Anda di halaman 1dari 5

1. Perdagangan internasional Indonesia terdiri dari perdagangan impor dan ekspor.

Indonesia melakukan kegiatan impor barang dari luar negeri untuk mencukupi kebutuhan
dalam negerinya.

Mekanisme Impor :
Tahap Awal (Kerjasama)
Mekanisme impor dimulai dengan importir mencari supplier (eksportir) dari luar negeri
yang ingin menjual barangnya di Indonesia. Sederhananya, kita menghubungi perusahaan
di luar negeri yang menjual produk yang kita inginkan, kemudian kita melakukan order.
Setelah terjadi kesepakatan harga, importir membuka Letter of Credit (L/C) di bank
devisa dengan melampirkan Purchase Order (PO) mengenai barang-barang yang mau
diimpor, kemudian antar bank ke bank luar negeri untuk menghubungi supplier hingga
terjadi perjanjian sesuai dengan kesepakatan dalam L/C. Selanjutnya peran importir
adalah memastikan supplier untuk siap menyiapkan barang-barang yang dipesan untuk
dikirim ke pelabuhan dengan memastikan kesiapan dokumen-dokumen ekspor-impor
penting yang diperlukan.

Tahap Persiapan Kelengkapan Dokumen


Dokumen-dokumen tersebut selanjutnya dapat dikirim kepada importir melalui faximile
atau email. Importir membuat dokumen Pengajuan Impor Barang (PIB). Jika importir
sudah memiliki modul PIB dan EDI sistem sendiri, maka importir tersebut dapat mengisi
dan mengirimkan sendiri dokumen PIB. Bila importir tidak memiliki PIB dan EDI maka
importir tersebut harus meminta bantuan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)
untuk melakukan proses input dan pengiriman PIB. Berdasarkan PIB yang telah dibuat,
importir akan mengetahui berapa jumlah bea masuk, PPH dan pajak-pajak lainnya (jika
ada) yang harus dibayar. Importir wajib untuk melengkapi semua dokumen yang diminta
dalam PIB tersebut. Sebelum bank devisa mengirimkan data ke Sistem Komputer
Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik
(PDE), Importir harus terlebih dahulu membayar pajak dan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNPB) ke bank devisa.
Tahap Pengesahan Dokumen
Setelah menerima data dari bank devisa, importir kemudian mengirimkan PBI ke SKP
Bea dan Cukai melalui media PDE untuk kemudian divaldisi oleh INSW (Indonesia
National Single Window). Jika tidak ditemukan kesalahan pada PBI, maka proses
validasi telah selesai dan data PIB secara otomatis akan dikirim ke SKP Bea dan Cukai.
Pada tahapan yang terakhir, SKP akan kembali melakukan validasi, jika data benar
kemudian akan ditentukan penjaluran, apakah barang tersebut termasuk jalur hijau atau
jalur merah. Bila termasuk jalur hijau, maka SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran
Barang) dapat langsung diterbitkan. Sedangkan bila termasuk jalur merah berarti petugas
Bea dan Cukai perlu melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang. Bila tidak ditemukan
adanya pelanggaran maka SPPB akan segera diterbitkan.
Tahap Pengeluaran Izin Pengeluaran Barang

Akan tetapi bila ditemukan adanya pelanggaran, maka importir akan dikenakan sanski
sesuai undang-undang yang berlaku. Akhirnya barang dapat dikeluarkan dari pelabuhan
dengan melampirkan dokumen-dokumen asli dan SPPB yang telah dicetak melalui modul
PIB.
Mekanisme Ekspor :
Tahap Awal
Sebelum dapat melakukan kegiatan ekspor, eksportir harus memiliki APE (Angka
Pengenal Ekspor) yang dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada
Departemen Perdagangan untuk masa berlaku satu tahun. Kemudian eksportir melakukan
kerjasama mengenai kesepakatan dengan importir dari luar negeri. Setelah dicapai
kesepakatan mengenai kerjasama anatara kedua pihak, dibuatlah Sales Confirmation.
Dengan adanya kontrak sales confirmation mengenai jual beli suatu partai barang, maka
pembeli di luar negeri dapat membuka LC (Letter of Credit) melalui bank-nya. Bank
yang membuka LC meneruskan hal ini kepada cabangnya atau korespondennya
kemudian memberitahukan hal ini kepada eksportir yang disebut dalam LC. Setelah
memastikan bahwa pihak luar negeri (importir) telah melakukan pembukaan LC, maka
barulah eksportir dapat mulai mempersiapkan sarana pengiriman barang, seperti booking
ruangan kapal.
Tahap Pelengkapan Dokumen
Bila barang sudah siap di pelabuhan dan kapal sudah stand by maka guna merealisasikan
ekspor, eksportir pergi ke bank devisa-nya untuk mengisi dokumen-dokumen yang telah
disiapkan sesuai dengan mekanisme ekspor-impor Indonesia. Selanjutnya bank devisa
memeriksa seluruh dokumen yang diisi apakah telah sesuai dengan kontrak penjualan
(sales confirmation) yang disepakati. Ketika seluruh dokumen-dokumen yang berupa
formulir E3 rangkap 6 telah dilengkapi dan ditandatangani oleh bank devisa, eksportir
selanjutnya menyerahkan segala berkas yang diperlukan tadi kepada Pihak Bea dan
Cukai dan melakukan pengapalan yang dipesan, menyiapkan shipping-documents, dan
menegosiasi dokumen pengapalan dengan bank.
Tahap Pengeluaran Izin
Pihak Bea dan Cukai selanjutnya meneliti apakah barangnya cocok dengan keterangan
yang tercantum di E3, Bea dan Cukai memberikan fiat muat di dalam formulir E3. Satu
formulir ditahan oleh Bea dan Cukai, dan 5 copy lainnya dikembalikan kepada eksportir.
Sesudah barang dimuat dalam kapal, eksportir melalui perusahaan ekspedisi yang
mengurusnya menerima dari juru mudi suatu keterangan bahwa sejumlah barang tertentu
telah dimuat (mates receipt). Mates receipt ini dapat ditukarkan menjadi Bill of Lading
(B/L), pada perusahaan pelayaran yang bersangkutan.
Apabila segala sesuatu sudah beres, dalam arti eksportir telah memenuhi segala syaratsyarat yang diminta dalam LC, maka eksportir pergi ke bank devisa untuk menarik wesel.

