CARSINOMA SINONASAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unsyiah/
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh:
Nurul Atikah Sinaga
Noni Gusmawan
Putri Maulidasari
Erlinda Ramona Putri
Novia Dwana
Cut Mila Sari
Dini Darayani
Pembimbing
Dr. Lily Setiani Sp. THT-KL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Carsinoma Sinonasal. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada
Rasulullah saw. yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi
ilmu pengetahuan.
Referat ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan kepanitraan Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr Lily Setiani, Sp. THT-KL
yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terhadap referat
ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.
Banda Aceh, Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
3.7......................................................................................................Prognos
is..................................................................................................
45
BAB IV ANALISA KASUS ............................................................................
46
49
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
..........................................................................................................................
50DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Gambar Anatomi Nasal Eksternus ................................................
Gambar 2 Anatomi Cavum Nasi ....................................................................
Gambar 3 Sinus Paranasal .............................................................................
Gambar 4 Garis Ohngren ...............................................................................
Gambar 5 Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carsinoma .................
Gambar 6 Mikroskopik Non Keratinizing Squamous Cell Carsinoma .........
Gambar 7 Mikroskopik Undifferentiated Carcinoma ....................................
Gambar 8 Mikroskopik Adenocarsinoma Sinonasal .....................................
Gambar 9 Foto polos kepala tampak kista didalam sinus maksilaris ............
Gambar 10 CT Scan Sinus Paranasal ..............................................................
Gambar 11 CT Scan Carsinoma Sinonasal Ekstensif ......................................
Gambar 12 Jenis Maksilektomi .......................................................................
8
9
11
12
16
17
18
19
22
23
24
28
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor jinak pada hidung dan sinus paranasal sering ditemukan, tetapi tumor
yang ganas termasuk jarang, hanya 3% dari tumor kepala dan leher atau kurang dari
1% dari seluruh tumor ganas. Gejala-gejala dan tanda klinis semua tumor hidung dan
sinus paranasal hampir mirip sehingga seringkali hanya pemeriksaan histopatologi
saja yang dapat menentukan jenisnya.Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal)
merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajahyang merupakan daerah
yang terlindung sehingga karsinoma yang timbul di daerah ini sulit diketahuisecara
dini. Hidung dan sinus paranasal merupakan rongga yang saling berhubungan dan
seringkali tumor ditemukan pertama kali pada stadium yang sudah lanjutdan sudah
memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus paranasal. (1,2)
Karsinoma sinonasal banyak terjadi di negara berkembang. Di bagian Asia,
keganasan sinonasal adalah peringkat kedua yang paling umum setelah karsinoma
nasofaring. Pria yang terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita,dan 80% dari
tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan
sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung
sendiri.Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dan 1%
ditemukan di sinus frontal dan sphenoid. Karsinoma sel skuamosa adalah jenis yang
paling banyak terjadi (70%), disusul oleh karsinoma tanpa differensiasi dan tumor
asal kelenjar. (1,3)
Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat tumor sangat dekat
dengan struktur vital. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal
yang terjadi (misalnya epistaksis unilateral, obstruksi nasi) mirip dengan kondisi
awal yang umum dikeluhkan tanpa adanya keluhan spesifik lainnya. Oleh karena itu,
pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari
tumor dan meng
jinak. Tumor ganas hidung dan sinus paranasal termasuk tumor yang sukar diobati
secara tuntas dan angka kesembuhan masih sangat rendah. Pasien dengan tumor
ganas sinonasal ditangani oleh tim spesialis menggunakan pendekatan holistik
multidisiplin ilmu. Pengobatan dapat berupa pembedahan, kemoterapi dan
