Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah
kebagian otak (Bruner dan Suddarth, 2000 : 2123). Stroke menduduki urutan ketiga penyebab
kematian setelah penyakit jantung dan kanker, stroke juga masih merupakan penyebab utama
dari kecacatan. Data menunjukkan, setiap tahunnya stroke menyerang sekitar 15 juta orang di
seluruh dunia. Di Amerika Serikat, kurang lebih lima juta orang pernah mengalami stroke.
Sementara di Inggris, terdapat 250 ribu orang hidup dengan kecacatan karena stroke.

Di

Indonesia,

setiap

tahun

diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan stroke. Dari jumlah itu, sekitar 2,5 persen di
antaranya meninggal dunia. Sementara sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Angka
kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini Indonesia merupakan
negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia, karena berbagai sebab selain
penyakit degeneratif, terbanyak karena stres ini sangat memprihatinkan mengingat Insan
Pasca Stroke (IPS) biasanya merasa rendah diri dan emosinya tidak terkontrol dan selalu
ingin diperhatikan, Biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan stroke dan kehilangan mata
pencaharian sangat tinggi. Dapat diartikan bahwa kecemasan yang timbul pada keluarga
pasien stroke terjadi karena ketidaktahuan terhadap apa yang akan terjadi terhadap anggota
keluarga mereka (Sarkamo, 2008: 3).

Data yang didapatkan dari Rekam medik RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi
tentang jumlah penderita penyakit stroke yang dirawat inap dari tahun 2008-2011 dapat
dilihat pada table 1.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1
Jumlah penderita stroke yang dirawat inap tahun 2008-2011
No

Tahun

Jumlah

Presentasi (%)

2008

701

24,1 %

2009

771

26,5 %

2010

845

29,1 %

Januari-Juni 2011

585

20,1 %

Jumlah

2902

100

Sumber : ( Data rekam medik RSUD R.Syamsudin SH ,10 Agustus 2011)


Dengan demikian dapat dilihat bahwa jumlah pasien stroke masih cukup banyak dan
mungkin akan meningkat dalam setiap bulannya dimana penyakit stroke sendiri dapat
menimbulkan hal-hal yang dapat mempengaruhi psikologi maupun fisik baik pasien sendiri
maupun keluarga termasuk dalam hal pembiayaan serta penyakit stroke sendiri membutuhkan
perawatan yang lama sehingga dapat menimbulkan kecemasan.
Cemas merupakan sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari seseorang. Atau juga
suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan.
Jadi,

cemas

berkaitan

dengan

perasaan

yang

tidak

pasti

dan

tidak

berdaya.

(Kusumawati,2010:58). Selain pada pasien ,kecemasan juga bisa terjadi pada keluarga klien
yang mengalami stroke.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyrakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2007 :22), Sehingga setiap anggota keluarga akan
merasakan cemas apabila salah seorang keluarganya masuk rumah sakit akibat penyakit
stroke. Selain itu beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan dari setiap anggota

keluarga tersebut yaitu faktor fisikologis, psikologis, dan faktor sosial. Dilihat dari faktor
tersebut maka perawat mempunyai peranan penting.
Menurut Peplau, keperawatan adalah terapetik dalam seni penyembuhan, membantu
individu yang sakit atau membutuhkan keperawatan kesehatan yang dinilai dalam proses
interpersonal sebab melibatkan interaksi antara 2 atau lebih individu dianggap unik secara
biologis, psikososial, dan spiritual, serta tidak akan bereaksi sama seperti yang lain. Setiap
orang mempunyai pengalaman belajar yang berbeda dari lingkungan , adat istiadat,
kebiasaaan , dan keyakinan dari setiap kultur ( Kusumawati, 2010 : 6).
Perawat kesehatan jiwa mempunyai peran bervariasi dan spesifik. Aspek dari peran
tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi. Adapun kesehatan jiwa menurut Weiss (1947)
yang dikutip oleh Stuart sudeen dalam Principles and practice of psiciatric nursing
care (1995), peran perawat adalah Attitude Therapy, yaitu mengobservasi perubahan, baik
peruabahan kecil, atau menetap yang terjadi pada klien. Mendemontrasikan penerimaan,
respek, mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi.
Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Gambaran respon kecemasan keluarga klien yang mengalami stroke di RSUD R Syamsudin
SH Kota Sukabumi.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran respon kecemasan keluarga klien yang mengalami stroke di RSUD
R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

C.

Tujuan

Penelitian

1. Tujuan umum
Diketahuinya gambaran respon kecemasan keluarga klien yang mengalami stroke di
RSUD

Syamsudin

SH

Kota

Sukabumi.

2. Tujuan khusus
a. Seberapa besar proporsi respon kecemasan keluarga klien yang mengalami stroke pada aspek
fisiologis

b. Seberapa besar proporsi respon kecemasan keluarga klien yang mengalami stroke pada aspek
psikologis
c.

Seberapa besar proporsi respon kecemasan keluarga klien yang mengalami stroke pada aspek
psikososial.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Institusi RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi
Sebagai bahan masukan dalam rangka peningkatan program pelayanan kesehatan bukan saja
kepada pasien stroke, akan tetapi juga pelayanan kepada keluarga pasien terlebih yang
mengalami kecemasan.
2. Manfaat bagi Peneliti
Untuk memperoleh pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian, dan sebagai
referensi untuk peneliti selanjutnya
3. Manfaat bagi keluarga klien
Sebagai bahan masukan pengetahuan tentang bagaimana cara menghadapi penyakit stroke.

B A B II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan ketakutan dan
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai
realitas, kepribadian masah utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal
(Hawari, 2006: 18).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh setiap mahluk hidup dalam kehidupan sehari hari, juga
merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung
serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Pada individu dapat
memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha
memelihara keseimbangan hidup. Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap
harga diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu. Cemas dapat dikomunikasikan
secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari hari, menghasilkan
peringatan yang berharga dan penting untuk memelihara keseimbangan diri dan melindungi
diri (Suliswati, 2005:108).
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya objek /
sumber yang spesifik dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu. Rasa takut
terbentuk dari proses kognitip yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang
mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik, psikologis, dan psikososial
ketika individu dapat mengidentifikasi dan menggambarkannya.
a.

Cemas fisiologis
Cemas fisiologis adalah cemas yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh,
stuktur, fungsi jaringan, organ dll, ditandai dengan pupil melebar untuk meningkatkan
persepsi visual pada waktu terjadi ancaman tubuh, keringat meningkat, denyut nadi
meningkat, akral dingin, tekanan darah meningkat, sekresi urine meningkat, retensi air dan

garam, curah jantung meningkat, frekuensi dan kedalaman pernafasan meningkat, ketegangan
otot, mulut kering, dan gula darah meningkat.
b. Cemas Psikologis
Cemas Psikologis adalah cemas yang disebabkan karena ketidakmampuan kondisi
psikologis untuk menyesuaikan diri, ditandai dengan perilaku yang menyebabkan terjadinya
aktifitas yang berlebihan dari sistem hormone, seperti mudah tersinggung, marah-marah,
sangat sensitife, defresi.
c.

Cemas psikososial
Cemas psikososial adalah cemas yang diakibatkan karena keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan pada kehidupan, ditandai dengan denial (menyangkal), projeksi
(menyalahkan orang lain), Displacement (mengisar), isolasi dan supresi.

2. Tingkat Kecemasan
Stuart dan Sundeen (1998:175) mengidentifikasi tingkat kecemasan menjadi 4 tingkat yaitu:
a. Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
b. Kecemasan sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun
dapat melakukan sesuatu yang lebih tinggi.
c. Kecemasan berat, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal
lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi kekurangan. Orang tersebut banyak
memerlukan pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
d. Kecemasan tingkat panik berhubungan dengan terperangah, kekuatan dan teror, rincian
terpecah dari profesinya karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik
tidak mampu melakukan walaupun dengan pengarahan.

3. Penyebab Kecemasan
Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain (Stuart dan Sundeen,
1998:177):
a. Teori Psikoanalitik
Menurut Freud dalam Stuart dan Sudeen (1998:177) adalah konflik emosional yang terjadi
antara

dua

elemen

kepribadian Id dan Super

ego-Id mewakili

doronganinsting dan

impuls primitive seseorang sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikembangkan oleh norma-norma budaya seseorang.
b. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap adanya
penerimaan

dan

penolakan interpersonal. Kecemasan

juga

berhubungan

dengan

perkembangan dan kecemasan yang berat.


c. Teori Prilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Teori Biologi
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzoadiazepin. Reseptor ini
mungkin membantu mengatur ansietas.
e. Kajian Keluarga
Menunjukkan bahwa ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada
tumpang tindih dalam gangguan ansietas gangguan depresi.

4. Pencetus Cemas
Pencetus cemas mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal, dapat dikelompokkan
dalam dua kategori (Stuart dan Sundeen, 1998:181) yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang
atau mempunyai kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas harga diri dan fungsi
social seseorang.
5. Rentang Respon Ansietas
Ansietas tidak dapat dielakan dalam kehidupan manusia. Secara umum ada dua ancaman
besar yang dapat menimbulkan ansietas yaitu:
a. Ancaman integritas diri yang meliputi ketidakmampuan fisiologis.
b. Ancaman sistem diri meliputi identitas diri, harga diri, hubungan interpersonal, kehilangan serta
perubahan status/peran.

