Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang insidennya cukup tinggi, terutama pada ras
Cina dimana didapatkan 30 orang penderita dalam 100.000 penduduk. Diantara berbagai jenis
kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan salah satu jenis yang memiliki prognosis
buruk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur
penting lain. Ciri dari karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor yang invasif, kesulitan
mendeteksi tumor sehingga menghambat diagnosis dini. Namun demikian karsinoma nasofaring
juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.
Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras mongoloid merupakan
yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein Barr ditengarai juga mempunyai
hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lain yang diduga banyak
berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.
Sepertiga pasien datang pada stadium dini yang biasanya diberikan terapi dengan radioterapi.
Dua pertiga pasien datang pada stadium lanjut dimana bila hanya diterapi dengan pembedahan
dan atau radioterapi memiliki frekuensi mencapai 65%.
Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi dan atau pembedahan
dalam mengatasi tumor kepala leher. Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai bermacam
variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak hanya pada kekambuhan dan stadium
lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk tumor-tumor kepala leher. Kemoterapi telah muncul
sebagai terapi tambahan setelah pembedahan dan atau terapi radiasi.
Pada dekade terakhir ini terapi kombinasi/kemoradioterapi terhadap karsinoma nasofaring
menunjukkan hasil yang memuaskan ditinjau dari angka rekurensi tumor. Pengertian kita
mengenai cara kerja dan syarat-syarat terapi radiasi dan kemoterapi dan pengaruhnya terhadap
tumor perlu lebih dipahami sehingga harapan terapi yang kita inginkan dapat tercapai.
Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh kejelian diagnosis, stadium penderita dan pemilihan
jenis terapi yang tepat.

B. Perumusan Masalah
Karena karsinoma nasofaring merupakan penyakit yang sering dijumpai maka diagnosis
dan pengobatan yang tepat memegang peranan yang penting.
C. Tujuan
1.

Tujuan umum
Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan karsinoma nasofaring

2.

Tujuan khusus

Mengetahui definisi dari karsinoma nasofaring

Mengetahui diagnosis karsinoma nasofaring

Mengetahui penentuan stadium pada karsinoma nasofaring

Mengetahui prinsip pengobatan karsinoma nasofaring

Mengetahui kemoterapi pada karsinoma nasofaring

Mengetahui penilaian hasil terapi pada karsinoma nasofaring

D. Manfaat
Dengan mengetahui dan mnguasai berbagai hal mengenai karsinoma nasofaring maka
diharapkan dapat membantu para dokter dalam menegakkan suatu diagnosis, etiologi,
komplikasi, dan pengobatan karsinoma nasofaring.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. K

Tanggal lahir

: 31/12/1960

Usia

: 52 th

Jenis kelamin

: Pria

Agama

: Islam

Warga negara

: Indonesia

Suku

: Jawa

Alamat

:Tegal

Pekerjaan

: Wiraswasta/Pedagang

No. CM

: C441683

II.

DAFTAR MASALAH
Masalah aktif

Masalah pasif

1. Kanker Nasofaring WHO 3 T4 N21


M0 std IV post PC I respon (+)
ECOG I
2. Hipertensi stage 1

III. ANAMNESIS

+ 5 bulan yll pasien mengeluhkan sakit kepala sebelah kiri, sakit kepala dirasakan terusmenerus, sakit kepala mengganggu tidur pasien dan aktivitas pasien, sakit kepala sebelah
kiri bertambah berat dan tidak berkurang dengan tidur, pasien juga mengeluhkan hidung
mampet sebelah kiri (+), mimisan (-), nyeri telinga sebelah kiri (+), telinga berdenging
sebelah kiri (+), telinga kiri kurang pendengaran (+), keluar cairan dari telinga sebelah

(+), mata kiri kabur (+), kelopak mata kiri sulit dibuka (+), benjolan di leher sebelah kiri
(+) kiri (-), leher sebelah kiri terasa kaku

+ 3 minggu yll pasien dirawat di RSDK dan didiagnosa kanker dan menjalani sitostatika
tanggal 5/11/2013, pasien mengalami mual (+), muntah (+), rambut rontok (+),
kesemutan di ujung tangan (+), benjolan di leher sebelah kiri mengecil (+)

+ 2 minggu yll, pasien mengeluh sakit kepala sebelah kiri, dirasakan terus-menerus,
mengganggu aktivitas dan tidur, sakit kepala semakin bertambah berat, tidak berkurang
dengan tidur, hidung sebelah kiri mampet (+), nyeri telinga kiri (+), telinga berdenging
sebelah kiri (+), telinga kiri kurang pendengaran (+), keluar cairan dari telinga sebelah +),
mata kiri kabur (+), kelopak mata kiri sulit dibuka (+) leher sebelah kiri terasa kaku

Riwayat penyakit lain / sebelumnya:

Riwayat makan makanan yang berpengawet seperti mie instan (+)

Riwayat merokok (+)

Riwayat darah tinggi (+)

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

Riwayat penyakit keganasan pada keluarga disangkal

Riwayat sosial ekonomi:

Pasien bekerja sebagai pedagang.. Pembiayaan pengobatan ditanggung Jamkesda

Kesan : sosial ekonomi kurang.

