Goresan Rindu
Kau tak pernah sekedar sketsa.
Bagiku, goresan tentangmu selalu utuh.
Hanya sedikit waktu yang kuperlu untuk mengingatmu. Sisanya, sebagian besar umurku ,
habis untuk gagal melupakanmu.
Kau tak punya senggang, aku tak miliki waktu luang. Yang ada cuma hati lapang.
Aku menghabiskan sepanjang hari untuk bersiap melupakanmu sepanjang malam.
Ketika malam tiba, mengapa bukan pelita?
Mengapa pelukmu yang bikin aku menyala?
Masih hangat pelukmu, ketika mulai dingin malamku.
Bila tak bisa mengerti, cobalah tidak mengerti. Begitulah aku terhadapmu.
Kita masih akan sepasang remaja kelak di ufuk umur yang menua merah bata.
Ini bukanlah kata- kata yang kurangkai, tapi peristiwa-peristiwa yang kita bingkai.
Berkawan sunyi, kulawan sepi. Sendiri.
Siapa saja boleh mengutip kata -kata rindu. Toh mereka tetap harus mencantumkan kau dan
aku.
Yang kumau bukan peredam, bukan pula pereda.
Rindu bukanlah soal dendam, tak juga melulu cinta.
Rindu tak mengenal lelah, meski cinta tak pernah istirah.
Aku tidak sedang bermimpi, sejak kau bukanlah imaji.
Sebenarnya bukan kau yang berbahaya, tapi cintaku yang menggila.
Jika kau sudah selesai, aku hanya ingin dibelai.
Cinta selalu butuh bahan tertawaan agar buku harian tak penuh tangisan.
Sahabat Baik
Tiada sahabat sebaik rindu.
Ia selalu datang, begitu kau pergi.
Tak pernah bosan aku bertanya: adakah kau di sana merasakan yang sama?
Denganmu, apa yang aku tak bisa?
Tanpamu, apa yang kubisa?
Bagaimana bisa kau melupakan segala yang kau ingat tentangku ?
*) Diambil dari kumpulan sajak fatwa om Candra Malik