PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak
dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang
dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak,
istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi.
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih
sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal
letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita
mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Manajemen dari
malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan menentukan
masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien
memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari
malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam
memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.
Oleh karena pernyataan diatas, membuat kami tertarik untuk mengangkat dan
membahas materi tentang asuhan keperawatan pada anak dengan malformasi anorektal.
Sehingga kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan pada anak dengan malformasi anorektal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Pengertian
Malformasi anorektal adalah suatu kelainan malformasi congenital dimana tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnua anus secara
abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. (Hidayat ,
A.Aziz Alimul.2006:26)
Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah malformasi congenital dimana
rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan
anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan
anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina
(Donna L.Wong,2004 :520)
Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh
ganggan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. (Manjoer Arif,
dkk. 2003:379)
Dari pengertian diatas bisa dapat disimpulkan bahwa marformasi anorektal adalah
suatu kelainan congenital dan tidak lengkapnya perkembangan embrionik dimana rectum
tidak mempunyai lubang keluar yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
pembentukan anus.
2.1.2 Embriologi
Secara embriologis, didalam saluran penceranaan berasal dari Foregut, midgut
dan Hindgut. Foregut akan membentuk faring, system pernafasan bagian bawah,
esophagus, lambung, sebagian duodenum, hati dan system bilier serta pancreas. Midgut
membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, apendik, kolon asenden sampai
pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari Midgut hingga ke membrane
kloaka,
membrane
ini
terusun
dari
endoderm
kloaka,
dan
ectoderm
dari
protoderm/analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitive gut.
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomaly
letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomaly letak rendah atau infra levator berasal
dari efek perkembangan prokoderm dan lipatan genital. Pada anomaly letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal, sedangkan otot sfingter eksetrnus dan tidak
ada atau rudimeter.
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Rektum dan Anus
2.1.3.1 Rectum
Rektum adalah bagian terminal dari saluran pencernaan bawah yang merupakan
tabung berongga sepanjang 10-15 cm dan sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus
besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementeara feses. Biasanya rectum ini kosong karenea tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan
tinja masuk ke dalam rectum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rectum karena penumpukan material di dalam rectum akan
memicu system saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usu besar, dimana
penyerapan air akan kembali dilakuakan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih
tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami
kekurangan dalam pengendalian otot yahng penting untuk menunda BAB.
2.1.3.2 Anus
Merupakan lubang di ujung slauran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2.1.4 Etiologi
Secara pasti penyebab dari Malformasi Anorektal (MAR) belum diketahui.
Namun para ahli memperkirakan malformasi anorektal (MAR) ini merupakan anomaly
gastrointestinal dan genitourinaria yang bersifat congenital (suriyadi dan Rita yuliani.
2001 : 198)
2.1.5 Patofisiologi
Malformasi anorektal dapat terjadi karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anorektal. Malformasi anorektal
terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10
mingggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya
agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses
obstruksi. Malformasi anorektal dapat terjadi karena tida adanya pembukaan usus besar
yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi malformasi anorektal menurut Wong 2004 : 520
Pada Malformasi Anorektal penanganan yang dilakukan tergantung dari letak
ujung atresia terhadap dasar panggul, sehingga anomaly tersebut dibuat menjadi tipe
rendah, tipe intermediate, dan tipe tinggi.
Perbedaan dari 3 tipe diatas dapat dilihat dibawah ini :
1. Tipe Bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis. Terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinaius.
2.
Tipe Intermediet
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3.
Tipe tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengfan fistula genitourinarius rektouretal (pria) atau
rektovaginal (wanita).
Laki laki
1.
2.
3.
4.
Golongan I :
Tindakan :
Fistel urine
Kolostomi neonatus pada usia
Atresia rekti
Perineum datar
4-6 bulan
Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit pada
invertogram
Golongan II :
Tindakan :
1.