IV.PEMERIKSAAN FISIK
(Status Generalis)
4

Pemeriksaan Fisik: tanggal 21 November 2013 pk. 10.45


STATUS GENERALIS
Status Generalis
Kesadaran

= komposmentis

Aktivitas

= hipoaktif

Kooperativitas

= Kooperatif

Status Gizi

= Cukup

Kulit

= Turgor kulit cukup

Konjungtiva

= Konjungtiva Palpebra Anemis (-/-)

Tensi

= 140/100 mmHg

Nadi

= 106 x/menit (reguler, isi & tegangan cukup)

RR

= 20 x/menit

Suhu

= 36,6C (axiller)

Limfe

= pembesaran nnll leher (-/+)

Anggota gerak

= dalam batas normal

Pemeriksaan Fisik (2)


(Status Lokalis)

Telinga :

Mastoid
Preaurikula
Retroaurikula
Aurikula

kanan

kiri

Hiperemis (-), nyeri


tekan (-)
Nyeri tekan tragus (-),
fistel (-), abses (-)
Fistel (-), abses (-),
nyeri tekan (-)
Nyeri tarik (-),
hiperemis (-)

Hiperemis (-), nyeri


tekan (-)
Nyeri tekan tragus (-),
fistel (-), abses (-)
Fistel (-), abses (-),
nyeri tekan (-)
Nyeri tarik (-),
hiperemis (-)
5

Kanalis eksternus

Discaj
Lain-lain
Membaran timpani

Warna
Refleks cahaya
Perforasi
Lain-lain

Hidung dan sinus paranasal :

Edema (-), hiperemis


(-)
(-)
Serumen (-)

Edema (-), hiperemis


(-)
(-)
Serumen (-)

Putih
+
(-)
Retraksi (-)

Putih
+ suram
(-)
Retraksi (+)

1. Pemeriksaan luar :
Hidung

: hiperemis (-), nyeri tekan (-/-), deviasi septum (-)

Sinus

: hiperemis (-), nyeri tekan (-)

Rinoskopi anterior :
KANAN
Discaj
Mukosa

KIRI

(-)
Hiperemis (-), edem
(-)
Hiperemis (-), edem
(-), hipertrofi (-)
(-)

Konka
Tumor

Septum
Lain-lain

(-)
Hiperemis (-), edem
(-)
Hiperemis (-), edem
(-), hipertrofi (-)
+ massa di nasofaring,
berbenjol, tidak rapuh, batas
tegas
Deviasi -/-

Palatum phenomenon (-/-)

3. Tenggorok :
KANAN
Palatum
Arkus faring
Mukosa
Tonsil

KIRI

Hiperemis (-)
simetris (+), uvula di tengah (+), hiperemis (-)
Hiperemis (-), granulasi (-)
Ukuran
: T1-1
6

Warna : hiperemis (-/-)

Permukaan

Kripte : melebar (-/-)

Detritus

: rata (+/+)

: -/-

o Membran
: Pseudomembran (-/-)
hiperemis (-), abses (-)

Peritonsil
Lain-lain

4. Nasofaring
Discaj : Mukosa

: massa nasofaring (+), berbenjol (+)

Adenoid

: sulit dinilai

Ostium tuba

: sulit dinilai

Reses faring

: sulit dinilai

Forniks faring : sulit dinilai


Koana : sulit dinilai

5. Kepala dan leher:


Kepala : Ptosis sinistra (+)
Wajah : Ptosis sinistra (+), parestesi (-/-)
Leher anterior : Pembesaran nnll (-), trakea di tengah
Leher lateral : Pembesaran nnll (+) sinistra, level II, fixed, kenyal 1cm
Lain-lain

:7

5. Gigi dan mulut :


Gigi-geligi

: Gigi goyang (-)

Lidah : atrofi papil (-), parestesi (-)


Palatum

: hiperemis (-), edema (-)

Pipi

: Parestesi (-)

V.Pemeriksaan Penunjang

Tes Garpu Tala


Tes Rinne : Kanan : AC > BC , Kiri: AC < BC
Tes Schwabach: Kanan : Sama dengan pemeriksa, Kiri : memanjang
Tes Weber: lateralisasi ke kiri

Pemeriksaan Radiologik

Pada pemeriksaan radiologik CT-Scan kepala didapatkan massa di nasofaring, invasi ke


struktur sinus maksila sinistra

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Didapatkan hasil adanya sel tumor yang tumbuh memadat dengan inti bulat sampai
spindel karsinoma undifferential WHO 3

