Anda di halaman 1dari 9

Get Free Shots

studies passions
mengasah diri dan berkarya dalam media digital
About
Oleh: tyokronisilicus | 21 Mei 2010

ANCAMAN PIDANA DAN SANKSI PIDANA DALAM


TINDAK PIDANA EKONOMI
PENDAHULUAN
Perundanganundangan pidana positif, sebagai satu bidang hukum yang menggunakan sistem
sanksi sebagai penguatnya, ialah sanski yang bersifat kepidanaan. Sanksi ini akan menjadi
tumpuan harapan, manakala sanksi-sanksi dalam bidang hukum lainnya tidak mampu
merubah bentuk-bentuk perilaku yang bersifat soial menjadi taat terhadap norma-norma
hukum yang mengaturnya. Hukum pidana positif di indonesia selama ini menganut dua jalur
sistem ialah sistem pidana dan sistem tindakan.
Dengan sistem pidana dimaksudkan sebagai suatu sistem sanksi dimana pihak yang
melanggar norma-norma undang- undang pidana diancam dengan seperangkat pidana yang
bervariasi dari bentuk pidana pokok dan pidan tambahan. Sedangkan sistem tindakan ialah
suatu sistem perlindungan masyarakat terhadap bentuk perbuatan yang dilakukan seseorang
yang bersifat sosial dan pelakunya memiliki sifat-sifat/kondisi khusus, yang tidak
memungkinkan digunakannya sistem sanski pidana.
Tindakan- tindakan yang bersifat khusus ini dapat pula kita temui sebagai salah satu bentuk
pidana dalam Undang-undang No.7/Drt/ lembaran negara 1955 No 27 tambahan lembaran
negara 801 sebagaimana diubah dan ditambah tentang pengusutan, penuntutan dan
peradilan tindak pidana ekonomi baik yang bersifat pidana maupun tindakan yang bersifat

sementara yang dikenakan terhadap tersangka tindak pidana ekonomi dalam rangka
pengusutan dan penuntutan.
Tindak pidana di bidang ekonomi sebagai tindak pidana di bidang ekonomi yang sempit
bersumber pada Undang-undang No 7 darurat tahun 1955 ini merupakan kumpulan berbagai
aturan perundangan-undangan di bidang ekonomi yang berlaku dan yang memuat ketentuan
pidana. Hal ini menunjukkan kekhususan daripada Undang-undang No 7 darurat tahun 1955
yang memerlukan juga perhatian khusus berhubungan ketentuan-ketentuan dalam Undangundang tersebut yang sering kali mengalami perubahan-perubahan secara cepat menngakui
perubahan keadaan sosial ekonomi.
Disamping hal tersebut, pada tahun yang sama keluar pula undang-undang yang menentukan
tentang pemberatan ancaman pidana untuk tindak pidana ekonomi, ialah Undang-undang No
21/Prp/ 1959.
PERMASALAHAN
Undang-undang No.7/drt/1955 dengan tujuan untuk unifikasi/kesatuan perundang-undangan
pidana dalam bidang ekonomi serta efektifitas pemberatasan ekonomi tindak ekonomi. Dari
pertimbangan perundangan-undangan yang merupakan tujuan dibentuknya Undang-undang
pidana pemberantasaan tindak pidana ekonomi (selanjutnya disebut UUTPE), maka dalam
hal ini seharusnya suatu peraturan di dalamnya berisi ketentuan-ketentuan yang mendukung
tercapainya tujuan tersebut.
Sebagai undang-undang pidana yang ada diluar kodifikasi, maka UUTPE ini di dalamnya
banyak ketentuan-ketentuan yang merupakan penyimpangan dari bagian umum dari KUHP.
Hal ini dimungkinkan karena adanya aturan penutup buku 1 pasal 103 KUHP. Sebagai suatu
peraturan hukum yang mencoba mempengaruhi bidang ekonomi, dimana di dalamnya
menganut suatu sistem nilai yang berbeda dengan bidang ilmu hukum, maka kita temui di
dalam UUTPE tersbut pelbagai pasal dalam aturan umum yang terdapat dalam KUHP.
Penyimpangan-penyimpangan dari azas-azas dan prinsip-prinsip yang dianut oleh KUHP.
Telah diketemukan dalam UU No7 darurat 1955. hal ini menunjukkan ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang tersebut mengalami perubahan-perubahan secara cepat mengikuti
perubahan keadaan sosial ekonomi. Karena ekonomi merupakan cabang ilmu yang tunduk
kepada norma-norma yang ada padanya, maka dalam penjatuhan pidana pun hal ini harus
menjadi pertimbangan demi efektifitas pemidanaan itu sendiri dan efektifitas prevensi
umumnya
KEJAHATAN DAN PELANGGARAN DALAM TPE
Dalam UU No 7/Drt/1955, kualifikasi tindak pidana ekonomi menggunakan ukuran sebagai
berikut:
1. pertama-pertama diseahkan kepada UU yang bersangkutan, artinya bahwa suatu jenis
tindak pidana ekonomi merupakan kejahatan itu apakah tindak pidana (pelanggaran
maupun kejahatan) diserahkan sepenuhnya kepada UU yang bersangkutan
2. dalam hal dimana UU tidak menentukan, maka dalam hal ini yang dipakai ukuran
adalah unsur kesengajaan artinya: apabila dilakukan sengaja, maka merupakan

