangatasi
Kesulitan Makan Pada Anak. Puspa Swara, Jakarta
, (2007). Alergi Makanan Pada Anak
Mengganggu Otak dan Perilaku Anak. http://
putera kembara.org/rm/Alergi3.shtml. Tanggal
diakses 20 November 2007
, (2007). Kesulitan Makan Pada Penyandang Autis. http://puterakembara.org/rm/
Autisme. Tanggal diakses 20 November 2007
Maulana, M., (2007). Anak Autis ; Mendidik Anak
Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak
Cerdas dan Sehat. Katahati, Jakarta
McCandless, J., (2003). Children with Starving Brain.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
www.autis.com/ari. Tanggal diakses 14 Januari 2008
Munasir, Z., (2003). Alergi Makanan dan Autisme.
Kongres Nasional Autisme Indonesia Pertama,
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Notoatmodjo, S., (1993). Pengantar Pendidikan dan
Ilmu Perilaku Kesehatan, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta

Pratomo, dan Sudarti, (1990). Usaha Penelitian


Bidang Kesehatan Masyarakat. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Purba, Jan. S., (2003). Patogenesis Autisme: Menuju
Tatalaksana Holistik. Kongres Nasional Autisme
Indonesia Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Rahayu, D., (2000). Pendekatan Nutrisi pada
Penderita Autis dengan Mikronutrien. Tesis
Pascasarjana IPB, Bogor. http://www.google.
com/balita_autisme.html. Tanggal diakses 14
Desember 2007
Rimland, B., Baker, S., dan Brief. (1999). Alternative Approaches to the Development of Effective Treatment for Autis. Journal Autis Deficit
Disorder. www.autis.com/Rimland. Tanggal
diakses 14 Desember 2007
Sarasvati, (2004). Meniti Pelangi. Penerbit PT. Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Sarwono, S., (1993). Sosiologi Kesehatan. Cetakan
pertama, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Siagian, Riama M., (1996). Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan Ibu dalam Pemberian Anak Balita di
Desa Tertinggal Lumban Dolok Desa Silaen
Kecamatan Silaen Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 1995. Skripsi FKM-USU, Medan
Sjambali, R., (2003). Intervensi Nutrisi Pada
Autisme. Kongres Nasional Autisme Indonesia
Pertama, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Soenardi, Tuti, dkk., (2007). Terapi Makanan Anak
dengan Gangguan Autisme. PT.Penerbitan
Sarana Bobo Anggota IKAPI, Jakarta
Yuliana, Esi E., (2007). Penanganan Anak Autis
Melalui Terapi Gizi dan Pendidikan. http://
www. depdiknas.go.id/jurnal/61/j61_02. pdf.
Tanggal diakses 3 Februari 2008
Wibudi, A., (2003). Naet-Bioresonans : Upaya
Mengatasi Alergi Pada Autis. Kongres Nasional
Autisme Indonesia Pertama, Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Wijayakusuma, M. Hembing, (2004). Psikoterapi
Anak Autisme. Pustaka Populer Obor, Jakarta

107

Anda mungkin juga menyukai