RINGKASAN
Seorang pria 55 tahun datang dengan keluhan sefalgia sinistra, dirasakan kontinyu,
mengganggu aktivitas dan tidur, sefalgia semakin bertambah berat, tidak berkurang dengan
tidur, nasal obstruction sinistra (+), otalgia sinistra (+), tinnitus sinistra (+), KP (+), otorhoea
(+), mata kiri kabur (+), ptosis sinistra (+) colli sinistra terasa kaku
Dari pemeriksaan yang dilakukan didapatkan :

Membran Timpani sinistra RC (+ suram ), retraksi (+), Hidung adanya massa di nasofaring,
berbenjol, tidak rapuh, batas tegas, palatum phenomenon (-), Nasofaring adanya massa,
berbenjol, pembesaran nnll colli sinistra, level II, kenyal, fixed, 1 cm, ptosis sinistra
Tes Rinne : +/- ; Tes Schwabach : Sama dengan pemeriksa / memanjang
; Tes Weber

: Lateralisasi ke kiri

Pada pemeriksaan radiologik CT-Scan kepala didapatkan massa di nasofaring, invasi ke


struktur sinus maksila sinistra
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Didapatkan hasil adanya sel tumor yang tumbuh memadat dengan inti bulat sampai spindel
karsinoma undifferential WHO 3

VI.DIAGNOSIS

Karsinoma nasofaring WHO3 T4N1M0 st. IV ECOG 1 post respon (+)

Hipertensi stage I

VII.RENCANA PENGELOLAAN
1. Pemeriksaan diagnostik :
IP Dx: S:O: 2. Terapi :

- Paracetamol 50 mg + codein 30 mg pulveres 3x 1


- Vit. B comp / 8 jam
- Vit. C 350 mg / 8 jam
- Captopril 12,5 mg / 8 jam

3. Pemantauan :
keadaan umum, benjolan di leher
4. Penyuluhan :
9

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit KNF yang diderita pasien saat ini

Menyarankan kepada pasien untuk menghindari faktor risiko KNF, seperti hindari atau
kurangi makanan asin, berpengawet

Memotivasi pasien agar dapat menjalani terapi pengobatan yang direncanakan dengan
baik, kontrol ke poli untuk melanjutkan kemoterapi PC II

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad sanam

: Dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
10

Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang insidennya cukup tinggi, terutama pada ras Cina
dimana didapatkan 30 orang penderita dalam 100.000 penduduk. Diantara berbagai jenis kanker
kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan salah satu jenis yang memiliki prognosis buruk
dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting
lain. Ciri dari karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor yang invasif, kesulitan
mendeteksi tumor sehingga menghambat diagnosis dini. Namun demikian karsinoma nasofaring
juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.
Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras mongoloid merupakan
yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein Barr ditengarai juga mempunyai
hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lain yang diduga banyak
berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.
Sepertiga pasien datang pada stadium dini yang biasanya diberikan terapi dengan radioterapi.
Dua pertiga pasien datang pada stadium lanjut dimana bila hanya diterapi dengan pembedahan
dan atau radioterapi memiliki frekuensi mencapai 65%.
Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi dan atau pembedahan
dalam mengatasi tumor kepala leher. Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai bermacam
variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak hanya pada kekambuhan dan stadium
lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk tumor-tumor kepala leher. Kemoterapi telah muncul
sebagai terapi tambahan setelah pembedahan dan atau terapi radiasi.
Pada dekade terakhir ini terapi kombinasi/kemoradioterapi terhadap karsinoma nasofaring
menunjukkan hasil yang memuaskan ditinjau dari angka rekurensi tumor. Pengertian kita
mengenai cara kerja dan syarat-syarat terapi radiasi dan kemoterapi dan pengaruhnya terhadap
tumor perlu lebih dipahami sehingga harapan terapi yang kita inginkan dapat tercapai.
Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh kejelian diagnosis, stadium penderita dan pemilihan
jenis terapi yang tepat.
Dalam tinjauan pustaka ini akan diulas mengenai sisi-sisi penting yang perlu kita kuasai agar
kita dapat memahami setiap langkah pemberian terapi kita pada pasien karsinoma nasofaring
berdasarkan prinsip-prinsip radioterapi dan kemoterapi, serta efeknya terhadap tubuh dan sel
kanker, sehingga pada akhirnya outcome nya adalah tingkat rekurensi yang rendah, survival rate
yang meningkat tanpa mengesampingkan kualitas hidup pasien.