kejahatan sedangkan dilakukan tidak sengaja, maka tindak pidana tersbut merupakan
pelanggaran
dengan demikian, maka apa yang diatur dalam UUTPE berlainan dengan apa yang ditentukan
dalam KUHP. Dalam KUHP pembentuk UU tidak memberikan ukuran mengenai tindak
pidana itu merupakan kejahatan maupun pelanggaran. Pembeda antara kejahatan dengan
pelanggaran berkembang dalam pendapat para sarjana.
PEMBAHASAN
Sebagai suatu aturan hukum, maka hukum pidana di bidang perekonomian menggunakan
sistem sanksi kepidanaan dimana ada 2 sistem yaitu, sistem altenatif dan kumulatif. Hal ini
bisa dilihat dalam pasal-pasalnya yang memuat kata kata dan/atau yang berarti, Hakim diberi
kebebasan untuk menerapkan sistem penjatuhan pidana baik yang bersifat alternatif maupun
sistem penjatuhan pidana yang bersifat kumulatif.
Dengan diundangkan UU No 5/PNPS/1959, maka ancaman pidana terhadap tindak pidana
ekonomi berubah menjadi hukuman penjara sekurang-kurangnya satu tahun dan setinggitingginya dua puluh tahun atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati, bagi
orang yang melakukan tindak pidan ekonomi yang mengetahui atau patut menduga, bahwa
tindak pidana itu akan menghalangi-menghalangi program pemerintah, yaitu
memperlengkapi sandang, pangan rakyat dalam waktu sesingkat-singkatnya,
menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara, melanjutkan perjuangan menentang
imperialisme ekonomi dan politik
Jadi sesudah tahun 1959, dengan dikeluarkanya UU No 5/PNPS/1959, maka yang dipakai
hanya sistem penjatuhan pidana, ialah sistem kumulatif, artinya hakim harus menjatuhkan
pidana pokok lebih dari 1 (satu) macam. Misalnya pidana penjara dan pidana denda. Dengan
demikian, maka sejak tahun 1959, dengan keluarnya peraturan tersebut di atas, maka hakim
dalam putusannya harus menjatuhkan pidana kumulatif, dimana tidak dimungkinkan lagi
penjatuhan pidana penjara saja atau pidana denda saja
Disamping hal tersebut pada tahun yang sama keluar pula UU yang menentukan tentang
pemberatan ancaman pidana untuk tindak pidana ekonomi ialah UU No.21/Prp/1959, dimana
dalam pasal 1 menetapkan:
1. pelanggaran terhadap TPE seperti yang dimaksud dalam UU No 2/Drt/1959
sebagiman diubah dan ditambah dengan UU darurat No 8 tahun 1958 dihukum
dengan hukuman penjara atau kurungan selama-lamanya seperti ditetapkan dalam UU
darurat itu dan hukuman denda setinggi-tingginya 30 kali jumlah yang diteapkan
dalam UU darurat tersbut
2. jikalau tindak pidana yang dilakukan dapat menimbulkan kekacuan di bidang
perekonomian dalam masyrakat, maka pelanggaran di hukum dengan hukuman mati
atau hukaman penjara seumur hidup atau hukuman penjara selama-lamnya 20 tahun
dam hukuman denda yang besarnya 30 kali jumlah yang ditetapkan dalam UU darurat
tersebut dalam ayat (1)
jadi, ada 3 hal yang dapat disimpulkan sejak keluarnya dua peraturan tersebut, ialah:

1. sejak saat itu, Tindak Pidana Ekonomi tidak lagi mengenal Tindak Pidana Ekonomi
dalam bentuk pelanggaran, yang ada hanyalah kejahatan
2. ada pemberatan ancaman pidana
3. sejak keluarnya Undang-undang tersebut, maka sistem penjatuhan pidana yang
dipakai adalah penjatuhan pidana kumulatif, artinya hakim harus menjatuhkan pidana
pokok lebih dari 1 macam. Misalnya pidana penjara dan pidan denda. Dengan
demikian, dengan keluarnya peraturan tersebut diatas, maka hakim dalam putusannya
harus menjatuhkan pidana kumulatif, diman tidak dimungkinkan lagi penjatuhan
pindana penjara saja atau pidana denda saja.
4. berlakunya asas minimum umum dalam penjatuhan pidana untuk TPE.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang penegasan dari pasal 16 ayat (6)
Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955 (Lembaran-Negara tahun 1955 No. 27) tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
Istilah seorang yang tidak dikenal sebagai yang termaksud dalam pasal 16 ayat (6) dari
Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955 (Lembaran-Negara tahun 1955 No. 27) tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi ditegaskan dengan menambah
pasal 16 tersebut dengan ayat-ayat (7), (8) dan (9) sebagai berikut : (7) Yang diartikan dengan
seorang yang tidak dikenal termaksud pula :
1. setiap orang yang diketahui namanya dan tempat kediamannya diluar negeri yang
telah dipanggil dengan perantaraan Perwakilan Republik Indonesia yang bersangkutan
atau dengan surat panggilan yang ditempelkan pada tempat pengumuman di
Pengadilan Negeri atau yang ditempatkan dalam satu surat kabar atau lebih dan tidak
datang menghadap kepada instansi yang memanggilnya;
2. setiap orang yang diketahui namanya, akan tetapi tidak diketahui tempat
kediamannya, yang telah dipanggil dengan surat panggilan yang ditempatkan pada
tempat pengumuman di Pengadilan Negeri atau yang ditempatkan dalam satu surat
kabar atau lebih dan tidak datang menghadap kepada instansi yang memanggilnya.
Pemberitahuan putusan Pengadilan kepada orang-orang tersebut dalam huruf a dan
huruf b dilakukan dengan penempelan surat pemberitahuan itu pada tempat
pengumuman di Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dengan penempatan
dalam satu surat kabar atau lebih yang akan ditunjuk oleh Hakim. (8) Ayat-ayat (3),
(4) dan (5) dari pasal 16 berlaku terhadap perkara-perkara tersebut dalam ayat-ayat (6)
dan (7) dari pasal itu. (9) Orang-orang tersebut dalam ayat-ayat (6) dan (7) tidak boleh
diwakili oleh siapapun juga.
Sanksi-sanksi yang dimuat dalam UU NO. 7/Drt/1955 diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis
hukuman yakni:
A. Hukuman pokok
Hukuman pokok tersebut dimuat pada pasal 6 UU no 7/Drt/ 1955 yang menurut penjelasan
resmi dijelaskan antara lain sebagai berikut: hukuman pokok sama dengan hukuman pokok
yang disebut dalam KUHP (ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum pokok itu adalah lebih
berat.
Hukuman pokok ini telah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:

berdasarkan pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribu diubah menjadi satu
juta
berdasarkan UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30
kali (30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi : hukuman mati
atau 20 tahun penjara
Dalam hal ini penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: menurut UU
darurat nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara hukuman badan
atau denda atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut peraturan pemerintah
pengganti UU ini hakim harus menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut
B. Hukuman tambahan
Hukum tambahan dimuat dalam pasal 7 UU 7/DRT/1955, antara lain sebagai berikut:
1. hak-hak yang dimuat pada pasal 35 KUHP, antara lain: menjabat segala jabatan
tertentu, masuk TNI, memilih dan boleh memilih, menjadi penasehat atau wali,
kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampunanatas anaknya sendiri, melakukan
pekerjaaan tertentu
2. penutupan perusahaan si terhukum, penjelasan resmi pada pasal 7 UU no 7/Drt/1955
yang berbunyi: .adalah suatu hukuman yang tepat bagi mereka yang
berpendapat bahwa melakukan suatu tindak pidana ekonomi adalah
normal..pada hemat mereka resiko perusahaan biasa,
penerapan tentang penutupan tentang perusahaan, agar diperhatikan penjelasan pasal 7
tersebut
1. perampasaan barang-barang tak tetap tak berwujud dan yang tidak berwujud
mengenai perampasan barang-barang, dikelaskan secara rinci pada penjelasn resmi pasal 7
UU No 7/Drt/1955, antara lain sebagai berikut: ..perampasan dapat dilakukan pada
segala kejahatan ekonomi.. lagipula perampasan itu tidak dibatasi sampai benda
yakni barang bergerak yang berwujud, akan tetapi dapat dilakukan juga terhadap barang yang
tak brgerak dan yang tak bergerak.
1. Hukuman tata tertib
sanski untuk meniadakan laba dimuat dipasal 7 ayat (1) sub e yang rumusannya antara lain
sebagai berikut: pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tetentu atau penghapusan
seluruh atau sebagian keuangan tertentu,.
jika diteliti pasal-pasal tersebut maka pada dasarnya tindakan tata tertib adalah sebagai
berikut:
Penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu
mewajibkan membayar sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan menurut lokasi
mewajibkan mengerjakan sesuatu atau mengadakan sesuatu

