Dasar Distribusi
2.
Dalam metode yang memperhitungkan transfer jasa timbal balik ini terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan, yaitu: Metode Alokasi Kontinyu (continous allocation
methods) dan Metode Aljabar (algebraic methods)
b. Metode alokasi bertahap yang tidak mempertimbangkan transfer jasa timbal balik antar
departemen pembantu.
Dalam metode yang tidak memperhitungkan transfer jasa timbal balik ini, metode alokasi
yang digunakan adalah Metode Urutan Alokasi yang Diatur (specified order of closing)
METODE ALOKASI BERTAHAP YANG MEMPERHITUNGKAN JASA TIMBAL BALIK ANTAR
DEPARTEMEN PEMBANTU
Berbeda dengan metode alokasi langsung, dimana BOP departemen pembantu
dialokasikan ke departemen produksi secara langsung, tanpa memperhitungkan jasa yang
dinikmati oleh antar departemen pembantu sendiri Metode alokasi bertahap ini digunakan
apabila antar departemen pembantu terdapat transfer jasa secara timbal balik dan di dalam
pembuatan tarif BOP transfer jasa timbal balik ini akan diperhitungkan, maka perlu dilakukan
alokasi BOP antar departemen pembantu, sebelum BOP departemen pembantu dialokasikan
seluruhnya ke departemen produksi.
Untuk mengikuti uraian dalam pembahasan ini dengan baik, dalam pembahasan ini
perlu diadakan pembedaan istilah yang akan dipakai. Istilah yang menggambarkan pembagian
BOP tak langsung departemen kepada departemen-departemen yang menikmati manfaatnya,
baik departemen produksi maupun departemen pembantu adalah distribusi BOP.
Setelah biaya langsung dan tidak langsung departemen dikelompokkan dalam masingmasing departemen, langkah selanjutnya adalah membagikan BOP departemen-departemen
pembantu ke departemen-departemen produksi (metode langsung) atau kepada departemen
pembantu lain dan departemen produksi (metode bertahap). Istilah yang digunakan untuk
menggambarkan pembagian BOP departemen pembantu ke departemen produksi atau dari
departemen pembantu ke departemen pembantu kin dan departemen produksi adalah Alokasi
BOP.
Untuk keperluan penentuan tarif BOP, jumlah BOP departemen produksi setelah alokasi
BOP dari departemen pembantu kemudian dibagi dengan dasar pembebanan yang dipakai
pada masing-masing departemen produksi. Atas dasar tarif ini BOP dibagikan kepada produk di
departemen produksi. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembagian BOP
di departemen produksi kepada produk adalah Pembebanan BOP.
Untuk menggambarkan perbedaan istilah distribusi, alokasi dan pembebanan BOP
digambarkan pada gambar 6.1.
Distribusi
Departemen
Pembantu
Departemen
Produksi
Dept X
Dept A
Dept Y
Produk
Dept B
Dept Z
Alokasi
Pembebanan
4.
Contoh 1
PT. Rifani memiliki 3 Departemen Produksi, yaitu departemen A, departemen B dan departemen
C serta 2 departemen pembantu, yaitu departemen X dan Departemen Y. Taksiran BOP dan
taksiran kapasitas dari tiap departemen adalah sebagai berikut :
Departemen
Fixed
Variabel
Total
A
Rp 2.500.000
Rp 4.398.000
Rp 6.898.000
B
2.000.000
4.672.000
6.672.000
C
3.000.000
3.738.000
6.738.000
X
3.046.000
Y
5.000.000
Taksiran Kapasitas
Dept A :
100.000 JKL
Dept B :
25.000 JM
Dept C :
Rp 36.000.000
Perbandingan Service atau jasa yang diberikan oleh departemen pembantu X dan Y kepada
departemen produksi adalah sebagai berikut:
Dept.
A
B
C
X
Y
X
40
20
25
15
30
20
40
10
Dari soal diatas hitunglah tarif BOP untuk tiap departemen produksi (A, B, C) dengan
menggunakan metode :
a. Metode alokasi langsung
b. Metode alokasi yang diatur
c. Metode alokasi kontinyu
d. Metode aljabar
a. Metode Langsung
Dept A
BOP Tetap
BOP Variabel
Total
Alokasi BOP Dept Y
A= 30/90 x 5.000.000
B= 20/90 x 5.000.000
C= 40/90 x 5.000.000
Alokasi BOP Dept X
A= 40/85 x 3.046.000
B= 20/85 x 3.046.000
C= 25/85 x 3.046.000
Alokasi Dept X dan Y
Setelah alokasi X dan Y (a)
Kapasitas (b)
Dept B
Dept C
2.500.000
4.398.000
6.898.000
2.000.000
4.672.000
6.672.000
3.000.000
3.738.000
6.738.000
1.666.667
-
1.111.111
-
2.222.222
1.433.412
/'
3.100.079
9.998.079
100.000 JKL
716.706
1.827.817
8.499.817
25.000 JM
895.882
3.118.104
9.856.104
36.000.000 UBL
Dept X
Dept Y
3.046.000
5.000.000
(5.000.000
(3.045.000)
Tarif BOP (a : b)
Tarif BOP Tetap
Tarif BOP Variabel
Rp 99,98/JKL
Rp 25/JKL
Rp 74,98/JKL
Rp 399,99/JM
Rp 80/JM.
Rp 319,99/JM
27,38 %
8,33 % .
19,05 %
Dept B
2.500.000
4.398.000
6.898.000
1.500.000
1.000.000
2.000.000
1.433.412
716.706
1.716.706
8.388.706
25.000 JM
Rp 335,55/JM
Rp 80/JM.