Fistel perineum
Operasi definitif
Membran anal
Stenosis ani
tanpa kolonostomi
Bucket handle
Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kulit pada
neonatus
invertogram
Perempuan
Golongan I :
Kloaka
Fistel vagina
Fistel vestibulo ano
Tindakan :
Kolostomi neonatus pada usia 4-6
bulan
Atresia rekti
Tanpa fistel udara> 1cm dari kulit
pada invertogram
Golongan II :
Tindakan :
Fistel perineum
Operasi definitif
Stenosis ani
Tanpa fistel, udara < 1 cm dari kolonostomi
neonatus
tanpa
Fistula rektovesikal
1. Udara didalam rektum
2. Tulang belakang sakrum
3. Kandung kemih
4. Simpisis
5. Uretra
6. Fistula rektovesikal
Fistula rektouretra
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1). Pemeriksaan radiologi Invertogram
Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum terhadap
muara anus di kulit peritoneum.
2). X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.
3).
Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus
urinarius
misalnya
urinarius.
Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
ke sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah
6).
sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rectum, anus tampak normal
tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak
ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel
dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva
dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada diposteriornya.
Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak
ditempat yang seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga
biasanya harus segera dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada
invertogram udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitive.
Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan kolostomi.
Pemeriksaan khusus pada laki-laki
Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan
ada tidknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pad anak laki-laki dapat dibuat
kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.
Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter
terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urine mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancer, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama dengan perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan
udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakuakn
kolostomi.
Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan
mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi
definitive secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan
definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada
invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.
2.1.8 Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang
tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak
mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi
konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya mempunyai control usus yang
baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer,
walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya
kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak lakilaki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan
hanya 15% anak laki-laki dengan fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang
baik. 76% anak dengan anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang
baik.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio
Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong
pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli
Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai resiko gagal tinggi karena harus membuka
dinding abdomen.
2.1.9.1 Kolostomi
Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk
penatalaksanaan awal malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya
dekomprasi, diversi, dan sebagai proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi
usus. Kolostomi pada kolon desendens mempunyai beberapa keuntungan disbanding
dengan kolostomi pada kolon asendens atau transversum. Bagian distal dari kolostomi
akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi karena tidak digunakan. Dengan
kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan mengalami disfungsi menjadi
lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya diare cair sampai
dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan
kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah
dilakukan jika kolostomi terletak di bagian kolon desendens.
Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk
kolostomi distal akan keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila
stoma terletak di kolon proksimal, urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini
muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar
tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun vertical
fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memsahkan rectum dengan
vagina dan dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah
adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah
tulang coccygeus. Penting melakukan diseksi rectum agar tidak merusak vagina. Masingmasing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan
pada fistell perianal, anal stenosis, anal membrane, bucket handle, dan atresia ani tanpa
fistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kuit. Limited PSARP dilakukan pada
atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak
tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari kulit, pada
fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1)
Identitas
a)
Identitas anak
Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor rekam
medic, alamat.
b)
2)
a)
Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus
(anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi
muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan fistula
urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan dengan
fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
b)
1)
2)
Riwayat intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan
persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya
pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.
3)
Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang
berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan
menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.
c)
3)
Pemeriksaan Fisik
Pra Operatif
a)
Daerah perineum dan
Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).
Amati adanya distensi abdomen.
Ukur lingkar abdomen.
Dengarkan bising usus (4 kuadran).
Perkusi abdomen
Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
d)
TTV
-
tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.
Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)
Ukur nadi (terjadinya takikardia)
Post Operatif
a)
Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan,
tinggi badan.
Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah
System pernapasan
Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
d) Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
e)
Sistem Pencernaan
Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau
b)
c)
menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen karena ada
luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi PSARP. Pemeriksaan
pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink seperti cery atau
merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana jumlah dan tipe
feses. Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah
adanya pembesaran atau massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat
kemali setelah dicabut, tidak adanya pembesaran hepar dan limpa,pada saat
auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah terdapat bunyi
f)
g)
Sistem Genitourinaria
Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada
laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah disirkumisi,
h)
Data Penunjang
Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin,
leukosit, hematokrit dan trombosit.
Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi) biasanya
ditemukan adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm 3, hal ini menunjukan adanya
infeksi oleh mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat
adanya perdarahan yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun
setelah post operasi yang lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang
menyimpang dari harga normal.
B.
Analisis data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori teori yang
permasalahan
kesalahan
atau
keperawatan
berdasarkan
criteria
5)
6)
7)
2.2.3 Perencanaan
Pra Operatif
No
Diagnosa Keperawatan
Prencanaan
Intervensi
Tujuan
.
1.
Gangguan
berhubungan
pola
nyaman
Untuk
dengan
2.
Tachik
penekanan
adanya
bunyi
nafas
5.
Mengi
oksigen k
2.
5.
Gangguan keseimbanganSetelah dilakukan perawatan 1.
cairan
dan
elektrolitselama
2x24
jam,
klien
2.
berhubungan
cairan
Inspeksi turgor kulit
2.
Meng
seimbang
Pada k
denganmenunjukkan keseimbangan
3.
muntah
mengi
Inpeksi adanya sianosis
Ukur Jumlah Input output 1.
cairan
kriteria:
-
elektrolit,
dengan
4.
adanya
Keseimbangan
abdomen
tidak elas
3.
Keada
hipotensi
4.
Peni
35x/menit)
Tidak
didapatkan
abdomen
Mengg
hilang
3.
distensi abdomen.
Ansietas pada orang tuaSetelah dilakukan perawatan 1.
berhubungan
tindakan
Peningkatan
1.
Denga
2.
keluarga
Denga
support
cemas
pembedahan
dengan kriteria:
Keluarga
atu
prosedur
tsb
tindakan
mampu
mengungkapkan
rasa 3.
tepat
3.
Jelaskan tentang prosedur
Menin
pembeda
sakit, penerimaan atas
pembedahan,
tepat waktu
dan
memahami
prosedur
pembedahan.
Post Operatif
No
Diagnosa Keperawatan
Prencanaan
Intervensi
Tujuan
.
1.
Catat kecepatan/kedalaman 1.
pernafasan, auskultasi bunyi
Perna
anestesi m
regular
Tidak
4.
ada
suara
seluruh s
4.
Mema
ngorok
2.
Resiko
tinggi
pertukara
Ukur suhu tubuh setiap 4 jam 1.
pernafasa
Pening
berhubungan
denganselama
3x24
jam,
infeksi,
tidak 2.
dengan
terjadiny
2.
Menc
aseptic medic
3.
Lakukan perawatan luka
kriteria:
Suhu normal : 36,50C
-
3.
sepsis
Untuk
370C
tetap bersih
4.
tidak ada tanda-tanda 4.
Ganti balutan luka setelah 3
Denga
kelembab
radang (merah, bengkak,
-
penyemb
pemberian 5.
Diguna
Kolaborasi
secara sis
bersih.
3.
Nyeri
dengan
terputusnyaselama
kontinuitas jaringan
3x24
jam,
nyeri
ekspresi
wajar
(tidak
wajah
menahan
nyeri).
catat
adanya 1.
peningkatan nyeri
kebutuhan
Kaji dan
Diguna
nyeri kli
Hindari
palpasi
area 2.
penguran
Agar te
pembedahan
kecuali
jika
nyeri pas
diperlukan
3.
Berkur
3.
Berikan lingkungn yang
4.
Diguna
nyaman dan tenang
4.
Kolaborasi
pemberian
nyeri
analgesi sesuai dan pantau
4.
Gangguan
nutrisi
kebutuhan berhubungannutrisi
dengan.
adekuat
intake
klien
terpenuhi
keefektifannya
Pertahankan potensi selang 1.
Naso-gastrik.