6. Respon Fisiologis Ansietas Terhadap Sistem Tubuh (Stuart & Sundeen, 1998:177)
a. Kardiovaskuler :
1) Jantung berdebar
2) Tekanan darah meninggi
3) Rasa mau pingsan
4) Tekanan darah menurun
5) Denyut nadi menurun
b. Pernafasan :
1) Nafas cepat
2) Nafas pendek
3) Tekanan pada dada
4) Nafas dangkal
5) Pembengkakan pada tenggorokan
6) Sensasi tercekik
7) Terengah-engah
c. Neuromuskular :
1) Refleks meningkat
2) Reaksi kejutan
3) Mata berkedip-kedip
4) Gelisah

5) Wajah tegang
6) Kelemahan umum
7) Kaki goyang
8) Tremor
d. Gastrointestinal :
1) Kehilangan nafsu makan
2) Menolak makan
3) Rasa tidak nyaman pada abdomen
4) Mual
5) Diare
e. Traktus Urinariu:
1) Tidak dapat menahan kencing
2) Sering berkemih
f. Kulit:
1) Wajah kemerahan
2) Berkeringat setempat (telapak tangan)
3) Gatal
4) Rasa panas dan dingin pada kulit
5) Wajah pucat
6) Berkeringat seluruh tubuh
7. Manifestasi psikomotor berupa respon kognitif. Afektif juga diobservasi dalam efek
kecemasan (Stuart dan Sudeen, 1998:80) sebagai berikut:
a. Perilaku:
1) Gelisah
2) Ketegangan fisik
3) Tremor
4) Gugup
5) Bicara cepat
6) Kurang koordinasi

7) Cenderung mendapatkan cidera


8) Menarik diri dari lingkungan interpersonal
9) Menghalangi
10) Melarikan diri dari masalah
11) Menghindar.
b. Kognitif:
1) Perhatian terganggu
2) Konsentrasi buruk
3) Pelupa
4) Salah dalam memberikan penilaian
5) Hambatan berpikir
6) Bidang persepsi menurun
7) Kreaifitas menurun
8) Bingung
9) Sangat waspada
10) Kesadaran diri meningkat
11) Kehilangan obyektifitas
12) Takut kehilangan kontrol
13) Takut pada gambaran visual
14) Takut cidera atau kematian
Hal-hal

diatas

menjelaskan

bahwa

kecemasan

yang

tinggi

mempengaruhi

gerakan involunter dan kelemahan yang dapat mengganggu hubungan interpersonal. Dalam
hubungan interpersonal, kecemasan dapat memberikan peningkatan untuk mencari diri, rasa
tidak nyaman atau intelektual. Selain respon perilaku dan afektif, kecemasan juga
mempengaruhi respon kognitif pada personal maupun interpersonal dan kehidupan yang
dialami individu.
8. Sumber koping
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber koping tersebut
sebagai modal ekonomik. Kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan

budaya dapat membantu seseorang menginterpretasikan pengalaman yang menimbulkan


stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart dan Sundeen, 1998:182).
9. Mekanisme koping
Menurut (Stuart dan Sundeen, 1998:182), ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa
pemikiran yang serius. Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme
koping.
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan
untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stress.
b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika
berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka
mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stress.

B. Keluarga
1. Pengertian Keluarga (Sudiharto, 2007 :21).
a. Keluarga adalah unit terkecil dari masyrakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Sudiharto, 2007 :22).
b. Keluarga merupakan suatu sistem tempat individu anggota keluarga berinteraksi di dalam
keluarga (teori sistem).
2. Tipe/Bentuk Keluarga (Sudiharto, 2007 :23)
a. Keluarga Inti (Nuclear Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga Besar (Extended Family)
Adalah keluarga inti ditambah dengan nenek, kakek, dan saudara saudara.
c. Keluarga Berantai (Serial Family)
Adalah perempuan dan laki-laki yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan keluarga
inti.
d. Keluarga Duda/Janda (Single Family)
Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

e. Keluarga Berkomposisi (Composition Family)


Adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup bersama.

f. Keluarga Kabitas (Cahabitation)


Adalah dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.
3. Fungsi Keluarga (Effendy, 1998: 33)
Fungsi keluarga dibedakan menjadi:
a. Fungsi Biologis
1. Meneruskan keturunan
2. Memelihara dan membesarkan anak
3. Memenuhi kebutuhan gizi anak
4. Memelihara dan merawat anggota keluarga
b. Fungsi Psikologis
1. Memberi kasih sayang dan rasa aman
2. Memberi perhatian pada anggota keluarga
3. Membina pendewasaan keluarga
4. Membentuk kepribadian anggota keluarga
5. Memberikan identitas keluarga
c. Fungsi Sosialisasi
1. Membina sosialisasi pada anak
2. Membentuk norma tingkah laku
3. Meneruskan nilai budaya keluarga
d. Fungsi Ekonomi
1. Mencari sumber penghasilan
2. Pengaturan penggunaan penghasilan
3. Menabung untuk masa depan dan hari tua
4. Peranan Keluarga (Effendy, 1998: 34)
a. Ayah : berperan sebagai suami dan ayah pencari nafkah, pelindung, pemberi rasa aman, kepala
keluarga, anggota masyarakat, dan kelompok sosial.

b. Ibu : berperan sebagai istri dan ibu pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung, anggota
masyarakat, dan kelompok sosial.
c. Anak : menjalankan peranan psikososial sesuai tingkat perkembangan fisik, mental, sosial,
dan spiritual.
5. Tugas-tugas Keluarga (Effendy, 1998: 34)
Terdiri dari 8 tugas pokok, yaitu:
a.