Rp 255,55/JM
895.882
2.895.882
9.633.882
36.000.000 UBL
26,76 %
8,33 %
18,43 %
2.000.000
4.672.000
6.672.000
Dept C
BOP Tetap
BOP Variabel
Total
3.000.000
3.738.000
6.738.000
Dept X
Dept Y
3.046.000
5.000.000
500.000
(5.000.000
(3.045.000)
2.933.412
9.831.412
100.000 JKL
Rp 98,31/JKL
Rp 25/JKL
Rp 73,31/JKL
Dept A
BOP Tetap
BOP Variabel
Dept B
Dept C
Dept X
Dept Y
2.500.000
4.39,8.000
2.000.000
4.672.000
3.000.000
3.738.000
6.898.000
1.500.000
6.672.000
1.000.000
6.738.000
2.000.000
8.398.000
1.418.400
9.816.400
159.570
7.672.000
709.200
8.381.200
106.380
9.975.970
21.276
9.997.246
2.393
9.999.639 32
Total
8.487.580
9.837.260
10.638
13.298
8.498.218 9.850.558 3.191
1.596
8.499.814 16
9.853.749 20
3.046.000 5.000.000
500.000 (5.000.000
53.190
(53.190)
0 80
0 7.978
80 (80)
7.978
(7.978)
0 12
9.853.769 3
01
12 (12)
9.999.676
8.499.833
9.853.772
100.000 JKL
25.000 JM 36.000.000 UBL
Rp 99,9/JKL Rp 339,99/JM 27,37 % 8,33 %
Rp 25/JKL Rp
80/JM
9.999.671 5
8.499.830 3
Rp 74,99/JKL Rp 259,99/JM
19,04 %
d. Metode Aljabar
Persamaan :
X
= Rp 3.046.000 + 10 % Y
Y
= Rp 5.000.000 + 15 % X
X
= Rp 3.046.000 + 10 % (5.000.000 + 15 % X)
= Rp 3.046.000 + 500.000 + 0,015 X
= Rp 3.546.000 + 0,015 X
X - 0,015 X = Rp 3.546.000
0.985 X
= Rp 3.546.000
X
= Rp 3.600.000
Y
= Rp 5.000.000 + 15 % (3.600.000)
= Rp 5.000.000 + 540.000
Y
= Rp 5.540.000
Dept A
Dept B
2.000.000
4.672.000
6.672.000
3.000.000
3.738.000
6.738.000
2.500.000
4.398.000
6.898.000
'
1662.000
8.560.000
1.440.000
1.108.000
7.780.000
720.CCn
2.216.000
554.000 (5.540.000)
8.954.000 3.600.000
(540.000)
900.000 (3.600.000)
540.000
10.000.000
8.500.000
9.854.000
BOP Tetap
BOP Variabel dan Y
Total
Alokasi BOP Dept Y
Dept C
Kapasitas (b)
100.000 JKL
Tarif BOP (a : b)
Tarif BOP Tetap
Rp 100 /JKL Rp
Rp 25/JKt Rp
340/JM
80/JM
27,37 %
8,33 %
Rp
260/JM
19,04 %
Dept X
Dept Y
3.046.000
5.000.000
75/JKL Rp
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan maksud dan manfaat dari departementalisasi BOP
2. Sebutkan dan jelaskan empat tahap utama penyusunan anggaran BOP per departemen
3. Jelaskan dua metode alokasi BOP departemen pembantu ke departemen produksi
4. Sebutkan dan jelaskan dua kelompok metode yang termasuk dalam metode alokasi
bertahap
5. Jelaskan perbedaan antara metode alokasi langsung dengan metode alokasi bertahap
6. PT. Surya mempunyai 3 departemen produksi (A, B, C) dan 2 departemen pembantu (X,Y),
taksiran BOP dan kapasitas tiap departemen adalah sebagai berikut:
Departemen
Fixed
Variabel
Total
A
Rp 3.640.000
Rp 7.837.500
Rp 11.477.500
B
2.750.000
4.725.000
7.475.000
C
4.500.000
8.475.000
12.975.000
X
Y
3.712.500
7.200.000
Taksiran Kapasitas
periode
Biaya yang dibebankan
Bagian ini melaporkan perincian biaya per satuan yang dibebankan, meliputi biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja dan BOP
3. Perhitungan harga pokok atau pertanggungjawaban biaya
Pada bagian ini dilaporkan mengenai perincian harga pokok produk selesai yang di transfer
ke gudang atau departemen berikutnya dan harga pokok produk masih dalam proses pada
akhir periode.
Yang menjadi masalah di sini adalah bagaimana menghitung harga pokok barang jadi
yang ditransfer ke gudang dan harga pokok persediaan produk dalam proses yang pada akhir
periode belum selesai diproduksi. Untuk tujuan tersebut perlu dilakukan perhitungan biaya
produksi per satuan yang dikeluarkan pada periode tersebut. Hasil perhitungan itu kemudian
dikalikan dengan kuantitas produk jadi yang akan menghasilkan informasi harga pokok barang
jadi yang ditransfer ke gudang. Untuk menghitung harga pokok persediaan produk dalam
proses, biaya produksi per satuan tersebut dikalikan dengan kuantitas persediaan produk dalam
proses, dengan memperhitungkan tingkat penyelesaian persediaan produk dalam proses.
