Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan penyakit
menular dengan angka kematian yang tinggi dan dapat menjangkiti seluruh
lapisan masyarakat dari mulai bayi sampai dewasa baik laki-laki maupun
perempuan. Di Indonesia, sejak tahun 1987 perkembangan jumlah kasus
AIDS maupun HIV (+) cenderung meningkat pada setiap tahunnya.
Menurut laporan UNAIDS (2004), diketahui jumlah penderita HIV di
Indonesia sebanyak diperkirakan 110.000 orang, sedangkan menurut harian
Galamedia (28 Juli 2005) sampai Juni 2005 jumlah penderita AIDS di
Indonesia tercatat 7098 orang. Secara epidemiologi dikenal fenomena gunung
es, artinya bila ada satu kasus yang tercatat maka diasumsikan terdapat 200
kasus yang sama yang tidak tercatat.
Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan September 2012, kasus
HIV-AIDS tersebar di 341 (71%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh (33)
provinsi di Indonesia. Kasus HIV, dari Juli sampai dengan September 2012
jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 5.489 kasus. Kasus AIDS, dari
Juli sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan
sebanyak 1.317 kasus. Menurut data Komisi Penanggulangan HIV-AIDS (KPA)
Jawa Tengah, 1993 hingga Maret 2012, tercatat hampir 5.000 kasus HIV/AIDS
menempati urutan keempat. Sedangkan di Kabupaten Blora data terakhir
kunjungan ke VCT RSU Blora dari Januari sampai April 2013 kemarin ada 27
orang yang berkonsultasi. Dari 27 orang tersebut 14 orang diantaranya
dinyatakan positif HIV. Sedangkan data perkembangan HIV/AIDS di Kabupaten
Blora sejak tahun 2008 ternyata juga menunjukkan peningkatan. Yakni pada
tahun 2008 sebanyakn 4 kasus, 2009 ada 3 kasus, 2010 ada 4 kasus, 2011 naik
menjadi ada 11 kasus. Sementara di tahun 2012 lalu ada 11 kasus juga,
sedangkan tahun 2013 sampai bulan April lalu telah ada 14 yang positif HIV.
Hampir 70% dari jumlah penderita HIV telah berubah menjadi AIDS dan 80%
penderita AIDS sudah meninggal dunia. (rs-infoBlora - Suara Merdeka).
Tenaga keperawatan merupakan tenaga kesehatan terbanyak di rumah
sakit dan memiliki kontak yang paling lama dengan pasien. Pekerjaan
1

perawat merupakan jenis pekerjaan yang beresiko kontak dengan darah, cairan
tubuh pasien, tertusuk jarum suntik bekas pasien, dan bahaya-bahaya lain
yang dapat menjadi media penularan penyakit. Menurut laporan situs
http://www.avert.org, di Amerika Serikat pada tahun 2001 terdapat 57 kasus
tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV akibat resiko pekerjaan. Dari 57
kasus tersebut, 24 kasus diantaranya (terbanyak) dialami oleh perawat. Di
Indonesia, walaupun belum ada data yang pasti, namun jika melihat
pengendalian infeksi di rumah sakit yang masih lemah, maka resiko
penularan infeksi termasuk HIV terhadap perawat bisa dikatakan cukup
tinggi.
2. Rumusan Masalah
- Menjelaskan Tinjauan Medis HIV/AIDS
- Menjelaskan Tinjauan Keperawatan HIV/AIDS
3. Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS
b. Untuk mengetahui etiologi HIV/AIDS
c. Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS
e. Untuk mengetahui pathway HIV/AIDS
f. Untuk mengetahui pengelolaan kasus dengan HIV/AIDS menurut
tinjauan medis,keperawatan (focus intervensi)
g. Untuk mengetahui tinjauan kritis masalah keperawatan yang muncul
-

pada klien dengan HIV/AIDS


Tujuan Khusus
a. Agar Mahasiswa mengetahui Landasan Medis HIV/Aids
b. Agar mahasiswa mengetahui askep dari HIV/Aids

BAB II
LANDASAN TEORI
1. Definisi

Virus imunodifisiensi manusia (bahasa Inggris: human immunodeficiency


virus; HIV ) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus
ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Tanpa pengobatan,
seorang dengan HIV bisa bertahan hidup selama 9-11 tahun setelah terinfeksi,
tergantung tipenya. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan
menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. Penyaluran virus HIV bisa
melalui penyaluran Semen (reproduksi), Darah, cairan vagina, dan ASI. HIV
bekerja dengan membunuh sel-sel penting yang dibutuhkan oleh manusia, salah
satunya adalah Sel T pembantu, Makrofaga, Sel dendritik. Ini menyebabkan
penurunan pada angka CD4 Sel T.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus).
(Aziz Alimul Hidayat, 2006)
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau
kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan
kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)
2. Etiologi
Penyebab Aids adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi HIV III. Kemudian atas kesepakatan internasional
pada tahun 1986 nama virus diubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit
T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam
sel Lymosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat
tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus

dalam tubuh pengidap HIV yang selalu dianggap infectious yang setiap saat
dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
3. Cara Penularan AIDS
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang
rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman.
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel
otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar
tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang
terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah
penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina. Infeksi dapat
ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya.
Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985)
ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik
pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang
yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan
kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
1) Homoseksual
Barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual
menderita AIDS, berumur antara 20 40 tahun dari semua golongan usia.
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual
dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual
yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal
ini sehubungan dengan mukosa rectum yang sangat tipis dan mudah
sekali mengalami perlukaan pada saat berhubungan secara anogenital.
2) Heteroseksual
Di afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah
4

kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai
banyak pasangan dan berganti ganti.
b. Transmisi Non Seksual
1) Transmisi Parental
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan
narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama sama. Disamping dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko
tertular cara transmisi parental kurang dari 1%.
2) Produk Darah
Transmisi melalui transfuse atau produk darah terjadi dinegara
Negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui
jalur ini di Negara barat sangat jarang, karena darah donor telah
diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi HIV lewat
transfuse darah adalah lebih dari 90%.
c. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko
sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan
sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan
dengan resiko rendah (Siregar, 2008).
4. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang
yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan
mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus
lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel
target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke
dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik
virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus
berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan
partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit
lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama
5

sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+
atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan
mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag
dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel
ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T
penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat
memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan
pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama
bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak
partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan
virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan,
jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan
pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang
lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+
yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko
tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit
CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah,
maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi
yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan
infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam
melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan,
penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran
baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul
6

gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala).


Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu
sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV
positif. (Heri : 2012)
5. Manifestasi Klinis
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2
minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun
simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari,
penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari
pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang
paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang
disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis,
cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal :

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit
leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala


Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah akan diperoleh hasil positif.

Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala


pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan.

Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita AIDS:

Panas lebih dari 1 bulan,


Batuk-batuk,
Sariawan dan nyeri menelan,
Badan menjadi kurus sekali,
Diare ,
Sesak napas,
Pembesaran kelenjar getah bening,
7

Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman penglihatan,
Bercak ungu kehitaman dikulit
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena

dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia,


misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru.
Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai
perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes
darah HIV.
Tanda gejala gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita
AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditunjukkan pada
umumnya adalah bermula dari gejala gejala umum yang lazim didapati pada
berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya
dikemukakan sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Rasa lelah dan lesu


Berat badan menurun secara drastis
Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
Mencret dan kurang nafsu makan
Bercak bercak putih dilidah dan di dalam mulut
Pembengkakan leher dan lipatan paha
Radang paru
Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal

antara lain tumor dan infeksi oportunistik :


a. Manifestasi tumor diantaranya :
1) Sarkoma Kaposi : kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh.
Frekuensi kejadiannya 36 50% biasanya terjadi pada kelompok
Homoseksual, dan jarang terjadi pada Heteroseksual serta jarang terjadi
menjadi sebab kematian primer.
2) Limfoma ganas : terjadi setelah sarcoma Kaposi dan menyerang syaraf,
dan bertahan kurang lebih 1 tahun.
b. Manifestasi Oportunistik diantaranya :
1) Manifestasi pada Paru
a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan
infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit
bernafas dalam dan demam.
b) Cytomegalo Virus (CMV)

Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru
paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan
penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.
c) Mycrobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan
sulit disembuhkan.
d) Mycrobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan
cepat menyebar ke organ lain diluar paru.
2) Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, berat badan turun lebih 10%
per bulan.
c. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi Neurologis, yang
biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum
adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer
(Siregar, 2008).
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom
retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS.
Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan
jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000).
1. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis
menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan,
mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit
atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik,
sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
2. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi
limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa
jendela (window period).
3. Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah
akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster,

leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related
Complex(ARC).
4. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini
menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis,peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1) kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi

10

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,


pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait
dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan
funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV,
dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan
jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi
sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500
maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka
diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia
pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah
CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal
pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop
fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 =
(1/3 x jumlah limfosit total)-8.
8. Penatalaksanaan Medis
1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya
yaitu (Endah Istiqomah : 2009).
11

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
2. Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan
seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi

HIV.
Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh

yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).


Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
12

Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan

relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat
pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan

kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.


Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan

otot).
Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat

sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.


c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor
stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi

sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1C.


Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan
mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein

disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.


cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak
disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak,
digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain
Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan

bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.


Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka Kecukupan
Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat,
Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat
ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari

karena dapat menekan kekebalan tubuh.


Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan
gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan
diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan
dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid)

dan cair (thin fluid).


Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti
(natrium, kalium dan klorida).
13

Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini


sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan
melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat
badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa

atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.


Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik,

termik, maupun kimia.


d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu
kepada pasien dengan:
a. Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan
menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
c. Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d. Infeksi HIV dengan TBC.
e. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya
dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga
macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala
panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut,
kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan
berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan
keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan
cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau
menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan
ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak
energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap
akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3
14

jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi
kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau
kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau
biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein,
vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan
masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan
sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.

15

BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
1) Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise
2) Sirkulasi.
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
3) Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi,
marah, menangis.
4) Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal,
abses rektal.
5) Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
6) Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis,
dan respon melambat.
7) Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi,
penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang
sakit.
8) Pernafasan.
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.
b. Diagnosa, Intervensi, Rasional Keperawatan
16

Diagnosa yang diangkat ialah :


1) Infeksi berhubungan dengan resiko tinggi terhadap pertahan primer tak
efektif ditandai dengan depresi system imun.
2) Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai
dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah
otot dan gelisah.
3) Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi
metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau
berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas seharihari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi
4) Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan
dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan,
penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan
untuk makan, peradangan rongga bukal.
5) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
berat, pembatasan pemasukan
6) Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi ditandai dengan

penularan penyakit pada orang lain.


Intervensi, Rasional

Diagnosa I : Infeksi berhubungan dengan resiko tinggi terhadap pertahan


primer tak efektif ditandai dengan depresi system imun.
Tujuan : Infeksi klien dapat dicegah atau di perkecil
Kriteria Hasil : - Mencapai masa penyembuhan luka
- Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dari kondisi Infeksi
INTERVENSI
RASIONAL
Cuci tangan sebelum dan sesudah
Mengurangi resiko kontaminasi silang.
seluruh kontak perawatan dilakukan.
Intruksikan orang terdekat klien untuk
mencuci tangan sesuai indikasi.
Berikan lingkungan yang bersih dan

Mengurangi patogen pada system imun.

berventilasi baik.
Diskusikan tingkat dan rasional isolasi

Meningkatkan kerja sama dengan cara

pencegahan dan mempertahankan

hidup berusaha mengurangi rasa

kesehatan pribadi.
Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu.

terisolasi.
Memberikan informasi data dasar,
peningkatan suhu secara berulang-ulang
dari demam yang terjadi untuk
menunjukan bahwa tubuh bereaksi
17

Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan,

terhadap proses infeksi.


Kongesti/distress pernafasan dapat

karateristik sputum (bila ada sputum)


Periksa kulit/membrane mukosa oral

mengidentifikasi perkembangan PCP.