B. DIAGNOSIS KARSINOMA NASOFARING


Diagnosis dan pengobatan dini memegang peranan penting dalam keberhasilan terapi
karsinoma nasofaring. Perlu perhatian pada orang resiko tinggi yaitu usia diatas 40 th yang kita
curigai menderita karsinoma nasofaring memerlukan anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan
THT yang seksama yang sebaiknya disertai pemeriksaan endoskopi, patologi anatomi, dan CTScan nasofaring.
Gejala dini karsinoma nasofaring adalah gejala yang ditimbulkan oleh tumor primer yang
masih terbatas di nasofaring, biasanya besarnya tumor masih tergolong T1 dan gejala yang
muncul adalah gejala telinga dan gejala hidung. Gejala lanjut timbul karena tumor yang semakin
11

meluas yang biasanya disertai penyebaran melalui saluran getah bening dan terjadi metastasis
jauh
Prognosis karsinoma nasofaring menjadi lebih buruk pada keadaan :
Stadium yang lebih tinggi
Laki-laki
Usia > 40 tahun
Ras cina
Adanya pembesaran kelenjar leher
DIAGNOSIS BANDING KARSINOMA NASOFARING
Karena nasofaring merupakan bagian faring yang sulit dilihat, untungnya banyak manifestasi
tak langsung dari karsinoma nasofaring yang bisa digunakan untuk mencurigai adanya lesi pada
nasofaring. Bila terjadi obstruksi koana, huruf m akan terdengar seperti huruf b dan n seperti
huruf d. Bila pasien mengeluh sengau dan hasil pemeriksaan hidung anterior normal curigailah
sebagai kelainan nasofaring. Sehingga beberapa lesi di nasofaring dengan gejala yang hampir
mirip bisa dianggap sebagai diagnosis banding, misalnya :
1.
2.
3.
4.

Angiofibroma nasofaring
Hipertrofi adenoid/ adenoid persisten
Polip nasi/ polip antrokoanal
Tumor dekat dasar tengkorak

PENENTUAN STADIUM KARSINOMA NASOFARING


Menurut UICC edisi ke V th 1997 dengan klasifikasi TNM Stadium Karsinoma Nasofaring
ditentukan sbb :
T menggambarkan keadaan tumor primer, besar, dan perluasannya

T1 : tumor terbatas pada nasofaring


T2 : tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasal
T2a: tanpa perluasan ke parafaring
T2b:dengan perluasan ke parafaring
T3 : invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal
T4 :tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fossa infratemporal
hipofaring atau orbita

N menggambarkan kelenjar limfe regional

No : tidak ada pembesaran kelenjar


N1 : terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm
N2 : terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
12

N3 : terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavicular

M menggambarkan metastasis jauh

Mo : tidak ada metastasis jauh


M1 : terdapat metastasis jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas , stadium penyakit dapat ditentukan sebagai berikut ;
Stadium I : T1, N0, M0
Stadium IIA : T2A, N0, M0
Stadium IIB : T1, N1, M0 atau T2A, N1, M0 atau T2B, N0-1, M0
Stadium III : T1-2, N2, M0 atau T3, N0-2, M0
Stadium IV A : T4, N0-2, M0
Stadium IV B : Tiap T, N3, M0
Stadium IV C : Tiap T, tiap N, M1
HISTOPATOLOGGI KARSINOMA NASOFARING
Dengan melihat struktur histologis, maka karsinoma nasofaring dibagi menjadi beberapa jenis
sesuai dengan pembagian WHO :
WHO1 : Karsinoma sel skuamosa. Berkeratin di dalam maupun di luar sel
Sel-sel kanker berdiferensiasi baik sampai sedang
WHO2 : Karsinoma non keratin
Sel- sel kankerberdiferensiasi baaik sampai sedang
WHO3 :Karsinoma berdeferensiasi jelek, dengan gambaran sel kanker paling
heterogen. Karsinoma anaplastik, clear cell carsinoma dan variasi sel
Spindel.
Secara umum KNF WH0 3 memiliki prognosis paling baik dimana angka harapan hidup 5
tahun adalah 60-80 %. Sebaliknya KNF WHO1 memiliki prognosis paling buruk yaitu angka
harapan hidup 5 tahun sebesar 20-40%.

KRITERIA STATUS PERFORMANCE


Untuk menilai prognosis, efek yang ditimbulkan oleh penyakit keganasan terhadap
kemampuan beraktivitas rutin penderita keganasan, dapat menggunakan kriteria tertentu
seperti ECOG performance status dan Karnofsky performance status scale.
13

1. ECOG performance status


ECOG performance status adalah kriteria yang digunakan untuk menilai progresivitas
penyakit, dan menilai efek yang ditimbulkan penyakit terhadap kemampuan hidup sehati-hari
pasien, dan dapat disesuaikan dengan pengobatan serta prognosisnya.
GRADE ECOG
0

Aktivitas penuh, mampu beraktivitas tanpa hambatan

Ada batasan dan perlu bantuan orang lain mengerjakan pekerjaan berat, mampu
mengerjakan pekerjaan yang ringan

Memerlukan bantuan orang lain dan mampu dalam perawatan diri tapi tidak
mampu mengerjakan beberapa pekerjaan

Hanya mampu melakukan perawatan diri, terbatas pada tempat tidur atau kursi

Cacat . Tidak mampu melakukan perawatan diri

Meninggal

2. Karnofsky performance status scale


Karnofsky performance status scale adalah skala penilaian yang digunakan untuk menilai
prognosis pada individual pasien, serta membandingkan efektivitas terapi
Mampu beraktivitas normal dan bekerja ; 100
tidak perlu perawatan khusus
90

Normal
Mampu beraktivitas normal ; tanda
dan gejala minor penyakit

80

Aktivitas normal ; beberapa tanda dan


gejala penyakit

Tidak mampu bekerja ; mampu perawatan diri 70


dan hanya tinggal di rumah ; memerlukan
bantuan orang lain
60

Perawatan diri ; kurang mampu


beraktivitas normal

50

Sering membutuhkan bantuan dan


perawatan medis

Tidak mampu perawatan diri ; memerlukan 40

Tidak mampu mengerjakan apapun ;

Membutuhkan bantuan sesekali, tetapi


mampu untuk merawat sebagian besar
kebutuhan pribadinya

14

perawatan rumah sakit ; penyakit berkembang


dengan cepat

perlu perawatan khusus


30

Cacat

20

Sangat sakit

10

Sekarat

Meninggal

C. PRINSIP PENGOBATAN KARSINOMA NASOFARING


Prinsipnya pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi teraapi, sbb :

Radioterapi
Kemoterapi
Kombinasi
Operasi
Imunoterapi
Terapi paliatif

Pemilihan terapi kanker, faktor yang perlu diperhatikan misalnya :


Jenis kanker
Kemosensitifitas dan radiosensitifitas kaanker
Imunitas tubuh dan kemampua pasien untuk menerima terapi yang diberikan
Efek samping terapi yang diberikan
Jenis Kanker, Untuk keperluan pemberian kemoterapi, kanker dibagi 2 jenis :
1. Kanker hemopoitik dan limfopoitik
Kanker hemopoitik dan limfopoitik umumnya merupakan kanker sistemik. Termasuk
dalam jenis kanker ini adalah kanker darah (leukimia), limfoma maligna dan sumsum
tulang (mieoloma). Terapi utama kanker hematologi adalah kemoterapi sedangkan operasi
dan radioterapi sebagai adjuvant.
2. Kanker padat (solid)
Kanker padat bisa lokal, bisa menyebar ke regional dan atau sistemik ke organ-organ lain.
Dalam kanker jenis ini, termasuk kanker diluar hematologi. Terapi utama kanker ini adalah
operasi dan atau radioterapi sedangkan kemoterapi baru diberikan pada stadium lanjut
sebagai adjuvant.

15

Sensitivitas tumor terhadap obat anti kanker tidaklah sama, sehingga terbagi menjadi 3
macam :
1. Sensitif
Kemosensitif

Leukimia
Limfoma maligna
Mieloma
Choriocarsinoma
Kanker testis

Radiosensitif
Tumor yang dapat dihancurkan dengan dosis 3500-6000 rads dalam 3-4 minggu.

Limfoma maligna
Mieloma
Retinoblastoma
Seminoma
Basalioma
Kanker laring T1

2. Responsif
Kemoresponsif

Tumor yang kecil


Tumor yang pertumbuhannya cepat
Tumor yang diferensiasi sel nya jelek

Radioresponsif

Kanker yang ukurannya sedang, T2-3 dan ddapat dihancurkan dengan dosis 60008000 rads dalam 3-4 minggu.

3. Resisten
Kemoresisten

Tumor besar
Kanker yang pertumbuhan nya pelan
16

Kanker yang diferensiasi selnya baik


Contoh : kanker otak, fibrosarkoma, melanoma maligna.
Radioresisten
Tumor yang baru bisa dihancurkan dengan dosis lebih dari 8000 rads.
Contoh : melanoma maligna, adenokarsinoma, kanker otak, sarkoma jaringan lunak.
Radiosensitivitas tumor tergantung dari banyak faktor, antara lain :
Tipe histologi tumor
Derajad diferensiasi sel
Besar tumor
Vaskularisasi tumor
Lokasi topografi tumor
Beberapa jenis obat dan keadaan yang dapat menambah sensitivitas radioterapi : oksigenasi,
hipertermi, levamisol, beberapa sitostatika. Sensitivitas kanker terhadap kemoterapi biasanya
ada sejak awal mulanya dan dapat pula timbul dalam perjalanan pengobatan kanker.
RESISTENSI TERHADAP KEMOTERAPI
Resistensi terhadap kemoterapi dapat terjadi karena farmakokinetika obat itu seperti :
a.Perubahan absorbsi

Variabilitas absorbsi obat di GI


Adanya penyakit GI
Tidak makan obat seperti seharusnya (non compliance)
Formulasi obat yang tidak cocok

b.Perubahan distribusi

Perubahan ikatan obat dengan protein serum


Perubahan distribusi karena obat lain yang mengikat protein serum

c.Perubahan metabolisme

Perubahan enzim yang mengadakan detoksifikasi


Penyakit hati
Ada obat lain yang ikut serta
Pengurangan konjugasi obat karena usia

d.Pengurangan ekskresi

Penyakit hati
Penyakit ginjal
17

D. KEMOTERAPI PADA KANKER NASOFARING


Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau
bahkan membunuh sel kanker.
Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agents), tetapi
kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel
kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat
lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun.

Tujuan kemoterapi
Tujuan kemoterapi adalah menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganasnya. Kemoterapi
bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila
ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan
lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa
biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi ini.
Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring
Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I dan sebagian WHO II
yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma nasofaring WHO-3 memiliki prognosis
paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO-I yang memiliki prognosis paling buruk.
Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan (division) antara sel
kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle) merupakan titik tolak dari cara kerja
sitostatika mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan
duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih sensitif
daripada sel dalam keadaan istirahat.
Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus (Cell Cycle non Spesific)
artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan dalam keaadaan istirahat. Ada
juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus pertumbuhan tertentu (Cell Cycle phase
spesific).
Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel disebut cell cycle
spesific. Sedangkan obat yng dapat menghambat pembelahan sel pada semua fase termasuk fase
G0 disebut cell cycle nonspesific. Obat-obat yang tergolong cell cycle spesific antara lain
Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara
18

menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspesific
antara lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap DNA sehingga
meencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin
(fase G2, M), Vincristine (fase S, M)
Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya klonus tumor
yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila resisten terhadap agen
tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada
siklus sel berbeda.
Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi
Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja dengan
menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi asam nukleat.
Berdasarkan mekanisme cara kerja obat, zat yang berguna pada tumor kepala leher dibagi
sebagai berikut
1. Antimetabolit, obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh
MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis timidin
2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX
(Cyclophospamide) mengubah strutur DNA, dengan demikian menahan replikasi sel. Di
lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip
diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat produksi
mRNA.
3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine, menahan
pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.
Cara Pemberian Kemoterapi
Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu:
1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi
2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada
kasus karsinoma stadium lanjut.
3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau radiasi
4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada
kasus-kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan
limfoma).
Menurut prioritas indikasinya terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu utama dan terapi
adjuvan (tambahan/komplementer/profilaksis). Terapi utama dapat diberikan secara mandiri,
namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus menyertai terapi
utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna.
19

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah
mendapat terapi utama yang maksimal
Kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif
Kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi (oleh karena tingginya resiko kekambuhan
dan metastasis jauh)
Berdasarkan pemberian kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi menjadi
1.
2.
3.

Neoadjuvan atau induction chemotherapy


Concurrent, simultaneous atau concomittant chemoradiotherapy
Post definitive chemotherapy.

Efek Samping Kemoterapi


Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah
secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan sel pada traktus gastrointestinal. Akibat yang
timbul bisa berupa perdarahan, depresi sumsum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi.
Pada traktus gastrointestinal bisa terjadi mual, muntah, anoreksia dan ulserasi saluran cerna.
Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang
cepat proliferasi misalnya sumsum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah
terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal,
sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih daripada
sel kanker.
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung, yang
dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada paru.
Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievaluasi fungsi faal hepar
dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian
kemoterapi.
Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah sakit
sebaiknya dosis dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh (m2) atau kadangkadang menggunakan ukuran berat badan (kg). Selain itu faktor yang perlu diperhatikan adalah
keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah
keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma asites, sesak,dll), status
penampilan (skala karnofsky, skala ECOG), status gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati,
kondisi jantung, paru dan lain sebagainya.
Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada poor risk
(apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat harus dikurangi,
atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut lebih minimal.
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh:
20

1.
2.
3.
4.
5.

Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu
Dosis
Jadwal pemberian
Cara pemberian (iv,im, peroral, per drip infus)
Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ
tertentu.

Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi


Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan, yang apabila diberikan kemoterapi
dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan
sebagai berikut:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status
penampilan <= 2
2. Jumlah leukosit >= 3000/ml
3. Jumlah trombosit >= 120.000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearance diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) Tes faal ginjal
6. Bilirubin <2 mg/dl, SGOT dan SGPT dalam batas normal (Tes faal hepar)
7. Elektolit dalam batas normal
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70
tahun
Status Penampilan Penderita Ca (Performance Status)
Status penmpilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana penyakit kanker
semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga menjadi faktor
prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi yang tepat pada pasien dengan sesuai
status penampilannya.
Skala status penampilan menurut ECOG (Eastern Cooperative Oncology Group) adalah sbb:

Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas kerja dan
pekerjaan sehari-hari
Grade 1 : hambatan pada pekerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun
pekerjaan rumah yang ringan
Grade 2: hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50% waktunya untuk tiduran dan
hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan pekerjaan lain.
Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50% waktunya
hanya untuk tiduran
Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya di kursi
atau tiduran terus
21

E. PENILAIAN HASIL TERAPI KANKER


Penilaian hasil pengobatan dengan kemoterapi, baik tunggal maupun kombinasi dengan
pembedahan atau radioterapi, biasanya dilakukan 3-4 minggu. Hasil kemoterapi dapat dilihat
dari 2 aspek yaitu respons atau hilangnya kanker (respons rate) dan angka ketahanan hidup
penderita (survival rate). Dari aspek hilangnya kanker hasil kemoterapi dinyatakan dengan
istilah-istilah yang lazim dipakai yaitu:

Sembuh (cured)
Respon komplit (complete response/CR): semua tumor menghilang untuk jangka waktu
sedikitnya 4 minggu
Respon parsial (partial response/PR): semua tumor mengecil kurang dari 50% dan tidak
ada tumor baru yang timbul dalam jangka waktu sedikitnya 4 minggu
Tidak ada respons (no response/NR): tumor mengecil kurang dari 50% atau membesar
kurang dari 25%
Penyakit progresif (progresif disease/PD): tumor makin membesar 25% atau lebih atau
timbul tumor baru yang dulu tidak diketahui.
Disamping itu dikenal suatu periode penderita terbebas dari penyakitnya (disease free
survival)

Pada beberapa tumor disamping ukuran tumor, perkembangan dapat dipantau berdasarkan kadar
tumor marker

22

BAB IV
PEMBAHASAN
Karsinoma nasofaring merupakan penyakit yang sering terjadi pada masyarakat dan dapat
terjadi pada semua umur tanpa dipengaruhi jenis kelamin.Dari riwayat penyakit dahulu
didapatkan pasien pernah sakit seperti ini + 5 bulan yll pasien mengeluhkan sakit kepala sebelah
kiri, sakit kepala dirasakan terus-menerus, sakit kepala mengganggu tidur pasien dan aktivitas
pasien, sakit kepala sebelah kiri bertambah berat dan tidak berkurang dengan tidur, pasien juga
mengeluhkan hidung mampet sebelah kiri (+), mimisan (-), nyeri telinga sebelah kiri (+), telinga
berdenging sebelah kiri (+), telinga kiri kurang pendengaran (+), keluar cairan dari telinga
sebelah +), mata kiri kabur (+), kelopak mata kiri sulit dibuka (+), benjolan di leher sebelah kiri
(+) kiri (-), leher sebelah kiri terasa kaku + 3 minggu yll pasien dirawat di RSDK dan didiagnosa
kanker dan menjalani sitostatika tanggal 5/11/2013, pasien mengalami mual (+), muntah (+),
rambut rontok (+), kesemutan di ujung tangan (+), benjolan di leher sebelah kiri mengecil (+)
+ 2 minggu yll, pasien mengeluh sakit kepala sebelah kiri, dirasakan terus-menerus,
mengganggu aktivitas dan tidur, sakit kepala semakin bertambah berat, tidak berkurang dengan
tidur, hidung sebelah kiri mampet (+), nyeri telinga kiri (+), telinga berdenging sebelah kiri (+),
telinga kiri kurang pendengaran (+), keluar cairan dari telinga sebelah +), mata kiri kabur (+),
kelopak mata kiri sulit dibuka (+) leher sebelah kiri terasa kaku
Dari pemeriksaan didapatkan Membran Timpani sinistra RC (+ suram ), retraksi (+),
Hidung adanya massa di nasofaring, berbenjol, tidak rapuh, batas tegas, palatum phenomenon
(-), Nasofaring adanya massa, berbenjol, pembesaran nnll colli sinistra, level II, kenyal, fixed,
1 cm, ptosis sinistra. Tes pendengaran didapatkan CHL auris sinistra.
Pada pemeriksaan radiologik CT-Scan kepala didapatkan massa di nasofaring, invasi ke
struktur sinus maksila sinistra. Pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan hasil adanya sel tumor
yang tumbuh memadat dengan inti bulat sampai spindel karsinoma undifferential WHO 3

Rencana penatalaksanaan pada pasien ini yaitu dilakukan simptomatik dan kontol untuk
melanjutkan PC kedua. Kemungkinan prognosis dari pasien ini. Quo ad vitamnya adalah dubia
ad bonam, quo ad sanamnya adalah dubia ad bonam, quo ad fungsionamnya adalah dubia ad
bonam.

23

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.

9.
10.
11.
12.

13.
14.
15.
16.

Pignon JP, Bourhis J, Domenge C. Chemotherapy added to locoregiona treatment for head
and neck squamous-cell carcinoma, The Lancet, 2000; Vol 355: 949-55
Chao SS.Modalities of surveillance in treated nasopharyngeal cancer; Otolaryngol Head
Neck Surg 2003; 129: 61-4
Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Binarupa Aksara,
Edisi 13, Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI, Indonesia 1994: 839-54
Mulyarjo.Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, SMF Ilmu
penyakit THT FK Unair/RSUD dr.Soetomo, Surabaya 2002:38-47
Lin HS, Fee WE. Malignant Nasopharygeal Tumors. http://www.emedicine.com.2003
Cody DT.Kern EB. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan; EGC, Jakarta 1993: 371-2
Vijayakumar S, Hellman S;Advances in radiation oncology; Lancet 1997:349 (suppl II): 1-3
Suwitodiharjo S.Radioterapi pada Tumor Ganas Kepala dan Leher (Squamous Cell Ca),
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala
Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/RSUD dr.Soetomo, Surabaya 2002:101-7
Sukardja IGD.Onkologi Klinik, Edisi 2, Airlaga University Press,2000:243-55
Lika L.Radiation therapy: Gale Encyclopedia of Medicine. Gale Research,1999
Balkwill F, Mantovani A, Inflammation and cancer: back to Virchow; The Lancet
Vol.357,2001;539-45
Kentjono WA, Kemoterapi pada Tumor Ganas THT-Kepala Leher Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/RSUD
dr.Soetomo, Surabaya November 2002, 108-21
Chan TC, Teo PM; Nasopharyngeal Carcinoma: Review; Annals of Oncology
13:2002;1007-15
Quinn FB, Ryan,WM; Chemotherapy for Head and Neck Cancer; Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. Of Otolaryngology; April 16, 2003
Manfred Schwab (Ed) Encyclopedia Refference of Cancer, Springer, Berlin,2001:195
Skeel RT, Handbook of Cancer Chemotherapy, 3th Edition, Little, Brown and Company,
London, 1987;59-78
Oxford Textbook of Palliative Medicine, Oxford University Press. 1993;109.

17.
18. Oken, M.M., Creech, R.H., Tormey, D.C., Horton, J., Davis, T.E., McFadden, E.T., Carbone,

P.P.: Toxicity And Response Criteria Of The Eastern Cooperative Oncology Group. Am J
Clin Oncol 5:649-655, 1982

24

LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
1. Refleks cahaya: pantulan cahaya pada membrana timpani dari processus longus os
maleus.
2. Retraksi: tarikan ke dalam membrana timpani (biasanya pars flaccida, yang hanya terdiri
atas 2 lapisan)
3. Palatum fenomena: fenomena palatum molle saat pasien diminta untuk mengucapkan
huruf i. Dalam keadaan normal tampak gerakan palatum molle ke atas ke bawah yang
disebut fenomena palatum positif. Gerakan palatum molle akan negatif bila terdapat
massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle atau
terdapat kelumpuhan otot otot levator dan tensor velli palatini.
4. Forniks faring: lengkungan di craniodorsal ostium pharyngeum tuae auditiva eustachii.
5. Recessus faring: cekungan dari dorsal forniks faring menerus ke lateral (fossa
Rosenmulleri)
6. Level pembesaran kelenjar limfe:
a. Level 1: pembesaran di regio submental dan submandibula
b. Level 2: pembesaran kelenjar limfe di regio 1/3 atas vena jugularis
c. Level 3: pembesaran kelenjar limfe di regio 1/3 tengah vena jugularis
d. Level 4: pembesaran kelenjar limfe di regio 1/3 bawah vena jugularis
e. Level 5 : pembesaran kelenjar limfe di regio posterior leher
f. Level 6: pembesaran kelenjar limfe di regio anterior leher
7. Parestesi: perasaan sakit atau perasaan yang menyimpang; rasa abnormal, seperti
kesemutan, rasa terbakar, berkeringat dan lain lain.
8. Klasifikasi Ca Nasofaring WHO:
WHO 1: karsinoma sel skuamosa berkeratin
WHO 2: karsinoma sel skuamosa non keratin
WHO 3: karsinoma tidak terdiferensiasi
9. ECOG: Eastern Cooperative Oncology Group
Kriteria yang digunakan untuk menilai perkembangan penyakit pasien, efek penyakit
terhadap kemampuan aktivitas sehari hari pasien, dan menentukan perawatan dan
prognosis yang tepat.
Grade

Performance

Aktif penuh, mampu melakukan kegiatan sama seperti sebelum sakit tanpa
pembatasan aktivitas

Terbatas pada aktivitas berat namun dapat berjalan dan melakukan pekerjaan
25

ringan.
2

Dapat berjalan dan mampu melakukan aktivitas perawatan diri namun tidak
mampu melakukan aktivitas pekerjaan. Mampu berdiri lebih dari 50% jam bangun.

Mampu melakukan aktivitas perawatan diri terbatas. Terbatas pada tempat tidur
dan kursi lebih dari 50% jam bangun.

Sepenuhnya cacat. Tidak mampu melakukan perawatan diri. Terbatas total pada
tempat tidur atau kursi.

As

Meninggal

published

in

Am.

J.

Clin.

Oncol.:

Oken, M.M., Creech, R.H., Tormey, D.C., Horton, J., Davis, T.E., McFadden, E.T.,
Carbone, P.P.: Toxicity And Response Criteria Of The Eastern Cooperative Oncology
Group. Am J Clin Oncol 5:649-655, 1982.
10. 5 Sign nasofaring:
a. Telinga: gembrebeg, tinitus, kurang pendengaran
b. Hidung: tersumbat, post nasal drip, epistaksis, foetor ex nasi
c. Pembesaran kelenjar limfe leher di level 2,3,4
d. Mata: ptosis, strabismus konvergen, diplopia
e. Intrakranial: sefalgia kronis, gangguan menelan

26

Anda mungkin juga menyukai