Untuk menghitung biaya per satuan yang dikeluarkan oleh perusahaan, perlu dihitung
Ekuivalen unit Bulan September 2002, dengan cara sebagai berikut:
1. Biaya bahan baku yang dibebankan pada bulan September 2002 menghasilkan 8.000 unit
produk selesai dan 2.000 unit masih dalam proses dengan tingkat penyelesaian bahan
baku 100 %. Hal ini berarti biaya bahan baku sebesar Rp 25.000.000 tersebut telah
digunakan untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 8.000 unit dan 2.000 unit barang
dalam proses (100% x 2.000 unit). Dengan demikian ekuivalen unit biaya bahan baku
adalah 10.000 unit dengan perhitungan : 8.000 + (100 % x 2.000) = 10.000 unit
2. Biaya tenaga kerja yang dibebankan sebesar Rp 18.000.000 tersebut dapat menghasilkan
8.000 barang jadi dan 2.000 unit barang dalam proses dengan tingkat penyelesaian biaya
tenaga kerja sebesar 80 %. Hal ini berarti biaya tenaga kerja sebesar Rp 18.000.000
tersebut telah digunakan untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 8.000 unit dan 1.600
unit barang dalam proses (80% x 2.000 unit). Dengan demikian ekuivalen unit biaya tenaga
kerja adalah 9.600 unit dengan perhitungan : 8.000 + (80 % x 2.000) = 9.600 unit
3. BOP yang dibebankan sebesar Rp 37.000.000 tersebut dapat menghasilkan 8.000 barang
jadi dan 2.000 unit barang dalam proses dengan tingkat penyelesaian BOP sebesar 50 %.
Hal ini berarti BOP sebesar Rp 36.000.000 tersebut telah digunakan untuk menyelesaikan
barang jadi sebanyak 8.000 unit dan 1.000 unit barang dalam proses (50% x 2.000 unit).
Dengan demikian ekuivalen unit BOP adalah 9.000 unit dengan perhitungan : 8.000 + (50
% x 2.000) = 9.000 unit
Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang diproduksi dalam bulan
September 2002 dilakukan dengan cara membagi tiap unsur biaya produksi dengan ekuivalen
unitnya. Setelah harga pokok produksi per satuan dihitung, harga pokok barang jadi yang
ditransfer ke gudang dan harga pokok barang dalam prose dapat dihitung.
Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang
dalam proses disajikan pada tabel dibawah ini:
Harga pokok per
Biaya Produksi
Total Biaya
Ekuivalen Unit
satuan
(1)
(2)
(3)
(4) = (2) : (3)
Bahan baku
Rp. 25.000.000
10.000
Rp. 2.500
Tenaga kerja
18.000.000
9.600
1.875
BOP
36.000.000
9.000
4.000
Harga pokok
barang
jadi
:
8.000
x
Rp
8.375
Rp.
67.000.000
Total
Rp. 79.000.000
Rp. 8.375
Harga pokok barang dalam proses :
Biaya bahan baku
(100 % x 2.000 x Rp 2.500) Rp. 5.000.00
Biaya tenaga kerja
( 80 % x 2.000 x Rp 1.875)
3.000.00
Biaya overhead pabrik ( 50 % x 2.000 x Rp 4.000)
4.000.00
Rp.
12.000.000
Jumlah biaya produksi bulan September 2002
Rp.
79.000.000
2.
Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost
production report} seperti yang disajikan pada gambar 7.1.
JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI
Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi
yang terjadi pada bulan September 2002, dibuat jurnal sebagai berikut:
PT. RIFANI
LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI
Bulan September 2002
10.000
8.000
2.000
10.000
Total
Rp 25.000.000
18.000.000
36.000.000
Rp79.000.000
Per unit
Rp 2.500
1.875
4.000
Rp 8.375
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang 8.000 unit @ Rp 8.375 Rp 67.000.000
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Biaya bahan baku
(100 % x 2.000 x Rp 2.500)
Rp 5.000.000
Biaya tenaga kerja
( 80 % x 2.000 x Rp 1.875)
3.000.000
Biaya overhead pabrik ( 50 % x 2.000 x Rp 4.000)
4.000.000
Rp 12.000.000
Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002
Rp 79.000.000
1.
2.
Rp 25.000.000
4.
5.
Rp 18.000.000
Rp 18.000.000
Rp 36.000.000
Rp 36.000.000
METODE HARGA POKOK PROSES - PRODUK DIOLAH MELALUI LEBIH DARI SATU
DEPARTEMEN PRODUKSI
Jika suatu produk diolah melalui lebih dari satu departemen produksi, perhitungan harga
pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh departemen produksi pertama sama
dengan yang telah dibahas pada contoh 1 sebelumnya.
Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh departemen
setelah departemen pertama merupakan {perhitungan yang bersifat kumulatif, karena produk
yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama merupakan barang jadi dari
departemen sebelumnya yang membawa harga pokok produksi dari departemen sebelumnya
tersebut, maka harga pokok produk yang dihasilkan setelah departemen pertama terdiri dari:
1. Biaya produksi yang terbawa dari departemen sebelumnya
2. Biaya produksi yang ditambahkan dalam departemen setelah departemen pertama
Contoh 2.
PT. Rizki memiliki 2 departemen produksi (dept A dan B) untuk menghasilkan produknya.
Data produksi dan biaya kedua departemen tersebut dalam bulan Oktober 2002, adalah
sebagai berikut:
Dept A
Dept B
Dimasukkan dalam proses produksi
50.000 unit
Selesai dan di transfer ke Departemen B
45.000 unit
Selesai dan di transfer ke Gudang
42.500 unit
Produk dalam proses akhir bulan (BDP )
5.000 unit
2.500 unit
Biaya/ cost yang dibebankan :
Biaya Bahan Baku
Rp. 8.000.000
Rp.
0
Biaya Tenaga Kerja
Rp. 11.400.000
Rp. 12.237.500
Biaya Overhead Pabrik
Rp. 23.750.000
Rp. 23.362.500
Tingkat Penyelesaian BDP
Biaya Bahan Baku
100 %
Biaya Konversi (TKL dan BOP)
50 %
80 %
Buat Laporan Harga Pokok Produksi (Cost Production Report), berikut catatan akuntansinya.
Total Biaya
Ekuivalen unit
(2)
8.000.000
11.400.000
23.750.000
Rp 43.150.000
Rp
(3)
50.000
47.500
47.500
Harga Pokok
Persatuan
(4) = (2) : (3)
Rp 160
240
500
Rp 900
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke Dept B : 45.000 x Rp 900 Rp.
40.500.000
600.00
1.250.00
Rp
800.00
Rp.
2.650.000
Rp.
43.150.000
Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost
10.800.000
22.500.000
Rp.
800.000
600.000
1.250.000
Total Biaya
(2)
Rp 12.237.500
23.750.000
Rp 35.362.500
Ekuivalen unit
(3)
44.500
44.500
Harga Pokok
Persatuan
(4) = (2) : (3)
275
525
Rp 800
38.250.00
34.000.00
Rp.
72.250.000
Rp.
Rp.
3.850.000
76.100.000
2.250.00
550.00
1.050.00
Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost
production report) seperti yang disajikan pada gambar 7.3.
PT. RIZKI
DEPARTEMEN B
LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI
Bulan Oktober 2002
Data Produksi (unit)
Diterima dari Departemen A
Selesai dan ditransfer ke gudang
Masih dalam proses akhir bulan
45.000
42.500
2.500
45.000
Per Unit
Rp. 40.500.000
Rp.
11.237.500
23.362.500
Rp. 35.600.000
Rp. 76.100.000
275
525
Rp. 800
Rp. 1.700
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang 42.500 unit @ Rp 1.700 Rp
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Harga pokok departemen A (2.500 x Rp 900)
Rp
2.250.000
Biaya tenaga kerja ( 80 % x 2.500 x Rp 275)
550.000
Biaya overhead pabrik ( 80 % x 2.500 x ftp 525)
1.050.000
Rp
Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002
Rp.
900
72.250.000
3.850.000
76.100.000
3.
4.
5.
Rp 23.362.500
Rp 23.362.500
PROSES
TERHADAP
Dalam proses produksi, tidak semua produk yang diolah akan menghasilkan produk
yang baik yang memenuhi standar mutu yang ditentukan. Jika bahan baku yang diolah selama
periode tertentu 100 liter, yang banyaknya dinyatakan dalam ekuivalen unit sebanyak 50 satuan
produk jadi, belum tentu hasil produksi pada periode tersebut akan menghasilkan 50 satuan
produk tersebut.
Dilihat dari saat terjadinya, produk dapat hilang pada awal proses, sepanjang proses
atau pada akhir proses. Untuk kepentingan penyederhanaan perhitungan harga pokok produksi
per satuan, produk yang hilang sepanjang proses dapat diperlakukan sebagai produk yang
hilang awal atau akhir proses.
PENGARUH TERJADINYA PRODUK YANG HILANG PADA AWAL PROSES DAN AKHIR
PROSES TERHADAP PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK PER SATUAN
Produk yang hilang pada awal proses dianggap belum ikut menyerap biaya produksi yang
dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan, sehingga tidak diikutsertakan dalam
perhitungan-perhitungan ekuivalen unit produk yang dihasilkan dalam departemen tersebut.
Dalam departemen pertama, produk yang hilang awal proses mengakibatkan adanya kenaikan
harga pokok pada harga pokok produksi per satuan. Dalam departemen berikutnya, produk
yang hilang awal proses mempunyai dua akibat yaitu :
1. Menaikkan harga pokok produksi per satuan produk yang diterima dari departemen
sebelumnya
2. Menaikkan harga pokok produksi per satuan yang ditambahkan pada departemen produksi
setelah departemen produksi yang pertama tersebut.
Sedangkan produk yang hilang akhir proses, karena telah ikut menyerap biaya produksi yang
dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan, sehingga harus diperhitungkan dalam
penentuan ekuivalen unit produk yang dihasilkan oleh departemen tersebut kepada masingmasing unsur harga pokok sejumlah unit yang hilang pada akhir proses. Baik pada departemen
pertama maupun pada departemen-departemen berikutnya, harga pokok produk yang hilang
akhir proses harus diperhitungkan dan harga pokok ini diperlakukan sebagai tambahan harga
pokok produk selesai yang di transfer ke departemen produksi berikutnya atau ke gudang. Hal
ini akan mengakibatkan harga pokok per satuan produk selesai yang di transfer ke departemen
berikutnya atau ke gudang menjadi lebih tinggi.
Untuk menggambarkan pengaruh terjadinya produk yang hikng awal atau akhir proses terhadap
perhitungan harga pokok per satuan, dapat digambarkan pada contoh berikut ini.
Contoh 3
PT. Amelia memiliki 2 departemen produksi (dept A dan B) untuk menghasilkan produknya. Data
produksi dan biaya kedua departemen tersebut dalam bukn Nopember 2002, adalah sebagai
berikut:
Dept. A
Dimasukkan dalam proses produksi
Selesai dan di transfer ke Departemen B
Selesai dan di transfer ke Gudang
Produk dalam proses akhir bulan (BDP)
Hilang awal proses
Hilang akhir proses
Biaya/cost yang dibebankan:
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Overhead Pabrik
Tingkat Penyelesaian BDP
Biaya Bahan Baku
Biaya Konversi (TKL dan BOP)
Dept. B
200.000 unit
180.000 unit
15.000 unit
2.000 unit
3.000 unit
172.500 unit
5.000 unit
Rp. 39.600.000
62.400.000
81.600.000
Rp. 79.875.000
Rp.
106.500.000
50 %
100 %
60 %
2.500 unit
dihitung ekuivalen unit tiap unsur biaya produksi departemen A dalam bulan Nopember 2002,
dengan cara sebagai berikut:
1. Biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh departemen A dalam bulan Nopember 2002
tersebut dapat menghasilkan 180.000 satuan produk selesai dan 15.000 satuan produk
yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya bahan baku 100 %. Hal ini
berarti bahwa biaya bahan baku sebesar Rp 39.600.000 tersebut telah digunakan
sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 180.000 satuan dan 15.000
satuan (100% x 15.000) persediaan barang dalam proses. Karena dalam proses produksi
pada departemen ini terdapat produk yang hilang awal proses dan akhir proses, maka
harus diperhitungkan adanya produk yang hilang tersebut. Untuk produk yang hilang awal
proses tidak diperhitungkan dalam ekuivalen unitnya, sebaliknya pada produk yang hilang
akhir proses harus diperhitungkan ekuivalen unitnya, dimana pada departemen ini produk
yang hilang akhir proses sebanyak 3000 unit. Dengan demikian ekuivalen unit biaya bahan
baku adalah 198.000 satuan, dengan perhitungan : 180.000 + (100% x 15.000) + 3.000 =
198.000 satuan.
2. Biaya konversi, yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang dikeluarkan oleh
departemen A pada bulan Nopember 2002 sebesar Rp 144.000.000 tersebut dapat
menghasilkan 180.000 satuan produk selesai dan 15.000 satuan produk yang masih dalam
proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 60 %. Hal ini berarti bahwa biaya
konversi telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 180.000
satuan dan 9.000 satuan (60% x 15.000) persediaan barang dalam proses juga atas
produk yang hilang pada awal maupun akhir proses. Sama halnya dengan biaya bahan
baku untuk biaya konversi ini juga perlu diperhitungkan ekuivalen unit untuk produk yang
hikng akhir proses. Dengan demikian ekuivalen unit biaya konversi adalah 192.000 satuan,
dengan perhitungan : 180.000 + 9.000 (60% x 15.000) + 3.000 = 192.000 satuan.
Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang
dalam proses di departemen A disajikan pada tabel dibawah ini:
Biaya Produksi
(1)
Bahan Baku
Tenaga Kerja
BOP
Total
Total Biaya
(2)
Rp 39.600.000
62.400.000
81.600.000
Rp 183.600.000
Ekuivalen Unit
(3)
198.000
192.000
192.000
PT. AMELIA
DEPARTEMEN A
LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI
Bulan November 2002
Data Produksi (unit)
Dimasukkan dalam proses
Selesai dan ditransfer ke Departemen B
Masih dalam proses akhir bulan
Hilang awal Proses
Hilang akhir Proses
200.000
180.000
15.000
2.000
3.000
200.000
Per Unit
Rp. 39.600.000
62.400.000
81.600.000
Rp.183.600.000
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke Dept. B : 180.000 x p. 950
Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 3.000 x Rp 950
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Biaya Bahan Baku
( 100% x 15.000 x Rp 200 )
Rp
Biaya tenaga kerja
( 60 % x 15.000 x Rp 325 )
Biaya overhead pabrik
( 60 % x 15.000 x Rp. 425)
Jumlah biaya produksi bulan November 2002
Rp.
Rp.
200
325
425
950
Rp. 171.000.000
Rp
2.850.000
Rp. 173.850.000
3.000.00
2.925.00
3.825.00
Rp
9.750.000
Rp. 183.600.000
Gambar 7.4 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen A. Adanya produk yang hilang awal
dan akhir proses pada departemen pertama
JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI DEPARTEMEN A
Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi
yang terjadi pada bulan Nopember 2002, dicatat dengan jurnal berikut:
1.
2.
Rp 81.600.000
Rp 81.600.000
4.
5.
Rp.
3.000.000
2.925.000
3.825.000
Total Biaya
Ekuivalen Unit
(1)
(2)
(3)
Tenaga Kerja
BOP
Total
79.875.000
106.500.000
Rp 186.375.000
177.500
177.500
Rp.
450
600
Rp 1.050
Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi
(costproduction report) seperti yang disajikan pada gambar 7.5.
JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI DEPARTEMEN B
Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi
yang terjadi pada bulan Nopember 2002, dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
1.
2.
3.
Rp 106.500.000
Rp 106.500.000
4.
5.
Rp
4.829.750
1.125.000
1.500.000
PT. AMELIA
DEPARTEMEN B
LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI
Bulan November 2002
Data Produksi (unit)
Diterima dari Departemen A
Selesai dan ditransfer ke gudang
Masih dalam proses akhir bulan
Hilang akhir proses
180.000
172.500
5.000
2.500
180.000
Per Unit
Rp.173.850.000
Rp.965,83
79.875.000
106.500.000
Rp. 35.600.000
Rp. 76.100.000
450
600
Rp 1050
Rp2015,83
Perhitungan Biaya
Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang :
Harga pokok dari departemen A (172.500 x Rp 965,83)
Rp 166.605.675
Harga Pokok yang ditambahkan pada departemen B (172.500 x Rp1050)
181.125.000
Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 2500 x (965,83 x Rp 965,83)
5.039.575
Rp 352.770.250
Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan :
Harga pokok departemen A ( 100% x 5000 x Rp965,73 ) Rp
7.829.75
Biaya tenaga kerja ( 50 % x 5.000 x Rp 450 )
1.125.00
Biaya overhead pabrik ( 50 % x 5.000 x Rp 600 )
1.500.00
Rp
7.454.750
Jumlah biaya produksi bulan November 2002
Rp. 360.225.000
Gambar 7.5 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen B. Adanya produk yang hilang akhir
proses pada departemen terakhir
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan beberapa karakteritik produksi dari petusahaan yang menggunakan metode harga
pokok proses.
2. Jelaskan perbedaan antura metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses
dilihat dari segi pengumpulan biaya produksi, perhitungan harga pokok per satuan,
klasifikasi biaya produksi dan unsur yang digolongkan dalam biaya overhead.
3. Sebutkan dan jekskan manfaat informasi harga pokok produksi dalam perusahaan yang
berproduksi secara massa.
4. Jelaskan perlakuan akuntansi untuk produk yang hilang awal dan akhir proses pada
perusahaan yang berproduksi secara massa.
5. Data produksi dan biaya dua departemen (X dan Y) dari PT. Rizki adalah sebagai berikut:
Dept X
Dept Y
Dimasukkan dalam proses
150.000 unit
Selesai dan ditransfer ke dept B
125.000 unit
Selesai dan ditransfer ke gudang
120.000 unit
Masih dalam proses akhir bulan (BDP akhir)
25.000 unit
5.000 unit
Biaya/cost yang dikeluarkan :
Bahan baku
Rp
97.500.000
Tenaga kerja langsung
80.500.000
99.000.000
Biaya overhead pabrik
105.000.000
123.750.000
Tingkat penyelesaian BDP akhk :
Bahan baku
100%
Biaya konversi
60 %
75 %
Dari soal diatas buatlah :
a.
b.
Laporan harga pokok produksi (costproduction report) pada dua departemen dari PT. Rizki
Buatlah jurnal yang diperlukan
6.
a.
b.
c.
8
PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN
Dalam proses produksi perusahaan tertentu, seringkali terdapat pengolahan satu atau
beberapa macam bahan baku dalam satu proses produksi dapat menghasilkan dua jenis
produk atau lebih. Perusahaan pengeboran minyak misalnya mengolah minyak mentah menjadi
bensin, minyak tanah, oli dan produk dari minyak yang lain. Dalam perusahaan semacam ini,
karena berbagai produk yang dihasilkan tersebut berasal dari proses pengolahan bahan baku
yang sama, timbul masalah pengalokasian biaya bersama (joint cost) kepada berbagai produk
yang dihasilkan tersebut.
PRODUK BERSAMA DAN BIAYA BERSAMA
Produk bersama (joint product) adalah dua macam produk atau lebih yang dihasilkan melalui
proses yang sama secara serentak atau melalui proses yang berututan, dimana masing-masing
produk memiliki nilai yang relatif berimbang. Produk bersama berasal dari bahan baku yang
sama, apabila produk yang satu jumlah produksinya ditambah maka produk yang lain juga
bertambah, walaupun jumlah kenaikannya tidak sama. Contoh produk bersama misalnya
perusahaan pemotongan hewan yang dapat menghasilkan daging, kulit, dan jeroan. Contoh lain
misalnya perusahaan minyak yang mengolah minyak mentah menjadi bensin, minyak tanah, oli
dan produk dari minyak yang lain.
Biaya yang terjadi untuk memproduksi produk bersama melipuri biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja dan BOP. Biaya yang dikeluarkan untuk mengolah produk bersama ini dikenal
dengan biaya produk bersama (joint product cost), Biaya produk bersama (joint product cost)
dapat diberikan pengertian sebagai biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku
diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dioisahkan idenritasnya. Saat suatu
proses produksi dapat mengidentifikasikan produk-produk yang dihasilkan dikenal dengan
istilah Titik Pisah atau Titik Pencar (split off point}. Pada titik pisah perusahaan sudah dapat
mengidentifikasi atau menentukan suatu produknya apakah produk A, produk B atau produk C.
Untuk menggambarkan hubungan biaya bersama dan titik pisah dapat dilihat pada gambar
Produk A
Proses Produksi
Produk B
Produk C
memproses lebih lanjut setelah split off point bukan lagi cost, tetapi Separable Cost atau Cost
After Split off Point Biaya bersama tidak dapat diikuti jejaknya atau tidak mudah untuk
diidentifikasikan kepada setiap jenis produk yang dihasilkan, sehingga joint product sampai
pada titik pisah sulit untuk ditentukan harga pokoknya.
Biaya bersama disebut juga sebagai biaya bergabung (common cost), yaitu biaya-biaya yang
terjadi untuk memproduksi dua macam produk atau lebih dengan menggunakan fasilitas yang
sama, tetapi waktu pengolahannya tidak bersamaan atau serentak, contoh perusahaan susu
yang memproduksi susu coklat, susu bayi, dan jenis susu lainnya. Produk tersebut diokh secara
bergantian dengan menggunakan fasilitas pabrik yang sama. Biaya bahan dan biaya tenaga
kerja dalam pengolahan tersebut dapat diidentifikasi secara langsung pada setiap jenis produk,
sedangkan BOP tidak dapat diidentifikasi pada setiap produk.
Apabila dua macam produk atau lebih dikerjakan dalam waktu yang bersamaan, tetapi berasal
dari bahan baku yang berbeda dan menggunakan fasilitas yang berbeda kecuali bangunan,
maka produk itu disebut Produk Sekutu (co-product). Bahan baku, tenaga kerja dan fasilitas
pabrik selain bangunan dapat diidentifikasikan pada tiap produk sekutu. Dengan demikian
hanya biaya penyusutan bangunan, biaya pemeliharaan bangunan, biaya asuransi bangunan
dan biaya kin yang berhubungan dengan bangunan merupakan biaya bersama.