Kandidiasis oral atau bercak putih atau

terhadap bercak putih/lesi.

lesi adalah penyakit yang umum terjadi


dan memberi efek terhadap membran

Periksa dan catat adanya luka atau lokasi

kulit.
Identifikasi/perawatan awal dari infeksi

alat invasif, perhatikan tanda-tanda

sekunder dapat mencegah terjadinya

inflamasi lokal.
Awasi pembuangan jarum suntik dan

sepsis.
Mencegah kontaminasi tak disengaja dari

mata pisau secara ketat dengan

pemberian perawatan.

menggunakan wadah tersendiri.


Kolaborasi : Berikan antibiotik

Menghambat proses infeksi, obat-obat

antijamur/agen anti mikroba misalnya:

tersebut ditunjukan untuk menghilangkan

trimetropim (Bactrim septra), nistanin

enzim

(Mycostatin), ketokonazol, pentamidin


atau AZT/retrovir, dan gansiklovir
(cytovene).
Diagnosa II : Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan
ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia,
lemah otot dan gelisah.
Tujuan : Rasa sakit/tidak nyaman dikurangi
Kriteria hasil. -

Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit.


Menunjukan posisi/wajah rileks.

Dapat tidur/istrahat adekuat.


INTERVENSI
RASIONAL
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi,
Mengindikasikan kebutuhan untuk
intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai

intervensi dan juga tanda-tanda

gejala nonverbal misalnya gelisah,

perkembangan komplikasi.

takikardia, meringis.
Instruksikan pasien untuk menggunakan

Meningkatkan relaksasi dan perasaan

visualisasi atau imajinasi, relaksasi

sehat.

progresif, teknik nafas dalam.


Dorong pengungkapan perasaan

Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,


sehingga persepsi akan intensitas rasa
18

Lakukan tindakan paliatif misal

sakit.
Meningkatkan relaksasi atau menurunkan

pengubahan posisi, masase, rentang gerak tegangan otot.


pada sendi yang sakit.
Kolaborasi : Berikan analgesik atau

Memberikan penurunan nyeri/tidak

antipiretik narkotik. Gunakan ADP

nyaman, mengurangi demam. Obat yang

(analgesic yang dikontrol pasien) untuk

dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam

memberikan analgesia 24 jam.

dapat mempertahankan kadar analgesia


darah tetap stabil, mencegah kekurangan
atau kelebihan obat-obatan.

Diagnosa III : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi


metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau
berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari,
kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam Berbagai factor dapat meningkatkan
proses berpikir atau berperilaku

kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan

Rencanakan perawatan untuk

emosi, dan efeksamping obat-obatan


Periode istirahat yang sering sangat yang

menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas

dibutuhkan dalam memperbaiki atau

pada waktu pasien sangat berenergi

menghemat energi. Perencanaan akan


membuat pasien menjadi aktif saat
energy lebih tinggi, sehingga dapat
memperbaiki perasaan sehat dan control

Dorong pasien untuk melakukan apapun

diri.
Memungkinkan penghematan energy,

yang mungkin, misalnya perawatan diri,

peningkatan stamina, dan mengijinkan

duduk dikursi, berjalan, pergi makan

pasien untuk lebih aktif tanpa


menyebabkan kepenatan dan rasa

Pantau respon psikologis terhadap

frustasi.
Toleransi bervariasi tergantung pada

aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi

status proses penyakit, status nutrisi,

pernafasan atau jantung


Rujuk pada terapi fisik atau okupasi

keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.


Latihan setiap hari terprogram dan
19

aktifitas yang membantu pasien


mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan tonus otot
Diagnosa IV : Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh
dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat
badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif,
keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Tujuan : Nutrisi adekuat dan masukan cairan terpelihara.
Kriteria hasil

Kemampuan pemasukan nutrisi adekuat.

Menunjukan peningkatan berat badan mencapai rentang yang


diharapkan.

Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat.

Mual muntah berkurang.

- Selera makan meningkat.


INTERVENSI
RASIONAL
Kaji kemampuan untuk mengunyah,
Lesi mulut, tenggorok dan esophagus
perasakan dan menelan.

dapat menyebabkan disfagia, penurunan


kemampuan pasien untuk mengolah
makanan dan mengurangi keinginan

Auskultasi bising usus

untuk makan.
Hopermotilitas saluran intestinal umum
terjadi dan dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat mempengaruhi

Rencanakan diet dengan orang terdekat,

pilihan diet atau cara makan.


