Skenario 1
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di
bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju
(yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya
terikat ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun
leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun
masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak yang putus dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan
dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam. Perlu diketahui
bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah suatu daerah perbukitan
yang berhutan cukup lebat.
Pendahuluan
Penemuan mayat mencurigakan merupakan sebuah peristiwa dalam ilmu Forensik
yang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Beberapa kriteria telah ditetapkan dalam
mencurigai adanya peristiwa yang berkaitan dengan penemuan mayat yang mencurigakan,
diantaranya adalah pembunuhan. Dalam masyarakat kejadian pembunuhan bukan merupakan
hal yang jarang ditemui lagi. Oleh karenanya, penting bagi seorang dokter, baik dokter umum
maupun dokter spesialis, dapat memperkirakan cara dan sebab mati dengan memiliki
pengetahuan tentang berbagai aspek ilmu forensik. Dalam skenario ini, penemuan mayat
dengan bekas luka yang mencolok menguatkan kemungkinan kekerasan, pembunuhan secara
mekanis atau penganiayaan hingga mati.
Prosedur medikolegal
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan1
Pasal 133 KUHAP
1
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.1
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.1
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.1
pidana
benar-benar
terjadi
dan
bahwa
terdakwalah
yang
bersalah
melakukannnya.1
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah adalah:
2
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Pertunjuk
e. Keterangan terdakwa
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.1
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan
jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.1
Aspek Hukum
Dalam aspek hukum digolongkan dalam perkara pembunuhan atau penganiayaan.1
Kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia.
Pasal 170
(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam :
a) Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja
menghancurkan
barang
atau
jika
kekerasan
yang
digunakan
mengakibatkan luka-luka.
b) Dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan
mengakibatkan luka berat.
c) Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan
mengakibatkan maut.
(3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini.1
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.1
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun. 1
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.1
Pasal 351
5
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara plaing lama 5 tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.1
Pasal 353
(1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9
tahun.1
Pasal 354
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun.1
Pasal 355
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama 15tahun.1
Thanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).2
1. Mati somatis disebut juga mati klinis yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem
6
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat
yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmensegmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air.2
Tanda pasti kematian, antara lain :2
1. Lebam mayat (livor mortis)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu
(livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh
darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum
waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika
posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila
penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah
mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga
sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah
yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat
pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya selsel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan
otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.2
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi
mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan
saat kematian.2
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih
8
hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan.2
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan
ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi).
Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah
tidak menghilang.2
2. Kaku mayat (rigor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan
energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat
ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis,
maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.2
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai
pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi
teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.2
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu
lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti
kematian dan memperkirakan saat kematian.2
Terdapat kekakuan pada mayatyang menyerupai kaku mayat, antara lain :2
a) Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat
yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat
pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.
Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkkan sikap terakhir masa hidupnya.
Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam,
tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai
pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju
(pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap
semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
c) Cold stiffening, yaitu kekauan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan
dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga
sendi.2
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik
penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan
penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk
tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui untuk
perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu
keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus,
posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua
serta anak kecil.2
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui
pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara
(TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan interval
waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan
karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 oC
bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu
lingkungan kurang dari 2oC tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angkaangka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat
mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna
penghitungan saat mati melalui cara ini.2
4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan
10
steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan
hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.2
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk
ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii.
Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H 2S dan HCN, serta asam amino
dan asam lemak.2
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri
serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulfmet-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan
dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti
melebar dan berwarna hijau kehitaman.2
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung
dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari
mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh,
tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi.2
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
mengembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem,
bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat
berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat
khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.2
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut
kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies,
lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
11
secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir
lalat yang hinggap).2
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non-gravid merupakan organ padat yang paling lama
bertahan terhadap perubahan pembusukan. 2
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 oC hingga sekitar
suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh
gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat
membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas
tubuh yang cepat dan bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.2
5. Adiposera atau lilin mayat
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu
disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan sifatsifat di antara lemak dan lilin.2
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca
mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi
dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila
dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.2
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak
tubuh berubah menjadi adiposera. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar
tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan
sebab kematian masih dimungkinkan.2
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan
lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang
12
membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang
hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan
mempercepat pembentukannya.2
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12
minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik
sebagai bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian
lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera
paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.2
6. Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan
tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada
cuaca yang normal.2
13
panjang
rambut
kumis
dan
jenggot
dapat
dipergunakan
untuk
memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang
mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia
mencukur.
4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku
yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat
kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg
% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang
dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg%
14
cara
kematian
serta
d) Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum.
e) Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta
penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik ini, diperlukan suatu surat permintaan pemeriksaan/
pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin
keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang menghalang-halangi
dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang
yang berlaku. Dalam melakukan autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang
lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak, dada dan
perut/panggul. 3
b) Arah kekerasan
-
Luka lecet dan luka robek dapat menentukan arah kekerasan sehingga penting
untuk rekonstruksi terjadinya perkara. Pada luka yang menembus kedalam tubuh,
perlu ditentukan arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat.
Dilihat apakah luka akibat dari pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri. Luka
akibat pembunuhan biasanya tersebar di seluruh tubuh sama ada daerah terbuka
atau daerah tertutup seperti leher, ketiak, lipat siku dan sebagainya. Seringkali
juga ditemukan luka tangkis pada korban pembunuhan. Pada kecelakaan luka
lebih ditemukan di daerah yang terbuka disbanding daerah tertutup. Pada korban
16
bunuh diri pula, luka menunjukkan sifat luka percobaan atau tentative wounds
yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar.
d) Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati
-
17
Tanda kekerasan sekitar lubang hidung dan mulut terutama bagain muka yang
menonjol. Dilihat juga tanda kekerasan pada bagian belakang bibir, daerah
belakang kepala atau tengkuk.
b) Penyumbatan
-
Sering sekali benda asing masih terdapat dalam rongga mulut atau ditemukan sisa
benda asing dan tanada bekas penekanan benda asing pada dinding rongga mulut.
c) Pencekikan
-
Kulit daerah leher menunjukkan tanda kekerasa yang ditimbulkan ujung jari atau
kuku berupa luka memar atau lecet jenis tekan. Pada pembedahan ditemukan
resapan darah bawah kulit daerah leher serta alat leher dan tulang lidah boleh
patah unilateral.
d) Penjeratan
-
e) Tergantung
-
Jerat pada leher menunjukkan ciri khas berupa arah yang tidak mendatar tetapi
membentuk sudut membuka ke arah bawah dan letak jerat lebih tinggi. Ditemukan
resapan darah bawah kulit pada pembedahan sesuai letak jejas jerat pada kulit.3
Pemeriksaan Luar
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar
adalah:3
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol
kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat
warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk
identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
18
19
11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh
darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak,
adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan
lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan
lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak,
pewarnaan, dan sebagainya.
14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan
yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan
selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan
bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.
16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.3
17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada
tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran,
dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan.
Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah
melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui
kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.
18. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya. 3
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :3
1. Ukuran : pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur.
Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ
hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
2. Bentuk.
20
Pemeriksaan khusus bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari
dugaan penyebab kematian. Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :3
a) Dada :
-
b) Perut
-
Dilihat esofagus, lambung, duodenum dan hati yang dikeluarkan sebagai satu unit
Ginjal, ureter, rektum, dan kandung urine juga dilihat dan dikeluarkan sebagai
satu unit. Pada perempuan kantung kemih dilepaskan dari uterus dan vagina.
c) Leher :
-
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan
sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan
tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya
patah tulang.
21
d) Kepala :
-
Identifikasi Forensik
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan
sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada
pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan bahwa orang itu apakah
sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri
itu. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang
ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.4,5
Menentukan identitas korban seperti halnya identitas pada tersangka pelaku kejahatan
merupakan bagian yang terpenting dari penyidikan. Dengan dapat ditentukannya identitas
dengan tepat dapat dihindari kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal.