Memelihara fisik keluarga dan anggotanya.

b. Memelihara sumber daya dalam keluarga.


c.

Pembagian tugas anggota sesuai kedudukan masing-masing.

d. Sosialisasi antar anggota keluarga.


e.

Pengaturan jumlah anggota keluarga.

f.

Pemeliharaan anggota keluarga.

g. Penempatan anggota keluarga, dalam masyarakat yang lebih luas.


h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
6. Peran serta keluarga dalam perawatan klien dengan stroke.
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada
setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan
jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang
berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan dalam keluarga tersebut (Effendy, 1998: 35)

C. Stroke
1. Pengertian
a. Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu (Sarkamo, 2008: 3)
b. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian
otak (Bruner dan Suddarth, 2000 : 2123).

c. Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan mengakibatkan deficit
neurologic (lewis, 2000 : 1645).
d. Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara,
beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi kurang dari 24 jam
(Mansjoer, 2000 : 17).
e. Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang
mendasari terjadinya stoke misalnya ateriosclerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh
darah otak. (Harsono, 1996 : 25).
f. Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan
dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian aterosklerosis(trombosis) dan
penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh adanya faktor predisposisi hipertensi
(Satyanegara, 1998 : 179)

2. Jenis Stroke (Sarkamo, 2008: 3)


Jenis stroke terbagi dalam dua golongan besar, yakni stroke penyumbatan dan stroke
pendarahan.
a. Stroke penyumbatan terjadi karena sumbatan atau penyempitan di dalam pembuluh darah ke
otak terganggu. Gangguan peredaran darah di otak membuat otak kekurangan oksigen dan
nutrisi. Bila ini terjadi dalam waktu lama menyebabkan otak mengalami kerusakan.
b. Sedangkan stroke pendarahan sangat berbahaya. Stroke ini terjadi karena ada pembuluh darah
yang pecah. Stroke pendarahan biasanya karena adanya kelainan bawaan dimana pembuluh
darah di otak tidak sempurna. Namun stroke jenis ini jarang terjadi.

3. Faktor resiko (Sarkamo, 2008: 4)


Mengenai faktor risiko, ada beberapa faktor risiko stroke yang tidak dapat dikontrol.
Misalnya, riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung, faktor usia, dan jenis kelamin.
Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih rentan terserang stroke. Orang yang berusia di atas
55 tahun juga lebih berisiko mengalami stroke dibanding mereka yang berusia lebih muda.
Selain faktor risiko, stroke juga memiliki sejumlah gejala, antara lain: mengalami gangguan

gerak sehingga tak mampu untuk mengambil gelas, menggosok gigi, atau memasang kacing
dengan sempurna. Dalam tingkat yang lebih parah, terjadi lumpuh total yang bisa menimpa
tiap organ gerak, termasuk bibir, wajah, dan mata.

4. Penyebab Stroke (Sarkamo, 2008: 5)


Banyak sebab mengapa masih muda sudah terkena stroke, seperti contohnya:
a. Stres tinggi yang sering dialami para pekerja di kota besar. Tuntutan pekerjaan yang membuat
seseorang menjadi stres. Stres tinggi yang bertubi-tubi bila tidak segera diatasi bisa
menyebabkan gangguan jantung dan stroke.
b. Pola makan yang salah juga bisa memicu terjadinya stroke usia muda. karena seringnya
mengonsumsi makanan junk food, yang tidak baik sebab kandungan kolesterol tinggi.
Kolesterol tidak baik bagi kesehatan, terutama pembuluh darah bila terjadi penyumbatan pada
pembuluh darah, dan mengenai pembuluh darah otak bisa membuat seseorang stroke.
c. Pemicu stroke lainnya adalah karena kurang olahraga, kesibukan membuat banyak orang tak
ada waktu khusus untuk olahraga. Kurang olahraga membuat stamina menurun dan akibat
kurang gerak juga bisaterjadi penyumbatan pada pembuluh otak yang berakibat stroke.
5. Patofisiologi stroke
Iskemik otak adalah suatu keadaaan dimana terdapat gangguan pemasokan darah ke otak
yang membahayakan fungsi neuron. Infark otak terjadi jika ada daerah otak yang iskemik
menjadi nekrosis akibat berkurangnya suplai darah sampai pada tingkat lebih rendah dari titik
kritis yang diperlukan untuk kehidupan sel sehingga disertai gangguan fungsional dan
structural yang menetap. Terdapat 2 penyebab utam infark otak, yaitu thrombosis dan emboli.
Kebanyakan kasus infarka otak terjadi setelah adanya trombosis pada pembuluh darah yang
aterosklerotik. Dengan demikian thrombosis menyerang individu-individu yang memiliki
satu atau lebih factor resiko yang memacu terbentuknnya aterosklerosis.( Bustan ,2007:91).
6. Gejala Stroke (Sarkamo, 2008: 5-6)
Gejala stroke juga bisa tampak dari gangguan rasa, seperti pada sebelah anggota badan,
dari yang ringan (kesemutan) sampai yang berat (baal). Gangguan kesadaran juga bisa terjadi,
misalnya mudah mengantuk sampai tampak seperti koma. Demikian juga dengan gangguan