PRODUK SAMPINGAN (BYPRODUCT)
Produk sampingan (by product) merupakan Hasil proses produksi yang tidak dapat dihindari,
laku dijual dan biasanya bernilai rektif rendah dan bukan tujuan utama dari proses produksi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa syarat dari produk sampingan, adalah :
a. Tidak dapat dihindari
b. Laku dijual (saleable)
c. Harganya rektif rendah
d. Bukan tujuan utama
Contoh : Proses produksi tahu, akan menghasilkan ampas dan ampas ini merupakan hasil
sampingan.
Produk sampingan ini mempunyai nilai total rektif lebih kecil dibandingkan dengan produk
utamanya. Produk yang mempunyai nilai total rektif lebih besar disebut sebagai Produk Utama
(main product).
By product dapat dibedakan menjadi 2, berdasarkan kyak tidaknya byproduct untuk dijual pada
saat pemisahan dari produk utama (main product) :
1. By product yang tanpa diproses lebih lanjut sebelum dijual
2. By product yang harus diproses lebih lanjut sebelum dijual.
PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK BERSAMA (JOINT PRODUCT)
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa biaya produk bersama tidak dapat diidentifikasikan
dengan mudah, sehingga harga pokok produk bersama ini sulit ditentukan. Meskipun demikian
manajemen berkepentingan untuk menentukan harga pokok tiap-tiap jenis produk bersama,
yaitu :
1. Untuk penilaian persediaan dalam neraca
2. Untuk penentuan pendapatan
3. Untuk mengetahui kontribusi masing-masing jenis produk terhadap laba perusahaan secara
keseluruhan
Untuk memenuhi tujuan diatas, manajemen berupaya untuk mengalokasikan biaya bersama
kepada masing-masing jenis produk, sehingga harga pokok masing-masing produk bersama
dapat ditentukan. Alokasi biaya bersama dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu
metode berikut:
1. Metode biaya rata-rata per satuan (thi'average unit cost method?)
2. Metode rata-rata tertimbang (the weighted average methods)
3.
4.
Metode nilai pasar atau nilai jual (market or sales value methods}
Metode satuan fisik (physical unit cost methods)
u
200.000.000 _. -
Cost rata-rata per unit penimbang =
= Rp 20U
Alokasinya Ke produk A = 250.000 x Rp 200 = Rp 50.000.000
B = 32^000 x Rp 200 =
64.000.000
C = 300.000 x Rp 200 =
60.000.000
D = 150.000 x Rp 200 =
30.000.000
JumlahRp 200.000.000
Kesimpulan : Semua produk laba " tergantung pada penimbang"
1 Metode nilai jual relatif (sales value methods)
Untuk setiap Rp. 1 peniuakn alokasi joint cost = 200.000.000 _ 72 398 0/0
v
276.250.000
Alc!:r.:inya
Ke produk A = 72,398 % x 56.250.000 = Rp 40.723.875
B = 72,398 % x 70.000.000 =
50.678.600
C - 72,398 % x 90.000.000 =
65.158.725
D= 72,398 %x 60.000.000 =
43.4J8.800
JumlahRp 200.000.000
Kesimpulan : Tiap jenis produk memperoleh laba sebesar 27,602 %
Bukti:
Produk A = 2.250 - (72,398 % x 2.250) x 100%
2.250
= 27,602%
Produk C = 1.500 - (72,398 %x 1.500) x 100%
1.500 = 27,602%
Harga jual Hipotesis =
A = 69,93 % x 62.500.000 = B = 69,93 % x 76.000.000 = C = 69,93 % x 95.000.000 = D = 69,93
% x 52.500.000 = Jumlah
56.206.250 69.147.000 91.433.500
________ ________ 59.213.250 200.000.000 + 76.000.000 = 276.000.000
Cost per unit
A = 56.206.250/25.000 = 2248,25 B = 69.147.000/40.000 = 1728,675
C = 91.433.500/ 60.000 = 1523,89 D = 59.213.250/ 75.000 = 789,51
Contoh 2.
Metode satuan fisik (physical unit cost methods) Misalnya perusahaan penyulingan setiap
mengolah minyak mentah sebanyak 25.500 barel menghasilkan beberapa macam produk.
Untuk pengolahan minyak mentah tersebut dikeluarkan biaya bersama sebesar Rp
200.000.000, maka Perhitungan alokasi biaya bersama kepada masing-masing produk
dilakukan berdasarkan persentase kuantitas masing-masing produk tersebut disajikan pada
label berikut ini.
PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK SAMPINGAN (BYPRODUCT)
Telah diuraikan sebelumnya bahwa produk sampingan bukan merupakan tujuan utama dati
proses produksi, meskipun ikut menikmati biaya bersama. Nilai jual produk sampingan relatif
rendah, sehingga mengalokasikan biaya bersama untuk untuk penentuan harga produk
sampingan menjadi tidak signifikan. Metode akuntansi produk sampingan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Metode-metode yang tidak mencoba menghitung harga pokok produk sampingan atau
persediaannya, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai
pendapatan atau pengurang biaya produksi. Metode ini biasa disebut Metode Tanpa Harga
Pokok (non cost methods)
2. Metode-metode yang mencoba mengalokasikan sebagian biaya bersama kepada produk
sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk atas dasar biaya yang
dialokasikan tersebut. Metode ini dikenal dengan Metode Harga Pokok (cost methods)
metode tanpa harga pokok (non cost method)
Beberapa metode perlakuan terhadap pendapatan penjuakn produk sampingan yang dapat
dipakai dalam metode ini antara lain :
1. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
(other income)
2. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan pendapatan
penjualan produk utama
3. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok
penjualan
Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total harga
pokok produksi
Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
(other income)
Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi
dengan penjualan returnya dicatat dalam rekening "Pendapatan Penjualan Produk Sampingan"
dan pada akhir periode akuntansi di tutup ke rekening Rugi Laba. Rekening pendapatan
penjualan produk sampingan dicantumkan dalam laporan laba rugi dalam kelompok
penghasilan di luar usaha (other income].
