Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENADAHULUAN
Asam biasanya diproduksi sebagai produk sampingan dalam sejumlah aktivitas metabolik
termasuk pemecahan lemak. Dalam tubuh, keseimbangan normal antara asam dan basa dikelola
oleh bikarbonat. Bikarbonat menetralisir asam dan dengan demikian mencegah akumulasi
berlebihan dalam tubuh. Faktor-faktor yang berkontribusi atas kelebihan produksi asam atau
mengganggu produksi normal bikarbonat bisa menyebabkan asidosis metabolik (metabolic
acidosis).
Asidosis adalah peningkatan sistemik konsentrasi ion hidrogen. Konsentrasi ion hidrogen
dapat meningkat karena kegagalan paru mengeluarkan karbon dioksida, atau apabila terjadi
produksi asam-asam yang mudah dan tidak mudah menguap secara berlebihan. Asidosis juga
dapat timbul apabila terjadi pengeluaran basa bikarbonat karena diare persisten atau ginjal gagal
menyerap kembali bikarbonat atau mensekresi ion hidrogen.
Pada asidosis metabolik, kelebihan H+ melebihi HCO3- yang terjadi di dalam cairan tubulus
secara primer disebabkan oleh penurunan filtrasi HCO3-. Penurunan ini dikarenakan penurunan
konsentrasi HCO3- cairan ektrasel. Penurunan kadar HCO3 ini dapat dikarenakan hilang melalui
ekresi ginjal maupun karena diare.
Selain karena penurunan kadar HCO3-, asidosis metabolik dapat juga disebabkan oleh
penambahan asam di CES, sebagai contoh asidosis laktat, ketogenesis, asam dari TGI.
Penambahan asam ini akan meningkatkan kadar H + secara langsung. Inti dari penyebab asidosis
metabolik yaitu terjadi penurunan rasio HCO3-/H+. baik terjadi kekurang HCO3-maupun
peningkatan H+.

BAB 2
DATA PELAKSANAAN TUTORIAL

I.

JUDUL BLOK
UROGENITAL DAN HOMEOSTASIS

II.

JUDUL SKENARIO
ASIDOSIS METABOLIK

III.

NAMA TUTOR
dr. SRIWAHYUNI NASUTION

IV.

DATA PELAKSANAAN TUTORIAL


1. SGD I
TANGGAL
: 17 MARET 2014
WAKTU
: 13.30 15.30 WIB
TEMPAT
: RUANG SGD
2. SGD 2
TANGGAL
: 20 MARET 2014
WAKTU
: 13.30 52.30 WIB
TEMPAT
: RUANG SGD
3. PLENO
TANGGAL
: 24 MARET 2014
WAKTU
: 11.00 12.00 WIB
TEMPAT
: RUANG KULIAH

BAB 3
SKENARIO 3
Seorang anak Fifi umur 5 tahun masuk ke RS dengan keluhan sesak nafas sejak pagi tadi.
Sebelumnya sejak 3 hari yang lali Fifi diare lebih dari 6 kali sehari, air lebih banyak dari ampas,
dan disertai muntah 2-3 kali sehari. Telah berobat ke puskesmas, tapi belum ada perubahan. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai sens: somnolen, T: 390 C, RR : 48 x / menit (kussmaul).
Apa yang terjadi pada Fifi dan apa yang harus dilakukan?

BAB 4
PEMBAHASAN SKENARIO

1. Klarifikasi Istilah
a. Somnolen
b. Kussmaul

: Tingkat kesadaran yang menurun (seperti mengantuk).


: Pernafasan yang dalam dan cepat

2. Penetapan Masalah
a. Keluhan utama : sesak nafas sejak pagi tadi, tiga hari yang lalu diare lebih dari 6 kali
sehari, air lebih banyak dari ampas dan disertai muntah 2-3 kali sehari.
b. Pemeriksaan fisik dijumpai Sens : somnolen, T : 390C, RR : 48 x / menit (kussmaul)
3. Analisis Masalah
a. (1) Gangguan keseimbangan asam basa dalam tubuh (asidosis metabolik)
(2) Kompensasi tubuh untuk menetralkan kondisi ph tubuh yang asam.
(3) Gangguan saluran pencernaan
b. (1) Somnolen : Fifi mengalami dehidrasi
(2) Suhu : febris
(3) RR : kompensasi tubuh untuk menetralkan pH tubuh
4. Kesimpulan Sementara
Fifi 5 tahun diduga menderita asidosis metabolik
5. Tujuan Pembelajaran
1. Peran ginjal dalam keseimbangan asam basa
2. Definisi asidosis metabolik
3. Etiologi asidosis metabolik
4. Klasifikasi asidosi metabolik
5. Epidemiologi asidois metabolik
6. Patofisiologi asidosis metabolik
7. Diagnosis banding asidosis metabolik
8. Diagnosis asidosis metabolik
9. Penatalaksanaan asidosis metabolik
10. Pencegahan asidosis metabolik
11. Komplikasi asidosis metabolik
12. Prognosis asidosis metabolik

BAB 5
TINAJAUAN TEORI
5.1 Peran Ginjal Dalam Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam-basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion hidrogen yang
diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel. Ion hidrogen
adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Peoses intrasel pada orang
normal menghasilkan 15.000 mmol ion hidrogen selama 24 jam.
Asam didefenisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H + ke zat lain (donor proton).
Satu contoh adalah asam karbonat (H2CO3) yang berionisasi membentuk ion hidrogen (H +) dan
ion bikarbonat (HCO3-). Basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima ion hidrogen.
Sebagai contoh, ion bikarbonat adalah satu basa karena dapat bergabung dengan satu ion
hidrogen untuk membentuk H2CO3. Demikian juga HPO4, adalah satu basa karena dapat
menerima satu ion hidrogen untuk membentuk H2PO4. Protein-protein dalam tubuh juga
berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan
akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen.
pH adalah suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion hidrogen yang sangat kecil. Nilai
pH normal darah arteri adalah 7,4, sedangkan pH darah vena dan cairan interstisial sekitar 7,35
akibat jumlah ekstra karbon dioksida (CO 2) yang dibebaskan jaringan unutk membentuk H 2CO3
dalam cairan-cairan ini.Karena pH normal darah arteri adalah 7,4, seseorang diperkirakan
mengalami asidosis saat pH turun di bawah nilai ini dan mengalami alkalosis saat pH meningkat
di atas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah
sekitar 6,8 dan batas atas adalah 8,0.
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh untuk
mencegah asidosis atau alkalosis yaitu:
1.

Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh yang dengan segera bergabung
dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan
yang bekerja dalam hitungan detik.

2.

Pusat pernapasan yang mengatur pembuangan asam karbonat melalui pengeluaran CO 2 yang
bekerja dalam hitungan menit.