verbal, baik karena organ bicara yang rusak maupun daya ingat yang turun, misalnya dalam
bentuk tidak bisa mengeluarkan kata dan menangkap arti. Setelah serangan yang pertama,
stroke terkadang bisa terjadi lagi dengan kondisi yang lebih parah. Ini umumnya terjadi pada
penderita yang kurang kontrol diri, atau bisa jadi sudah merasa puas setelah mengalami
penyembuhan (pasca stroke yang pertama) sehingga tidak lagi memeriksakan diri. Padahal,
jika stroke sampai berulang, artinya terjadi perdarahan yang lebih luas di otak sehingga
kondisinya bisa lebih parah dari serangan pertama. Riset menunjukkan, di antara orang-orang
yang pernah mengalami stroke, sekitar 40 persen di antaranya akan mengalami stroke
berulang dalam waktu lima tahun (Hariyono, 2008: 4).

7. Pemeriksaan Diagnostik (Hariyono, 2008: 4 -5).


a. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau adanya
obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.
b. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, skemia dan adanya infark.
c. Fungsi Lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA.
Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemorogik
subaraknoid atau perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemorogik, Malformasi Arteriovena (MAV)
e. Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis (cairan darah/muncul
plak) ateriosclerosis).
f. EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.

8. Penatalaksanaan (Hariyono, 2008: 6).


Penanganan stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang
ditimbulkan. Karenanya, keberadaan unit stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap,
tetapi sudah menjadi keharusan. Terlebih bila melihat angka penderita stroke yang terus
meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia.
a. Non farmakologik
1) Tirah baring
2) Posisi head up ( stroke hemoragic)
3) Posisi supinhe (stroke infark)
4) Nutrisi : oral, enteral, perenteral
5) Personal hygiena
6) Pemeliharaan kepatenan jalan napas :suctioning dan pemasangan mayo tube
b. Farmakologik
1) Aspirin
2) Glucose
3) Manitol
4) Obat seperti serenace ativan
9. Masalah yang timbul paska stroke
Stroke adalah penyakit pada otak yang paling destruktif dengan konsekuensi berat,
termasuk beban psikologis, fisik, dan keuangan yang besar pada pasien. Pada kenyataannya,
banyak orang yang lebih takut akan menjadi cacat oleh stroke dibandingkan dengan kematian
itu sendiri. Jika tidak ada perbaikan dalam metode-metode pencegahan yang ada sekarang,
jumlah penderita stroke akan tumbuh pesat dalam beberapa decade mendatang. Penanganan
fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi pasien untuk dapat meningkatkan
kemampuan gerak dan fungsinya. Berbagai metode intervensi fisioterapi seperti
pemanfaatan electrotherapy,hidrotherapy,

exercise

therapay (Bobath

method,

Proprioceptive Neuromuscular Facilitation, Neuro Developmental Treatment, Sensory


Motor Integration) telah terbukti memberikan manfaat yang besar dalam mengembalikan

gerak dan fungsi pada pasien pasca stroke. Akan tetapi peran serta keluarga yang merawat
dan mendampingi pasien juga sangat menentukan keberhasilan program terapi yang
diberikan. Penanganan fisioterapi pasca stroke pada prinsipnya adalah proses pembelajaran
sensomotorik pada pasien dengan metode-metode tersebut diatas. Akan tetapi interaksi antara
pasien dan fisioterapis amat sangat terbatas, lain halnya dengan keluarga pasien yang
memiliki waktu relatif lebih banyak. Untuk itu dengan program edukasi bagi keluarga pasien
stroke mengenai tata cara penanganan pasien stroke di rumah (home programe) akan sangat
bermanfaat dalam mengembalikan kemampuan gerak dan fungsi pada pasien pasca stroke.
Penanganan yang tepat sebagai wujud cinta kasih dalam keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta, Rhineka Cipta
Effendy Nasrul, 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyrakat. Edisi Kedua. Jakarta, EGC
Hawari, D., 2006. Manajemen Stress,Cemas dan Depresi, EGC, Jakarta.
Hidayat Alimul , 2007. Riset Keperawatan dan Tehnik penulisan Ilmiah. Salemba
Medika. Jakarta.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono.2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta, Salemba Medika
Mansjoer Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 3, Jilid 2, Jakarta.
M.N Bustan, 2007. Epidemiolog penyakit tidak menular, Jakarta, Rhineka Cipta
Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta.
Stuart, G.W dan Sundeen, S.J., 1998. Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC, Jakarta.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional di
batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan suatu
arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak tertentu.
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta
orang amerika mengalami defisit neurologi akibat stroke ; dua pertiga dari defisit
ini bersifat sedang sampai parah. Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial
adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang
selamat adalah 35% sampai 40%.
Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami
stroke ulangan pada tahun pertama. Secara umum stroke dapat dibagi menjadi
dua . Pertama stroke non hemoragic yaitu stroke yang disebabkan oleh
penyumbatan pada pembuluh darah di otak. Kedua stroke hemoragik yaitu
stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah diotak.
Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus,
arteriosklerosis, penyakit jantung, merokok.Berat otak manusia sekitar 1400
gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat
bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem
(batang otak), dan diensefalon. Otak menerima 17 % curah jantung dan
menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme
aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan
dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willis. Darah vena dialirkan
dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan
darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung.
Kenaikan darah yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara
mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi
hari dan sore hari yang menjadi penyebab terjadinya stroke. Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.

Dengan demikian pada penderita stroke diperlukan asuhan keperawatan yang


komprehensif dan paripurna. Melihat fenomena di atas, storke merupakan
penyakit yang menjadi momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang
dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa
dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan
seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan
lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena. Oleh karena itu
penting bagi kita perawat bagian dari tenaga medis untuk mempelajari tentang
patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan
keperawatan yang harus di berikan pada pasien stroke.

1.2. Tujuan
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada stroke diharapkan mahasiswa
mampu :
a.

Mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai stroke.

b.

Mengetahui tata laksana dan asuhan keperawatan yang diberikan.

c.
Memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan
paripurna kepada pasien stroke.
1.3. Manfaat.
1.

Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien stroke.


2.

Bagi Institusi Pendidikan

Dapat di gunakan sebagai literatur di perpustakaan dan dapat memberi


informasi kepada para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah

kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C.


Suzanne, 2002).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang disebabkan oleh
gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddart:2002).
Menurut ( Marilyn E, Doenges : 2000) stroke / penyakit serebrovaskuler
menunjukkan adanya beberapa kelainan otak ba secara fungsional maupun
structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral
atau dari seluruh system pembuluh darah otak.
Menurut WHO (1965) dan Karya (1988) dalam Harsono (1993) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik local maupun menyeluruh
(global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan kematian, tanpa di temukan penyebab selain daripada
gangguan vaskular. Gangguan peredaran darah otak dapat mengakibatkan
fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar dapat
mengakibatkan kematian sebagian otak (infark), gejala-gejala yang terjadi
tergantung pada daerah otak yang di pengaruhi.
2.2. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1.

Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).

Merupakan penyebab stroke yang paling sering di temui yaitu 40% dari semua
kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
2.

Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).

Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit
jantung.
3.

Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak). (Smeltzer C. Suzanne, 2002)

4.

Hemoragi

Perdarahan intracranial atau intra serebral termasuk perdarahan dalam ruang


subaracnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, odema dan mungkin herniasi otak.

2.3. Faktor resiko pada stroke :

1.

Hipertensi

2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi


atrium, penyakit jantung kongestif)
3.

Kolesterol tinggi

4.

Obesitas

5.

Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

6.

Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)

7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar


estrogen tinggi)
8.

Penyalahgunaan obat ( kokain)

9.

Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

2.4. Tanda dan gejala


Menurut Pujianto (2008), stroke dapat menyebabkan berbagai defisit
neurologik,bergantung pada lokasi lesi(pembuluh darah mana yang
tersumbat),ukuran area yang perfusinya tidak adekuat , dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Tanda dan gejala ini muncul pada penderita
stroke antara lain :
1. Kehilangan motorik : hemipelgi (paralisys pada suatu sisi) karena lesi pada
sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
2. kehilangan komunikasi:disartria (kesulitan bicara),disfasia atau afasia (bicara
deektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya).
3. Gangguan perse psi : disfungsi persepsi visual,gangguan hubungan visual
spasial,kehilangan sensori.
4.

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.

5.

Disfungsi kandung kemih.

2.5. Patofisiologi
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis
pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah
ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.

Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang
tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan
otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang
bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian.
Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga
terjadi nekrosis jaringan otak

2.6. Woc

2.7. Klasifikasi
Klasifikasi dari stroke ada dua macam, menurut Lanny Sustiani, Syamsir Alam
dan Iwan Hadibroto (2003), adalah :
1.

Stroke Non Haemorragic

Stroke disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :


a. Menumpuknya lemak pada pembuluh darah yang menyebabkan mulai
terjadinya pembekuan darah.
b.

Benda asing dalam pembuluh darah jantung

c. Adanya lubang pada pembuluh darah sehingga darah bocor yang


mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang.
2.

Stroke Haemorragic

Stroke ini disebabkan karena salah satu pembuluh darah di otak bocor
atau pecah sehingga darah mengisi ruang sel-sel otak.
a.

Darah tinggi yang dapat menyebabkan pembuluh darah pecah

b. Peleburan pada pembuluh darah yang menyebabkan pembuluh darah


pecah.
c.