Jenis pidana tindakan tata tertib ini pada dasarnya tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri,
bersifat accesoir yang berarti tergantung ada tidaknya pidana pokok. Hal ini dikecualikan
dalam hal apabila pesakitan dianggap tidak mampu bertanggungjawab secara hukum pidana.
Dalam hal yang demikian. Akan dimungkinkan tindakan tata tertib dijatuhkan tersendiri tanpa
pidana.
KESIMPULAN
1. tindakan yang diatur dalam UUTPE merupakan suatu refleksi sifat-sifat refleksi dalam
penanganan masalah-masalah perilaku di bidang ekonomis yang bersifat a sosial
2. eksitensi UUTPE sangat tergantung pada kebijakan Nasional di bidang Ekonomi
3. hukum pidana tetap merupakan sarana terakhirdalam bidang perekonomian. Apabila sarana
lain masih mampu mengatasinya, maka dipakai sarana lainnya, maka dipakai saran lainnya
tersebut
hukum pidana di bidang ekonomi merupakan sarana penting bagi usaha pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan yang tidak ada hentinya dalam mencapai tujuan nasional, yaitu
masyrakat adil makmur. Tanpa sarana peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang memuat
ketentuan-ketentuan pidana dalam beberapa hal pemerintah dangan alat perlengkapaan akan
mengalamikesulitan dalam usaha pengamanan atas pelaksanaan pembangunan nasional,
khususnya pembangunan ekonomi
hukum pidana di bidang ekonomi yang bersumber pada sekumpulan peraturan-peraturan
yang banyak jumlahnya, tetapi cerai-berai tidak tersusun, tidak sistematis dan karenanya
tidak memberikan gambaran yang jelas. Lebih lebih peraturan peraturan pidana di bidang
ekonomi sulit untuk dimasukkan dalam satu buku undang-undang (kodifikasi) karena bersifat
situasionil, diperlakukan pada suatu keadaan tertentu dan pada suatu waktu dan kadangkadang berlangsung singkat sekali, hingga peraturan pidana di bidang ekonomi sangat peka
terhadap perubahan, penggatian ataupun penghapusan.
Peraturan-peraturan aang menjadi tindak pidana ekonomi di samping masih banyak
peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang memuat ketentuan-ketentuan pidana yang belum
tergali, hingga anggapan, bahwa tindak pidana di bidang ekonomi telah lenyap dengan
pengahapusan segala peraturan yang berhubungan dengan pengendalian harga adalah salah
belaka. Hanya bertujuan menutupi kekurangan dalam pengetahuan tentang peraturan yang
berjumlah banyak dan yang menjadi sumber hukum pidana dibidang ekonomi.
Inventaris atas segala peraturan-peraturan tersebut memang perlu diselenggarakan untuk
diketahui berapa jumlahnya dan bagaimana luasnya pemerintah turut campur di dalam usaha
rakya di bidang ekonomi. Hasil inventaris ini dapat dipergunakan dalam usaha penyusunan
suatu sistem yang memberikan gambaran yang mudah dan jelas bagi para peakainya atau
mempermudah di dalam mempelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Soeroso SH, Tjipto, Peranan pidana dalam perekonomian. Universitas diponegoro
Soerapto, hukum pidana ekonomi, widjaja djakarta hal 91

Soeroso SH, Tjipto, hukum pidana perekonomian. Universitas diponegoro fakultas hukum,
semarang, 1990.
Lubis, T. Mulya hukum dan ekonomi, beberapa pilihan masalah, pustaka sinar harapan 1987,
hal 18
http://www.transparansi.or.id
Hamzah, Andi SH, sistem pidana dan pemidanaan indonesia, suatu catatan, hal 60
Soeroso SH, Tjipto, tindakan khusus untuk kejahatan ekonomis dalam perundang-undangan
positif indonesia. Universitas diponegoro Fakultas Hukum, Semarang, 1991
http://www.legalitas.org
Arief SH, prof. Dr. barda Nawawi, masalah penegakkan hukum & kebijakan penanggulangan
kejahatan, citra aditya bakti, bandung, 2001.
Ditulis dalam hukum
fenomena kebudayaan indonesia (bag-1)
fenomena kebudayaan indonesia (bag-2 habis)

Tanggapan
1.
wah, makalah e =P
0
0
Rate This

Oleh: sastrakelabu on 24 Mei 2010


at 15:11
Balas

2.
napa ed? ni sebtulnya tugas daripada nganggur di laptop ya saya posting di blog
tapi masih perlu banyak perbaikan
0
0
Rate This

Oleh: tyokronisilicus on 24 Mei 2010


at 23:34
Balas

Beri tanggapan
Nama*
Email*
Situs web

Your response:

Kirim
Komentar

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.


Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.

Kategori

dunia islam
hukum

sosial budaya

Rambah
Cari

Tautan

http://facebook.com
WordPress.com

WordPress.org

Berlangganan

Masukan (RSS)
Komentar (RSS)

Blog pada WordPress.com. | Theme: Ocean Mist by Ed Merritt.

Anda mungkin juga menyukai