Membe
Jangan
Selama f
kembali b
tidakdengan kriteria:
bila terjadi perubahan posisi.
BB klien naik
2.
Berikan perawatan oral 2.
Mence
Hasil pemeriksaan
secara teratur
mulut ke
laboratorium seperti Hb, 3.
Kolaborasi pemberian cairan 3.
Meme
IV
4.
masukan
pemeriksaan 4.
Indika
Awasi
keadaan normal
laboratorium. Misalnya Hb /
5.
Ganguan
terhadap
terpasangnya
kantong
baik
dengan
tentang
terpasangnya
Ht dan elektrolit.
konstipas
Berikan penjelasan pada 1.
Menam
keluarga
2.
dan kea
indikasi
mendoro
kantung
perubaha
2.
Seba
kolostomi
Kaji mengenai keadaan,
intervens
Supay
keluar lembek
Klien
4.
sudah penuh
Pertahankan
mengeras
pemberian
tampak
cairan IV
terpasangnya
kantung kolostomi
Kerusakan integritas kulitSetelah dilakukan perawatan 1.
berhubungan
denganselama
4x24
jam
tidak 2.
adanya
dengan
Kemer
adanya k
Petrola
mengguanakna
menempe
jaringan
hydrogen/air
dengan
lunat/ petrolatum
persembuhan luka dan 3.
Gunakan balutan
bebas
7.
Perubahan
pertumbuhan
terhadap
infeksi.
Setelah
tanda-tanda
dilakukan 1.
sabun
3.
Menuru
Pentin
teknik
aseptic
anak
dalam
seluruh
area
anak sud
perkembangan
fungsi.
2.
Ajarkan orang tua tentang 2.
dengandengan kriteria:
pasien
tugas perkembngan normal
melemahnya kemampuan
memperlihatkan
anak sesuai kelompok usianya.
fisik
dan
proses
3.
Berikan kesempatan bagi
peningkatan karakteristik
hospitalisasi
seorang anak sakit untuk 3.
fisik,
perkembangan
memenuhi
tugas
sensoris,
perilaku
perkambangan
sesuai
sosialisasi,
kelompok usia.
perkembangan kognitif.
Keluar
berhubungan
8.
Kurang
keluarga
pendidikan
kesehatanmengetahui
tentang
kolostomi
dan
mengerti
selama
memanta
waktu.
Mence
proses ho
De
mendemo
tahap
akan
melakuka
dengan kriteria:
1. klien dapat mengganti2.
secara m
Jelaskan peralatan yang di
nanti ke
kolostomi secara mendiri
2. klien dapat mengetahui
gunakan
2.
rumah
Untuk
di guna
kolostomi
3. klien dapat klien dapat
mencegah
penatalaksanaan diit
makan diet rendah residu, tinggi
terjadinya
perawata
4.
rumah
Untuk
dianjurka
5.
ini
jug
mengalam
4.
Aga
menganti
apabila
iritasi pad
5.
Agar k
berusaha
kelainan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malformasi anorektal adalah kelainan kongenital yang relatif sering dan seringkali
disertai dengan kelainan kongenital lain. Kelainan-kelainan inilah yang seringkali
bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas penderita MAR. Oleh karena itu,
evaluasi yang seksama harus dilakukan terhadap bayi penderita MAR untuk
meminimalisir komplikasi-komplikasi ini.
Penyebab kasus MAR belum diketahui secara pasti, dan tindakan pembedahan
pada Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan.
Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Lesi rendah diatasi dengan menarik
kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula, bila ada, harus
ditutup. Defek membrane mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang
minimal.
3.2 Saran
Bagi seorang perawat untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi
baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang
dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari
kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau
jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi
dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung,
muntah berwarna hijau.
Bagi seorang ibu lebih memperhatikan bila bayinya belum bab dalam waktu 2448 jam, agar segera datang kepusat pelayanan kesehatan untuk memeriksakan bayinya
atau berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya.