Anda di halaman 1dari 4

Diagnosis Banding :

1. PPOK
a. Emfisema
i. Sesak
1. Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
2. Bertambah berat dengan aktivitas
3. Persisten (menetap sepanjang hari)
4. Pasien mengeluh berupa perlu usaha untuk
bernapas
5. Berat, sukar bernapas, terengah-engah
ii. Batuk kronik
1. Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
iii. Batuk kronik berdahak setiap batuk kronik
berdahak dapat mengindikasikan PPOK
iv. Riwayat terpajan faktor risiko
1. Asap rokok
2. Debu
3. Bahan kimia di tempat kerja
4. Asap dapur
v. Inspeksi
1. Pursed-lips breathing
2. Barrel chest
vi. Pink puffer (Kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed-lips breathing)
vii. Palpasi
1. Fremitus melemah, sela iga melebar
viii. Perkusi hipersonor
ix. Auskultasi terdapat ronki atau mengi
b. Bronkitis
i. Sesak
1. Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
2. Bertambah berat dengan aktivitas
3. Persisten (menetap sepanjang hari)
4. Pasien mengeluh berupa perlu usaha untuk
bernapas
5. Berat, sukar bernapas, terengah-engah
ii. Batuk kronik
1. Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
iii. Batuk kronik berdahak setiap batuk kronik
berdahak dapat mengindikasikan PPOK
iv. Riwayat terpajan faktor risiko
1. Asap rokok
2. Debu
3. Bahan kimia di tempat kerja
4. Asap dapur
v. Inspeksi
1. Pursed-lips breathing

vi.
vii.
viii.
ix.

2. Barrel chest
Blue bloater (pasien gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah
dibasal paru, sianosis sentral, dan perifer)
Palpasi
1. Fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi hipersonor
Auskultasi terdapat ronki atau mengi

2. TB
a. Gejala respiratori
i. Batuk lebih dari 2 minggu
ii. Batuk darah
iii. Sesak napas
iv. Nyeri dada
b. Gejala sistemik
i. Demam
ii. Malaise
iii. Keringat malam
iv. Anoreksia
v. BB turun
c. Pemeriksaan fisik
i. Suara napas bronchial
ii. Amforik
iii. Suara napas melemah
iv. Ronki basah
v. Tanda-tanda penarikan paru diafragma dan
mediastinum
d. Pemeriksaan bakteriologi
i. Ditemukan mycobacterium tuberkulosis pada
pemeriksaan sputum
3. CHD
a. Sesak napas
b. Irama jantung tidak beraturan
c. Mual
d. Muntah
e. Keringat dingin
f. Nyeri dada berulang dan dapat berpindah ke bagian
tengah dada, bahkan dapat menjalar ke lengan kiri
sampai punggung
g. Pada saat tidur terkadang memerlukan lebih dari satu
bantal
h. Pada gambaran radiologi dapat ditemukan adanya
atelektasis
4. Pneumonia
a. Demam
b. Menggigil
c. Suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40c
d. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang
disertai darah

e. Sesak napas
f. Nyeri dada
g. Pemeriksaan fisik
i. Bagian yagn sakit tertinggal waktu bernapas
ii. Pada palpasi fremitus dapat mengeras
iii. Perkusi redup
iv. Auskultasi bronkovesikuler sampai bronchial
mungkin bisa disertai ronki basah halus yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi
h. Radiologis
i. (PA) infiltrat sampai konsolidasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti.
i. Laboratorium
i. Peningkatan jumlah leukosit (lebih dari 10.000/ul)
ii. Gas darah : hipoksemia dan hipokarbia
iii. Asidosis respiratorik

Dm merupakan salah satu faktor risiko terpenting dalam terjadinya


TB paru. Hal ini disebabkan pada pasien DM terjadi defek fungsi selsel imun. Namun, tidak ditemukan adnaya perbedaan manifestasi
klinis yang berbeda antara penderita TB dengan DM dan penderita
TB non-DM. keadaan umum pasien TB dengan DM lebih buruk dari
pada non-DM, tetapi dari gambaran radiologi dan bakteriologi (BTA)
hasilnya sama, tidak ada yang lebih buruk. Penatalaksanaan
penderita TB dengan DM tidak jauh berbeda dengan TB non-DM
terutama untuk DM yang terkontrol, tetapi tetap harus diperhatikan
kadar glukosa dalam darah dan efek samping dari obat TB tersebut.
Pemberian rifampisin dapat mempengaruhi efektivitas obat oral
pada DM (sulfonylurea). Selainitu, penggunaan Etambutol juga perlu
diperhatikan, karena etambutol memiliki efeksamping pada mata.
AliusCahyadi*,Venty**
*DepartemenIlmuPenyakitDalam,FakultasKedokteranUniversitasKristenAtmaJaya/
RumahSakitAtmaJaya,Jakarta
**DokterumumdiJakarta

Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus

Penyebaran TB paru dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain


lingkungan sanitasi perumahan seperti pencahayaan, ventilasi,
kepadatan penghuni, status gizi dan daya tahan tubuh.
Lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik
lingkungan biologi maupun sosial. Lingkungan fisik meliputi udara,

kelembaban, air, pencemaran udara, pencahayaan, ventilasi rumah,


dan lain-lain.
Ventilasi berfungsi untuk memelihara kondisi udara segar didalam
rumah. Kondisi udara di dalam rumah yang idela adalah kering tapi
sejuk dan sirkulasi gerakan angin yang terus menerus. Mc. Nall dalam
buku perumahan sehat karangan Pandapotan Lubis, bahwa temperatur
optimal dalam rumah adalah 23-25C, kelembaban antara 20-60%.
Sirkulasi udara berkaitan dengan masalah ventilasi. Luas ventilasi alamiah
yang permanen adalah 10% dari luas lantai (Depkes RI, 1999).
Kondisi rumah menunjukkan hubungan yang tinggi antara koloni bakteri
dengan jumlah kepadatan dalam anggota keluarga. Bakteri TB dirumah
penderita TB paru semakin banya apabila jumlah penghuni semakin
banyak. Ukuran rumah yang kecil dengan jumlah penghuni yang padat
dan jumlah kamar yang sedikit akan memperbesar kemungkinan
penularan TB paru.
Bakteri TB dapat mati bila terpapar cahaya matahari secara langsung
selama 6-8 jam dan cahaya ruangan yang kurang selama 2-7 hari. Sputum
yang mengandung bakteri TB di dalam ruangnan yang gelap dapat hidup
berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan (Default dalam Crofton,
2002). Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux
dan tidak menyilaukan (Depkes RI, 1999)

PENGARUH PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH


TERHADAP PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA
KELUARAGA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
TAHUN 2008
Oleh
TONNY LUMBAN TOBING
057012032/AKK
pembuatan penelitian 2009

Anda mungkin juga menyukai