Anda di halaman 1dari 36

TINJAUAN PUSTAKA 1

Immunologi Cervix

Minar Setyorini

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


OBSTETRI GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011

DAFTAR ISI
BAB 1. Pendahuluan...........................................................................................1
BAB 2. Fisiologi Serviks.....................................................................................3
2.1.
Embryologi.......................................................................................3
2.2.
Anatomi
..............................................................................8

2.3.

2.2.1. Vaskularisasi.......................................................................10
2.2.2. Inervasi...............................................................................11
2.2.3. Sistem Limfatik...................................................................12
Histologi.........................................................................................13
2.3.1. Epitel Skuamosa.................................................................16
2.3.2. Epitel Kolumnar..................................................................16
2.3.3. Skuamo Kolumnar Junction................................................17

BAB 3. Imunologi Serviks................................................................................19


3.1.
Respon imun alami (innate)...........................................................19
3.1.1. Sel Epitelial.........................................................................19
3.1.2. Makrofag............................................................................21
3.1.3. Sel Dendritik.......................................................................21
3.1.4. Sel Natural Killer.................................................................21
3.1.5. Neutrofil..............................................................................22
3.2.
Respon imun adaptif dan cell-mediated.........................................22
3.2.1. Imunoglobulin.....................................................................22
3.2.2. Limfosit T............................................................................24
3.3.
Peran Siklus Haid dalam Imunologi Serviks...................................24
BAB 4. Kesimpulan............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.

Skema perkembangan sistem urogenital serviks..............

Gambar 2.

Embriologi saluran genitalia wanita...................................

Gambar 3.

Serviks sebagai bagian uterus..........................................

Gambar 4.

Perbedaan ostium serviks Nullipara dan Multipara...........

Gambar 5.

Penampang posisi serviks dengan organ disekitarnya.....

Gambar 6.

Pembesaran penampang serviks......................................

Gambar 7.

Perjalanan vaskularisasi serviks.......................................

Gambar 8.

Perjalanan inervasi serviks................................................

Gambar 9.

Sistem limfatik serviks.......................................................

Gambar 10.

Gambar penampang histologis serviks.............................

Gambar 11.

Epitel skuamous serviks....................................................

Gambar 12.

Epitel kolumnar serviks.....................................................

Gambar 13.

Bentukan 'glandula' endoserviks.......................................

Gambar 14.

Skuamo kolumner junction................................................

Gambar 15.

Perubahan - perubahan pada skuamo kolumnar junction.

Gambar 16.

Peranan siklus haid terhadap kadar komponen imun.......

Gambar 17.

Pengaruh

siklus

haid

terhadap

bagian-bagian

reproduksi wanita..............................................................
4
6
9
9
10
10
11
12
13
15
16
17
17
18

saluran

4
18
25
26

5
DAFTAR TABEL
Tabel 1.

Perbandingan distribusi imunoglobulin pada saluran


genitalia wanita.............................................................................23

Tabel 2.

Distribusi IgA, IgG, SC, dan J Chain jaringan pada


saluran genitalia wanita................................................................23

BAB 1
Pendahuluan

Serviks adalah bagian khusus dari uterus yang terletak di bawah isthmus.
Pada sisi anterior, batas atas serviks, ostium interna letaknya kurang lebih
setinggi lipatan refleksi peritoneum antar uterus dan kandung kemih. Serviks
berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih
tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya
menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan ke
dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Rata-rata ukuran portio vaginalis
adalah panjang 3 cm dan lebar 2,5 cm. Ukuran dan bentuk serviks bervariasi
sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium eksternal masih
sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks. Bagian luar dari
serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium
eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis, yang
ukurannya + 7-8mm. (Haefner, 2011). Epitel serviks terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel
skuamosa dan epitel kolumnar; kedua epitel tersebut dibatasi oleh sambungan
skuamosa-kolumnar (SSK) yang letaknya tergantung pada umur, aktivitas
seksual dan paritas (Aziz, 2001)
Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita
di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara maju kanker
ini menduduki urutan ke-10 dan bila digabungkan dengan jumlah dari negara
berkembang, maka ia menduduki urutan ke 5 dari seluruh kejadian kanker (Aziz,
2001). Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher
rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina,
berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah
peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker leher rahim
biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker
leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke
rahim.

7
Selama lima puluh tahun terakhir telah ada minat yang sangat besar
dalam imunologi tumor. Meskipun kanker banyak muncul melalui penyimpangan
dalam genetika konstitusi sel-sel tubuh, belum jelas apakah mereka berbeda dari
sel-sel tubuh yang normal dalam hal sifat dan perangkat imunologinya. Ada
perbedaan-perbedaan

antara kejadian kanker, dan karena itu kita tidak bisa

menganggapnya sama. Umumnya kita tidak melihat kanker sebagai contoh dari
penyakit autoimun. Memang, perubahannya sering pada

penyederhanaan

antigenik, namun, tubuh host akan menyusun tantangan imunologi yang kuat
tumor mereka. Tapi ada lesi kanker yang timbul di mana perubahan yang lebih
signifikan dapat terwujud, seperti yang disebabkan oleh virus yang dapat
membuat kanker tumbuh dengan menginduksi secara substansial pertumbuhan
yang berbeda dengan jaringan normal (McDonnel, 2006).
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan tentang imunologi dasar yang terjadi di daerah serviks sehingga
dapat digunakan sebagai dasar penatalaksanaan kasus infeksi, onkologi, dan
reproduksi pada bidang obstetri dan ginekologi.

BAB 2
Fisiologi Serviks
2.1.

Embryologi
Gonad embrio secara intrinsik diprogram untuk menjadi ovarium. Jika gen

yang menghasilkan testis-faktor penentu (TDF) adalah hadir, gonad akan mulai
berkembang menjadi testis antara 6 dan 8 minggu. Jika gonad belum terkena
pengaruh TDF dalam 8-9 minggu, gonad tidak bisa lagi berespon menjadi testis.
Pada wanita, germcells ditemukan dalam folikel primordial ovarium, yang
berkembang pada di sisi epitel dari gonad yang telah menjadi ovarium pada
minggu ke tujuh perkembangan. Genitalia eksterna wanita mulai berkembang
pada minggu ke delapan (Barness, Spicer, 2004). Gambar 1.
Mesoderm berasal saluran Mullerian pada hari ke 54 pasca-konsepsi dan
membentuk kanal uterovaginal, dibatasi oleh epitel kolumnar Mullerian. Kanal
uterovaginal bergabung dengan sinus urogenital endoderm berjajar di Mullerian
tuberkulum, yang menjadi lubang vagina pada cincin himen. Epitel stratifies di
kanal uterovaginal caudal menjadi skuamosa; epitel berproliferasi menjadi
skuamosa pada vagina pada hari 77. Kelenjar endoserviks . dan fornices vagina
muncul antara 91 dan 105 (Perunovic, 2006).
Uterus dan tuba berasal dari saluran mullerian, yang pertama kali muncul
di dekat kutub atas tonjolan urogenital pada minggu kelima perkembangan
embrio. Tonjolan ini terdiri dari mesonephros, gonad, dan saluran yang terkait.
Indikasi pertama dari perkembangan duktus mullerian adalah penebalan dari
epitel selomik kira-kira pada tingkat segmen toraks keempat. Hal ini menjadi
ujung fimbriated dari tabung fallopi, yang mengalami invaginasi dan tumbuh ke
arah kaudal untuk membentuk tabung ramping di tepi lateral dari tonjolan
urogenital. Pada minggu keenam, ujung-ujung tumbuh dari dua saluran mullerian
mendekati satu sama lain di garis tengah. Satu minggu kemudian, mereka
mencapai sinus urogenital. Pada saat itu, dua saluran mullerian menyatu untuk
membentuk kanal tunggal pada tingkat

puncak

inguinalis.

Puncak ini

menimbulkan ke Gubernakulum, yang merupakan primordial dari ligamentum


rotundum.

Gambar 1. Skema perkembangan sistem urogenital wanita

Barness, Spicer, 2004


Demikianlah kemudian, ujung atas dari saluran mullerian menghasilkan
saluran telur, dan bagian-bagian menyatu menimbulkan rahim. Saluran vagina
tidak paten pada seluruh panjangnya sampai bulan keenam (Cunningham,
2010). Perkembangan organ reproduksi dari unsur-unsur mesodermal antara,
dimulai sejak kehamilan minggu ketiga dan kelima. Diferensiasi dari sistem urin
dimulai sebagai saluran mesonefrik muncul dan berhubungan dengan kloaka.
Antara minggu keempat dan kelima, dua kuncup ureter berkembang dari saluran

10
mesonefrik (Wolffii) dan mulai tumbuh ke arah sefalik menuju mesonephros.
Seiring perpanjangan tunas menginduksi deferensiasi metanephros, yang akan
menjadi ginjal. Sistem genitalis mulai berkembang ketika duktus mullerian
(paramesonefrik) terbentuk bentuk bilateral antara gonad yang berkembang dan
mesonephros. Duktus mullerian memanjang ke bawah dan lateral ke saluran
mesonefrik. Mereka akhirnya belok ke medial untuk bertemu dan menyatu di
garis tengah. Saluran mullerian yang sudah menyatu turun ke saluran sinus
urogenital untuk bergabung dengan tuberkulum mullerian di belakang kloaka.
Rahim dibentuk oleh penyatuan dari dua saluran mullerian pada sekitar minggu
10. Penyatuan dimulai di tengah dan kemudian meluas ke arah kaudal dan
sefalik. Bentuk rahim karakteristik kemudian terbentuk, dengan proliferasi seluler
di bagian atas dan pemutusan simultan sel pada kutub yang lebih rendah,
sehingga membentuk rongga rahim pertama. Rongga ini dibentuk pada ujung
lebih rendah, sedangkan seiris tebal dari jaringan terletak di atas itu, yang
merupakan septum. Sebagai septum diserap perlahan-lahan, ia menciptakan
rongga rahim, yang biasanya selesai pada minggu ke-20. Kegagalan fusi dari
dua saluran mullerian menyebabkan tanduk uterus yang terpisah, sedangkan
kegagalan kavitasi antara mereka menghasilkan beberapa derajat dari septum
uterus persisten. Yang jarang terjadi, ada duplikasi serviks dan vagina terkait
dengan rahim septate. Hal ini mendukung hipotesis alternatif Mller bahwa fusi
dan absorpsi dimulai pada isthmus dan berlanjut di kedua arah sefalik dan
caudal secara bersamaan. Kanalis uterovaginal adalah ujung distal dari saluran
mullerian yang menyatu. Vagina terbentuk antara sinus urogenital dan
tuberkulum mullerian oleh pemutusan cell cord antara dua struktur. Hal ini
diyakini bahwa pemutusan ini dimulai pada selaput dara dan bergerak ke atas
menuju serviks. Kegagalan dari proses ini dikaitkan dengan cell cord persisten.
Gambar 2 a,b,c,d.

11

Gambar 2. Embryologi saluran genital wanita

12

(Cunningham, 2010)

13
2.2.

Anatomi

Serviks adalah bagian khusus dari uterus yang terletak di bawah isthmus.
Pada sisi anterior, batas atas serviks, ostium interna letaknya kurang lebih
setinggi

lipatan

refleksi

peritoneum

antar

uterus

dan

kandung

kemih

(Cunningham, 1989).
Mulai dari superior, rahim terdiri dari fundus, corpus, isthmus dan serviks
di inferior. Serviks adalah struktur berbentuk silinder yang berotot, yang
disambung

dengan

jaringan

ikat

pada

bagian

yang

berada

di

atas

vagina. Gambar 5. Serviks ini dibatasi oleh epitel kolumnar, yang mengeluarkan
lendir basa menetralkan efek dari keasaman vagina. Serviks dan rahim tidak
selalu berada di bidang yang sama dan ketika badan rahim menekuk ke anterior
disebut anteflexi dan bila menekuk ke posterior disebut retroflexi. Sumbu dari
seluruh rahim dapat anteversi atau retroversi bila dihubungkan dengan sumbu
vagina (Edmonds, 2007).
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke
fundus uteri oleh isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher.
Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium
interna. Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian
yang menonjol ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis atau eksoservix,
permukaannya bulat cembung dengan lubang melingkar atau slitlike (os
eksternal) ke arah dalam kanal endoserviks. Rata-rata ukuran portio vaginalis
adalah panjang 3 cm dan lebar 2,5 cm Gambar 3. Ukuran dan bentuk serviks
bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium
eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks.
Gambar 4 a,b. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut
ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga endometrium disebut
sebagai kanalis endoservikalis. Kanal endoserviks ini panjangnya adalah sekitar
2 sampai 3 cm dan bagian proksimalnya membuka ke arah rongga endometrium
pada os internal (Berek, 2007). Leher rahim rahim tidak hamil berbentuk kerucut,
organ agak kenyal panjang sekitar 2-4 cm dan diameter 2,5 cm, dengan kanal,
pusat berbentuk gelendong. Sekitar setengah panjang leher rahim adalah
supravaginal dan dekat dengan kandung kemih anterior. Serviks ini didukung

14
oleh ligamen uterosakral dan transversal serviks ligamen (ligamen kardinal)
(Pernoll, 2001). Gambar 6.
Gambar 3. Serviks sebagai bagian uterus

(Hart, Norman, 2000)

Gambar 4. Perbedaan Ostium serviks; A. Nullipara, B. Multipara

`
(Cunnigham, 2010)

15
Gambar 5. Penampang posisi serviks dengan organ di sekitarnya

(Hart, Norman, 2000)


Gambar 6. Perbesaran penampang servix

(Hart, Norman, 2000)

2.2.1. Vaskularisasi
Pasokan darah dari sekviks berasal dari arteri iliaka internal, yang
membentuk arteri uterina. Arteri dan vena servikalis kanan dan kiri, cabang
utama dari arteri dan vena uterus,membawa sebagian besar darah ke dan dari
leher rahim (Pernoll, 2001).
Arteri uterus berasal dari arteri iliaka interna. Ini biasanya muncul sendiri
dari sumber ini tetapi dapat memiliki asal mula yang sama dengan baik arteri
pudenda internal atau arteri vagina. Arteri ini mendekati uterus dekat perbatasan
korpus dan serviks, namun posisi ini bisa sangat bervariasi, tergantung pada

16
individu dan pengaruh regangan ke atas atau ke bawah uterus. Vena
mendampingi setiap arteri uterina berasal dari korpus dan serviks. Saat tiba di
batas lateral uterus (setelah melewati ureter dan memberikan dari sebuah
cabang kecil untuk struktur ini), arteri rahim mengalir ke sisi arteri marjinal yang
berjalan di sepanjang sisi rahim. Melalui hubungan ini, ia akan mengirimkan
darah baik ke atas menuju korpus dan ke bawah untuk serviks, arteri marjinal
berjalan terus sepanjang aspek lateral serviks, kemudian juga menyilang
persimpangan cervicovaginal dan akhirnya terletak di sisi vagina (Rock, Jones,
2008). Darah yang kembali dari uterus masuk ke peredaran darah vena uterina
yang berjalan paralel dengan perjalanan arteri. Gambar 7.
Gambar 7. Perjalanan vaskularisasi serviks

(Vandegraaf, 2001)