Melibatkan orang terdekat dalam rencana

jika memungkinakan sarankan makanan

member perasaan control lingkungan dan

dari rumah. Sediakan makanan yang

mungkin meningkatkan pemasukan.

sedikit tapi sering berupa makanan padat

Memenuhi kebutuhan akan makanan

nutrisi, tidak bersifat asam dan juga

nonistitusional mungkin juga

minuman dengan pilihan yang disukai

meningkatkan pemasukan.

pasien. Dorong konsumsi makanan


berkalori tinggi yang dapat merangsang
nafsu makan
Batasi makanan yang menyebabkan mual

Rasa sakit pada mulut atau ketakutan

atau muntah. Hindari menghidangkan

akan mengiritasi lesi pada mulut


20

makanan yang panas dan yang susah

mungkin akan menyebabakan pasien

untuk ditelan

enggan untuk makan. Tindakan ini akan


berguna untuk meningkatakan

Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium,

pemasukan makanan.
Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi

misal BUN, Glukosa, fungsi hepar,

organ, dan mengidentifikasi kebutuhan

elektrolit, protein, dan albumin.

pengganti.

Diagnosa V : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat,


pembatasan pemasukan.
Tujuan : Masukan nutrisi adekuat untuk klien
Kriteria hasil

Membran mukosa adekuat.

Tanda-tanda vital stabil

- Haluaran urin adekuat


INTERVENSI
RASIONAL
Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP
Indikator dari volume cairan sirkulasi.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa, dan Indikator tidak langsung dari status
rasa haus.
Ukur haluaran urine dan berat jenis urine.

cairan.
Peningakatan berat jenis urine/penurunan
haluaran urine menunjukan perubahan

Pantau pemasukan oral dan memasukan

perfusi ginjal.
Mempertahankan keseimbangan cairan,

cairan sedikitnya 2500 ml/hr

mengurangi rasa haus, dan melembabkan

Anjurkan untuk tidak memakan makanan

membran mukosa.
Mungkin dapat mengurangi diare.

yang potensial menyebabkan diare.


Kolaborasi : Berikan cairan/elektrolit

Mungkin diperlukan untuk mendukung/

melalui selang pemberi makanan (IV).

memperbesar volume sirkulasi, terutama


jika pemasukan oral tak adekuat.

Diagnosa VI : Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi,


penularan penyakit pada orang lain.
Tujuan : Klien dapat berhadapan dengan situasi sekarang secara realistis.
Kriteria hasil. -

Menyatakan kesadaran tentang perasaan dan cara sehat untuk

menghadapinya.
INTERVENSI
Jamin pasien tentang kerahasiaan dalam

RASIONAL
Memberikan penentraman hati lebih

batasan situasi tertentu.

lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk


21

memecahlan masalah pada situasi yang


Pertahankan hubungan yang sering

diantisipasi.
Menjamin bahwa pasien tidak akan

dengan pasien.
Waspada terhadap tanda-tanda

sendiri dan ditelantarkan.


Pasien mungkin akan menggunakan

penolakan/depresi.

mekanisme

bertahan dengan penolakan

dan terus berharap bahwa diagnose tidak


Izinkan pasien untuk mengekspresikan

akurat.
Penerimaan perasaan akan membuat

rasa marah, takut, putus asa tanpa

pasien dapat menerima situasi.

konfirmasi.
Kolaborasi : Rujuk pada konseling

Mungkin dibutuhlkan bantuan lebih

psikiatri (psikiater)

lanjut dengan diagnose.

BAB IV
PEMBAHASAN
Permasalahan keperawatan yang muncul pada klien dengan HIV/AIDS adalah:
1. Infeksi berhubungan dengan resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak
efektif, depresi system imun.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan
bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan
terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat
virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper
(T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut,
reseptor sel T helper tidak berdaya bahkan HIV bisa pindah dari sel induk
ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal
benda asing, virusHIV lebih dahulu telah melumpuhkan sel T helper
tersebut sehingga benda asing termasuk virus, bakteri, kuman dengan
mudah masuk ketubuh ODHA.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/kerusakan jaringan.
Virus HIV menyerang system imun terutama limfosit, sel penanda
CD4, sehingga mudah terjadi infeksi dan infeksi ini terjadi secara sistemik
artinya dapat terjadi pada seluruh organ-organ. Kerusakan jaringan dapat
22

berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut nyeri


inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik
serabut saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau
lesi di jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan
berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin,
dan sebagainya
3. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi
metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau
berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari,
kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Virus HIV yang menyerang penderita akan menyebabkan energy
berkurang dan tidak mampu melakukan aktivitas biasanya karena
kelesuan/kelelahan yang dialami si penderita HIV/AIDS. Nyeri yang
dirasakan penderita menjadi salah satu akibat mengapa Penderita tidak
mampu melakukan aktivitas seperti biasanya.
4. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan
gangguan intestinal.
Pada kasus HIV terjadi infeksi menyeluruh antara lain infeksi
opportunistik yang menyebabkan infeksi gastrointestinal yang
disebabkan oleh Cryptosporidiosis yaitu sejenis parasit. Selain itu ialah
Cytomegalovirus yaitu sejenis virusyang menginfeksi seluruh tubuh
tetapibiasanya biasa menginfeksi lambung, Infeksi virus ini biasanya
terjadi apabila jumlah sel T CD4+ kurang dari 50 mm3 darah. Infeksi
bakteri Mycobacterium Avium Kompleks ,Infeksi ini biasanya terjadi
apabila jumlah sel CD4+ kurang dari 50 mm3 darah.
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat.
Pada dasarnya diare pada HIV atau non HIV adalah sama.
Keparahan diare tergantung tingkat daya penetrasi merusak sel mukosa,
kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhu sekresi cairan pada
usus halus dan daya lekat kuman. Toksin yang dihasilkan bakteri non
invasive menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenia dinukleotid
(NAD) sehingga meningkatkan siklus AMP dalam sel. Pada akhirnya sel
menskresikan aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air,

23

ion bikarbonat, kalium dan natrium. Diare pada HIV bisa terjadi karena
virus, bakteri, parasit yang menginfeksi pada gastrointestinal.
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan
penyakit pada orang lain.
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991). Sedangkan
pada HIV/AIDS terjadi peningkatan ketegangan, ketakutan, perasaan tidak
berdaya, putus asa.

BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Manifestasi klinis AIDS yaitu Infeksi retroviral akut : gambaran klinis
menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri
tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare,
leukopenia, dan limfosit atipik. Masa asimfomatik : pada masa ini pasien tidak
menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. penurunan jumlah
cd4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period). Masa gejala
dini : gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis
vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, itp, dan tuberkolosis paru. Masa
gejala akut : pada masa ini jumlah cd4 dibawah 200. penurunan daya tahan ini
menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.
Patofisiologis AIDS yaitu disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi
AIDS diperkirakan 10 minggu -10 tahun. Virus menempel pada limfosit T
24

penolong atau CD4 dan menghancurkannya sehingga terjadi kelemahan system


kekebalan tubuh. HIV juga menyebabkan gangguan limfosit B sehingga
menyebabkan produksi antibody meningkat tapi antibody yang dihasilkan tidak
banyak membantu infeksi yang disebabkan HIV.
Penatalaksanaan medis untuk penderita AIDS yaitu dengan pengendalian
infeksi oportunistik, terapi AZT, terapi antiviral baru, vaksin dan rekonstruksi
baru.
2. Saran
Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada
hambatan yang berarti. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada
Allah penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran,
diantaranya adalah :
1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien
AIDS.

25

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG
PDF Buku AIDS http://ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-AIDS-2007.pdf Diakses :
Tanggal 11 November 2014, Pukul 10.00 WITA
PDF AIDS http://fkep.unand.ac.id/images/3.5_napza_dan_HIV_aids.pdf. Diakses :
Tanggal 11 November 2014, Pukul 10.00 WITA
PDF Pengantar Askep http://roelcup.files.wordpress.com/2010/06/20-aids.pdf
Diakses : Tanggal 11 November 2013, Pukul 10.00 WITA
(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan.html, Diakses : Tanggal 11 November 2014, Pukul 10.00 WITA

26

Anda mungkin juga menyukai