PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) adalah suatu sindrom klinis dengan gejalagejala antara lain episode-episode vertigo yang singkat, dipicu opleh perubahan posisi kepala,
lamanya beberapa detik sampai beberapa menit, bersifat intrmiten, dengan gejala lain seperti
mual, rasa melayang, dan ketidakseimbangan. Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)
merupakan penyebab vertigo tersering dengan prevalensi 2,4 %.
Pada makalah ini akan membahas tentang Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV).
Kemudian anamnesis yang dipakai, pemeriksaan apa yang di butuhkan, diagnosis bandingnya,
etiologi,
patofisiologi,
komplikasi,
penatalaksanaan
dan
pencegahan,
TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah PBL ini adalah
(BPPV)
Untuk memahami etiologi Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)
Untuk memahami epidemologi Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)
Untuk memahami patofisiologi Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)
Untuk memahami diagnosis Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)
Untuk memahami penatalaksanaan dan pencegahan Benign Paroxysmal Postional Vertigo
(BPPV)
Untuk memahami prognosis Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV)
BAB II
ISI
Kasus
Seorang wanita usia 51 tahun sejak 2 minggu terakhir merasa pusing berputar. Pusing terjadi
hanya kira-kira selama 1 menit tetapi terjadi bebrapa kali dalam sehari. Keluhan timbul terjadi
bila pasien berubah posisi waktu tidur, bangun tidur, membungkuk dan kemudian tegak kembali.
Pasien juga sering merasa mual, tetapi tidak muntah. Kira-kira 6 bulan yang lalu pasien juga
pernah sakit sperti ini tetapi sembuh sendiri. Pendengaran kedua telinga baik, tidak berdengung.
Riwayat trauma dan demam sebelumnya disangkal.
Pemeriksaan tanda vital pasien sadar, keadaan umum baik, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84
kali/menit, tidak demam. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeiksaan neurologis,
pendengaran kedua telinga baik, saraf kranial baik. Test Dix-Hallpike positif, ada latency dan
fatigue, Test Romberg negatif, pemeriksaan motorik, sensorik, dan koordinasi dalam batas
normal.
1. ANAMNESA
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi
pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami
pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis yaitu
anamnesia dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter.
Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.
Berdasarkian kasus, yang harus ditanyakan pada anamnesis:
Identitas mencakup :
Nama
Umur
Pekerjaan
Agama
Alamat
Pendidikan terakhir dll
Keluhan utama pasien
Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Adapun keluhan utama
pasien yaitu: pusing berputar-putar kira-kira selama 1 menit beberapa kali dalam sehari.
2. PEMERIKSAAN
a. Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum:
Pemeriksaan fisik umum yang sering dipakai pada pemeriksaan BPPV yaitu
pemeriksaan tanda vital antara lain tekanan darah, denyut jantung, suhu, dan nadi.
3. Dix-Hallpike Manuever
Pemeriksaan Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan.
Pemeriksaan Dix-Hallpike kanan pada bidang kanalis semisirkularis anterior kiri
dan kanal posterior kanan dan pemeriksaan DixHallpike kiri pada bidang posterior
kiri dan anterior kanan. Untuk melakukan pemeriksaan Dix-Hallpike kanan, pasien
duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan.
Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai
kepala pasien menggantung 20-30 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik
sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan
selama + 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini
maka dapat langsung dilanjutkan dengan Canalith Repositioning Treatment (CRT)
bila terdapat abnormalitas.
Bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila pemeriksaan tersebut tidak diikuti
dengan CRT maka pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan
pemeriksaan dengan pemeriksaan Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang.
Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak
ditemukan respon abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT,
pasien secara perlahan-lahan didudukkan kembali.
b. Penunjang
- Laboratorium:
Darah lengkap, profil lipid, asam urat, hemostasis.
- Pemeriksaan Radiologi :
Foto rontgen cervical
- Neurofisiologi sesuai indikasi:
4. EPIDEMOLOGI
Prevalensi angka kejadian Benign Paroxysmal Vertigo Perifer (BPPV) di Amerika Serikat
adalah 64 dari 100.000 orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%). BPPV
diperkirakan sering terjadi pada usia rata-rata 51-57,2 tahun dan jarang pada usia
dibawah 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala.
(Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis &
treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies.
2004. p 761-5)
5. PATOFISIOLOGIS
Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu
debris otokonia yang terdapat pada kanalis semisirkularis, biasanya pada kanalis posterior.
Debris berupa kristal kalsium karbonat yang berasal dari struktur utrikulus. Diduga debris itu
menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo.
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini
menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi
pembalikan
pembelokan
kupula,
muncul
pusing
dan
nistagmus
yang
bergerak
ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam
ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi.
Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori
cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan delay (latency) nistagmus
transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala,
otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus.
Hal inilah yang dapat menerangkan konsep kelelahan fatigability dari gejala pusing.
Kerusakan utrikulus bisa disebabkan oleh cedera kepala, infeksi atau penyakit lain yang ada di
telinga dalam, atau degenerasi karena pertambahan usia. BPPV juga bisa disebabkan kelainan
idiopatik, trauma, otitis media, pembedahan telinga, perubahan degeneratif karena usia tua dan
kelainan pembuluh darah, obat-obat ototoksik seperti gentamicin. Penyebab lain yang lebih
jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedektomi, fistula perilimfa dan
penyakit meniere. Kelompok idiopatik merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan.
Perasaan berputar terkadang sangat hebat yang menyebabkan seolah-olah mengalami blackout.
Jenis Vertigo
BPPV terjadi karena adanya otokonia di dalam kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis
terdiri atas kss horizontal (lateral), kss anterior (superior), dan kss posterior (inferior). BPPV
dibagi menjadi tiga berdasarkan kanal yang terlibat, yaitu varian kanal posterior, kanal anterior,
dan lateral.
6. DIAGNOSA
a. Working Diagnosis
Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) adalah suatu vertigo dengan gejala-gejala antara
lain episode-episode vertigo yang singkat, dipicu opleh perubahan posisi kepala, lamanya
beberapa detik sampai beberapa menit, bersifat intrmiten, dengan gejala lain seperti mual, rasa
melayang, dan ketidakseimbangan.
Penyebabnya adalah stimulasi abnormal cupula dalam salah satu kanalis semisirkularis, biasanya
posterior. BPPV terjadi bila debris yang terdiri dari kalsium karbonat dan protein (otolith)
bertambah banyak dan bergerak dalam kanalis semisirkularis.
Biasanya Benign Paroxysmal Postional Vertigo (BPPV) terjadi pada lansia, kaibat trauma kepala,
dan infeksi telinga dalam (otitis media, labrinitis). Terapi terbaik dengan Epley Manuever
(canalith repositioning procedure).
b. Differential Diagnosis
Tabel Perbandingan Differential Diagnosis pada kasus Vertigo 1
Waktu terjadinya
No. Permasalahan
Awitan
Durasi
Perjalanan
Pendengaran Tinitus
Gejala lain
yang
menyertai
1.
Vertigo
Mendadak,
Singkat,
Bertahan
Tidak
Positional
saat
beberapa
selama
terpengaruh
Benigna
berguling ke
detik,
beberapa
nausea dan
sisi yang
hingga
minggu;
vomitus
sakit atau
beberapa
dapat
mendongakan menit
timbul
Tidak ada
Kadangkadang
kepala
2.
Neuritis
Mendadak
kembali
Beberapa
Dapat
vestibular
(labirintitis
beberapa
kembali
akut)
hari,
setelah 12-
sampai 2
18 bulan
Tidak
Tidak ada
terpengaruh
Nausea,
vomitus
minggu
3.
Penyakit
Mendadak
Mnire
Beberapa
Kambuhan
Gangguan
Terdapat,
Nausea,
pendengaran
berflutuasi
vomitus,
beberapa
sensori-neural
penuh dalam
hari atau
yang sembuh
rasa tertekan
lebih
dan kambuh
atau telinga
kembali serta
yang sakit
akhirnya
berjalan
progresif;
pada salah
satu atau
kedua sisi
4.
Toksisitas obat
Dapat
Dapat
Nausea,
( intoksikasi
akut
ireversible terjadi
terganggu;
ditemukan
vomitus
adaptasi parsial
pada kedua
Ditemukan
Gejala karena
aminoglikosida,
atau alkohol)
5.
Tumor yang
sisi
Insidius*
Bervariasi
Terganggu;
menekan
pada salah
penekanan
Nervus
satu sisi
Nervus
Kranialis VIII
Kranialis V,
VI, VII
* Gangguan keseimbangan yang persisten lebih sering dijumpai, tetapi dapat terjadi vertigo
7.KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering muncul yaitu mual, muntah, pingsan dan perpindahan
otolit ke kanal lateral sewaktu dilakukannya terapi
Terry D. Fife, M.D. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
http://xa.yimg.com/kq/groups/17470070/1553493980/name/FifeTD2009+%5BBPPV%5D.pdf
8. PENATALAKSANAAN
Non-medika mentosa
Ada tiga macam terapi non farmakologis untuk BPPV yaitu
Liberatory
CRT
Sebaiknya dilakukan setelah pemeriksaan Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pasien
tidak kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk
mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat di mana
kanalith tidak lagi menimbulkan gejala.
Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.
Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara
kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar
secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien
dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450
sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi
duduk, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan
menahan leher dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan
selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat
untuk 5 hari.
Kadang-kadang CRT dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah
ke kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat kepala
di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi. Pasien dianjurkan untuk
melepas penopang leher dan melakukan gerakan horisontal kepalanya secara periodik. Bila
dirasakan adanya gangguan leher, ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan.
Digunakan meja pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi dari
leher. Terkadang beberapa pasien mengalami vertigo berat dan merasa mual sampai muntah pada
saat tes provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama
beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.pada saat pasien
Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan kanalitiasis pada BPPV kanalis horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat berada di sebelah
bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan kepala pasien digulirkan ke
kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo
berhenti. Kemudian kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah atas. Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan
badan diputar bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik.
Akhirnya, kepala dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di
sebelah bawah. Setelah 15 detik, pasien perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk
30. Penyangga leher dipasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis
posterior dan kanalis anterior.
CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, terapi yang dilakukan sama, namun kepala diputar
menghadap ke kanan. Angka kesembuhan 70-84% setelah terapi tunggal liberatory.
Terapi liberatory
Terapi Bedah
POSTERIOR CANAL PLUGGING
Jika terapi-terapi diatas gagal untuk mengontrol gejala dari BPPV,diagnosis sudah sangat pasti
dan sudah berlangsung lebih dari pada 1 tahun maka suatu tindakan POSTERIOR CANAL
PLUGGING dapat dianjurkan namun tindakan ini mempunyai resiko untuk berkurangnya
pendengaran . tindakan ini berfungsi untuk memblok seluruh fungsi canal posterior tanpa
menggangu kerja kanal yang lain. Tindakan ini sangat efektif untuk pasien yang gagal dengan
terapi-terapi yang lain sekitar 90% dari pasien yang gagal dengan terapi lain berhasil dengan
terapi ini.
Terapi Famakologi
Obat-obatan simptomatis yang biasa digunakan adalah supresor saraf misalnya
Betahistine dan Merislon
Timothy C. Hain, MD BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO diunduh dari
http://www.tchain.com/otoneurology/disorders/bppv/bppv.html
9. PREVENTIF
Tidak ada pencegahan khusus kecuali mencegah factor predisposisi seperti mencegah
trauma dan menjaga kebersihan telinga
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) diunduh dari http://bryanking.net/benignparoxysmal-positional-vertigo-bppv/
10. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi
dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali
pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.
Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online] 2009 [cited 2009 June 17th].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Lynn S. Bickley. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8.
Jakarta : Penerbitan Buku Kedokteran EGC ; 2009. h: 178
2.