Metode ini cocok digunakan dalam perusahaan yang :
a. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
b. Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang yang tidak sebanding dengan
manfaat yang diperoleh.
c. Saat terpisahnya produk sampingan dengan produk utama tidak begitu jelas dan
pembebanan harga pokok produk sampingan kepada produk utama tidak mengakibatkan
perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah :
a. Apabila pada akhir periode terdapat persediaan produk sampingan, maka timbul masalah
penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. Bila metode ini
digunakan maka nilai pasar persediaan produk sampingan tersebut harus dilaporkan dalam
neraca sebagai catatan kaki.
4.
b.
c.
Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam periode vang tepat. Pada
saat produk sampingan selesai diproduksi tidak dibuat jurnal pencatatan dan pencatatan baru
dilakukan pada saat dijual.
Tidak adanya pengawasan terhadap persediaan produk sampingan, sehingga hal ini membuka
kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk sampingan. d. Meskipun nilai jual
produk sampingan relatif rendah, tetapi kalau pendapatan penjualannya dilaporkan sebagai
penghasilan di luar usaha, hal ini akan mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha
perusahaan.
xxxxxxx -
produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganri (replacement cost) yang
berlaku di pasar. Jurnlah ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses - Biaya
Bahan Baku , sehingga mengurangi biaya prcduksi utama. Pengurangan biaya produksi utama
ini akan mengakibatkan harga pokok per satuan persediaan produk utama menjadi lebili
rendah.
Contoh 4
Misalkan diketahui data berikut ini :
Jumlah biaya produksi untuk 27.000 kg produk utama
Jumlah pendapatan penjualan produk utama : 25.000 x Rp 200
Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan
produk utama
Biaya pemasaran dan administrasi umum
Persediaan akhir produk utama
Pendapatan penjualan mfcga {>okok penjualan :
Biaya produksi :
Dikutangi : biaya pengganti ptoduk satnpingan
D&ut angL : Petsediaatv akkit 2.000 Laba kotorLaporan laba rugi dari data perusahaan diatas
adalah sebagai berikut:
Pendapatan penjualan produk utama
Rp 5.000.000
Harga pokok penjualan:
Biaya produksi:
Rp 2.500.000
Dikurangi: biaya pengganti produk sampingan
____250.000
Rp 2.250.000
Dikurangi: Persediaan akhir 2.000 Kg x kp 90 *
180.000
Rp 2.070.000
Labakotor
Rp 2.930.000
Biaya pemasaran dan administrasi umum ____180.000
Laba bersih sebelum pajak v Rp 2.750.000
* 2.250.000 : 25.000 = Rp 90
Jelaskan pengertian biaya bersama dan berikan contohnya
2. Jelaskan perbedaan antara produk bersama, produk sampingan dan produk sekutu Berikar d
contoh untuk masing-masing jenis tersebut.
3. Sebutkan dan Jelaskan beberapa metode untuk alokasi biaya bersama
4. Jelaskan perkkuan terhadap produk sampingan dalam metode tanpa harga pokok (non cost
methods)
5. Sebutkan dan Jelaskan berbagai perlakuan terhadap produk sampingan dalam metode harga
pokok (cost methods)
6. PT. Rizki menghasilkan produk bersama A, B, C dan D dengan jumlah biaya bersama
sebesar Rp 160.000.000. Kuantitas yang diproduksi: A 32.000 unit, B 28.000 unit, C 40.000 unit
dan D 100.000 unit. Masing-masing produk (A,B,C dan D) dijual pada saat titik pisah dengan
harga per unit masing-masing Rp 2.000, Rp t?500, Rp 1.250 dan Rp 800. Informasi dan alokasi
biaya bersama PT.Rizki digambarkan pada label dibawah iniDari data soal diatas, alokasikan
biaya bersama kepada produk bersama dengan menggunakan
metode :
a. Biaya rata-rata per satuan
b. Biaya rata-rata tertimbang
c. Harga jual relatif
7. PT. Amelia memproduksi produk X, Y dan Z dalam suatu proses bersama, informasi yang
berkaitan dengan produk-produk tersebut disajikan pada tabel dibawah ini:Dari tabel diatas,
hitunglah :
a. Alokasi Biaya bersama untuk produk X dengan menggunakan metode nilai jual relatif b.
Alokasi Biaya bersama untuk produk Y dengan menggunakan metode unit fisik c. Nilai jual
produk Y pada saat titik pisah (split off point)
d. Biaya bersama yang dialokasikan kepada produk bersama atas dasar nilai jual hipotetis,
biaya bersama yang dialokasikan kepada produk Z adalah sebesar :
Mulyadi, Akuntansi Biaya, edisi 5, Cetakan Ketiga, Penerbit Bagian Penerbitan STIE YKPN,
Yogjakarta, 1993
Akuntansi Manajemen, edisi 3, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2001
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta, 1999
Halim, Abdul, Soal Jawab Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama,
Penerbit BPFE Jogyakarta, Yogyakarta, 1988
Garrison, Ray., dan Eric Noreen, Akuntansi Manajerial, Buku 1, diterjemahkan oleh Totok
Budisantoso, Penerbit Salaemba Empat, Jakarta , 2000
Horngren, Foster, dan Datar, Cost Accounting : A Managerial Emphasis, 9 ^ ed, Englewood Clift,
New Jersey : Prentice Hall International, 1997