radioterapi. (1,2,3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
A. Hidung
Hidung terdiri atas nasus externus dan cavum nasi. Nasus externus mempunyai
ujung yang bebas yang dilekatkan ke dahi melalui radix nasi. Lubang luar hidung
disebut nares. Kedua nares dibatasi oleh ala nasi dibagian lateral dan oleh septum
nasi dibagian medial. Rangka nasus externus dibagian atas dibatasi oleh os nasale,
processus frontalis ossis maxillaris
dibentuk oleh lempeng tulang rawan yaitu cartilago nasi superior dan inferior, dan
cartilago septi nasi. (4,5)
Sebuah celah yang melengkung disebut hiatus semilunaris yang terletak tepat di
bawah bulla. Ujung anterior hiatus masuk ke dalam saluran yang berbentuk corong
disebut infundibulum. Sinus maxillaris bermuara pada meatus nasi media melalui
hiatus semilunaris. Sinus frontalis dan sinus ethmoidales anterior bermuara pada
infundibulum. (4)
Meatus nasi inferior terletak di bawah dan lateral concha inferior dan terdapat
muara dari ductus nasolacrimalis. Dinding medial atau septum nasi merupakan
osteocartilago yang ditutupi membrana mukosa. Membrana mukosa melapisi cavum
nasi kecuali vestibulum. Terdapat dua jenis membrana mukosa yaitu mukosa
olfactorius dan respiratorius. Membrana mukosa olfactorius melapisi permukaan atas
concha nasalis superior dan recessus sphenoethmoidalis; juga melapisi daerah
septum nasi septum nasi yang berdekatan dengan atap. Fungsinya adalah menerima
rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini mukosa memiliki sel-sel penghidu
khusus.permukaan membrana mukosa tetap basah oleh sekret kelenjar serosa yang
berjumlah banyak. (4)
Gambar 2.Anatomi Cavum Nasi (6)
yang diproduksi
oleh kelenjar-kelenjar dan sel goblet.Partikel debu yang terinspirasi akan menempel
pada permukaan mukosa yang basah dan lengket. Persarafan cavum nasi berasal dari
N. Olfactorius yang mempersarafi membrana mukosa olfactorius. Saraf ini naik ke
atas melalui lamina cribrosa dan mencapai bulbus olfactorius. (4,6)
Saraf-saraf sensasi umum berasal dari nervus trigeminus cabang ophtalmica
dan maxillaris. Persarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari n. Ethmoidalis
8
anterior. Persarafan bagian posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis, ramus
nasopalatinus, dan ramus palatina ganglion pterygopalatinum. Suplai arteri untuk
cavum nasi berasal dari cabang-cabang a. maxillaris. Cabang yang terpenting yaitu a.
sphenopalatina yang beranastomosis dengan cabang septalis a.labialis superior yang
merupakan cabang dari arteri facialis di daerah vestibulum. Vena-vena membentuk
plexus yang luas di dalam mukosa. Plexus ini dialirkan oleh vena-vena yang
menyertai arteri. Pembuluh limfe mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi
submandibulares. Bagian lain dari cavum nasi mengalirkan limfenya ke nodi
cervicales profundi superior. (4,5)
B. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maxilla, os
frontal, os ethmoidalis, dan os sphenoidalis. Sinus dilapisi oleh mucoperiosterum dan
berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui apertura yang relatif kecil.
Sinus maxillaris dan sphenoidalis pada waktu lahir terdapat dalam bentuk yang
rudimenter, setelah usianya delapan tahun menjadi cukup besar dan pada masa
remaja sudah terbentuk sempurna. Sinus berfungsi sebagai resonator suara dan
mengurangi berat tengkorak. Bila muara sinus tersumbat atau sinus terisi cairan
kualitas suara jelas berubah. (4,6)
Sinus maxillaris terletak di dalam corpus maxillaris. Sinus ini berbentuk
piramid dengan basis membentuk dinding lateral hidung dan apex di dalam
processus zygomaticus maxillae. Atap dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar
dibentuk oleh processus alveolaris. Akar premolar pertama dan kedua serta molar
ketiga dan kadang-kadang akar dari caninus menonjol ke dalam sinus sehingga jika
dilakukan ekstraksi gigi tersebut dapat menyebabkan terbentuk fistula bahkan terjadi
sinusitis. Sinus maxillaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus
semilunaris. Karena sinus ethmoidalis anterior dan sinus frontalis bermuara ke dalam
infundibulum, kemudian ke hiatus semilunaris, kemungkinan penyebaran infeksi dari
sinus-sinus tersebut ke sinus maxillaris sangat besar. Membrana mukosa sinus
maxillaris dipersarafi oleh n.alveolaris dan n.infraorbitalis. (4,6)
Sinus frontalis ada dua buah dan terdapat dalam os frontale dan dipisahkan
oleh septum tulang yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap sinus
berbentuk segitiga, meluas ke atas, di atas ujung medial alis mata dan ke belakang ke
bagian medial atap orbita. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.supraorbitalis.
