PENDAHULUAN
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka saya melakukan penelitian mengenai
hubungan pemberian brodifakum dosis bertingkat dengan perubahan gambaran patologi
anatomi gaster mencit karena pada penelitian sebelumnya belum ditemukan adanya efek yang
besar pada jaringan gaster dengan pemberian brodifakum.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan patologi anatomi gaster mencit terhadap pemberian brodifakum
dosis LD50 dan LD100
1.3.2 Tujuan Khusus
brodifakum LD50.
Membandingkan jaringan gaster normal dengan gaster yang terkontaminasi
brodifakum LD100.
Membandingan jaringan gaster yang terkontaminasi LD50 dengan jaringan gaster
yang terkontaminasi LD100.
Metode penelitian
Hasil
Pengumpulan Data
Persistance of Brodifacoum to
Invertebrates
Laboratory and Field Studies Eksperimental terhadap hewan Pada pemberian brodifakum
of Brodifacoum Residues in dengan pemberian dosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
permutasi
yang
ditawarkan
dengan
menggukanakn
substitusi
dan
Brodifakum
Bromadiolon
Coumafury
Difenacoum
Warfarin
2.2 Brodifakum
2.2.1 Fisik dan kimia brodifafkum
Antikoagulan sintesis ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1975 oleh karena
banyaknya muncul hama tikus yang resistan terhadap golongan warfarin. brodifakum ini
diperoleh dari kondensasi 4-hydroxycoumarin dengan 3-(4-bromodiphenyl 4-yl)
-1,2,3,4-tetrahydronaphtol.[11]
Brodifakum adalah antikoagulan 4-hydroxycloumarin dengan kerja yang serupa
dengan pendahulunya seperti dikumarol dan warfarin.Tetapi karena potensi kerja yang
tinggi dan durasi kerja yang panjang (waktu paruh 20 130 hari), brodifakum
dikategorikan sebagai antikoagulan generasi kedua atau superwarfarin.
Brodifakum biasanya berbentuk bubuk putih yang tidak berbau dan mencair pada
suhu 228 232 C. Brodifakum sangat rendah kelarutannya di air tetapi sangat larut
apabila dicampur dengan acetone, kloroform dan larutan klorin lainnya.brodifakum juga
akan membentuk garam amine apabila terlarut dalam air. Brodifakum juga merupakan zat
kimia yang stabil dan tidak gampang berubah ikatannya dalam suhu ruangan.[1]
10
2.2.5.3 Hepar
Pada penelitian yang sudah ada, walaupun hepar merupakan organ yang
berperan dalam metabolisme brodifakum, tidak ditemukan gejala klinis yang
11
12
0,27 mg/kgBB
Mencit
0,40 mg/kgBB
13
Kelinci
0,30 mg/kgBB
Marmut
0,28 mg/kgBB
Tupai
0,13 mg/kgBB
Kucing
0,25-25 mg/kgBB
Anjing
0,25-3,6 mg/kgBB
14
15
modifikasi
di
daerah
daerah
tertentu
untuk
sekresi
dan
16
17
Obat obat lain yang mempunyai pengaruh terhadap mukosa gaster yaitu
digitalis, yodium, antibiotic spectrum luas dan lain lain. Pathogenesis yang
dihasilkan berupa radang akibat iritasi mukosa. Kortikosteroid dosis tinggi dan
penggunaan berulang juga meningkatkan pembentukan ulkus [27,28]
2.3.3.2 Infeksi
Sejak penemuan kuman Helicobacter pylori oleh Marshall dan Warren
pada tahun 1983, kemudian terbukti bahwa infeksi Helicobacter pylori
merupakan masalah global, termasuk di Indonesia, sampai saat ini belum jelas
betul proses penularan serta patomekanisme infeksi kuman ini pada berbagai
keadaan patologis saluran cerna bagian atas (SCBA). Pada tukak peptic infeksi
Helicobacter pylori merupakan factor etiologi yang utama sedangkan untuk
kanker lambung termasuk karsinogen tipe 1 yang definitive
Infeksi Helicobacter pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai
variasi klinis yang luas, mulai dar kelompok asimtomatik sampai tikak peptic,
bahkan dihubungkan dengan keganasan di lambung seperti adenokarsinoma tipe