3.

Ginjal yang dapat mengekskresikan urin asam atau urin alkali, sehingga menyesuaikan
kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju normal selama asidosis dan
alkalosis yang bereaksi lebih lambat.
Pengaturan keseimbangan konsentrasi ion hidrogen ini dilakukan ginjal melalui tiga

mekanisme dasar, yaitu :


1. Sekresi ion-ion hidrogen
Sekresi ion hidrogen berlangsung di sel-sel epitel tubulus proksimal, segmen tebalasenden
ansa henle, dan tubulus distal ke dalam cairan tubulus.Proses sekresi dimulai ketika CO 2
berdifusi ke dalam sel tubulus atau dibentuk melalui metabolisme sel di dalam epitel tubulus.
CO2 akan berikatan dengan H2O membentuk H2CO3 melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim
karbonik anhidrase. H2CO3 segera berdisosiasi membentuk H+ dan ion bikarbonat (HCO3-).
HCO3- mengikuti gradien konsentrasi melalui membran basolateral akan pergi ke cairan
intertisial ginjal dan ke aliran darah kapiler peritubular. Bersama dengan itu H + akan disekresikan
ke lumen tubular, tergantung daerah lumen, proses ini berlangsung melalui transport aktif primer
pompa H-ATPase, transport aktif primer pompa H, K-ATPase, di tubulus distal dan kolligens,
serta transport-imbangan Na/H di tubulus proksimal.
Sekresi ion hidrogen melalui transport-imbangan Na/H terjadi ketika natrium bergerak dari
lumen tubulus ke bagian dalam sel, natrium mula-mula bergabung dengan protein pembawa di
batas luminal membran sel; pada waktu yang bersamaan , ion hidrogen di bagian dalam sel
bergabung dengan protein pembawa.
Natrium bergerak ke dalam sel melalui gradien konsentrasi yang telah dicapai oleh pompa
natrium kalium ATP-ase di membran basolateral kemudian menyediakan energi untuk
menggerakkan ion hidrogen dalam arah yang berlawanan dari dalam sel ke lumen tubulus.Jadi
untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus, satu ion bikarbonat masuk
ke dalam darah.

2. Reabsorbsi ion-ion bikarbonat yang disaring


Ion bikarbonat yang disaring akan direabsorbsi oleh ginjal untuk mencegah kehilangan
kehilangan bikarbonat dalam urin.Sekitar 80-90 persen reabsorbsi bikarbonat (dan sekresi ion
hidrogen) berlangsung di dalam tubulus proksimal sehingga hanya sejumlah kecil ion bikarbonat
yang mengalir ke dalam tubulus distal dan duktus kolligens.Ion-ion bikarbonat tidak mudah
menembus membran luminal sel-sel tubulus ginjal, oleh karena itu, ion-ion bikarbonat yang
disaring oleh glomerulus tidak dapat diabsorbsi secara langsung.
Ion bikarbonat yang disaring pada glomerulus akan bereaksi dengan ion hidrogen yang
disekresikan oleh oleh sel-sel tubulus membentukH 2CO3oleh kerja enzim karbonik anhidrase,
yang kemudian berdisosiasi menjadiCO2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah
memlewati membran tubulus, oleh karena itu CO2 segera berdifusi masuk ke dalam sel tubulus ,
tempat CO2 bergabung kembali dengan H2O, di bawah pengaruh enzim karbonik anhidrase,
untuk menghasilkan molekul H2CO3yang baru. H2CO3ini kemudian berdisosiasi membentuk ion
bikarbonat dan ion hidrogen, ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui membran basolateral ke
dalam cairan interstisial dan dibawa naik ke darah kapiler peritubular.

3. Produksi ion-ion bikarbonat yang baru

Gambar 1 : Mekanisme seluler untuk sekresi ion hydrogen, reabsorbsi ion bikarboant
melalui penggabungan dengan ion hydrogen untuk membentuk
8

asam karbonat dan reabsorbsi natrium sebagai pertukaran untuk


ion hisrogen yang disekresikan

Bila ion-ion hidrogen disekresikan ke dalam kelebihan bikarbonat yang difiltrasi ke dalam
cairan tubulus, hanya sebagian kecil dari kelebihan ion hidrogen ini yang dapat diekskresikan
dalam bentuk ion hidrogen dalam urin. Alasan untuk ini adalah bahwa pH minimal urin adalah
sekitar 4,5. Bila terdapat kelebihan ion hidrogen dalam urin, ion hidrogen akan bergabung
dengan penyangga selain bikarbonat dan ini akan menghasilkan pembentukan ion bikarbonat
baru yang dapat masuk ke dalam darah, dengan demikian membantu mengganti ion bikarbonat
yang hilang dari cairan ekstraseluler pada keadaan asidosis. Penyangga paling penting untuk
mekanisme ini adalah penyangga phospat dan amonia.

5.1.1 Ekskresi Kelebihan Ion Hidrogendan Pembentukan Bikarbonat Baru Oleh Sistem
Penyangga Phospat
System penyangga phospat terdiri dari HPO4 - dan H2PO4. Keduanya menjadi pekat
didalam cairan tubulus akibat reabsorbsinya relative buruk dan akibat reabsorbsi air dari cairan
tubulus. Oleh karena itu walaupun phospat sebenarnya bukan penyangga yang penting, phospat
jauh lebih efektif sebagai penyangga dalam cairan tubulus.
Proses sekresi ion hydrogen kedalam tubulus sama seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Dimana selama terdapat kelebihan ion bikarbonat dalam cairan tubulus, kebanyakan
ion hydrogen yang disekresikan akan bergabung dengan ion bikarbonat. Akan tetapi, sekali
semua bikarbonat telah diabsorbsi dan tidak ada lagi yang tersisa utnuk berikatan dengan ion
hydrogen, setiap kelebihan ion hydrogen dapat bergabung dengan HPO 4- dan penyangga tubulus
lainnya. Setelah ion hydrogen bergabung dengan HPO4- untuk membentuk H2PO4 ion hydrogen
dapat diekskresikan sebagai H2PO4 dan dapat diekskresikan sebagai garam natrium dalam bentuk
NaH2PO4 ,dengan membawa serta kelebihan ion hydrogen.
Pada keadaan ini ion bikarbonat yang dihasilkan dan memasuki darah peritubular lebih
menghasilkan peningkatan bikarbonat darah, daripada hanya penggantian bikarbonat yang
disaring. Jadi, kapanpun ion hydrogen yang disekresikan kedalam lumen tubulus bergabung
9

dengan penyangga selain bikarbonat (dalam hal ini phospat), hasil akhirnya adalah penambahan
ion bikarbonat baru dalam darah.