Tumor pada pembuluh darah

2.8. Manifestasi klinis


1.

Stroke Hemoragik

a.

Perdarahan Intraserebral

- Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.


- Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktifitas, dan emosi atau marah.
- Mual atau muntah pada permulaan serangan.
- Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
- Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65 % terjadi < jam-2
jam, < 2 % terjadi setelah 2 jam-19 hari).
b.

Perdarahan Subaracnoid

- Nyeri kepala hebat dan mendadak.


- Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
- Ada gejala atau tanda meningeal.
- Papiledema terjadi bila ada perdarahan subaracnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikan anterior atau arteri karotis interna.
2.
a.
b.

Stroke non hemoragik


Kesadaran umumnya baik.
Terjadi pada usia > 50 tahun.

c.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
d.
Defisit neurologis mendadak, didahulu gejala prodromal yang terjadi pada
saat istirahat atau bangun pagi.

2.9. Pemeriksaan penunjang


a.

Pemeriksaan radiologi

1.
CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993).
2.
MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000).
3.
Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998).

4.
Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b.

Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada


perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998).
c.

Pemeriksaan darah rutin

d. Pemeriksaan kimia darah.


Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999).
e. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)

2.10.

Komplikasi

1.

Hipoksia Serebral.

2.

Aliran darah serebral.

3. Embolisme serebral. Dapat terjadi setelah infark miokard akut atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung postetik.
4.

Herniasi otak

5.

Koma

6.

Kematian

2.11.

Penatalaksanaan

Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark
yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia
kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan
medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip:
a.

Penatalaksanaan Medis

Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :


1.

Penanganan suportif imun

Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.

Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.

Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.

2.

Meningkatkan darah cerebral (pada stroke non hemoragi)

Elevasi tekanan darah

Intervensi bedah

Ekspansi volume intra vaskuler

Anti koagulan

3.

Pengontrolan tekanan intracranial

Obat anti edema serebri steroid

Proteksi cerebral (barbitura)

Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang


digunakan :
1.

Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)

2.

Obat anti koagulasi : heparin.

3.

Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus).

4.

Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)

b.

Penatalaksanaan Keperawatan

Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
-

Tanda-tanda vital diusahakan stabil

Bed rest

Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap
anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
c.

Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.


Perawatan pasca stroke oleh keluarga di rumah

Fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin baik oleh fisoterapis maupun keluarga
dirumah sesering mungkin yang masih bisa ditoleransi oleh penderita dengan

penuh kesabaran dan jangan lupa kasih sayang, memang waktu yang diperlukan
cukup panjang dengan hasil yang sangat lambat namun banyak keluarga pasien
yang sabar dengan prosedur ini mendapatkan level fungsional yang cukup baik
(Pambudi, 2010).
Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan keluarga
menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya sehingga pasien
jatuh dalam kondisi gizi buruk bahkan dehiderasi yang dapat mengganggu
pemulihan, pasien-pasien ini dapat dibantu dengan sonde di rumah sambil dilatih
untuk dapat menelan dan seringkali hal ini berhasil.
Penderita stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan
dan dukungan keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat menolong
pemulihan.

BAB III
Asuhan Keperawatan Teoritis
3.1 Pengkajian
3.1.1.

Indensitas

Nama, TTL, agama, status perkawinan, alamat, jenis kelamin, pendidikan, no.
MR, diagnosa medis.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendididkan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
3.1.2.

Keluhan utama.

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999).
3.1.3.

Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien


sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
3.1.4.

Riwayat penyakit dahulu

Biasanya ada riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,


riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)

3.1.5.

Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes


militus. (Hendro Susilo, 2000).

3.1.6.

Data psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.

3.1.7.

Data ekonomi

Biasanya dapat meenyerang kalangan ekonomi tinggi maupun ekonomi rendah.


3.1.8.

Pola aktivitas

Biasanya ada kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan


sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
3.1.9.

Pemeriksaan fisik

a.

Keadaan umum

1.

Kesadaran : pada umumnya mengelami penurunan kesadaran

2. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang


tidak bisa bicara
3. Tanda-tanda vital : biasanya tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b.

Pemeriksaan integumen

1. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit biasanya akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jele.
2.

Kuku : perlu dilihat biasanya ada clubbing finger, cyanosis

3.

Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c.

Pemeriksaan kepala dan leher

1.

Kepala : biasanya bentuk normocephalik

2.

Muka : biasanya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi

3.

Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d. Pemeriksaan dada
Biasanya pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e.

Pemeriksaan abdomen

Biasanya didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f.

Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus.

Biasanya terdapat incontinensia atau retensio urine


g.

Pemeriksaan ekstremitas

Biasanya didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.


h.

Pemeriksaan neurologi

1.

Pemeriksaan nervus cranialis

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.


2.

Pemeriksaan motorik.

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.


3.

Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.


4.

Pemeriksaan refleks

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999).