intestinal atau mucosal associated lymphoid tissue (MALT) Limfoma. [29]
18
2.3.3.3 Usia
Usia merupakan variabel yang paling berkaitan dengan prevalensi infeksi
Helicobacter pylori. Semakin tua seseorang maka semakin besar kemungkinan
terinfeksi Helicobacter pylori, karena pada orang tua terjadi penipisan lapisan
lambung dan produksi mucus yang berkurang seiring dengan bertambahnya
umur [30]
2.3.3.4 Diet
Sebuah studi kohort di Harvard School of Public Health menemukan
bahwa diet tinggi serat berhubungan dengan pengurangan resiko dalam
pengembangan ulkus peptikum. dalam waktu lebih dari 6 tahun, terjadi
penurunan resiko sebesar 45% ulkus peptikum pada orang dengan konsumsi
tinggi serat dibandingkan dengan orang yang tidak. Namun konsumsi tinggi
serat yang tidak mempunyai efek terhadap kecepatan penyembuhan ulkus.[31]
19
BAB III
KERANGKA TEORI
3.1Kerangka Teori
secara kontak kutan
secara oral
Brodifakum
Dosis brodifakum
Kondisi organ
pencernaan (hepar,
gastrointestinal)
Gangguan
metabolisme vit Kepoxide
Jangka waktu
pemberian Brodifakum
Berat badan
Intoksikasi
brodifakum
neurologi
Saluran kemih
Gastrointestinal
Gaster
Haematologi
Kulit
20
3.3 Hipotesis
Terdapat perbedaan gambaran patologi anatomi gaster tikus wistar terhadap pemberian
brodifakum dengan dosis LD50 dan LD100
21
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pada ilmu kedokteran bidang forensik dan bidang
patologi anatomi.
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang dan
laboratorium WASPADA. Penelitian sampel dilakukan mulai Juni 2015. Pada bulan Juni 2015
minggu kedua dilakukan analisis data dan penyusunan laporan hasil penelitian.
4.3. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan pendekatan post
test only control group design.
Test K
Gol A
Test A
Gol B
Test B
22
Keterangan
S
: Kelompok sampel
Gol A
Gol B
Test K
Test A
Test B
23
24
(t-1)(r-1)15
Keterangan:
t = banyak kelompok perlakuan
r = jumlah besar sampel
Menggunakan rumus diatas dapat ditemukan bahwa jumlah besar sampel per
kelompok
r9
Sehingga pada penelitian akan digunakan:
Jumlah tikus perkelompok: 9
Jumlah tikus 3 kelompok : 27
Jumlah tikus cadangan perkelompok ; 5
Variabel bebas
: Dosis brodifakum
Variabel tergantung : Gambaran patologi anatomi tikus wistar
Variabel pengganggu : Metabolisme tubuh tikus wistar
25
Jenis
Nama
variabel
Variabel
Bebas
Brodifakum
Definisi Operasional
Nilai
Skala
Rasio
BB
2. LD100= 1,08
mg/kg BB
melakukan force
feeding.Brodifakum
diberikan hanya pada hari
pertama penilitian dan tikus
dibiarkan selama 7 hari
sesuai dengan dosis yang
telah ditentukan. Makan dan
minum tikus diberikan
secara ad libitum. Perlakuan
dibagi menjadi 3 kelompok,
kelompok kontrol,
kelompok dengan LD50
sebesar 0,27mg/kg BB, dan
LD100 sebesar 1,08mg/kg
BB
Tergantung
Gambaran
Gambaran mikroskopis
mikroskopis
gaster tikus
1. Normal
(Gambar 4.1)
Ordinal
26
wistar
2. Deskuamasi epitel
(Gambar 4.2)
3. Erosi epitel
(Gambar 4.3)
4. Ulserasi epitel
(Gambar 4.4)
27
28
29
4.7.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Sonde
Scalpel
Pinset
Gunting
Tempat untuk menyimpan organ sampel
Label untuk tikus
Mikroskop
Kamera
30
31
Kel. LD50
Kel.
Kontrol
Kel.
LD100
Pemberian
brodifakum
Perawatan terkontrol
selama 7 hari
hidup
mati
terminasi
Pengambilan gaster
secara otopsi
Pemeriksaan Gambaran
Patologi Anatomi
Pengumpulan Hasil
Analisa Data
Hasil Data
32
akan di cek kembali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS for
windows 18.0 . Uji hipotesis yang dilakukan adalah Mann - Whitney.
DAFTAR PUSTAKA
33
Information.
[Diakses
pada
10
Jan
2015].