Gambar 2 :ekskresi kelebihan ion hydrogen dalam bentuk H2PO4 dan pembentukan ion
bikarbonat baru oleh penyangga phospat
5.1.2

Pembentukan Bikarbonat Baru oleh Sistem Penyangga Amonia


Sistem penyangga khusus kedua dalam cairan tubulus bahkan lebih penting secara

kuantitatif daripada system penyangga phospat terdiri atas ammonia (NH 3) dan ion amonium
(NH4+). Ion ammonium disintesa dari glutamine, yang secara aktif ditransport kedalam sel epitel
tubulus proksiamal, cabang tebal assenden sansa henle, dan tubulus distal. Didalam setiap
molekul glutamine akan dimetabolisme untuk membentuk dua ion NH 4+ dan dua ion HCO3.
NH4+ kemudian disekresikan kedalam lumen tubulus melalui mekanisme transport imbangan
sebagai pertukaran dengan ion natrium, yang direabsorbsi. HCO 3- bergerak melawan membrane
basolateral bersamaan dengan ion natrium yang direabsorbsi kedalam cairan interstisial dan
diambil oleh cairan peritubular. Jadi untuk tiap molekul glutamine yang dimetabolisme didalam
tubulus proksimal, dua ion NH4+ disekresikan dalam urin dan dua ion HCO 3 dihasil akan sebagai
ion bikarbonat baru.
10

Gambar 3 :produksi dan sekresi ion NH4+ oleh sel tubulus proksimal serta produksi dan
sekresi HCO3 kedalam darah.

5.2 Definisi Asidosis Metabolik


Asidosis adalah peningkatan sistemik konsentrasi ion hidrogen. Konsentrasi ion hidrogen
dapat meningkat karena kegagalan paru mengeluarkan karbon dioksida, atau apabila terjadi
produksi asam-asam yang mudah dan tidak mudah menguap secara berlebihan. Asidosis juga
dapat timbul apabila terjadi pengeluaran basa bikarbonat karena diare persisten atau ginjal gagal
menyerap kembali bikarbonat atau mensekresi ion hidrogen.
Asidosis metabolik (juga dikenal sebagai asidosis non respiratorik) mencakup semua jenis
asidosis selain yang disebabkan oleh kelainan CO2 di cairan tubuh. Asidosis metabolik ditandai
dengan turunnya kadar ion HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsiil CO2 di dalam arteri.
Kadar ion HCO3 normal adalah sebesar 24 mEq/L dan kadar normal PCO2 adalah 40mmHg
dengan kadar ion H sebesar 40 nanomol/L. Asidosis metabolik adalah penurunan pH arteri akibat
masalah nonrespirasi. Asidosis metabolik ditandai dengan penimbunan asam tidak mudah
menguap.

11

5.3 Etiologi Asidosis Metabolik


5.3.1 Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh
Asam yang tidak mudah menguap antara lain adalah asam laktat yang terbentuk selama
hipoksia yang lama, keton yang dihasilkan sebagai suatu produk sampingan metabolisme lemak
pada pasien diabetes, dan asam-asam yang berasal dari overdosis obat misalnya salisilat.
Peningkatan pembentukan asam dapat menimbulkan asidosis metabolik. Metabolisme
protein yang berlebihan selama kelaparan atau malnutrisi protein juga dapat menyebabkan
peningkatan produksi asam yang tidak mudah menguap.

5.3.2

Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh


Hal ini dapat terjadi apabila fungsi ginjal menurun karena ginjal gagal menyerap ulang

bikarbonat. Hilangnya bikarbonat, suatu basa, menyebabkan asidosis. Kadar bikarbonat juga
turun pada diare kronis karena bikarbonat terkonsentrasi dalam sekresi usus. Selama pencernaan,
getah pencernaan kaya HCO3 biasanya disekresikan ke dalam saluran cerna dan kemudian
diserap kembali ke dalam plasma ketika pencernaan selesai. Selama diare, HCO 3 ini hilang dari
tubuh dan tidak direabsorbsi. Metabolik asidosis jenis ini disebut juga asidosis hiperkloremik.

5.3.3

Adanya retensi ion H di dalam tubuh


Penurunan hidrogen oleh ginjal terjadi pada gagal ginjal atau apabila terjadi gangguan

pada aliran darah ginjal. Akibat keadaan itu ginjal yang dalam keadaan normal akan menyerap
ulang semua bikarbonat yang difiltrasi dan secara aktif mensekresikan ion hidrogen ke dalam
urine, tidak dapat melakukan hal tersebut, sehingga terjadi penimbunan ion hidrogen,
penimbunan zat sisa ini akan mengasamkan darah.

12

5.4 Klasifikasi Asidosis Metabolik


5.4.1 Lakta acidosis
Asam laktat adalah hasil akhir dari pemecahan anaerobic glukosa di dalam jaringan.
Laktat akan dikeluarkan dari sel dan diangku ke hati, dimana laktat akan teroksidasi kembali
menjadi glukosa. Dalam keadaan ini terjadi penurunan oksigenasi jaringan, tubuh akan
mengkompensasi hal tersebut dengan cara menjalankan siklus anaerobic untuk pemecahan
glukosa untuk menjadi energy yang akan menghasilkan asam lakta.kurang adekuatnya transport
oksigen ke selular menyebabkan ekstraksi lebih banyak oksigen dari dalah kapiler. Karena sangat
krang dalam pasokan oksigen, peningkatan kompensasi dalam ekstraksi oksigen tidak cukup
untuk mempertahankan metaboolisme aerobic. Oleh karena itu, sel harus menggunakan siklus
aerobic untk menghasilkan ATP yang menghasilkan energy dan juga asam lakta.

5.4.2

Diabetik ketoasidosis
Diabetic ketoacidosis ( DKA ) adalah gangguan metabolism yang kompleks yang

ditandai dengan hiperglikemia, ketoasidosis, dan ketonuria. DKA biasanya terjadi sebagai akibat
dari defisiensi insulin yang dsertai dengan peningkatan hormon kontra-regulasi (yaitu, glucagon,
kortisol, hormone pertumbuhan, epinephrine ). Ketidak seimbangan hormone meningkatkan
glukonegenesis hepatic, glikogenolisis, dan lipolisis. Gejala awal yang paling umum dari DKA
adalah peningkaan berbahaya dalam polidipsia dan poliuria. Ketoasidosis terjadi ketika tubuh
memproduksi sejumlah besar badan keton melalui metabolism asam lemak ( ketosis ) dan tubuh
memproduksi insulin yang tidak cukup untuk memperlambat produksi keton. Badan keton yang
berlebihan dapat secara signifikan member sifat asam pada darah. Konsentrasi klukosa dalam
darah menjadi lebih asam lagi. Pada individu sehat biasanya tidak terjadi karena pancreas
memproduksi insulin sebagai respons terhadap meninggktanya konsentrasi keton / glukosa
darah.