2.2.2. Inervasi
Inervasi serviks adalah oleh nervus sakralis 2, 3 dan 4, yg merupakan
saraf parasimpatik yang berada di dalam panggul kiri dan kanan os sakrum yang
selanjutnya memasuki plexus frankenhauser. Gambar 8. Pleksus simpatetik
pelvis yang masuk rongga pangul sebagai pleksus hipogastrikus melalui
bifurkasio

aorta

dan

promontorium

terus

ke

bawah

menuju

pleksus

frankenhauser. Pleksus ini terdiri atas ganglion-ganglion berukuran besar dan


kecil yang terutama terletak pada dasar ligamentum sakrouterina. Kedua sistem
simpatis dan parasimpatis bekerja antagonistik. Saraf simpatetik menimbulkan
kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan parasimpatetik mencegah kontraksi dan

17
menimbulkan vasodilatasi. Saraf sensoris serviks melalui saraf sakralis 2,3, dan
4 (Pernol, 2001; Wiknjosastro, 2009).
Gambar 8. Perjalanan inervasi serviks

(Pernoll, 2001)

2.2.3. Sistem Limfatik


Getah bening yang berasal dari serviks akan mengalir ke daerah
obturatorial dan inguinal, selanjutnya kebanyakan mengarah ke daerah vasa
iliaka, ke nodus iliaka eksterna dan interna (Wiknjosastro,2009; Swenson, 2011).
Sebenarnya aliran limfe serviks ini sangat kompleks dan bervariasi, meliputi
nodul iliaka komunis, interna, dan eksterna, nodus obturator dan parametrial,
serta beberapa lainnya (Haefner, 2011). Gambar 9.

18

Gambar 9. Sistem limfatik serviks

(Alan, et al, 2007)


2.3.

Histologi
Sebagian besar jaringan serviks terdiri dari jaringan fibromuskular,

dan epitel terdiri dari epitel skuamosa dan kolumnar. Endoserviks dibatasi oleh
epitel kolumnar yang mengeluarkan lendir, epitel ini memiliki lipatan-lipatan
kompleks yang menyerupai kelenjar atau celah yang tampak pada irisan silang.
Ectocervix (exocervix) dilingkupi oleh epitel skuamosa berlapis nonkeratinisasi,
baik asli atau metaplastik, memiliki lapisan basal, zona tengah dan sel parabasal,
dengan tinggi N / C ratio yang menyerupai displasia. Terdapat sel induk dalam
lapisan suprabasal skuamokolumnar junction, di mana epitel skuamosa dan
kelenjar bertemu, biasanya di exocervix.
Portio vaginalis dilingkupi oleh epitel squamous non keratinisasi. Kanalis
sentralis dilingkupi oleh epitel kolumner yang mensekresi cairan mukus, yang
berlipat menjadi beberapa bentukan U-shape yang menyerupai lipatan telapak
tangan (plika palmatae). Batas atas kanalis servikalis ditandai dengan ostium
internum, dimana kanalis servikalis yang sempit mulai melebar ke arah liang
endometrial. Batas bawah kanalis, ostium eksternum, dilingkupi oleh epitel

19
transisi dari epitel squamosa di portio vaginalis ke epitel kolumner pada kanalis
endoservikal. Epitel transisi ini bisa berubah-ubah oleh pengaruh hormon selama
kehidupan seorang wanita (Rock, Jones, 2008). Sel induk ada pada lapisan
suprabasal squamokolumnar junction ini, biasanya terlibat dalam metaplasia
squamosa, displasia, dan karsinoma.
Sel endokrin dan melanosit kadang-kadang terlihat pada serviks, giant
cell multinuklear mungkin ditemukan pada keadaan yang menyertai edema. Sel
basal (sel cadangan) kuboid atau kolumnar rendah dengan sedikit sitoplasma
dan inti bulat / oval; mendapat sitoplasma eosinofilik saat matur, memiliki keratin
berat molekul rendah dan reseptor estrogen, tidak memiliki keratin berat molekul
tinggi dan involucrin. Sel suprabasal memiliki jumlah glikogen yang bervariasi
yang terdeteksi dengan tes Lugol / Schiller 's (aplikasi yodium) atau secara
mikroskopis oleh pewarnaan PAS, memiliki keratin berat molekul tinggi dan
involucrin. Kelenjar epitel memiliki reseptor estrogen (Perunovic, 2011).
Kanalis servikalis adalah berbentuk gelendong dan membentuk mukosa
plicae. Gambar 10. Daerah ini mengandung kelenjar tubular, tidak memiliki
jaringan submukosa. Membran mukosa langsung menutupi jaringan otot.
Struktur mukosa serviks uterus dan korpus uterus menunjukkan perbedaan yang
cukup besar. Tunika mukosa pada serviks uterus tebalnya 2-5 mm. Plika mukosa
(plicae palmatae) membuat permukaan berliku-liku. Sel-sel bersilia banyak
terdapat pada epitel kolumnar, mensekresi musin. Lamina propria mukosa
serviks lebih kaya akan jaringan fibrosa dan lebih kuat dari tunika propria
endometrium. Ini berbatasan langsung pada otot-otot tersebut.