Untuk itu harus diserahkan dokumen-dokumen yang disebut LC, seperti : Bill of Lading,
E3 yang telah ditandatangani oleh Bea dan Cukai, Certivicate of Weight (sertifikat
timbangan), Certificate of origin (sertifikat asal-usul), dan LC.
Tahap Akhir
Dokumen pengapalan ini merupakan surat berharga yang penitng, biasanya diteruskan
oleh advising bank kepada opening bank dalam dua tahap pengiriman. Setelah opeing
bank menerima dokumen pengapalan dari bank korespondennya, opening bank
menyelesaikan pergitungannya dengan importer. Setelah itu, opening bank menyerahkan
dokumen pengapalan itu kepada importer untuk dipergunakan selanjutnya dalam
penyelesaian dengan bea dan cukai dalam penyerahan barang dari maskapai pelayaran.
Penyerahan barang. Setelah barang diebbaskan dari wilayah pabean, dan barang sudah
boleh diangkut ke gudang importer.

2. Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah
mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai
tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai tukar Mengambang Bebas.
3.
Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978)
Sistem ini sebenarnya mulai diterapkan pada saat dibentuk lembaga dana
moneter internasional (IMF) dan Bank Dunia pada tahun 1944. Semua
negara peserta konferensi sepakat akan menggunakan emas atau dollar
sebagai bagian terbesar cadangan devisa mereka, termasuk Indonesia.
Sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate ) berarti lembaga otoritas
moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata
uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran
ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Sistem nilai tukar
tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
tahun 1964 dengan nilai tukar resmi Rp 250/US Dollar, sementara nilai
tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar
Rupiah per US Dollar di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar
internasional.
Selama periode tersebut di atas, Indonesia menganut sistem kontrol devisa
yang relatif ketat. Berdasarkan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia
memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisa.
Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang
telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar
valuta asing. Dengan sistem ini pemerintah telah melakukan kebijakan
devaluasi untuk menjaga daya saing produk-produk ekspor di pasar
iternasional.

Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (1978-1997)

Pemerintah menyadari bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar yang


ditetapkan terlalu tinggi (overvalued). Hal ini dapat mengurangi daya
saing produk-produk ekspor Indonesia di luar negeri. Bersamaan dengan
kebijakan devaluasi terhadap dolar, pemerintah meninggalkan sistem nilai
tukar tetap dan beralih ke sistem nilai tukar mengambang terkendali.
Sistem ini dilambangkan terhadap sekeranjang mata uang negara yang
menjadi mitra dagang Indonesia. Nilai tukar mengambang terkendali, di
mana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan
dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga
stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Sejak sistem ini dilaksanakan,
pemerintah membiarkan nilai tukar domestik bergerak di pasar dengan
selisih tertentu, dengan menetapkan nilai batas atas dan batas bawah, di
mana selisih keduanya dusebut rentang intervensi.

Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (1997-Sekarang)


Dalam sistem ini, nilai Rupiah dibiarkan secara bebas bergerak di pasar uang
berdasarkan mekanisme pasar dalam nilai tukar tetap dan mengambang
terkendali, biasa dikenal dengan istilah devaluasi dan revaluasi. Namun dalam
sistem ini kedua istilah itu lebih dikenal dengan istilah depresiasidan apresiasi.
Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, pemerintah tidak mencampuri
tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada
permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan
untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi
keseimbangan eksternal (external equilibrium position. Tetapi kemudian
timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif
akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan
pada negara berkembang masih sederhana.

Anda mungkin juga menyukai