5.4.3

Hiperchloremic asidosis
13

Kehilangan cadangan bikarbonat akibat diare atau kegagalan fungsi ginjal untuk
mereabsorsi bikarbonat sehingga bikarbonat terbuang melalui tubulus ginjal mnyebabkan
keadaan asidosis metabolic yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi klorida plasma dan
konsentrasi bikarbonat plasma yang menurun. Ginjal mempertahankan keseimbangan asam-basa
dengan reklamasi bikarbonat dan ekskresi asam. Hilangnya fungsi glomerulus ( berhubungan
dengan penuruna laju filtasi glomerulus ) menghasilkan retensi pada banyak produk akhir
metabolism, termasuk anion dari berbagai asam organic dan anorganik dan urea.
Kompensasi paru dengan cara hiperpentilasi yang menyebabkan penurunan tekaan parsial co 2
dapat bersifat lengkap, sebagian atau berlebihan.
Berdasarkan kompensasi ini, asidosis metabolic dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Asidosis metabolic sederhana ( simple atau compensated metabolic acidocis ) ,
penurunan kadar ion HCO3 sebesar 1 mEq / L diikuti penurunan PCO 2 sebesar 1,2
mmHg
b. Gabungan acidosis metabolic dengan asidosis respiratorik dapat juga disebut
uncompensated metabolic acidosis : penurunan dari 1,2 mmHg ( PCO 2 dapat sedikit lebih
rendah atau sama atu lebih tinggi dar normal )
c. Gabungan acidosis metaboli dngan respiratorik

atau dapat disebut sebagai partly

compensated acidosis. Penurunan kadar ion HCO 3 sebesar 1 mEq / L diikuti penurunan
PCO2 sebesar > 1,2 mmHg ( pH dapat sedikit lebih rndah atau sama atau lebih tinggi dari
normal )

5.5 Epidemiologi Asidosis Metabolik


14

Di Indonesia asidosis metabolik masih sering menimbulkan keresahan bagi masyarakat


terutama bila terjadi kejadian luar biasa. Pada saat ini diperkirakan 200-400 kejadian asidosis
metabolik diantara 1000 penduduk setiap tahun. Sebagian besar dari penderita (60-80 %) adalah
anak usia dibawah 5 tahun, dengan demikian terdapat sekitar 40 juta kejadian asidosis metabolik
pada usia ini setiap tahunnya. Sebagian besar darinya (1-2 %) akan jatuh kedalam dehidrasi.
Sebanyak 50-60 % penderita ini akan meninggal bila tidak mendapatkan pertolongan.
Sampai dengan sekarang angka kematian asidosis metabolik pada semua golongan umur 54 /
100.000 penduduk dan balita sebesar 2,5 / 1000 anak balita setiap tahunnya.
Dari Medan dilaporkan 6,6-72,7 % bayi / anak yang dirawat dengan mengalami asidosis
metabolik. Rentang angka yang besar ini kemungkinan karena perbedaan dasar diagnosis (klinis
atau laboratorium) dan angka kematian dengan asidosis metabolik berkisar 10-20 %

5.6 Patofisiologi Asidosis Metabolik


Pada keadaan normal, pH darah dipertahankan dalam rentang yang sempit (7,35-7,45)
agar sel tubuh dapat bekerja dengan baik. Ini dimungkinkan dengan adanya sistem buffer yang
dibantu mekanisme kompensasi dan koreksi fisiologis oleh paru-paru dan ginjal. Bila Ph darah
meningkat dari normal disebut alkalemia dan sebaliknya pH darah menurun disebut asidemia.
Sedangkan istilah osis (asidosis atau alkalosis) merupakan proses yang menyebabkan
perubahan kadar asam atau basa dalam darah (asidemia atau alkalemia). Demikian juga, istilah osis tidak selalu berarti ada perubahan pH darah. Misalnya, pada asidosis metabolic tidak selalu
ada asidemia. Karena penumpukan asam dapat dinetralisir oleh sistem buffer yang dibantu
mekanisme kompensasi dan koreksi oleh paruparu dan ginjal. Dalam praktik sehari-hari kedua
istilah ini, -osis dan emia selalu disamakan. Terlihat pH dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat
(HCO3-) dan asam karbonat darah (H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah dipengaruhi
oleh tekanan CO2 darah (pCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH
darah di bawah normal yang disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis
metabolik.
Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan cepat dan
dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun (hipokarbia). Di samping
15

itu ginjal akan membentuk bikarbonat baru (asidifikasi urine) sehingga pH urine akan asam.
Penurunan kadar bikarbonat darah bisa disebabkan hilangnya bikarbonat dari dalam tubuh
(keluar

melalui

saluran

asamorganik,baikendogen

cerna

atau

ginjal)

ataupun

disebabkan

maupuneksogenyangmenetralisirbikarbonat.

penumpukanasam-

Berdasarkan

hukum

elektroneutral, -jumlah kation harus sama dengan jumlah anion dalam satu larutan-, pada asidosis
metabolik di mana terjadi penurunan kadar bikarbonat plasma akibat penumpukan asam organik
dalam plasma (anion yang tidak terukur meninggi), dijumpai kadar klorida darah normal.

Keadaan ini disebut asidosis metabolik dengan anion gap (kesenjangan anion) meninggi
atau asidosis metabolik normokloremia. Sebaliknya bila asidosis metabolik terjadi karena
penurunan kadar bikarbonat plasma akibat hilangnya bikarbonat dari tubuh, akan dijumpai
peninggian kadar klorida darah. Ini disebut dengan asidosis metabolik dengan anion gap
(kesenjangan anion) normal ataupun asidosis metabolic hiperkloremia. Anion gap (kesenjangan
anion) dihitung dengan cara mengurangi kadar natrium darah dengan jumlah bikarbonat dan
klorida darah atau anion gap = Na+ - (HCO3 + Cl). Normalnya antara 816 mEq/L.12 Karena
itu pemeriksaan kadar klorida darah, di samping kadar bikarbonat dan natrium darah diperlukan
untuk membedakan kedua jenis asidosis metabolik tersebut di atas. Pada penderita diare, asidosis
metabolik dengan anion gap normal dijumpai bila penurunan kadar bikarbonat darah murni
akibat hilangnya bikarbonat melalui tinja.