20
Gambar 10. Gambar penampang histologis serviks

.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Vagina
Forniks posterior
Mulut luar vagina
Bibir anterior mulut vagina
Bibir postrior mulut vagina
Kanalis servikalis dengan plika palmatae
7. Otot polos serviks

B.
1. Plika palmata
2. Lamina propria

(Kuehnel, 2003)

21
2.3.1. Epitel Skuamosa
Epitel skuamosa dari portio serviks serupa dengan yang pada vagina,
namun lebih halus dan tidak banyak rete pegs. Susunannya berlapis lapis
dengan lokasi pembuluh darah penunjang di bawah membran basal (Haeffner,
2011). Gambar 11.
Gambar 11. Epitel skuamosa serviks

(Haefner, 2011)
2.3.2. Epitel Kolumnar
Epitel kolumner / glanduler serviks letaknya lebih ke arah sefalik
dari skuamo kolumner junction. Melingkupi sebagian ektoserviks dan
kanalis endoservikalis. Terdiri dari selapis sel yang mengeluarkan musin
Gambar

12. Epitel ini berliku-liku dan membentuk apa y ang disebut

22
glandula endoservikal. Bentukan kompleks galandula endoservikal
menyebabkannya terlihat papiler Gambar 13. (Haefner, 2011)
Gambar 12. Epitel kolumner serviks

(Haefner, 2011)

Gambar 13. Bentukan glandula endoservikal

(McKay Hart, 2000)

2.3.3. Skuamo Kolumnar Junction


Skuamo

kolumnar

junction

merupakan

perbatasan

epitel

skuamosa dan kolumner Gambar 14. Biasa ditandai oleh garis


metaplasia, dan lokasinya bervariasi karena pengaruh hormon dan usia.
Dalam perkembangannya, ada daerah yang disebut Zona Transformasi
yang terletak antara skuamokolumnar junction lama dan baru. Seiring
masa reproduksi, epitel skuamosa mengalami proses dinamis metaplasia,

23
yang merupakan proses normal dimana epitel kolumner digantikan oleh
skuamosa. Ini dipengaruhi oleh eversi epitel kolumner karena pengaruh
estrogen dan pengaruh pH asam vagina yang membuat epitel kolumner
yang rapuh diganti oleh epitel skuamosa yang lebih kuat. Inilah yang
dinamakan transformasi (Haefner, 2011). Gambar 15.
Gambar 14. Skuamo Kolumnar Junction

(Haefner, 2011)
Gambar 15. Perubahan-perubahan pada skuamo kolumnar junction

24

(Medscape, 2011)

25

BAB 3
IMUNOLOGI SERVIKS

Saluran reproduksi memiliki berbagai macam sistem pertahanan melawan


risiko infeksi, yang bekerja saling melengkapi dan sinergis. Walaupun saluran
genital dianggap sebagai komponen dari sistem imun mukosal, namun
menggambarkan perbedaan dengan jaringan mukosa atau kompartemen
sistemik lain.
Dalam hal reaksi imunologis, serviks dibagi menjadi 2 kompartemen;
ektoserviks yang memiliki flora komensal yang membantu dalam pertahanan
tubuh host, dan endoserviks yang steril. Karenanya epitel ektoserviks
memerlukan barier yang lebih kuat daripada epitel endoserviks yang lebih sedikit
terpapar mikroorganisme.
Sistem imun mukosal pada saluran genitalia wanita sangat dipengaruhi
oleh hormon yang meregulasi transport imunoglobulin, kadar sitokin, distribusi
populasi berbagai sel, dan presentasi antigen jaringan organ genitalia pada
sepanjang siklus reproduksi. Tidak seperti jaringan mukosa kebanyakan yang
selnya dominan menghasilkan IgA, endoserviks mengandung sejumlah besar sel
yang mensekresi IgG yang mekanisme sampainya

IgG tersebut ke cairan

servikal masih belum diketahui.


3.1.

Respon imun alami (innate)


Disini akan membahas peran berbagai sel berbeda yang terlibat dalam

sistem imun innate, bagaimana kerja sel epitelial, makrofag, sel dendritik, netrofil
dan sel natural killer dalam sistem imunologis saluran genitalia wanita,
khususnya serviks.
3.1.1. Sel Epitelial
Epitel endoserviks, yang terdiri dari sel epitel berkutub yang dihubungkan
oleh tight junction. Mukosa sel epitel diketahui sebagai bagian dari sistem imun
mukosal yang berfungsi sebagai penjaga yang mengenali antigen dan juga
bereaksi dengan memicu produksi molekul antimikroba yang mematikan atau

26
menginaktivasi

mikroba

patogen.

Estradiol

dan

progesteron

meregulasi

proliferasi, apoptosis, sekresi, dan efeknya terhadap mikroba patogen.