Sinus sphenoidalis ada dua buah dan terletak di dalam corpus os sphenoidalis. Setiap
10
(multifaktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor-faktor
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor sinonasal antara lain : (4,5,6,7)
1. Penggunaan tembakau
Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu, rokok
pipa, mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko terbesar
penyebab kanker pada kepala dan leher.
2. Alkohol
Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin
3. Inhalan spesifik
Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk
diantaranya adalah :
a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit
sintetis, dan tepung.
b. Debu logam berat : kromium, asbes
c. Uap isoprofil alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radium
d. Uap pelarut (gas mustard dan isopropanolol) yang digunakan dalam
memproduksi furniture dan sepatu.
4. Sinar ionisasi
: Sinar radiasi; Sinar UV
5. Virus
: Virus HPV, Virus Epstein-barr
6. Usia
Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun
hingga 85 tahun.
7. Jenis Kelamin
Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih
sering pada pria dibandingkan pada wanita.
8. Paparan terhadap thorotrast yang merupakan zat kontras untuk pemeriksaan
radiologi sinus maxilla karena mengandung thorium radioaktif.
11
2.3
Patofisiologi
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor
seperti yang sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya
tumor sinonasal semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri,
sinar ionisasi dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen
yang mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan diferensiasi. Dalam
proses diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang peranan penting, yaitu
gen yang memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan yang menghambat diferensiasi
(anti-onkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel normal menjadi sel
kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase
promosi serta progresi. (8,9)
Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing
sel menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel yang telah
mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya kerusakan gen. Sel
yang tidak melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak
berubah menjadi sel kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen
yang sama atau diperlukan karsinogen yang berbeda.Sejak terjadinya kontak dengan
karsinogen hingga timbulnya sel kanker memerlukan waktu induksi yang cukup
lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase induksi ini belum timbul kanker namun
telah terdapat perubahan pada sel seperti displasia. Fase selanjutnya adalah fase in
situ dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih
terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran basalis.
Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun. (8,9)
Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis
dan masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga
dengan fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi
(penyebaran) sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional
dan atau ke organ-organ jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun.Sel-sel kanker ini akan
tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan dan gangguan. Sel kanker
ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya, mengadakan infiltrasi,
invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di berikan terapi. (8,9)
2.4
Klasifikasi
Berikut ini merupakan klasifikasi dari karsinoma traktus sinonasal : (3)
Epitel
Non epitel
Karsinoma sel squamous
Chondrosarcoma
12
Differensiasi
Squamous basaloid
Adenosquamous
Karsinoma sel nonsquamous
Adenoid cystic carcinoma
Mucoepidermoid carsinoma
Adenocarcinoma
Neuroendocrine carcinoma
Hyalinizing clear cell carcinoma
Melanoma maligna
Olfactory neuroblastoma
Sinonasal undifferentiated carcinoma
Osteogenic sarkoma
Soft tissue sarcoma
Fibrosarcoma
Malignant fibrous
histiocytoma
Hemangiopericytoma
Angiosarcoma
Kaposis sarcoma
Rhabdomyosarcoma
Lymphoploroferative
Lymphoma
Polymorphic reticulosis
Plasmacytoma
Metastatic
mukosa dari cavum nasi atau sinus paranasal yang meliputi keratinisasi dan non
keratinisasi.