Penentuan identitas korban dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai berikut:4,5
Visual
Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan
memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode ini akan
memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk
lanjut.4
Dokumen
KTP, SIM, kartu pelajar, dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang
dapat dipakai untuk menetukan identitas. Dokumen yang ada di dalam saku seorang
laki-laki lebih bermakna bisa dibandingkan dengan dokumen yang berada dalam tas
seorang wanita, terutama pada kasus kecelakaan massal sehingga tas yang dipegang
dapat terlempat dan sampai ke dekat tubuh wanita lainnya. Hal mana tidak terjadi
pada laki-laki yang mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya. 4,5
Perhiasan
Merupakan metode identifikasi yang baik, walupun tubuh korban telah rusak
atau hangus. Inisial yang tedapat pada cincin dapat memberikan informasi siapa si
pemberi cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban,
Dalam penentuan identifikasi dengan metode ini tidak jarang diperlukan keahlian dari
seorang yang memang ahli di bidang tersebut. 4,5
Pakaian
24
Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang dikenakan korban seperti
model, bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan petunjuk
siapa pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban. 4
Identifikasi Medis
Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai
tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical
record, ante-mortem record), yang baik. Metode ini menggunakan data umum dan
data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, perkiraan umur, berat badan, rambut,
mata, hidung, gigi dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan
parut, cacat kongenital, bekas operasi, tumor dan sejenisnya. Metode ini mempunyai
nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai
cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya
cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode
identifikasi ini. Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.4,5
Gigi (odontologi)
Sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam
prakteknya hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli ilmu kedokteran
forensik khususnya patologi Forensik. 4,5
Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanan serta tidak ada kesamaan bentuk
gigi pada setiap manusia, pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik
jari, khususnya jika keadaan mayat telah busuk/ rusak dan terutama bila ada antemortem record. Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan
rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan
pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk,
susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti hal nya dengan sidik jari,
maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat
dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data
pembanding antemortem.4,5
Sidik jari
Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh
karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada
25
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang di maksud dengan
luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan . Trauma atau
kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik. Hasil dari trauma atau
kecelakaan adalah luka, perdarahan dan atau skar atau hambatan dalam fungsi organ. Agen
penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antara lain kekuatan mekanik, aksi
suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam prakteknya nanti
seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis penyebab, sehingga
klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang menyebabkan trauma.2
Luka Akibat Kekerasan Benda Tajam
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah
benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alatalat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca.2
Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata,
berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
26
Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka
bacok. Selain gambaran umum luka di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai
kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip
dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik
atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka
yang tidak selalu segaris.2,6
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul
berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip,
luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu
dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung
benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.2
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan
adanya luka lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit. Pada luka
tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian
pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hali ini
disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.2
Penjeratan
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya., melingkari atau mengikat leher yang makin lama
makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang
biasanya merupakan bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah pembunuhan. Mekanisme
kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso-vagal (perangsangan
reseptor pada carotid body). Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan,
sedangkan pada penjeratan, arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh
karena kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. Bila jerat
masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan dengan baik sebab
merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama-sama dengan visum
et repertumnya.2
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar atau
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Simpul harus diamankan
dengan melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat
jerat.2,6
Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah
daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan
27
gondok. Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti
handuk atau selendang sutera, maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot leher
sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaos
kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.2
Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan
menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung
berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet tekan), pada otototot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah.2,6
Cara dan Sebab Kematian
a. Menentukan kematian atau memperkirakan cara kematian korban
Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian.
Menentukan atau memperkirakan cara kematian korban pada umumnya baru dapat dilakukan
dengan hasil yang baik bila dokter diikut sertakan pada pemeriksaan di TKP, yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Jika hal tersebut tidak
dimungkinkan maka dokter yang melakukan pemeriksaan mayat masih dapat memperkirakan
atau menentukan cara kematian jika para penyidik memberikan keterangan yang jelas
mengenai berbagai hal yang dilihat dan ditemukan pada waktu penyidik melakukan
pemeriksaan di TKP.3
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara kematian, yang tidak boleh selalu
diartikan dengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku.3
Cara kematian tersebut adalah :7
1. Wajar (natural death), dalam pengertian kematian korban oleh karena penyakit bukan
karena kekerasan atau rudapakasa; misalnya kematian karena penyakit jantung, karena
perdarahan otak dank arena tuberkulosa.
2. Tidak wajar (unnatural death), yang dapat dibagi menjadi :
Kecelakaan
Bunuh diri
Pembunuh
3. Tidak dapat ditentukan (undetermined), hal ini disebabkan keadaan mayat telah
sedemikan rusak atau busuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat
dilihat dan ditemukan lagi.7
b. Memperkirakan saat kematian
28
Saat kematian korban hanya dapat diperkirakan karena penentuan kematian secara
pasti sampai saat ini masih belum memungkinkan. Perkiraan saat kematian diketahui dari:7
1. Informasi para saksi, dalam hal ini perlu diingat bahwa saksi adalah manusia dengan
segala keterbatasannya.
2. Petunjuk-petunjuk yang terdapat di TKP, seperti jam atau arloji yang pecah, tanggal
yang tercantum pada surat kabar, surat, nyala lampu, keadaan tepat tidur, debu pada
lantai dan alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya; yang semuanya ini dapat
dilakukan baik oleh penyidik.
3. Pemeriksaan mayat, yang dalam hal ini ialah:
Penurunan suhu mayat (algor mortis). Pada seseorang yang mati, suhu tubuh akan
menurun sampai sesuai dengan suhu disekitarnya. Secara kasar dikatakan bahwa
tubuh akan kehilangan panasnya sebesar 1 C/jam. Semakin besar perbedaan antara
suhu tubuh dengan lingkungan ( udara atau air), maka semakin cepat pula tubuh
akan kehilangan panasnya. Penurunan suhu tubuh juga dipengaruhi oleh intensitas
dan kuantitas dari aliran atau pergerakan udara. Kematian karena perdarahan otak,
kerusakan jaringan otak, perjeratan dan infeksi akan selalu didahului oleh
peningkatan suhu. Lemak tubuh, tebalnya otot serta tebalnya pakaian yang
dikenankan pada saat kematian pula mempengaruhi kecepatan penurunan suhu
tubuh. Selain pengurun suhu rectal, dokter dapat melakukan pengukuran suhu dari
alat-alat dalam tubuh seperti hati atau otak yang tentunya dapat dilakukan saat
pembedahan mayat.
Lebam mayat mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian, intensitas
c. Di TKP dokter/ penyidik membuat foto dan sketsa yang mana harus disimpan
dengan baik, oleh karena kemungkinan ia akan diajukan sebagai saksi selalu ada; foto
dan sketsa tersebut berguna untuk memudahkan mengingatkan kembali keadaan yan
sebenarnya. 7
Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati,
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah
sumpah untuk kepentingan peradilan.8
Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat
dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan
tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120,
179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan
meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan
dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.8
Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:8
1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik.
Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga
manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental
atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum
perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum
untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban
yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu,
namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri
yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.8
Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum
memuat hal-hal sebagai berikut:8
1. Pembukaan:
Kata Pro Justisia artinya untuk peradilan
Tidak dikenakan materai
Kerahasiaan
2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi:
31
nomor
registrasi
3768389
yang
menurut
surat
tersebut
adalah:
----------------------------------------------------------------------------------------------
Nama
: Supadno ---------------------------------------------------------------
Umur
: 30 tahun ---------------------------------------------------------------
Jenis kelamin
: Laki-laki --------------------------------------------------------------
Warga negara
: Indonesia -------------------------------------------------------------
Pekerjaan
Alamat
Hasil Pemeriksaan------------------------------------------------------------------------------1. Korban ditemukan telah meninggal dunia lebih dari 24 jam
2. Pada korban ditemukan: --------------------Lanjutan Ver No: No 05/TU RS Ukrida/XII/2013
Halaman ke 2 dari 2 halaman
1. Pada korban ditemukan: ------------------------------------------------------------------------a. Terdapat luka jerat pada sekeliling leher ---------------------------------------------33
b. Pada ketiak kiri korban terdapat luka akibat kekerasan tajam berukuran enam
sentimeter kali nol koma lima sentimeter dengan kedalaman enam sentimeter yang
mengakibatkan terputusnya pembuluh darah di ketiak-----c. Pada tungkai kanan, lima sentimeter di atas mata kaki terdapat 3 luka akibat
kekerasan tajam bermata satu berukuran tiga sentimeter kali nol koma lima
centimeter dengan kedalaman empat sentimeter. ---------------------------------------d. Pada tungkai kiri, sepuluh sentimeter dibawah lutut terdapat 2 luka akibat
kekerasan benda tajam bermata satu berukuran dua sentimeter kali nol koma lima
centimeter dengan kedalaman tiga sentimeter. -------------------------------------------
Kesimpulan :-------------------------------------------------------------------------------------------Pada korban lelaki berusia 35 tahun ini, ditemukan meninggal tidak wajar akibat
pembunuhan dengan luka jerat pada sekeliling leher dan luka terbuka akibat kekerasan
benda tajam pada kedua tungkai kanan dan kiri dengan mekanisme kematian penekanan
dinding saluran pernapasan akibat penjeratan. ---------------------------------------------------Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya menggunakan keilmuan
yang sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana. ------------------------------------------------------------------------------------------
Dokter Pemeriksa
34
3. Staf Pengajar Bagian Forensik. Teknik autopsi forensik. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FK UI;2000.h.1-20, 56-62.
4. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sagung Seto;2008.h.1-52.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius;2000.h.171-82.
6. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: pedoman bagi dokter dan penegak hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2000.h.141-8.
7. Idries, AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Edisi ke-I. Jakarta: Bina Rupa
Aksara;1997.h.35-47.
8. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI;2012.h.1-12.
35