Sel epitelial menyusun barier fisik yang utuh antara lumen dan lapisan sel
dibawahnya. Tujuannya adalah untuk mencegah mikroba oportunistik dan
patogen masuk ke dalam tubuh. Setiap bagian saluran genital wanita memiliki
morfologi unik sel epitel. Serviks bagian bawah dilapisi sel epitel skuamosa
berlapis, dan serviks bagian bawah memiliki epitel kolumner. Keberadaan dan
pemeliharaan tight junction sangat penting. Permeabilitas paraseluler diregulasi
oleh perbatasan interseluler yang paling atas yang membentuk barier
semipermeabel yang berfungsi sebagai pagar yang memisahkan komponen
protein pada daerah apikal dan daerah basolateral membran plasma. Barier ini
terus diregulasi oleh kalsium, sitokin, leukosit, dan terutama hormon.
Untuk melawan mikroba patogen, sel epitel saluran genital memproduksi
faktor terlarut dari sistem imun innate yang berefek mikrobisidal.
Defensin, disebut juga antibiotik alami, adalah peptida kation kecil yang terbukti
efektifitasnya melawan bakteri, jamur, dan beberapa virus, serta berperan dalam
respon imun mukosal pada daerah epitel. Sel epitel pada permukaan mukosa,
tubuh memproduksi human defensin (HBD)-1 dan -2. HBD-1 merupakan
bagian penting dari sekresi epitel saluran genital dan terdapat pada lapisan epitel
serviks. Ekspresi defensin ini dipengaruhi sklus haid, dimana ekspresi HBD-1
paling tinggi didapatkan pada fase sekretorik. HD-5 juga didapatkan pada lavase
servikovaginal dengan konsentrasi paling tinggi pada fase sekretorik. Selain efek
bakterisidal, defensin juga berfungsi pada imunitas innate, contohnya defensin
berfungsi kemotaktik untuk sel dendritik imatur dan sel T melalui ikatan dengan
reseptor kemokin CCR6.
SLPI,

merupakan

inhibitor

elastase

neutrofil

yang

memiliki

perangkat

antibakterial dan antiinflamasi. Tidak hanya diproduksi oleh makrofag, namun


juga sel epitel serviks dan aktif melawan berbagai patogen, termasuk bakteri
gram positif dan negatif, juga HIV-1. Ekspresi SLPI bervariasi pada mukus
serviks selama tahapan berbeda pada siklus haid.
Protein surfaktan D, awalnya didapati pada sel alveolar tipe II, namun akhir-akhir
ini juga ditemukan pada barisan sel epitel dan sekresi kelenjar seviks
Cytokin dan kemokin, Sitokin adalah protein kecil yang dikeluarkan untuk
meregulasi imunitas, keradangan, dan hematopoeisis dan berperan pada sel

27
yang mensekresinya (autokrin), sel sekitarnya (parakrin), dan sel jauh (endokrin).
Kadar rendah beberapa sitokin seperti

IL-6, IL-8, dan MCP-1 ditemukan di

cairan servikovaginal yang mengalami infeksi mikrobial yang dapat ditoleransi


dan kadar yang tinggi menandakan infeksi yang berbahaya.
Regulasi sekresi Ig ke dalam lumen, Sel sekresi sebagai bagian eksternal
polymeric Ig receptor (pIGR) disintesa oleh sel epitel dan terakumulasi pada
ruang apikal, terutama endoserviks dan ektoserviks. Hormon sex wanita,
estradiol dan progesteron berperan dalam produksi lokal dan transport Ig dalam
sel epitel saluran reproduksi. Selama siklus estrous dan setelah minum estradiol,
akumulasi IgA, sel sekresi, dan IgG dalam lumen uterus distimulasi, namun
sekresi servikovaginal dihambat. Kadar Ig dalam mukus serviks dipengaruhi
fluktuasi hormon siklus haid.
Antigen presentasi, Respon imun yang efektif memerlukan antigen eksogen yang
sudah diinternalisasi, diproses dan dikembalikan ke permukaan sel antigen
presenting cell (APC) yang berhubungan dengan MHC kelas II agar bisa dikenali
oleh sel T CD4+. Bisa juga menstimulasi aktivasi MHC kelas I oleh sel T setelah
pengenalan oleh APC melalui jalur fagositik.
TLR, merupakan golongan baru dari reseptor membran yang bisa menstimulasi
produksi sitokin dan kemokin setelah pengenalan ligan. Kadar mRNA TLR2 lebih
tinggi pada tuba falopii dan jaringan serviks, diikuti oleh endometrium dan
ektoserviks. TLR4 diekspresikan utamanya oleh epitel sel endometrium, namun
tidak ada pada epitel servikovaginal.
3.1.2. Makrofag
Monosit dan makrofag jaringan merupakan sel penting dalam imunitas
innate. Bisa ditemukan pada semua jaringan dan mewakili 10% total jumlah
leukosit. Bisa didapati pada jaringan dengan ekspresi reseptor permukaan sel,
dan bisa melakukan aktifitas bermacam-macam, seperti fungsi fagosit terhadap
antigen asing, disolusi matriks dan remodeling jaringan, serta produksi sitokin,
kemokin, dan faktor pertumbuhan.
3.1.3. Sel Dendritik
Sel Langerhans banyak menumpuk pada lapisan epitel ektoserviks. Sel
imun ini mengenali invasi patogen dan atau kerusakan permukaan epitel.