Pada bayi/anak diare yang mengalami anoreksia, terjadi peninggian kadar asam organik
pada darah karena pemecahan lemak dan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhan kalori.
Keadaan ini diperberat lagi dengan memuasakan anak. Hal ini menyebabkan asidosis metabolik
dengan anion gap meninggi. Pada penderita diare dan dehidrasi berat, terjadi penurunan sirkulasi
ke ginjal dan jaringan yang menyebabkan gangguan pembuangan asam-asam organik oleh ginjal
dan penumpukan asam laktat akibat hipoksia jaringan. Adanya kelaparan, penurunan sirkulasi ke
ginjal dan hipoksia jaringan menyebabkan penumpukan asam organik di darah. Ketiga hal ini
menyebabkan timbulnya asidosis metabolik dengan anion gap meninggi pada penderita diare.
Tidak boleh dilupakan, bayi/anak dengan diare sering disertai demam. Sehingga oleh orang
16

tuanya atau petugas kesehatan diberi obat demam yang mengandung asam salisilat.
Kemungkinan adanya keracunan salisilat pada penderita diare dengan asidosis metabolik harus
dipikirkan bila:
1.
2.
3.
4.
5.

pH darah jauh lebih rendah dibandingkan dengan beratnya diare.


pCO2 darah jauh lebih rendah dibandingkan dengan penurunan bikarbonat
Darah. Ini terjadi karena salisilat merangsang sentra pernafasan.
Asidosis metabolik dengan anion gap meninggi.
Hasil analisis gas darah penderita asidosis metabolik menunjukkan penurunan pH, kadar
bikarbonat dan pCO2.
Namun harus ditentukan apakah asidosis metabolik tersebut murni atau campuran. Pada

asidosis metabolik murni, umumnya penurunan pCO2 darah sejajar dengan penurunan kadar
bikarbonat darah. Bila pengukuran pCO2 laboratorium (actual) dalam batas pCO2 yang dihitung
(calculated), penderita mengalami asidosis metabolik murni. Bila ada indikasi (pH darah <7,2)
pemberian bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dapat dipertimbangkan. Hasil pengukuran pCO2
laboratorium (actual) yang lebih tinggi dari batas-batas pCO2 yang dihitung (calculated),
penderita mengalami kombinasi antara asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik.
Kemungkinan ada gangguan fungsi paru-paru, dan pemberian bikarbonat dapat
menyebabkan penumpukan CO2 di darah (hiperkarbia) dan asidosis paradoksal. Hiperkarbia
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah serebral sehingga terjadi peninggian tekanan
intrakranial. Di samping itu hiperkarbia menyebabkan asidosis intraselular dan anoksia jaringan
(karena afinitas haemoglobin terhadap CO2 lebih tinggi dibandingkan dengan O2).
Asidosis paradoksal sendiri menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Demikian
sebaliknya, bila pCO2 laboratorium (actual) lebih rendah dari pCO2 yang dihitung (calculated),
-dengan perkataan lain ada perangsangan sentra pernafasan-, penderita mengalami kombinasi
asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik. Pemberian bikarbonat dalam keadaan ini akan
menyebabkan overshoot metabolic alkalosis. Alkalosis akan menyebabkan penurunan sirkulasi
ke serebral, anoksia jaringan karena afinitas haemoglobin terhadap O2 meningkat. Alkalosis juga
akan menyebabkan hipokalemia dan hipokalsemia. Sehingga bisa dijumpai paralisis otot-otot
pernafasan menyebabkan penderita tiba-tiba berhenti bernafas (apnu) dan kejang tetani.

17

Risiko overshoot metabolic alkalosis juga dijumpai pada diare dengan asidosis metabolik
dengan anion gap yang meninggi (adanya asidosis laktat).16 Dengan melakukan rehidrasi
sehingga perfusi jaringan membaik risiko ini diperkecil. Pemberian bikarbonat dilakukan secara
pelanpelan (per-drip) dalam masa 1 jam. Pemberian bikarbonat yang terlalu cepat
menyebabkan penurunan pH intraselular dan hipoksia jaringan karena overshoot metabolic
alkalosis. Karena bikarbonat yang diberikan umumnya cairan hipertonik (0,91 molar), yang
mana tonisitas cairan ini 56 kali tonisitas cairan ekstraselular maka bikarbonat harus diencerkan
56 kali untuk mencegah pengerutan sel (bisa terjadi perdarahan intrakranial). Pemberian
bikarbonat tidak boleh diberikan kalau sirkulasi ke ginjal belum membaik, dapat terjadi
kelebihan volume cairan intravaskular (hipervolemia).

Gambar 4 : Gejala yang timbul pada asidosis metabolik


5.7 Diagnosis Banding Asidosis Metabolik
Perhitungan senjang anion urin (urine Na + urine K + - urine Cl-) dapat membantu menentukan
apakah asidosis berkaitan dengan ginjal. Senjang negative berarti ekskresi NH4 + melalui ginajal
normal dan penyebab asidosisnya adalah non-renal. Senjang positif menunjukkan kebalikannya.

18

Catatan : hanya berlaku jka tidak menggunakan diuretik juga jika deplesi volume terjadi
sekunder terhadap kehilangan melalui saluran cerna, senjang anion urin bisa positif palsu:
Asidosis dengan senjang anion tinggi:
1.
2.
3.
4.
5.

Keracunan methanol
Uremia atau gagal ginjal
Asidosis laktat
Paraldehida
Ketoasidosis alkoholik atau ketoasidosis diabetik.

5.8 Diagnosis Asidosis Metabolik


5.8.1 Anamnesis
1. Tanyakan identitas (nama,umur, tempat tinggal, dll)
2. Keluhan utama :
a. Sesak nafas (kusmaul)
b. Diare
Telaah:
1. Frekuensi Diare
Frekuensi diare sangat penting untuk diketahui. Frekuensi diare harus
dipertanyakan setiap hari dari awal penyakit sampai pasien datang kedokter.
Misalnya hari pertama beberapa kali, hari kedua dan seterusnya. Perlu
diketahui apakah frekuensi diare tersebut yang misalnya 4-5 kali sehari
terbagi rata dalam sehari atau hanya pagi hari saja misalnya. Frekuensi diare
oleh infeksi bakteri biasanya dari hari kehari makin sering, berbeda dengan
diare akibat minum laksan misalnya, atau akibat salah makan (Daldiyono,
1997).
2. Lamanya Diare
Diare akut biasanya berlangsung cepat sedang kronik misalnya pada
colitis

ulserosa, sindrom ko lon iritabel, intoleransi laktase, malabsorbsi

biasanya berlangsung lama (Daldiyono, 1997).