Jenis
yang
paling
umum
dan
sering
ditemukan
pada
13
terapi bedah diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi post operatif. Pasien dengan
karsinoma sel squamosa nasal umumnya terlihat lebih awal dibandingkan pasien
dengan kanker maxilla. Karsinoma sel squamosa nasal jarang bermetastasis ke nodus
limfe dan rekuren. Ketika jenis ini terjadi, perkembangannya berlangsung sangat
cepat. Adanya gangguan lokal yang terjadi selain kanker, akan memperburuk
prognosis. Angka survival 5 tahun sebesar 60% sedangkan untuk karsinoma sel
squamosa maxilla 42%. (8,9)
b
Undifferentiated Carcinoma
Merupakan karsinoma yang
jarang
ditemukan,
sangatagresif
dan
15
Adenokarsinoma Sinonasal
Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak
Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam
penegakkan diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12
% keganasan di hidung dan sinus paranasalstadium awal bersifat asimptomatis.
Riwayat terpapar bahan-bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan
16
pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari kemungkinan faktor resiko.
(1,2,3)
Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta
arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maxilla biasanya tanpa gejala. Gejala
yang timbul setelah tumor besar mendorong atau menembus dinding tulang meluas
ke rongga hidung, rongga mulut, pipi atau orbita. Gejala yang dikeluhkan dapat
dikategorikan sebagai berikut: (1,3)
1 Gejala nasal.
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret,
sering sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar
dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor
ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.
2
Gejala orbital.
Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau
Gejala oral.
Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di
palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi
atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi,
tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.
4
Gejala fasial
Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri,
anesthesia atau parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.
Gejala intrakranial
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat,
oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang
keluar melalui hidung ini terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus
basis cranii. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya
bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya
muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi
nervus maksilaris dan mandibularis.
B. Pemeriksaan Fisis
Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat
asimetri atau distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata.
Jika mata terdorong ke atas, berarti tumor berasal dari sinus maxilla, jika ke bawah
17
dan lateral berarti tumor berasal dari sinus frontal atau etmoid. Selanjutnya periksa
dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior.
Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang
berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. (1,3,8)
Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di
sinus maksila. Untuk memeriksa rongga oral, disamping inspeksi lakukan juga
palpasi gusi rahang atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan atau gigi
goyang. Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan
tumor padastadium dini. Kita juga harus memeriksa telinga adakah tuli konduktif
unilateral tanpa kelainan telinga dan kelainan saraf cranial. Adanya pembesaran
kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar
leher. (1,3,9)
C. Pemeriksaan Penunjang
a
Pemeriksaan Biopsi
Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan
Pemeriksaan X-ray
Pada pemeriksaan X-ray sinus paranasal ada 4 macam posisi yang perlu
untuk mendapat hasil yang baik. Pertama, posisi waters paling baik untuk
melihat sinus maxilla. Kedua, posisi Caldwell untuk melihat sinus etmoid dan
orbita. Ketiga, posisi lateral untuk melihat sinus sphenoid dan dinding
anterior dan posterior sinus frontal dan maxilla. Keempat, posisi
submentovertex untuk melihat sinus sphenoid dan etmoid posterior.Normal
sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran seperti
18
CT - Scan
CT-Scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang
Pemeriksaan MRI
MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk membedakan
tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini
diserap terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan lebih banyak
energi. Karena kanker cenderung menggunakan energi secara aktif, sehingga
menyerap lebih banyak zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini
untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh.Sering digunakan untuk
keganasan kepala dan leher untuk staging dan surveillance. (12)
20
D.
Staging
Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM
2.6
Penatalaksanaan
Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis
Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi
bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing21
masing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini
(T1-T2). Terkadang, pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak dapat
dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan struktur-struktur penting pada
daerah kepala, serta batas tumor yang tidakjelas. Radiasi post operatif sangat
dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus eksisi
paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang hebat,
ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita, serta untuk
drainase sinus paranasalis yang mengalami obstruksi. (1,7,12)
Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan
bedah seperti reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral
rhinotomy atau kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery).