28
3.1.4. Sel Natural Killer
Sel ini dapat ditemukan pada berbagai jaringan pada saluran reproduksi
wanita. CD3+, CD8+, CD16+, CD56 terdapat pada epitel ektoserviks, dan
jumlahnya bisa meningkat pada neoplasia intraepitel serviks. Sel NK bisa
membedakan mana sel sehat dan sel abnormal dengan proses pengenalan
mengagumkan atas reseptor permukaan sel yang bisa mengendalikan aktivasi,
proliferasi, dan fungsi efktornya.
3.1.5. Neutrofil
Neutrofil merupakan 40-70% bagian dari sel darah putih dalam sirkulasi
dan selalu menjadi pertahanan utama melawan patogen. Umurnya relatif pendek
sebelum disingkirkan oleh makrofag dari retikuloendotelial sistem (RES). Saat
mikroorganisme menginfeksi host, neutrofil segera bermigrasi ke lokasi infeksi
dalam waktu 1-4 jam. Daripada leukosit lain, neutrofil hadir dalam jumlah banyak
sebesar 83% dari keseluruhan leukosit pada sekresi serviks. Inseminasi dan
infeksi sama-sama meningkatkan jumlah neutrofil pada serviks secara signifikan.
Jaringan serviks paling tinggi mengekspresikan RNA Gro- (CXCL3), ENA-78
(CXCL5), GCP-2 (CXCL6) dan IL-8 (CXCL8), ektoserviks paling tinggi kedua
ekspresi ENA-78 dan NAP-2. Serviks memiliki jumlah neutrofil terbanyak bila
ekspresi

kemokin

CXC

proporsional

untuk

menarik

neutrofil.

Jumlah

mikroorganisme yang lebih banyak pada serviks daripada bagian lain yang lebih
tinggi dari organ reproduksi, menghasilkan kebutuhan yang lebih banyak akan
perlindungan imunitas innate oleh neutrofil.
3.2.

Respon imun adaptif dan cell-mediated

3.2.1. Imunoglobulin
Kehadiran sel yang mengandung-antibodi dan menghasilkan-antibodi
lebih banyak pada endoserviks daripada ektoserviks. Sel plasma yang
mensekresi IgG dan IgA banyak didapatkan pada lamina propria endoserviks.
Jumlah sel yang memproduksi Ig (IgA, IgG, dan IgM) berbeda-beda pada saluran
genitalia wanita, dimana endoserviks dan ektoserviks memiliki akumulasi
tertinggi, dan terutama menghasilkan subtipe IgA yang seimbang proporsinya
antara IgA1 dan IgA2. Tabel 1. Pada sel serviks, paling tidak sel yang
memprodusi IgG 4x lebih banyak daripada sel yang memproduksi IgA. Jumlah

29
nyata sudah terukur dan endoserviks didapati memiliki jumlah paling banyak,
diikuti oleh ektoserviks, tuba falopii, dan vagina.
Sel epitel endoserviks dan ektoserviks mengekspresikan pIgR, dengan
semua komponen transport aktif transepitelial lengkap. Sekresi S-IgA terutama
berada di serviks dan lebih sedikit pada tuba fallopii dan uterus. Data
menunjukkan bahwa endoserviks merupakan titik utama imunitas mukosa dari
saluran genitalia. Tabel 2. Siklus hormonal juga mempengaruhi sistem imun ini.
Kadar IgA, IgG, IgM, pada mukus serviks tergantung pada tahap siklus haid dan
mencapai puncaknya sebelum ovulasi. Hormon steroid sex berperan penting
dalam regulasi sistem imun, baik yang sistemik maupun sekretorik. Estrogen,
progesteron,

dan

androgen

secara

langsung

maupun

tidak

memodifikasi sejumlah fungsi imunologis.

Tabel 1. Perbandingan distribusi Imunoglobulin


pada saluran genitalia wanita

Tabel 2. Distribusi IgA, IgG, SC, dan J Chain jaringan


pada saluran genitalia wanita

langsung

30

3.2.2. Limfosit T
Sel B ditemui dalam jumlah kecil namun dapat diukur, sedangkan sel T
dapat mencapai 50% dari seluruh leukosit, dengan sel T CD8+ mendominasi
diatas sel T CD4+. Pada wanita yang tidak mengalami keradangan, sel T dan
APC lebih banyak ditemukan pada zona transformasi serviks dan jaringan di
sekitarnya. Limfosit intraepitel terutama sel Y CD8+, banyak berada pada zona
transformasi

dan

endoserviks,

dan

proporsi

sel

pada

ektoserviks

mengekspresikan antigen-1 internal sel T, sebagai marker potensi sitotoksik.


3.3.

Peran Siklus Haid dalam Imunologi Serviks


Imunologi saluran genitalia wanita merupakan suatu sistem yang unik

dimana ia juga dipengaruhi oleh regulasi siklus estrogen dan progesteron. Siklus
hormon ini merubah morfologi dan fungsi imunologi pada daerah-daerah yang
berbeda pada saluran genitalia wanita.
Skema diatas menunjukkan hubungan antara siklus seorang wanita dan
kadar berbagai komponen imunologi pada saluran reproduksi wanita. Secara
umum, sekresi imunoglobulin pada rahim paling tinggi dan sekresi paling rendah
pada vagina. Untuk komponen sekresi (SC) sebagai molekul transport IgA,
didapati pada saluran reproduksi yang tidak meradang. Untuk jumlah limfosit
sitotoksik (CTL), punck produksinya adalah sewaktu ovulasi. CTL akan hilang
dari uterus saat nidasi dan mulai terjadi kehamilan. Agregat limfoid (LA) yang
merupakan struktur tolerogenik menempel pada kelenjar endometrial yang

31
sedang tumbuh, kadarnya meningkat seiring tibanya ovum (atau zigot), dan bila
tidak terjadi kehamilan, LA akan menurun jumlahnya seiring dimulainya siklus
berikutnya, namun jumlahnya akan dipertahankan naik bila terjadi kehamilan.
Kadar MHC kelas II yang diekspresikan oleh sel epitel vagina dan serviks akan
meningkat bila terpapar oleh ntigen dan dilanjutkan proses pengenalan terhadalp
antigen tersebut, puncak kadarnya terjadi saat epitel vagina lebih tipis dan ada
akses terhadap aliran dari kelenjar limfe iliaka. Untuk kadar neutrofil, kadarnya
rendah pada saluran reproduksi yang normal.