3.2. Diagnosa keperawatassn


1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d Obstruksi jalan nafas
2. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intra cerebral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori
penurunan penglihatan

5. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan


sirkulasi darah otak
6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
7. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
3.3
1.

Intervensi
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d Obstruksi jalan nafas

Tujuan: masalah pola nafas tidak efektif teatasi


Kreteria hasil:

Klien mengatakan tidak sesak lagi

Tidak menggunakan alat bantu nafas

Intervensi
1.

I/ Monitor bunyi nafas

R/ Indikasi menentukan gangguan pernafasan


2.

I/ Pertahankan intek cairan

R/ Membantu mengercerkan secret


3.

I/ Mobilisasi klen

R/ Mempertahankan sirkulasi
4.

I/ Berikan pendidikan keshatan

R/ Mencegah komplikasi paru


5.

I/ Kalobarasi dalam pemberian oksigen

R/ Mempertahankan oksigen
2.
Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intra cerebral.
Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
-

Klien tidak gelisah

Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

GCS 15

Pupil isokor, reflek cahaya (+)

Tanda-tanda vital

Intervensi dan Rasional


1.
I/ Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya.
R/ Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2.

I/ Anjurkan kepada klien untuk bed rest.

R/ Untuk mencegah perdarahan ulang.


3.

I/ Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial

R/ Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat.
4.
I/ Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
R/ Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
5.

I/ Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

R/ Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.


6.

I/ Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.

R/ Memperbaiki sel yang masih viabel

3.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan :
-

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil
a.

Tidak terjadi kontraktur sendi, Bertabahnya kekuatan otot

b.

Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi dan Rasional


1.

I/ Ubah posisi klien tiap 2 jam

R/ Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang


jelek pada daerah yang tertekan
2.
I/ Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3.

I/ Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak


dilatih digerakkan.
4.

I/ Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

R/ untuk menjaga kekakuan otot.

4.
Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan
sensori penurunan penglihatan

Tujuan :

Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.

Kriteria hasil :
-

Adanya perubahan kemampuan yang nyata

Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang

Intervensi dan Rasional


1.

I/ Tentukan kondisi patologis klien.

R/ Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai


penetapan rencana tindakan
2.

I/ Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi

R/ Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien


3.

I/ Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama

R/ Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi


4.
I/ Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan,
halusinasi setiap saat
R/ Untuk mengetahui keadaan emosi klien
5.
I/ Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat
pendek
R/ Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat
dimengerti.
5.
Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah otak
Tujuan
-

Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

Kriteria hasil
-

Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi

Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun


isarat.
Intervensi dan Rasional
1.

I/ Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat

R/ Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien


2.

I/ Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.

R/ Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain


3.
I/ Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya ya atau tidak
R/ Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
4.

I/ Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.

R/ Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif


5.

I/ Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi

R/ Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi


6.

I/ Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara.

R/ Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
6.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan
-

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

Kriteria hasil
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
-

Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk

Intervensi Dan Rasional


1.
I/ Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
R/Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual
2.
I/ Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh.
R/Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3.
I/ Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
R/ Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat.
4.
I/ Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya
atau keberhasilannya.
R/Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien
untuk berusaha secara kontinyu
5.

I/ Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi

R/Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana


dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
7.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan
-

Tidak terjadi gangguan nutrisi

Kriteria hasil
-

Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan

Hb dan albumin dalam batas normal

terapi

Intervensi dan Rasional


1.
I/ Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek
batuk.
R/ Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
2.
I/ Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah
makan.
R/ Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
3.
I/ Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan.
R/ Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
4.

I/ Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.

R/ Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,


menurunkan terjadinya aspirasi
5.
I/ Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
R/ Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan
nafsu makan
6.
I/ Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang.
R/ Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan
jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
3.4

Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana


keperawatan,tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi.

3.5

Evaluasi

Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya, tujuannya


adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Menurut WHO (1965) dan Karya (1988) dalam Harsono (1993) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik local maupun menyeluruh
(global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan kematian, tanpa di temukan penyebab selain daripada
gangguan vaskular. Gangguan peredaran darah otak dapat mengakibatkan
fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar dapat
mengakibatkan kematian sebagian otak (infark), gejala-gejala yang terjadi
tergantung pada daerah otak yang di pengaruhi.
Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus,
arteriosklerosis, penyakit jantung, merokok. Berat otak manusia sekitar 1400
gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat
bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem
(batang otak), dan diensefalon. Otak menerima 17 % curah jantung dan
menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme
aerobiknya.
4.2 Saran
Kami dari kelompok mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member
kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah Asuhan Keperawatan pada klien
dengan STROKE

Daftar Pustaka
Doengoes, M.E.2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Breda G, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Bruner & Suddhart. vol 2. Edisi 8. Jakarta. EGC. 2002
http://worldhealth-bokepzz.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-cvastroke.html
http://id.scribd.com/doc/122546908/askep-stroke
http://id.scribd.com/doc/52590982/ASKEP-STROKE
http://id.scribd.com/doc/124134593/Askep-Stroke

http://asuhankeperawatan4u.blogspot.com/2012/06/laporan-pendahuluanstroke.html
http://mantrinews.blogspot.com/2011/10/laporan-pendahuluan-stroke.html

Anda mungkin juga menyukai