Dalam memilih terapi bedah yang optimal, seorang ahli harus mempertimbangkan
dengan seksama dalam memilih pendekatan endonasal daripada prosedur klasik
yaitu melalui pendekatan rhinostomi lateral, rhinostomi medial, transfasial, transoral,
dan midfacial degloving. Jenis reseksi pada tumor rongga hidung dan sinus paranasal
ditentukan oleh lokasi lesi dan perluasannya. Tumor yang berasal dari dalam sinus
maxilaris diangkat dengan cara maxilektomi. (7,9)
Menurut MSKCC, maksilektomi dibagi menjadi IV yaitu defek tipe 1
( maksilektomi terbatas) terdiri dari reseksi pada satu atau dua dinding maksila
kecuali palatal. Pada kebanyakan pasien, dinding anterior sebagian dibuang beserta
dengan salah satu dinding tengah atau dasar orbita. Defek tipe II (maksilektomi
subtotal) meliputi reseksi pada lengkung maksila, palatal, dinding anterior dan lateral
(lima dinding dasar), dengan tetap menjaga dasar orbita. Defek tipe III
(maksilektomi total) meliputi reseksi keenam dinding maksila. Defek tipe ini dibagi
menjadi 2 tipe yaitu tipe IIIa, dimana isi orbita tetap dijaga dan tipe IIIb, dimana isi
orbita diikutsertakan. Defek tipe IV (orbitomaksilektomi) meliputi reseksi pada isi
orbita dan kelima dinding atas maksila dengan tetap menjaga bagian palatal. (1,7,12)
22
kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi jugadigunakan untuk terapi paliatif
pada pasien dengan kanker tingkatlanjut. Jenis terapi radiasi yang diberikan dapat
berupa
teleterapi
(radiasi
eksternal)
maupun
brachyterapi
(radiasi
Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain
terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh
adalah dengan menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh
tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut
kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi obat-obatan
biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan kemoterapi untuk
terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai adjuvant
maupun neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai
terapi paliatif. (7,9,12)
Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi,
ataupun untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi
dengan radiasi diberikan pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi
seperti pasien dengan hasil PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi,
penyebaran perineural, ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional.
(7,12)
2.7
Komplikasi
Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi.
Perdarahan
untuk
menghindari
perdarahan
arteri
etmoid
anterior
Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari
komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan
terapi yang paling sederhana.
2.8
Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang
25
Pemeriksaan
Radiologi
-
X-Ray
CT-Scan
MRI
Pemeriksaan
Histopatologi
Biopsi
Jinak
Ganas
Bone survey
Rontgen Thorax
USG abdomen lower dan upper
Terapi
Menentukan
staging
Terapi
multidisiplin ilmu
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama
: Ny. Sipek
Umur
: 72 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat
: Lueng Baroe Nagan Raya
Pekerjaan
: IRT
No. CM
: 1-02-80-56
3.2 Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan utama:
Hidung tersumbat
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Meulaboh dengan keluhan hidung
tersumbat sejak 1 tahun yang lalu, hidung tersumbat dirasakan semakin memberat ,
membuat pasien sulit bernafas dan mengganggu tidur pasien. Sebelum dirujuk pasien
pernah berobat ke puskesmas dan didiagnosa polip dan diberikan obat semprot
hidung,namun keluhan tidak berkurang dan semakin lama pasien merasa semakin
sulit bernafas melalui hidung, akhir tahun 2014 pasien datang ke Rumah Sakit
Meulaboh dengan keluhan hidung tersumbat yang semakin parah dan mengeluarkan
cairan seperti darah bercampur nanah, pipi kiri pasien juga semakin membengkak di
sertai nyeri, lalu pasien dirujuk ke RSUDZA, pasien dirawat dan dilakukan
pemeriksaan penunjang dan pasien dipulangkan dan diminta kembali lagi 2 minggu
kemudian untuk mengambil hasil pemeriksaan penunjang, namun pasien tidak
kembali karena terhambat masalah biaya, bengkak dipipi semakin besar dan nyeri
dan pada bulan 5 pasien kembali ke RSUDZA dengan kondisi yang semakin
memburuk.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah dirawat tahun 2014 akhir dengan keluhan hidung tersumbat dan
keluar cairan darah dari hidung. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama. Terdapat Riwayat hipertensi
tetapi DM di keluarga disangkal.
Riwayat pengobatan:
Pasien pernah menggunakan obat semprot yang didapatkan dari Rumah Sakit
Meulaboh.
Riwayat kebiasaan: Pasien sering mengkonsumsi ikan asin.
27
28
3.3.2
Status Lokalis
1. Telinga
Preauricular
CAE
Serumen
Secret
Membran timpani
Reflex cahaya
Retroauricular
Dekstra
Tragus sign (-)
Lapang
Ada
Ada, jernih
Intak
Arah jam 5
Fistel (-), abses (-)
Sinistra
Tragus sign (-)
Lapang
Ada
Tidak ada
Intak
Arah jam 7
Fistel (-), abses (-)
Dekstra
Hiperemis (-)
Tidak ada
Tidak ada
Eutrofi
Lancar
Sinistra
Hiperemis (+)
Ada
Tidak ada
Hipertropi
Terhambat
Dekstra
T1
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sinistra
T1
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dekstra
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Simetris
Sinistra
Merah muda
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Simetris
Simetris
Simetris
Dekstra
Simetris
Tidak ada
Tidak ada
Tidakada
Sinistra
Simetris
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
3. Orofaring
Tonsil
Kripta
Detritus
Perlengketan
Sikatrik
Faring
Mukosa
Granul
Bulging
Reflex muntah
Arkus faring
Uvula
4. Maksilofasial
Letak
Parese N. kranialis VII
Massa
Hematom
29
PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Tanggal 07 Mei 2015
Darah Rutin
Jenis pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
6,0 gr/dl
12 - 15 gr/dl
Eritrosit
3,0.106/mm3
4,2-5,4. 106/mm3
Leukosit
6,0.103/mm3
4,5-10,5.103/ mm3
Trombosit
559.103 / mm3
150-450.103/ mm3
Hematokrit
20 %
37-47%
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
Eosinofil
0-6
Basofil
0-2
Netrofil Segmen
48
50-70
Hemoglobin
Hitung Jenis
Jenis pemeriksaan
30
Limfosit
34
20-40
Monosit
2-8
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
18
9
< 31 U/L
< 34 U/L
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
36
0,80
13-43 mg/dL
0,51-0,95 mg/dL
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
6,9 gr/dl
12 - 15 gr/dl
Eritrosit
3,2.106/mm3
4,2-5,4. 106/mm3
Leukosit
6,0.103/mm3
4,5-10,5.103/ mm3
Trombosit
443.103 / mm3
150-450.103/ mm3
Hematokrit
22 %
37-47%
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
Eosinofil
0-6%
Basofil
0-2%
Netrofil Segmen
53
50-70%
Limfosit
26
20-40%
Monosit
13
2-8%
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
16
9
5,8
< 31
< 34
6,4-8,3 g/dL
Kimia Klinik
Jenis pemeriksaan
AST/SGOT
ALT/SGPT
Ginjal-Hipertensi
Jenis pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
Tanggal 13 Mei 2015
Darah Rutin
Jenis pemeriksaan
Hemoglobin
Hitung Jenis
Jenis pemeriksaan
Kimia Klinik
Jenis pemeriksaan
AST/SGOT
ALT/SGPT
Protein Total
31
Albumin
3,10
3,5-5,2 g/dL
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
29
0,75
13-43 mg/dL
0,51-0,95 mg/dL
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
Na
142
3,7
3,5-4,5 mmol/dL
Cl
105
90-110 mmo;/dL
Ca
8,4
8,6-10,3 mg/dL
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
11,6 gr/dl
12 - 15 gr/dl
Eritrosit
5,0.106/mm3
4,2-5,4. 106/mm3
Leukosit
6,4.103/mm3
4,5-10,5.103/ mm3
Trombosit
434.103 /mm3
150-450.103/ mm3
Hematokrit
37%
37-47%
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukan
Eosinofil
22
0-6%
Basofil
0-2%
Netrofil Segmen
39
50-70%
Limfosit
22
20-40%
Monosit
17
2-8%
Ginjal-Hipertensi
Jenis pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Jenis pemeriksaan
Hitung Jenis
Jenis pemeriksaan
II.
Radiologi
Cor
: CTR 56 %
33
Kesimpulan :
Massa di sinus maksilaris kiri yang meluas ke kavum nasi kiri, sinus
ethmoidalis dan sphenoidalis dan mendestruksi os maksila kiri dan dinding
sinus maksila kiri.
Tak tampak perluasan ke intrakranial.
CT Scan Sinus (SPN)
18 Mei 2015
34
Kesimpulan :
Massa solid di sinus maksilaris kiri meluas ke cavum nasi kiri. Sinus ethmoidalis
kiri, sinus sphenoidalis dan frontalis kiri disertai destruksi os maksilaris kiri dan
dinding sinus maksilaris kiri.
Tak tampak perluasan massa ke intrakranial.
III.
35
IV.
IVFD Rl 20 gtt/i
Ceftriaxon 2 x 1gr
Terapi Post Op Maksilektomi Parsial e.c Tumor Sinonasal
IVFD RL 20 gtt/i
Cefriaxone 2x1 gr
Transamin 3x500mg
Keterolac 3x30mg
Diovan 1x1
Amlodipin 1x1
36
Ad bonam
Ad Malam
Ad Malam
37
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis yang dilakukan, didapatkan bahwa pasien mengeluhkan hidung
tersumbat saat datang pertama kali. Pasien juga mengeluh sulit bernafas, tidur
terganggu, hidung mengeluarkan cairan seperti darah bercampur nanah dan berbau
tidak enak, pipi kiri semakin membengkak dan disertai nyeri. Dari riwayat
kebiasaan, didapatkan bahwa pasien sering mengkonsumsi ikan asin.
Gejala-gejala yang dikeluhkan pasien tersebut merupakan gejala yang dapat
timbul pada penderita tumor ganas sinonasal. Gejala-gejala tersebut dapat timbul
sesuai dengan perluasan tumor itu sendiri. Gejala hidung tersumbat, sulit bernafas
dan hidung mengeluarkan darah bercampur nanah merupakan gejala nasal, berupa
obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau
terjadi epistaksis.. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung
jaringan nekrotik. Gejala-gejala ini dapat mengganggu aktifitas dan membuat tidur
pasien terganggu. Tumor sinonasal yang semakin membesar dapat terlihat dengan
gejala pipi kiri pasien yang semakin membengkak.
Seringnya pasien mengkonsumsi ikan asin diduga merupakan etiologi yang
menyebabkan tumor pada pasien ini. Ikan asin dan makanan lain yang di asinkan
diduga merupakan bahan karsinogen yang menjadi pemicu timbulnya pertumbuhan
sel yang abnormal yang menjadi cikal bakal tumor dalam hal ini tumor sinonasal.
Dari pemeriksaan hidung (rhinoskopi anterior) didapatkan mukosa hiperemis,
dijumpai sekret kekuningan, konka hipertropi, deviasi septum dan pasase udara
terhambat pada hidung sebelah kiri. Deviasiseptum bisa terjadi pada tumor ganas
sinonasal karena desakan tumor terhadap tulang hidung sehingga terjadi deformitas
hidung yang menyebabkan hidung tersumbat dan menghambat aliran udara pada
hidung tersebut.
Sebelumnya pasien sudah pernah dirawat dan dilakukan pemeriksaan
penunjang (biopsi dan CT-Scan), kemudian pasien dipulangkan dan diminta kembali
lagi 2 minggu kemudian untuk mengambil hasil pemeriksaan penunjang, namun
pasien tidak kembali karena terhambat masalah biaya.
Dari hasil pemeriksaan penunjang tersebut, CT-Scan sinus paranasalis
potongan axial dan coronal dengan dan tanpa kontras didapatkan massa sinus
maksilaris kiri yang meluas ke cavum nasi kiri, sinus ethmoidalis dan sinus
spenoidalis dan mendestruksi os maksila kiri dan dinding sinus maksilaris kiri, tidak
38
keseluruhan,
tanpa
meninggalkan
sisa,
mengingat
tumor
ini
cenderung
39
40
DAFTAR PUSTAKA
41
42
43