Gambar 16. Peranan siklus haid terhadap kadar komponen imun

32
Gambar 17. Pengaruh siklus haid terhadap bagian-bagian saluran
reproduksi wanita

33

Dari skema diatas, bisa dilihat bahwa epitel serviks dan uterus aktif
mensekresi IgG dan IgA selama perkembangan siklus di-oestrus pro-oestrus.
Sekresi ini mencapai lumen vagina pada saat sekresi immunoglobulin oleh epitel
vagina rendah. Sepanjang waktu ini, IgG dan IgA plasma sel serta granulosit
jumlahnya meningkat. Dan saat perkembangan estrus diestrus sekresi Ig paling
rendah adalah pada serviks dan uterus, dan mencapai puncak kadar pada
vagina.

BAB 4
KESIMPULAN
Saluran genitalia bawah wanita dibedakan menjadi beberapa regio,
antara lain:

Introitus, yang dilingkupi oleh epitel skuamosa berlapis keratinisasi,

serupa dengan kulit


Mukosa vagina, yang dilingkupi epitel skuamosa berlapis aglandular non

keratinisasi
Ektoserviks, yang dilingkupi mukosa berlapis yang secara histologis

serupa dengan yang melapisi vagina


Endoserviks, yang dilingkupi epitel kolumner selapis dengan sejumlah
kelenjar

Permukaan mukosa saluran genitalia wanita ini, terutama serviks, tersusun


untuk dapat melawan patogen-patogen yang menyerangnya. Zona transformasi
menunjukkan peralihan yang jelas dari ektoserviks dan endoserviks. Kerentanan
daerah ini terhadap organisme yang infeksius berbeda. Zona transformasi
merupakan target utama dari infeksi HPV, sedangkan daerah lain seperti vagina
sering terinfeksi Candida albicans dan Trichomonas vaginalis, dan daerah serviks
sering diserang Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonnorrhoea.

34
Saluran reproduksi wanita memiliki berbagai macam sistem pertahanan
melawan risiko infeksi, yang saling melengkapi dan sinergis. Perlindungan ini
antara lain:

Perlindungan non imun


Terdiri faktor pasif, seperti pH, cairan mukus, barier epitel; dan faktor aktif,
seperti reaksi inflamasi dan sekresi faktor humoral yang larut

Perlindungan seluler dan humoral pre-imun


Merupakan proteksi sebelum stimulasi antigenik, bila perlindungan awal
ini gagal, barulah merangsang mekanisme perlindungan selanjutnya,
yaitu:

Perlindungan antigen-spesifik dan acquired-imun


Muncul dan berhubungan dengan respons humoral dengan S-IgA / IgM
dan produk lokal IgG
Walaupun saluran genital saluran genitalia wanita merupakan komponen

sistem imun mukosal, namun ada keistimewaan lain yang membedakan dengan
jaringan mukosa atau organ yang lain yang lain. Perbedaan itu antara lain:
adanya flora endogen, IgG yang predominan, pengaruh perubahan hormonal,
yang kesemuanya itu memodifikasi imunitas mukosa saluran gentalia wanita.

35

DAFTAR PUSTAKA

Azis, MF. 2001. Masalah pada Kanker Serviks. Cermin Dunia Kedokteran: 0125913x
Barness, EG., Spicer, D. 2004 Embryo and Fetal Pathology Ch. XIX: 530_545
Berek,

JS.

2007.

Berek&Novaks

Gynaecology

14th

Ed.

Lippincott

Williams&Wilkins
Buysscher, E. 2001. Immune Regulation of Female Reproductive Tract. North
Carolina State University. USA. h 15-25
Cunningham, FG, et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd Ed. McGraw Hill
Edmonds, DK. 2007. Dewhursts Texbook of Obstetrics and Gynaecology 7th Ed.
Blackwell Publishing
Haeffner, HK. 2011. Anatomy of the Uterine Cervix. American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology
Kuchnel, W. 2003. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy
4th Ed. Thieme Stuttgart
McDonnel, P. 2006. Cancer Immunology and the Prospect of Vaccines. Oncology
News, Vol 1 Issue 2
McKay Hart, D., Norman, J. 2000. Gynaecology Illustrated 5th Ed. Churchill
Livingstone
Pernoll, ML. 2001. Benson&Pernolls Handbook of Obstetrics and Gynaecology
10th Ed. McGraw Hill Medical Publish Division
Perunovic, B. 2006. Cervix. Pathology Outlines.com, Inc
Rachimhadi, T., Wiknjosastro, GH. 2009. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Rock, JA., Jones HW. 2008. Te Lindes Operative Gynaecology, 10th Ed.
Lippincott Williams&Wilkins
Van de Graaf. 2001. Human Anatomy 6th Ed. Ch 21: Female Reproductive
System. The McGraw Hill Co.

36

Anda mungkin juga menyukai