3. Perjalanan Penyakit

19

Diare akut biasanya cepat sembuh sedangkan beberapa penyakit


misalnya

sindrom iritabel, hipertiroid, kolitis ulserasi mengalami perode

remisi dan eksaserbasi (Daldiyono, 1997)


4. Informasi Tentang Tinja
Informasi tentang tinja justru yang terpenting. Dengan mengetahui
secara tepat seluk beluk tinja yang dikeluarkan dapat memimpin fikiran untuk
menuju diagnosis. Idealnya dokter melihat dan membau tinja penderita, tapi
ini sering sukar, bahkan pasien sendiri banyak yang segan melihat tinjanya
sendiri. Sebelum menganalisis tinja yang patologis, baik diterangkan
karakteristik tinja normal.
Tinja ideal biasanya berwarna coklat hijau, kekuningan, panjang 1539 cm pada dan bulat lonjong dengan diameter 2-4 cm. tinja berikut keluar
sekaligus secara berurutan tanpa mengejam, dengan berat sekitar 75-200 gr.
Kandungan tinja adalah bakteri, sisa makanan, air 70 %, sel-sel yang lepas,
serat dan sisa makanan lainnya. Bau tinja normal spesifik, akibat sterkobilin,
indol dan skatol serta gas lain yang banyak sekal.

3. Keluhan tambahan :
a. Mual dan muntah
b. Somnolen
c. T : 39C
d. RR : 48x/menit
e. Penurunan berat badan
f. Nyeri punggung atau tulang
4. Riwayat penyakit terdahulu :
a. Ada riwayat diabetes melitus atau tidak
b. Ada riwayat gastroenteritis atau tidak
c. Ada riwayat ketoasidosis atau tidak
d. Riwayat obat-obatan
5. Tanyakan mengenai : obat apapun yang bisa menyebabkan gagal ginjal.
6. Riwayat penyakit keluarga :
a. Ada riwayat penyakit ginjal atau tidak
b. Adakah keluarga yang pernah menderita asidosis metabolic
c. Ada riwayat hipertensi pada keluarga atau tidak.
20

5.8.2

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : keadaan umum, berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah.
1. Inspeksi
a. Kesadaran : compos mentis, apatis, delirium, somnolen, stupor, koma.
b. Ubun ubun besar : cekung atau tidak.
c. Mata : cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata.
d. Bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau tidak dan sianosis atau tidak.
e. Perhatikan pernafasan, bila terdapat pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam itu
tanda khas asidosis metabolik atau yang disebut pernafasan kussmaul. Dapat juga pada
pasien dengan asidosis metabolik akut terjadi takipnue dan hiperpnue.
2. Palpasi
a. Turgor kulit : normal cepat kembali.
b. Raba kualitas nadi : lemah, kecil, tidak teraba.

3. Auskultasi
Dilakukan auskultasi jantung, pada academia yang parah (pH <7.10) dapat
memicu terjadinya aritmia ventrikel yang fatal bagi pasien, dan dapat mengurangi
kontraktilitas jantungan serta respon inotropik terhadap katekolamin yang menyebabkan
hipotensi dan gagal jantung kongestif. Dapat pula terjadi takikardia sampaib radikardia
pada kasus berat.
5.8.3

Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa Gas Darah
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam
basa), kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan ph sudah secara
luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari

21

penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan
dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.
Pada dasarnya ph atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H +
dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
a. Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
1. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
2. Sistem dapar fosfat
3. Sistem dapar protein
4. Sistem dapar hemoglobin
b. Mekanisme pernafasan

c. Mekanisme ginjal
Terdapat 3 mekanisme ginjal yaitu:
1. Reabsorpsi ion HCO32. Asidifikasi dari garam-garam dapar
3. Sekresi ammonia
Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
1. Pertama-tama perhatikan ph (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua
sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami
alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah
bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan ph kembali normal,
sehingga jika ditemukan ph yang normal meskipun ada perubahan dalam paco2 dan
HCO3 mungkin ada gangguan campuran).
2. Perhatikan variable pernafasan (paco2) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan
dengan ph untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik,
metabolik atau campuran (paco2 normal, meningkat atau menurun; HCO 3 normal,
meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, paco 2 dan HCO3 selalu

22

berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO 3 dan paco2 dalam arah yang
berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini
dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama
dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran)

Tabel 1 : Rentang nilai normal


Ph
PCO2
PO2
HCO3

: 7, 35-7, 45
: 35-45 mmhg
: 80-100 mmhg
: 22-26 meq/L

TCO2
: 23-27 mmol/L
BE
: 0 2 meq/L
Saturasi O2
: 95 % atau lebih

2. Anion GAP
Semua evaluasi kelainan asam-basa harus mengikuti perhitungan sederhana dari
anion GAP; anion GAP mewakili anion-anion plasma yang tidak terukur (normalnya 10
12 mmol/l) dandihitungdengan

rumus:

AG=N+-(Cl-+HC03-). Anion-anion yang

tidak terukur meliputi protein-protein anionic, fosfat, sulfat, dan anion organic. Bila
anionasam

seperti

asetoasetat

dan

laktat,

terakumulasi

ekstraseluler, anion gap meningkat menyebabkan asidosis dengan

anion

pada
gap

cairan
tinggi.

Peningkatan anion gap tersering karena meningkatnya anion-anion yang tidak terukur dan
jarang.
Karena menurunnya kation-kation yang tidak terukur (Ca, Mg, K). Sebagai
tambahan anion gap dapat meningkat dengan meningkatnya albumin anionic, baik karena
meningkatnya konsentrasi albumin atau alkalosis, akan merubah beban albumin.
Penurunan anion gap dapat terjadi karena:
23

1.
2.

Meningkatnya kation-kation yang tidak terukur


Adanya penambahan kation abnormal dalam darah, seperti litium (intoksikasi litium)

3.
4.
5.

atau imunoglobulin kationik (diskrasiasel plasma)


Pengurangan konsentrasi albumin anion plasma mayor (sindroma nefrotik)
Berkurangnya beban anion efektif pada albumin dengan adanya asidosis
Hiperviskositas dan hiperlipidemia yang berat yang dapat mengarah kepada kadar
natrium dan klorida di bawah perkiraan.
Pada

keadaan

albumin

serum

normal,

tingginya

anion gap

biasanya

terjadi karena asam asam yang tidak mengandung klorida yang mengandung anorganik
(fosfat,

sulfat),

organic

eksogen (salisilat, atau toksin yang

(asam

keto,

laktat,

anion organic uremik),

memproduksi asam organic), atau anion

anion yang tidak teridentifikasi.


Sesuai definisi, karenanya, asidosis dengan anion gap yang tinggi memiliki dua
gambaran: rendahnya kadar bikarbonat dan meningkatnya anion gap. Meningkatnya
anion gap pada kelainan asam-basa bahkan terjadi bersamaan untuk mengubah kadar
bikarbonat secara independen.
Asidosis metabolikdengan anion gap tinggi yang simultan baik dengan asidosis
respiratorik kronik atau alkalosis metabolik, menggambarkan

keadaan

dimana

kadar

bikarbonat dapat normal atau bahkan tinggi. Namun anion gap meningkat dan kadar
klorida menurun.
Nilai normal bikarbonat, PaCO2, dan pH, tidak menjamin bahwatidak ada
kelainan asam-basa. Sebagai contoh, penderita alkoholikyang muntah-muntah dapat
jatuh ke alkalosis metabolic dengan pH7,55, PaCO2 48 mmHg, kadar bikarbonat 40
mmol/l, kadar Na+ 135,kadar Cl - 80, dan kadar K + 2,8. Bila pasien tersebut kemudian
jatuhkedalam keadaan ketoasidosis alkoholik dengan konsentrasi betahidroksi butirat 15
mM,pHarteriakanturunmenjadi7,4,kadarbikarbonat menjadi 25 mmol/l dan PaCO2 menja
di 40 mmHg.
Pemeriksaan lainnya yang relevan dalam konteks ini adalah
24

1. Elektrolit (termasuk klorida ),


2. Glukosa ,
3. Fungsi ginjal dan
4. Hitung darah lengkap .
5. Urinalisis dapat mengungkapkan keasaman ( salisilat keracunan) atau kebasaan (renal
tubular asidosis tipe I).
5.9 Penatalaksanaan Asidosis Metabolik
Pendekatan terapi untuk pasien asidosis metabolik yang paling efektif adalah mengobati
berdasarkan penyebab penyakitnya. Pada kasus diare dimana akan menyebabkan dehidrasi,
perfusi cairan kristaloid yang cukup sangat penting dalam menentukan kesembuhan pasien.
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus
dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang
memerlukan hidrasi intravena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus
terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh
baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk
diberikan untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti
cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana
panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tandatanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah
ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Dehidrasi diatasi dengan pemberian cairan yang jumlahnya dihitung sebagai berikut:
a. Previous loss atau defisit, yaitu jumlah cairan yang telah hilang. Biasanya berkisar antara 515% dari berat badan.
b. Normal water losses yang terdiri dari urin ditambah jumlah cairan yang hilang melalui
penguapan pada kulit dan pernafasan. (Kira-kira 100 ml/KgBB/24 jam).
c. Concomitant losses yaitu jumlah cairan yang hilang melalui muntah dan diare (kira-kira 25
ml/KgBB/24 jam), dengan suction, parasentesis, asites, dan sebagainya.
25

Sesudah tercapai rehidrasi, diberikan pemberian makanan walau diare masih terus
berlangsung dan dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Tujuan pemberian makanan untuk
mencegah terjadinya kurang kalori protein karena anak dengan diare akan kehilangan berat
badan sebanyak 1% setiap harinya. Dengan perkataan lain, anak dengan diare akut tidak boleh
dipuasakan. Pemberian makanan akan mempercepat rehabilitasi mukosa usus yang rusak atau
terganggu. Pemberian makanan juga akan mengurangi pemecahan lemak dan protein tubuh
sehingga pembentukan asam-asam organik akan dikurangi. Hal ini juga berarti pemberian
makanan pada penderita diare akut akan mengurangi hal lain yang memperberat asidosis
metabolik. Lagi pula dalam keadaan normal, darah akan menjadi alkalosis setelah pemberian
makanan (postprandial alkaline tide).
Obat simtomatis seperti obat demam yang aman untuk anak adalah golongan
asetaminofen. Pemberian obat demam yang mengandung asam salisilat sedapat mungkin
dihindarkan untuk mencegah kemungkinan keracunan salisilat yang akan memperberat asidosis
metabolik.
Selain pengobatan untuk dehidrasi pada pasien, jika keadaan pasien masih dalam tipe
asidosis, maka tatalaksana yang dapat dilakukan:
1. Terapi bikarbonat
Pemberian bikarbonat yang bertujuan untuk menaikkan kadar bikarbonat darah,
merupakan tindakan temporer dan darurat. Disebut tindakan temporer karena selama diare masih
berlangsung, kemungkinan penurunan bikarbonat darah masih terus terjadi. Disebut tindakan
darurat karena pemberian bikarbonat hanya untuk menaikkan pH darah ke level yang tidak
berbahaya (pH darah > 7,2). Sesudah rehidrasi dilakukan sehingga sirkulasi ke ginjal dan perfusi
ke jaringan telah membaik, bila masih ada asidosis metabolik (klinis atau laboratoris), pemberian
bikarbonat dapat dipertimbangkan (pH darah < 7,2).

26

Pada kadar serum bikarbonat dimana terjadi penurunan ringan sampai sedang (>10-12 mEq/L),
terapi bikarbonat tidak diperlukan. Jika etiologinya telah berhasil diatasi, ginjal dapat
memulihkan kadar bikarbonat dalam 3-4 hari, kecuali adanya disfungsi renal.
Perhitungan defisit bikarbonat dapat dihitung sebagai berikut:
(Desired Bicarbonate - Measured Bicarbonate) x Weight (kg) x 0.6
Tatalaksana awal biasanya menggantikan hanya setengah dari total defisit bikarbonat
pada beberapa jam terapi pertama. Jangan terlalu mengoreksi defisit bikarbonat karena dapat
menyebabkan komplikasi seperti kejang disertai memberatkan gejala awal dari hipokalsemia dan
hipokalemia. Obat yang dapat digunakan adalah sodium bikarbonat dengan dosis 1 mEq/KgBB
diberikan secara iv bolus.
Bila asidosis ringan (CO 2 combining power > 40 vol% atau 18 mEg/L), koreksi akan
terjadi oleh homeostasis tubuh sendiri asal diberi cairan dan elektrolit yang cukup. Bila (CO 2
combining power < 40 vol%), perlu koreksi dengan pemberian natrium laktat atau natrium
bikarbonat.
CO2 combining power dapat dinaikkan 1 vol% dengan 1,8 ml 1/6 mol natrium laktat per
KgBB atau 0,0026 gram natrium bikarbonat per KgBB. Kenaikan 1 mEq/L tercapai dengan
pemberian 4,2 ml 1/6 mol natrium laktat per KgBB atau 0,058 gram natrium bikarbonat per
KgBB. Bikarbonat yang dibutuhkan biasanya dihitung dengan menggunakan rumus:
Kebutuhan NaHCO3 = 0,3 x KgBB x base excess
Ket:
Base excess adalah sejumlah asam atau basa yang harus ditambahkan untuk mengembalikan pH
darah 7,40 dan PaCO2 40 mmHg pada keadaan saturasi O2 penuh dan suhu 37C.
2. Rometamin
THAM (tris [hydroxymethyl]-aminomethane) adalah sebuah buffer yang dapat
mengobati asidosis ketika faktor risiko seperti akumulasi karbon dioksida dalam darah oleh
metabolisme sodium bikarbonat. Efek dari obat ini meningkatkan serum bikarbonat dalam darah.
Dosis trometamin adalah 1 mEq/KgBB.
3. Tiamin
27