Diakses
melalui
http://www.inchem.org/documents/pims/chemical/pim077.htm
2. Littin, K.E, OConnor,C.E, Eason,C.T. Comparative Effects of Brodifacoum on Rats and
Possums. Vertebrate Pests. New Zealand Plant Protection 53:310-315 (2000). Nzpp
533100
3. Malcolm R. Hadler (1992) Forty Five Years of Anticoagulant Rodenticides Past,
Present, and Future Trends
4. Munaf, Sjamsuir. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Jakarta: Widya Medika
5. Kostova. I. Synthetic and natural coumarins as cytotoxic agents.
Curr. Med. Chem. 2005, 5, 29-46.
6. Hoult. J.R.S.; Paya, M. Pharmacological and biochemical actions
of simple coumarins: natural products with therapeutic potential.
Gen. Pharmacol. 1996, 27, 713-22.
7. Vassallo, J. D., et al. (2004). "Metabolic detoxification determines species differences in
coumarin-induced hepatotoxicity". Toxicological sciences : an official journal of the
Society of Toxicology 80 (2): 24957
8. Frequently Asked Question about coumarin in cinnamon and other foods .The German
Federal Institute for Risk Assessment. 30 October 2006.
9. Coumarin. Occupational Safety and Helath Administration
10. Bye, A. and H. K. King. 1970. The biosynthesis of 4-hydroxycoumarin and dicoumarol
byAspergillus fumigatus Fresenius. Biochemical Journal 117, 237-45.
11. Lipton RA & Klaas EM (1984) Human ingestion of superwarfarin rodenticide resulting
in a prolonged anticoagulant effect.
12. C. Dell Acqua,. J. Pronczuk,. 1990. Brodifacoum Poison Information Monograph .
London. (Updated 2014)
13. J.R Dowding, E.C murphy, and C.R Veitch.Brodifacoum Residues in Target and NonTarget Species Following an Aerial Poisoning Operation on Motuihe Island, Hauraki
Gulf, New Zealand ( New Zealand Journal of ecology, vol. 23, no. 2, 1999 ; 207-210)
34
rodenticide
poisonings:
fourteen
canine
cases.
Abstrak
dari
Diakses
melalui
http://www.abcbirds.org/abcprograms/policy/toxins/Profiles/brodifacoum.html
19. Amori, G. (1996). Mus musculus, IUCN Red List of Threatened Species.
20. Sherwood L. Human physiology. Ed 7. Canada: Nelson Education. 2010.
21. James G. Fox (2007) The Mouse in Biomedical Research: Normative Biology,
Husbandry, and Models 2nd edition
22. Samuelson (2007) Mouse Atonal Homolog 1 Directs Intestinal Progenitors to Secretory
Cell Rather than Absorptive Cell Fate
23. Peggy J. Danneman (2000) The Laboratory Mouse
24. Bloom & Fawcet, D.W. Buku Ajar Histologi. 12th ed. Jakarta : EGC, 2002;p. 536-50
25. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem . Jakarta : EGC ;1996; p. 541-2
26. Tanurahardja B. Perbandingan Derajat infeksi Helicobacter pylori dan Perubahan
Patologik
Mukosa
Lambung.
Universitas
Indonesia.
2000.
Available
from:
http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-76847.pdf
27. Robins S, Kumar R. Buku Ajar Patologi. 7thed. Jakarta : EGC ; 2007
28. Kasno, Prasetyo A. Patologi Rongga Mulut dan Traktus Gastrointestinal. Semarang :
Badan Penerbit Undip, 2003: p.66-70
29. Suyono Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd ed, Vol 2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001; p. 119-31
30. Mukheriee
S.
Chronic
Gastritis.
2009.
Diambil
dari:
http://www.emedicine.medscape.com
31. Rydning A, Weberg R, Lange O, Berstad A. Healing of benign gastric ulcer with lowdose antacids and fiber diet. Gastroenterology. 1986;91 : 56-61
35
32. Syarif, Amir, et all. Farmakologi dan Terapi ed. 5, Jakarta:departemen farmakologi dan
terapeutik fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2007
33. Barthel M, Hapfelmeier S, Quintanilla Martinez L, Kremer M, Rohde M, Hodgart M. et
al. Pretreatmen of mice with streptomycin provides a Salmonella enteric serovar
typhimurium colitis model allows analysis of both pathogen and host. c2003. Available
from http://iai.asm.org/egi/content/full/71/52839