Defisiensi tiamin harus dipertimbangkan pada asidosis metabolik dan berguna untuk
mengoreksi gejala simtomatis dengan cepat. Dosis tiamin adalah 100 mg/mL dengan injeksi
parenteral.
4. Hemodialisis
Suatu pilihan terapi untuk mengoreksi asidosis metabolik dan cocok untuk pasien
insufisiensi renal, intoksikasi metanol dan etilen glikol karena hemodialisis dapat menghilangkan
toksin. Pasien ini kebanyakan terjadi asidosis metabolik berat dimana tidak berespon bagus
dengan terapi bikarbonat intravena.
5. Operasi
Operasi diindikasikan pada jaringan iskemik atau nekrosis dari obstruksi usus atau
necrotizing enterocolitis yang menyebabkan asidosis metabolik.

5.10 Pencegahan Asidosis Metabolik


Pencegahan asidosis metabolik berfokus pada menjaga tubuh. rekomendasi untuk diet
sehat dan program latihan dan menjaga pola hidup. Makan diet seimbang rendah lemak daging,
buah-buahan dan sayuran bersama dengan mengkonsumsi 1-3 liter air per hari akan mencegah
asidosis metabolik. jangan terlalu sering mengkonsumsi obat golongan diuretik seperti aspirin
karena dapat mempercepat terjadinya asidosis metabolic.

5.11 Komplikasi Asidosis Metabolik


5.11.1
Dehidrasi berat
Pada penderita diare yang kehilangan banyak cairan dari tubuh, biasanya pada keadaan
ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah,hipotensi dan tekanan nadi yang
meningkat,tidak ada penghasilan urin,mata cekung,apatis, dan kulit pucat.

5.11.2 Disritmia jantung

28

Perubahan frekuensi dan irama jantung. Apabila Ph kurang dari 7,0. Hal ini terjadi akibat
perubahan dalam hantaran jantung yang timbul sebagai respon langsung terhadap penurunan pH,
dan kerena efek peningkatan konsentrasi ion hidrogen pada kalium plasma dan intrasel.
5.11.3 Hipokalemia
Rendahnya kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah rendah,maka dapat terjadi
kelainan neurologis seperti kelemahan otot, penurunan refleks.

5.11.4 Gagal ginjal akut


Sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal mendadak dalam waktu beberapa hari yang mengakibatkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan hemoestasis tubuh.dengan gejala : mual munta diar,
anemia,pembengkakan tungkak (edema).tremor,penurunan kesadaran dll.

5.11.5 Osteodistrofi
Penguraian tulang akibat penyakit ginjal.keadaan ini merupakan komplikasi dari asidosis
metabolik yang disebabkan oleh gagal ginjal kronis.

5.11.6 Koma metabolik


Kegagalan difus dari metabolisme sel-sel saraf. Disebabkan karena hipoventilasi,anoxia
iskemik,ganguan metabolisme, gangguan keseimbangan asam dan basa, anoksia anemik. dll.

29

5.12 Prognosis Asidosis Mteabolik


Prognosis pasien tergantung dari daripada sifat dari proses penyakit yan menyebabkan
asidosis metabolik. Pada penderita ketoasidosis pemberian insulin seumur hidup dan pola makan
yang tepat. Pasien dengan metabolik sekunder potensi sembuh tanpa konsekuensi yang lama.
Metabolik asidosis yang tidak diobati dapat menyebabkan : aritmia , depresi miokard,
kelelahan otot pernafasan.jika penderita dengan asidosis metabolik di tanggulangi dengan baik
dan tepat, maka penyulit diare akut dalam hal ini asidosis metabolik dan penyulit lainnya dapat
dicegah. Implikasi dari motilitas diare akut akan dapat ditekan lebih rendah, karena pada
umumnya diare akut meninggal akibat adanya penyulit. Bila diare menetap dapat terjadi kurang
kalori protein kronis dan gagal tumbuh.

30

BAB 6
KESIMPULAN AKHIR
1. Anamnesis pada pasien
Nama
: Fifi
Umur
: 5 tahun
Keluhan utama
: Sesak nafas
Telaah
:
- Fifi masuk ke RS dengan keluhan sesak nafas sejak tadi pagi
- Diare lebih dari 6 kali sehari, air lebih banyak dari ampas

Vital sign
RPT
RPO

disertai muntah 2-3 kali sehari.


- Telah berobat ke puskesmas , tapi belum ada perbaikan.
: Sens : somnolen, T : 390C, RR : 48 x / menit (kussmaul).
: Tidak jelas
: Tidak jelas

2. Pemeriksaan fisik
Sens: somnolen, T: 390 C, RR : 48 x / menit (kussmaul).
3. Pemeriksaan penunjang: (-)
4. Diagnosis banding
- Asidosis metabolik
- Keracunan methanol
- Asidosis laktat
- Uremia atau gagal ginjal
5. Diagnosis
: Asidosis Metabolik
6. Terapi:
- Bed rest
- Redehidrasi dengan pemberian cairan (RL) IV
- Pemberian obat demam: Paracetamol
- Pertahankan asupan makan, dapat dilakukan melalui NGT
- Pantau pasien
BAB 7
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi : buku saku. Ed III. Jakarta. EGC. 2009. Hal 758-59
Kliegman, Robert M., dkk. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics, 19th Edition. Washington:
Saunders.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed VI. Jakarta. EGC. 2011. Hal 633

31

Siregar, Parlindungan. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Editor: Aru W Sudoyo, dkk. Jilid I. Ed V. Jakarta. Interna Publishing.
2009. Hal 191-92
Wahidiyat, Iskandar. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: FK-UI. Hal 280.
Huang, Lennox H. 2012. Pediatric Metabolic Acidosis Treatment & Management. [Available on:
http://emedicine.medscape.com/article/906440-treatment]. Accessed on March 18,
2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1911/1/09E01865.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/.../731/1/08E00129.pdf]. Accessed on March 18, 2014.
Sinuhaji, Atan Baas. Asidosis Metabolik : salah satu penyulit diare akut pada anak yang
seharusnya dapat dicegah. USU. 2007. Available from:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/731/1/08E00129.pdf
www.repository.usu.ac.id.bitsteram/123456789/731/1/08E00129.pdf, 18 Maret 2014
Zein,U.,dkk.2009.DiareAkutDisebabkanBakteri.
[Availableon:http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar5.pdf]. Accessed on
March 18, 2014.

32

Anda mungkin juga menyukai