Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh
ASRI YARSI
A14302021
RINGKASAN
ASRI YARSI. Analisis Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Sistem
Kemitraan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit (Kasus Pola Kemitraan di PT.
Perkebunan Nusantara VI dan PT. Bakrie Pasaman Plantation, Kabupaten
Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat). Di bawah bimbingan TANTI
NOVIANTI.
Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral
dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Sektor pertanian secara
potensial mampu memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian
Indonesia. Sampai tahun 2004, sektor pertanian menyumbang 15,39 persen
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku dan menyerap
40 persen tenaga kerja dari 100 juta angkatan kerja nasional.
Sub sektor perkebunan memegang peranan yang penting dalam
pembangunan pertanian terutama dalam penghasil devisa, penyerapan tanaga
kerja dan kontribusi terhadap produk domestik bruto. Kelapa sawit sebagai salah
satu komoditi andalan perkebunan Indonesia memiliki peluang besar untuk
dikembangkan sebagai penghasil devisa. Jumlah nilai ekspor minyak sawit
Indonesia pada tahun 2004 terhadap nilai ekspor non migas mencapai 8 persen
atau sebesar 54 milyar dolar Amerika.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) Mengkaji mekanisme pola
kemitraan perkebunan yang diterapkan oleh PTPN VI dan PT BPP,
(2) Menganalisis pendapatan usaha perkebunan yang diterima oleh petani plasma
dan perusahaan inti (kebun inti dan pabrik kelapa sawit) PTPN VI dan PT BPP,
(3) Menganalisis penyerapan tenaga kerja pada sistem kemitraan usaha
perkebunan kelapa sawit ini, dan (4) Mengidentifikasi peran tenaga kerja kebun
plasma dalam meningkatkan produksi kebun plasma.
Sistem kemitraan perkebunan adalah kerja sama yang strategis antara
perkebunan rakyat dan perkebunan besar dengan memperhatikan prinsip saling
membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Pola kemitraan
yang diterapkan oleh PTPN VI adalah pola PIR-Bun yang dikenal dengan proyek
NESP Ophir sedangkan pola kemitraan PT BPP adalah pola Bapak Angkat Anak
Angkat yang dikenal dengan Plasma KKPA project.
Pendapatan pada sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit
berbeda-beda tergantung dari penerimaan yang diperoleh dan jumlah biaya yang
dikeluarkan. Pendapatan kebun plasma dan kebun inti PTPN VI lebih tinggi dari
PT BPP. Untuk pendapatan pabrik kelapa sawit, Pabrik kelapa sawit PT BPP
memperoleh pendapatan yang lebih besar dari PTPN VI. Pendapatan pada kebun
plasma PT BPP tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani peserta.
Dari keseluruhan perhitungan rasio penerimaan terhadap biaya, diperoleh nilai
R/C lebih besar dari satu yang berarti pelaksanaan usaha perkebunan kelapa sawit
sudah efisien atas biaya yang dikeluarkan. Perhitungan R/C untuk PKS, PKS PT
BPP lebih efisien dan lebih menguntungkan dari PKS PTPN VI.
Oleh
ASRI YARSI
A14302021
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Judul
Nama
: ASRI YARSI
NRP
: A14302021
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
DAN
TIDAK
ASRI YARSI
A14302021
RIWAYAT HIDUP
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
ANALISIS PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA
SISTEM KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Kasus
Pola Kemitraan di PT. Perkebunan Nusantara VI dan PT. Bakrie Pasaman
Plantation, Kabupaten Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat). Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan skripsi ini menjadi lebih baik.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi
ii
iii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
iv
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
vi
BAB I
PENDAHULUAN
pertanian
menjadi
harapan
dalam
mengurangi
jumlah
2001
263.327,9
1.684.280,5
15,63
2002
298.876,8
1.863.274,7
16,04
2003
325.653,7
2.045.853,5
15,93
2004
354.453,3
2.303.031,5
15,39
Tahun
Tanaman
Perkebunan
(Milyar Rp)
Pertanian
(Milyar Rp)
PDB
(Milyar Rp)
Kontribusi tanaman
perkebunan terhadap
sektor pertanian (%)
Kontribusi
tanaman
perkebunan
terhadap PDB (%)
2001
36.758,6
263.327,9
1.648.280,5
13,96
2,18
2002
43.956,4
298.876,8
1.863.274,7
14,71
2,36
2003
48.829,8
325.653,7
2.045.853,5
14,99
2,39
2004
57.418,9
354.453,3
2.303.031,5
16,20
2,49
Perkebunan Besar
Negara
Perkebunan Besar
Swasta
Total luas
areal
(Ha)
Luas
areal (Ha)
Produksi
(ton)
Luas
areal (Ha)
Produksi
(ton)
Luas
areal (Ha)
Produksi
(ton)
1998
890.506
1.344.569
556.640
1.501.747
2.113.050
3.084.099
3.560.196
1999
1.041.046
1.547.811
576.999
1.468.949
2.283.757
3.438 830
3.901.802
2000
1.166.758
1.905.653
588.125
1.460.945
2.403.194
3.633.901
4.158.077
2001
1.561.031
2.798.032
609.947
1.519.289
2.542.457
4.079.151
4.713.453
2002
1.808.424
3.426.740
631.566
1.607.734
2.627.068
4.587.871
5.067.058
2003
1.827.844
3.645.942
645.823
1.543.528
2.765.504
4.627.744
5.239.171
Kebijakan
pengembangan
kelapa
sawit
perlu
diarahkan
pada
pengembangan usaha kelapa sawit rakyat, agar terjadi keseimbangan arus modal
yang selama ini banyak dikuasai oleh pihak swasta dan pemerintah. Sebelum
tahun 1979, hanya pemerintah dan perusahaan besar swasta yang memiliki
perkebunan kelapa sawit. Sejak saat itu kebijakan pemerintah menfokuskan pada
pengembangan
rakyat
usaha
pengaruh
tenaga
kerja
kebun
plasma
dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkebunan
Usaha perkebunan terdiri dari usaha budidaya perkebunan dan usaha
industri perkebunan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 107 Kpts II Tahun 1999, Usaha budidaya perkebunan adalah
serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman perkebunan yang meliputi kegiatan
pra tanam, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan termasuk
perubahan jenis tanaman. Usaha industri perkebunan merupakan serangkaian
kegiatan pengolahan produksi tanaman perkebunan yang bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan atau meningkatkan nilai tambah, sebagai contoh dari
usaha lndustri perkebunan adalah ekstraksi kelapa sawit, industri gula pasir dari
tebu, teh hitam dan teh hijau, lateks dan lain sebagainya.
Pengusahaan tanaman perkebunan di Indonesia dilakukan oleh perkebunan
rakyat
dan perkebunan besar yang terdiri dari perkebunan besar swasta dan
11
modern, dan (6) Berorientasi pada pasar. Hal ini berbeda sekali dengan
perkebunan rakyat dengan ciri-ciri usaha sebagai berikut : (1) Bentuk usahanya
kecil, (2) Penggunaan lahan terbatas, (3) Tidak padat Modal, (4) Sumber tenaga
kerja terpusat pada anggota keluarga, dan (5) Lebih berorientasi pada kebutuhan
subsisten (Mubyarto, 1992).
Pembangunan perkebunan merupakan salah satu alternatif aktivitas dalam
pemberdayaan masyarakat. Peranan pembangunan perkebunan di negara
Indonesia menurut Siahaan (1995) adalah :
1. Menaikkan penerimaan devisa dan pendapatan negara.
2. Penyediaan lapangan pekerjaan/sumber mata pencaharian dan lapangan
usaha.
3. Turut membantu dan melaksanakan kelestarian alam yang lebih terjamin.
4. Membantu usaha pemerintah dalam bidang kegiatan lainnya seperti
tranmigrasi, pengaturan pemilikan tanah, penggalakan koperasi, penataaan
desa dan sebagainya
5. Menciptakan iklim yang baik bagi pertumbuhan Indonesia.
6. Turut menciptakan pembangunan/pertumbuhan ekonomi growth centre
baru.
Kebijakan pembangunan perkebunan oleh pemerintah difokuskan untuk
mengembangkan perkebunan rakyat yaitu dengan pola kemitraan dengan
perkebunan besar. Dalam pelaksanaan pola kemitraan ini, petani tergabung dalam
suatu kelembagaan petani misalnya koperasi yang akan memperjuangkan hak-hak
mereka. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
No. 107 Kpts II Tahun 1999 ketentuan mengenai pola usaha perkebunan adalah :
11
12
12
13
memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan
yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.
4. Waralaba
Hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak
penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya
disertai bantuan bimbingan manajemen.
13
14
5. Keagenan
Hubungan kemitraan yang didalamnya usaha kecil diberi hak khusus
untuk memasarkan barang dan jasa mitranya.
6. Bentuk-bentuk lain atau pola kemitraan yang belum di bakukan.
Sistem kemitraan perkebunan adalah kerja sama yang strategis antara
perkebunan rakyat dan perkebunan besar dengan memperhatikan prinsip saling
membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan usaha
perkebunan mengacu pada terciptanya keseimbangan, keselarasan, keterampilan,
dan interpendesi yang dilandasi saling percaya dengan keterbukaan (Daim, 2003).
Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1995 selama kerja sama ini berlangsung
maka seharusnya yang terjadi dalam suatu pola kemitraan usaha adalah :
a. Proses transfer teknologi.
b. Proses transfer manajemen.
c. Adanya jaminan terhadap resiko produksi.
d. Adanya jaminan modal.
e. Adanya jaminan pasar
f. Adanya jaminan peningkatan kesejahteraan atau asset dari mitra usaha
g. Adanya pengurangan tingkat ketergantungan mitra usaha.
Bentuk-bentuk pola kemitraan perkebunan menurut Daim (2003) :
1. Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
PIR adalah perusahaan yang melakukan tugas perencanaan, bimbingan dan
pelayanan sarana produksi, kredit pengolahan hasil dan pemasaran hasil bagi
usaha tani yang dibimbingnya (plasma) sambil mengusahakan usahatani yang
14
15
dimiliki dan dikelola sendiri. Pola PIR diarahkan pada wilayah-wilayah yang
mempunyai aksesibilitas rendah (remote).
Menurut sumber dananya pola PIR/NES (Perkebunan Inti Rakyat/Nucle
Estate and small hiolder project) terbagi atas :
a. PIR Swadaya
PIR ini dibiayai sepenuhnya dari dana dalam negeri yang terdiri dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan kredit perbankan. Contohnya PIRlokal dan PIR-khusus.
b. PIR NES Perbantuan
PIR ini dibiayai dari sumber dana dalam negeri yang dilengkapi dengan
sumber dana dari kerjasama/bantuan negara atau badan luar negeri. Konsep ini
melahirkan PIR-Bun.
2. Bangun Operasi Transfer (BOT)
Pola pengembangan dimana pembangunan dan pengoperasian dilakukan
oleh investor/perusahaan yang kemudian pada waktu tertentu seluruhnya
dialihkan kepada koperasi/petani.
3. Kerjasama Operasional (KSO)
Kerjasama yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan operasional bapak
angkat, tetapi tidak terlalu mengikat kepastian pemakaian barang/bahan yang
dipasok mitra usahanya. Pola keterkaitan ini banyak dilakukan perusahaan
besar dan menengah yang membutuhkan berbagai macam bahan dan barangbarang dalam manajemen usahanya.
15
16
16
17
kemitraan akan tercipta transfer pengetahuan dari perkebunan besar dan membuka
akses bagi perkebunan rakyat ke sumber permodalan dan pasar. Keuntungan bagi
perkebunan besar adalah memperoleh kontinuitas produksi atau meningkatnya
kapasitas yang lebih besar. Sistem kemitraan usaha perkebunan diharapkan
menciptakan keterkaitan usaha yang dilaksanakan melalui kegiatan pembinaan
dan pengembangan dalam bidang produksi, pengolahan, pemasaran, permodalan,
teknologi dan sumberdaya manusia.
17
18
18
19
19
20
pada tahun 2002 mencapai 34,9 juta orang atau 84,15 persen dari total tenaga
kerja pertanian di luar perikanan dan kehutanan (39.173.283 jiwa)
Tabel 4. Potret Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Tahun 2002-2009 3
No
1
Uraian
Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian
a. Tahun 2002
b. Tahun 2009 (perkiraan)
2 Sebaran TK menurut sub sektor tahun 2002
a. Tan.pangan/palawija/hortikultura/perkebunan
b. Peternakan
c. Mixed farming
d. Jasa pertanian
Total (tidak termasuk perikanan, kehutanan)
3 Angka produktivitas sektor Pertanian
a. Tahun 2002
b. Tahun 2003
4 Sebaran TK menurut umur tahun 2002
a. 10 - 24
b. 25 - 44 tahun
c. > 45 th
5 TK Pertanian menurut tingkat pendidikan tahun 2002
a. < SD
b. SLTP
c. SLTA
d. PT
6 Curahan jam kerja tahun 2002
a. Kurang 35 jam/mg
b. Lebih 35 jam/mg
7 Peningkatan Jumlah RT pertanian tahun 2002
a. Jawa
b. Luar Jawa
c. Indonesia
8 Penduduk miskin bekerja di sektor pertanian
a. Tahun 2002
b. Tahun 2003
9 Setengah Penganggur di Sektor pertanian Tahun 2002
Sumber : Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009
Keterangan
40,634 juta (44,3 %)
42,4 Juta
34.921.185 (84,15%)
2.706.135 (6,91%)
601.665 (1,53%)
944.298 (2,41%)
39.173.283
Rp. 1,69 juta/orang
Rp. 1,68 juta/orang
6.184.551 (16%)
18.128.777 (46%)
14.859.955 (38%)
38.210.995 (81,68%)
5.028.849 (12,84%)
2.042.619 (5,21%)
107.226 (0,27%)
23.268.178 (59%)
15.905.105 (41%)
1,97%
2,74%
2,31%
20.604.600 (57,8%)
22.250.600 (59,6%)
70,2%
www.nakertrans.go. id
20
21
jika dibandingkan dengan sektor pertambangan, listrik, gas dan air yang angka
produktivitasnya mencapai Rp 54,94 juta per orang (Soegiharto, 2004). Angka
produktivitas tersebut mengandung arti bahwa kondisi pekerja di sektor pertanian
sangat memprihatinkan dan dapat pula dikatakan bahwa sektor pertanian saat ini
dalam kondisi yang sudah jenuh terhadap kesempatan kerja.
Rendahnya produktivitas tenaga kerja pertanian dipengaruhi oleh kondisi
umur, tingkat pendidikan, curahan jam kerja, dan luas garapan petani. Sebaran
tenaga kerja pertanian (di luar perikanan dan kehutanan) berdasarkan kelompok
umur memperlihatkan bahwa, sebagian besar berada pada umur 25-44 tahun
(46%), kemudian kelompok umur diatas 45 tahun (38%), dan kelompok umur
kurang dari 25 tahun (16%). Mengamati komposisi umur tenaga kerja tersebut
dikhawatirkan di masa depan akan kekurangan tenaga kerja pertanian. Sektor
pertanian menunjukan trend aging agriculture , yaitu suatu kondisi dimana tenaga
kerja yang berada di pertanian adalah tenaga kerja yang berusia lanjut. Tenaga
kerja pertanian sampai saat ini masih didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan SD ke bawah, yang jumlahnya mencapai 81 persen dari tenaga kerja
pertanian.
21
22
merupakan balas jasa atas tenaga kerja, modal yang dipakai, dan pengelolaan yang
dilakukan. Balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dihitung untuk jangka
waktu tertentu misalnya satu musim tanam atau satu tahun.
Pendapatan usaha yang diterima berbeda untuk setiap orang, perbedaan
pendapatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini ada yang masih
dapat diubah dalam batas-batas kemampuan petani atau tidak dapat diubah sama
sekali. Faktor yang tidak dapat diubah adalah iklim dan jenis tanah. Beberapa
faktor yang mempengaruhi pendapatan dan dapat dilakukan perbaikan untuk
meningkatkan pendapatan adalah luas lahan usaha, efisiensi kerja, dan efisiensi
produksi.
Luas rata-rata usahatani di Indonesia amat kecil hal ini merupakan salah
satu penghambat untuk mengadakan perubahan dalam memilih jenis tanaman dan
menggunakan alat mekanis. Efisiensi kerja yang merupakan jumlah pekerjaan
produktif yang berhasil diselesaikan oleh seorang pekerja. Umumnya makin tinggi
efisiensi kerja makin tinggi pendapatan petani. Meningkatkan pendapatan melalui
peningkatan efisiensi produksi dapat dilaksanakan dengan perbaikan cara-cara
berusahatani, makin tinggi efisiensi produksi maka makin tinggi pendapatan
usahatani (Soehardjo dan Patong, 1973).
Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi
pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu
menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan menggambarkan
keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan
memberikan bantuan untuk mengukur keberhasilan dari usaha yang dilakukan.
2.5. Penelitian Empiris Terdahulu
22
23
23
24
persen untuk analisis finansial kebun inti diperoleh NPV yang bernilai positif
yaitu sebesar Rp 29.391.962.210, net B/C sebesar 1,37, IRR sebesar 14,40 persen
dan MPI selama 10 tahun 11 bulan. Analisis finansial kebun plasma pada faktor
diskonto sebesar 11 persen diperoleh NPV sebesar Rp 22.876.791.670, net B/C
sebesar 1,20, IRR sebesar 12,60 persen dan MPI selama 12 tahun 8 bulan.
Analisis ekonomi kebun inti pada tingkat diskonto 11 persen diperoleh NPV yang
bernilai positif yaitu sebesar Rp 208.638.607.670, net B/C sebesar 4,02, IRR
sebesar 29,87 persen dan MPI selama 8 tahun 10 bulan sedangkan untuk kebun
plasma diperoleh NPV sebesar Rp 52.686.057.040, net B/C sebesar 1.49, IRR
sebesar 14,80 persen dan MPI selama 11 tahun 4 bulan. Perkebunan PT. Mesa Inti
Kebun, kebun plasma maupun kebun inti layak dilaksanakan karena memenuhi
kriteria kelayakan investasi secara finansial dan ekonomi.
Daliman (2005) meneliti dampak perkebunan kelapa sawit dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani. Hasil analisis
pendapatan menyimpulkan penghasilan petani plasma tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan fisik
24
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
kesempatan
kerja,
pemasok
bahan
baku
industri,
peningkatan
26
26
27
teknologi baru. Teknologi yang digunakan akan berpengaruh pada produksi yang
dihasilkan, biaya dikeluarkan serta tenaga kerja yang digunakan. Dalam pola
kemitraan juga terjadi inovasi dalam manajemen, kelembagaan, pengolahan dan
pemasaran. Semua paket intensifikasi dalam pola kemitraan bertujuan
meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan
pendapatan.
Peningkatan pendapatan apabila dilihat dari pendekatan produksi maka
akan berkaitan dengan
pembagian
antara
masalah
hasil/keluaran
produktivitas. Produktivitas
yang
dicapai
dengan
merupakan
keseluruhan
27
28
28
29
petani akan diakumulasikan dan dibayar kembali oleh petani setelah perkebunan
kelapa sawit yang dimiliki berproduksi. Pengembangan perkebunan kelapa sawit
memiliki peluang dalam menciptakan lapangan kerja dari kegiatan pra panen
hingga pasca panen. Alur pemikiran dalam penelitian ini dapat disimpulkan dalam
Gambar 1.
Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Peningkatan Produktivitas
Penciptaan Kesempatan Kerja
Pola Kemitraan
dengan Perkebunan
Besar Negara
Pola Kemitraan
dengan Perkebunan
Besar Swasta
PTPN VI
PT BPP
Peserta Kemitraan
Kebun Plasma
Produksi TBS
Perusahaan Inti
Pabrik dan Kebun Inti
Pengolahan, Pemasaran, dan
Produksi TBS
- Pendapatan
- Penyerapan tenaga
kerja
- Pendapatan
- Penyerapan tenaga
kerja
: Dijual
: Alur analisis
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
31
31
32
Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dilakukan oleh petani
sendiri. Biaya tunai digunakan untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki
oleh petani. Biaya tidak tunai (diperhitungan) adalah biaya penyusutan alat-alat
pertanian, sewa lahan milik sendiri dan tenaga kerja dalam keluarga.
Biaya dalam usahatani terdiri dari biaya tetap/fixed cost dan biaya
variabel/variabel cost. Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau
sedikit. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang
diperoleh dan sifat penggunaannya tidak habis dipakai dalam satu kali proses
produksi. Contoh biaya tetap adalah pajak, tanah, dan bunga pinjaman dan lainlain. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi
yang diperoleh dan sifat penggunaannya habis terpakai dalam satu kali proses
produksi. Contoh biaya tidak tetap adalah biaya untuk sarana produksi dan tenaga
kerja luar keluarga.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Pendapatan yang diukur adalah pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas
biaya total.
1. Pendapatan Atas Biaya Tunai
Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari penerimaan total yang dikurangi
dengan biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan baik biaya variabel maupun
biaya tetap dan merupakan ukuran kemampuan usaha untuk menghasilkan
uang tunai. Rumus pendapatan atas biaya tunai adalah :
tunai = TR TC tunai
tunai = (Y x PY ) (TFC1 + TVC1)
32
33
total
TR
: Total Penerimaan.
TC
: Total Pengeluaran.
Analisis imbangan
tunai
TR
TCtunai
Total
TR
TC
33
34
Dimana :
TR
: Total Penerimaan.
TC
: Total Pengeluaran.
TC tunai
Kriteria :
R/C > 1, usaha menguntungkan.
R/C = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi.
R/C < 1, usaha tidak menguntungkan atau rugi.
Apabila R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada
tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk menerima penerimaan tersebut. Apabila
R/C < 1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada
penerimaan yang diperoleh.
Menurut Soeharjo dan Patong (1973), perhitungan pendapatan usaha
adalah seperti dalam Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Pendapatan Usaha
Arus Penerimaan
Produksi Kotor
Harga Satuan Produksi
Total Penerimaan (Ax B)
Arus Pengeluaran
Biaya Tunai :
- Biaya bahan baku
= Rp D
- Biaya upah
= Rp E
- Pajak usaha
= Rp F
- Biaya lain-lain
= Rp G
Total biaya tunai (D+ E + F + G)
Biaya diperhitungkan :
- Biaya penyusutan
= Rp I
- Tenaga kerja keluarga
= Rp J
- Bunga modal
= Rp K
Total biaya diperhitungkan (I + J + K)
Total seluruh pengeluaran (H + L)
Analisis pendapatan/keuntungan (C M)
Analisis imbangan penerimaan atas biaya tunai (C/H)
Analisis imbangan penerimaan atas biaya total (C/M)
34
= A kg
= Rp B
= Rp C
= Rp H
= Rp L
= Rp M
= Rp N
= Rp Q
= Rp T
35
4.3.4. Peran Tenaga Kerja Kebun Plasma terhadap Produksi Kebun Plasma
Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel tak
bebas pada satu atau lebih variabel tak bebasnya, dengan maksud menaksir atau
meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak
bebas. Diantara model-model regresi, model regresi linear merupakan model yang
paling sederhana dan paling sering digunakan. Model regresi linear diduga dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (method of ordinary least sguare).
Metode ini dilakukan dengan meminimumkan jumlah kuadrat simpangan nilai yi
35
36
terhadap E(yi) atau disebut dengan galat atau error. Metode kuadrat terkecil biasa
dikemukakan oleh Carl F Gauss (Gujarati, 1978). Asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi dalam metode kuadrat terkecil adalah :
1. Kehomogenan ragam sisaan
2. Kenormalan galat
3. Hasil plot sisaan yang saling bebas
Untuk mencapai tujuan keempat digunakan alat analisis kuantitatif linear
dengan menggunakan rumus analisis regresi :
Y = a + b1X1+ b2X2
Dimana :
Y
X1
X2
: Konstanta
Pengujian hipotesis :
Uji R2
Penjelasan persentase variasi total peubah tidak bebas yang disebabkan
oleh peubah bebas digunakan dengan pengujian R2. Uji ini digunakan untuk
mengukur sampai sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh
variabel bebas terhadap variabel tak bebas.
36
37
Uji F-Statistik
Uji F digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas
terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan.
Hipotesis :
H0 : 1 = 2 = 3 = 0
H1 : Minimal terdapat satu i 0 ; dimana i = 1,2,3,n
R /k 1
(1 R ) / n k
2
F Hitung =
37
38
Hipotesis :
H0 : bi = 0
H1 : bi 0 ; dimana i = 1,2,3,k
t-hitung =
b
S(b)
i
t-tabel = t / 2(n-k)
Dimana :
S(b) = simpangan baku koefisien dugaan
Kriteria uji :
t-hitung > t / 2(n-k), maka tolak H0
t-hitung < t / 2(n-k), maka terima H0
Jika H0 ditolak berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebas dalam model dan sebaliknya jika H0 diterima maka variabel bebas
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat
apakah terdapat hubungan linear diantara beberapa atau semua variabel bebas dari
model regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan menimbulkan
beberapa konsekuensi diantaranya adalah :
1. Meskipun penaksiran OLS mungkin bisa diperoleh namun kesalahan
standarnya mungkin akan cenderung semakin besar dengan meningkatnya
tingkat korelasi antara peningkatan variabel.
2. Standar error dari parameter diduga sangat besar sehingga selang
keyakinan untuk parameter yang relevan cenderung lebih besar.
38
39
3. Jika
multikolinearitasnya
tinggi
kemungkinan
probabilitas
untuk
39
BAB V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
41
dari
Menteri
Pertanian
RI
melalui
surat
SPBN
No.
41
42
Kebun Ophir merupakan salah satu dari enam belas unit usaha yang ada dibawah
pengelolaan manajemen PTP Nusantara (Persero).
PTPN VI telah berhasil membangun kebun kelapa sawit seluas 8.056
hektar yang terdiri atas kebun inti seluas 3.256 hektar dan kebun plasma seluas
4.800 hektar. Kebun inti terdiri dari 4 afdeling dan kebun plasma terdiri dari 5
plasma Penanaman dilakukan secara bertahap sejak tahun 1982 sampai dengan
tahun 1994. PTPN VI terletak di Kecamatan Luhak Nan Duo dan Kinali,
Kabupaten Pasaman Barat yang berjarak 186 Km dari Ibukota Propinsi.
Tabel 6. Luas Lahan dan Tahun Tanam Kebun Inti dan Kebun Plasma
PTPN VI
Kebun inti
Afdeling
Inti I
Inti II
Inti III
Inti IV
Tahun tanam
1982
1985
1989
1993
1994
1982
1985
1986
1985
1986
1993
1985
1986
1993
Total
Sumber : Profil PTPN VI, 2005
Kebun plasma
Luas lahan
(Ha)
791
11
50
5
5
426
352
50
758
14
45
291
420
38
Plasma
Tahun tanam
Luas lahan
(Ha)
Plasma I
1981/1982
1100
Plasma II
1982/1983
750
Plasma III
1983/1984
1000
Plasma IV
1985/1986
1330
Plasma V
1984/1985
Total
620
4800
3256
Nucleus
Estate
Small
Holder
Participation (NESP) Ophir mulai dibangun pada 3 Maret 1981 dengan bantuan
42
43
kredit dari pemerintah Jerman Barat sebesar DM 65 juta. Bantuan kredit ini sesuai
dengan perjanjian pinjaman (loan agreement) No. 80.60.383 tanggal 31 Agustus
1982 antara pemerintah RI dengan kementrian kerja sama bantuan luar negeri
Jerman (BMZ/Bundesministrium fur Mirtschaftliche Zusammenarbeit).
Proyek NESP bertujuan menciptakan petani mandiri dengan pembentukan
organisasi yang dapat menyalurkan aspirasi secara sehat sesuai dengan normanorma yang berlaku. Pola penumbuhan dan pengembangan organisasi NESP
Ophir sesuai dengan faktor P (partisipasi) pada NESP yaitu koperasi tumbuh dari
bawah dengan kekuatan kelompok dan peran pihak luar adalah sebagai
pendamping.
Pembangunan kebun Ophir PTPN VI dibantu KFW (Kreditanstalt Fur
Wiederaufbau) dan GTZ (Deutsche Gesellschayt fur Techniche Zusammanarbeit).
KFW merupakan bank pembangunan Jerman yang bertanggung jawab membantu
dalam segi keuangan mulai dari persiapan lahan (areal), penanaman,
pembangunan rumah petani, pembangunan jalan dan pabrik. Badan kerjasama
teknis Jerman atau GTZ bertanggung jawab menangani bidang pendidikan,
pembinaan dan pembentukan kelompok tani serta sebagai penasihat dilapangan.
Petani plasma yang menjadi peserta proyek NESP Ophir terdiri dari 54
persen penduduk setempat (1.290 KK), 35 persen purnawirawan ABRI (840 KK)
dan 11 persen pensiunan pegawai negeri sipil (270 KK). Jumlah total petani
peserta adalah 2.400 kepala keluarga. Areal pembangunan kebun plasma adalah
seluas 4.800 hektar dan lahan untuk perumahan/pekarangan/lahan pangan seluas
1.103 hektar. Setiap kepala keluarga petani plasma mendapatkan 2 hektar kebun
sawit dan 0,45 hektar lahan pangan/perumahan.
43
44
kelapa
sawit
dan
manajemen
kebun.
Calon
petani
peserta
44
45
45
46
46
47
dengan
pola
pemerintah
Perusahaan
Inti
maka
Bakrie
PT.
Rakyat
(PIR).
Pasaman
Berdasarkan
Plantation
turut
47
48
48
49
plasma seluas 4.455 hektar. Kebun inti terdiri dari 2 estate yaitu Air Balam estate
dan Sei Aur estate). Kebun plasma terdiri dari 3 KUD yaitu KUD Sungai Aur,
KUD Parit, KUD Silawai Jaya dan satu kelompok tani yaitu Kelompok Tani
Nagari Parit (KPNP) . Penanaman dilakukan secara bertahap sejak tahun 1991
sampai dengan sekarang. Kebun inti memiliki tanaman menghasilkan seluas
7.862,4 hektar dan tanaman belum menghasilkan seluas 263 hektar. Untuk kebun
plasma belum dilakukan konversi kecuali untuk Kelompok Tani Nagari Parit
(KPNP) yang dikonversi kepada petani tanggal 15 Januari 2005.
49
50
perkebunan
kelapa
sawit
adalah
untuk
meningkatkan
pendapatan
dan
50
51
Kepala Keluarga (KK). Pembina melaksanakan studi banding dan pelatihan untuk
tenaga administrasi KUD dan kelompok tani.
PT BPP telah berhasil membangun beberapa KKPA project yakni :
1. KKPA Sungai Aur. KKPA ini ditandatangani bulan Agustus 1994 dan
dibangun sejak tahun 1995. Pada tahun 2005 pembangunan perkebunan untuk
KKPA Sungai Aur telah mencapai 3.021 hektar sedangkan akad kredit dengan
KUD Sungai Aur adalah 4.570 hektar. Untuk lahan yang belum ditanami
kelapa sawit akan direalisasikan pada tahun-tahun ke depan. Jumlah petani
peserta KKPA Sungai Aur adalah 2.366 KK.
2. KKPA Parit dimulai tahun 1995 dengan akad kredit 1800 Ha. Tahun 2005
telah dibangun kebun kelapa sawit seluas 1407 Ha. Jumlah petani peserta
adalah 905 KK.
3. KPNP dibangun tahun 1992 dengan dana yang diperoleh dari PT. BPP. Kebun
plasma KPNP telah dikonversi kepada petani tanggal 15 januari 2005 dengan
luas 250,6 hektar. Jumlah petani peserta adalah 404 KK.
4. Silawai Jaya dibangun sejak tahun 1996 didanai oleh PT. BPP. Sampai tahun
2005 telah mencapai luas 320 hektar dengan petani peserta sebanyak 277 KK.
Pembangunan KKPA Sungai Aur dan Parit pada awalnya didanai oleh
Bank Nusa Internasional dan Bank Nasional tetapi dana dari bank ini terhenti
pada bulan Juli 1997. Dalam kegiatan selanjutnya pendanaaan kebun plasma ini
diteruskan (refinancing) oleh Bank Niaga Jakarta. Dana berupa kredit yang
pengembaliannya berdasarkan angsuran kredit dengan suku bunga pinjaman 9,5
persen per tahun.
51
52
Dalam pola kemitraan ini, bapak angkat dan anak angkat memiliki tugas
dan kewajiban sendiri. Hal itu dijabarkan sebagai berikut :
A. Tugas dan Kewajiban PT BPP sebagai Bapak Angkat :
1. Membangun kebun inti dan fasilitas lainnya yang dapat menampung hasil
perkebunan anak angkat.
2. Membantu anak angkat untuk mendapatkan kredit dari perbankan guna
pembangunan kebun.
3. Menyediakan jaminan bagi anak angkat untuk memperoleh kredit sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
4. Mengadakan kontrak kerja bersama anak angkat dalam melaksanakan
pembangunan kebun.
5. Membina secara teknis anak angkat agar mampu mengusahakan kebunnya
dengan baik.
6. Membeli hasil produksi kebun anak angkat dengan harga yang layak sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan Direktur
Jenderal Perkebunan, minimal selama satu periode tanaman ( 25 tahun).
7. Membina secara teknis KUD agar mampu mengkoordinir kelompok
petani/petani peserta plasma.
8. Memberikan bagian-bagian pekerjaan kepada anak angkat untuk yang mampu
melakukan.
9. Melakukan koordinasi dengan anak angkat dalam rangka penggunaan setiap
dana yang dikeluarkan untuk pembangunan kebun anak angkat.
10. Melaksanakan pelayanan usaha terhadap anak angkat seperti saprotan,
pengangkutan hasil, pemeliharaan jalan dan lain-lain.
52
53
11. Membina anak angkat bersama-sama dengan pemerintah daerah agar anak
angkat lebih mandiri sesuai dengan fungsinya.
12. Bersama-sama dengan anak angkat dan bank yang ditunjuk untuk
mendistribusikan hasil penjualan, seperti untuk angsuran kredit, untuk
pendapatan petani, dana perawatan, dana replanting, saprotan dan lain-lain.
13. Mentaati semua perjanjian kerjasama dalam rangka pola kemitraan sesuai
dengan kesepakatan yang telah disetujui dan ditandatangani.
14. Memberikan kesempatan kerja dikebun kepada anggota kelompok tani peserta
plasma dan masyarakat setempat.
15. Memperoleh manajemen fee dari anak angkat sesuai dengan ketentuan.
B. Tugas dan Kewajiban Anak Angkat/Koperasi Unit Desa (KUD) :
1. KUD didalam pola kemitraan bapak angkat anak angkat adalah KUD yang
telah ada di daerah yang bersangkutan atau KUD yang dibentuk oleh petani
peserta plasma untuk mengurus segala kepentingannya dalam bidang usaha
yang berkaitan dengan pola kemitraan bapak angkat anak angkat.
2. Pengurus KUD dipilih secara demokratis oleh dari anggota KUD yang
merupakan satu-satunya wadah kegiatan para petani peserta plasma dan
mewakilinya dalam berhubungan dengan perusahaan bapak angkat dan pihakpihak lainnya.
3. Untuk mempermudah pembinaan oleh KUD sebagai anak angkat yang
membawahi beberapa kelompok petani, diperlukan tenaga kerja yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang khusus , sebagai berikut :
a) Manajer KUD.
b) Ketua kelompok kebun plasma satu orang 50 hektar.
53
54
54
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
56
Biaya Manajemen
PTPN VI
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
42.890
0,42
Pemeliharaan Jalan
1.008.652
9,90
36.000
1,06
Biaya Angkutan
419.870
4,12
547.344
16,18
Pemberantasan H&P
30.000
0,29
30.000
0,89
3.925.000
38,52
294.611
8,71
Simpanan Wajib
432.901
4,25
0,00
Replanting
900.000
8,83
0,00
PBB/Kontribusi Amprah
115.000
1,13
0,00
Dana Sosial
492.000
4,83
0,00
10
2.700.000
26,50
437.875
12,94
11
Peralatan
122.000
1,20
100.000
2,96
12
Angsuran Kredit
0,00
1.661.097
49,09
Total
10.188.313
Sumber : PTPN VI dan PT BPP (diolah)
100,00
3.383.777
100,00
No
56
PT BPP
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
276.849
8,18
57
57
58
No
Penyusutan
Tanaman menghasilkan
Peralatan
Sewa Lahan
Total
Sumber : PTPN VI dan PT BPP (diolah)
PTPN VI
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
PT BPP
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
306.828
12,97
1.033.000
67.38%
58.334
2,47
0.00%
1.000.000
84,56
500.000
32.62%
1.365.162
100,00
1.533.000
100,00
Sewa lahan pada kedua kebun plasma ini berbeda yaitu pada kebun plasma
PTPN VI adalah Rp 1.000.000,00 (84,56 %) dan PT BPP sebesar Rp 500.000,00
(32.62 %). Harga ini disesuaikan dengan harga sewa lahan yang berlaku di daerah
masing-masing. Pada kebun plasma PT BPP sewa lahan relatif murah karena
terletak di daerah terpencil ( 250 Km dari Ibukota Propinsi) dan sebelumnya
merupakan lahan tidur yang tidak termanfaatkan.
58
59
No
Komponen Biaya
Biaya Manajemen
Pemeliharaan Jalan
Biaya Angkutan
Pemberantasan H&P
PTPN VI
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
PT BPP
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
42.890
0,37
276.849
5,63
1.008.652
8,73
36.000
0,73
419.870
3,63
547.344
11,13
30.000
0,26
30.000
0,61
3.925.000
33,97
294.611
5,99
Simpanan Wajib
432.901
3,75
0,00
Replanting
900.000
7,79
0,00
PBB/Kontribusi Amprah
115.000
1,00
0,00
Dana Sosial
492.000
4,26
0,00
10
Tenaga Kerja
2.700.000
23,37
437.875
8,91
11
Peralatan
122.000
1,06
100.000
2,03
12
Angsuran Kredit
0,00
1.661.097
33,78
10.188.313
88,18
3.383.777
68,82
306.828
2,66
1.033.000
21,01
58.334
0,50
0,00
Penyusutan
Tanaman menghasilkan
Peralatan
Sewa Lahan
1.000.000
8,66
500.000
10,17
1.365.162
11,82
1.533.000
31,18
Total Biaya
11.553.475
Sumber : PTPN VI dan PT BPP (diolah)
100,00
4.916.777
100,00
59
60
60
61
Harga TBS rata-rata yang diterima oleh petani plasma PTPN VI pada
tahun 2005 adalah Rp 696,16/Kg sedangkan untuk petani plasma PT BPP adalah
Rp 637,88/Kg. Harga yang diterima petani plasma dari PT BPP berdasarkan harga
pasar TBS sedangkan untuk PTPN VI, perhitungan harga TBS dipengaruhi oleh
harga CPO, inti sawit dan faktor K yang ditetapkan oleh perusahaan.
Tabel 10. Analisis Pendapatan Perkebunan Kelapa Sawit Kebun Plasma
Per 2 Ha Tahun 2005
No
Uraian
Penerimaan
Produksi TBS
PTPN VI
46.727,61
10.946,88
696,16
637,88
32.530.050
6.982.820
224.380
32.530.050
7.207.200
10.188.313
3.383.777
1.365.162
1.533.000
Total Biaya
11.553.475
4.916.777
22.341.737
3.823.423
20.976.576
2.290.423
Penerimaan TBS
3
Biaya
Biaya Tunai
PT BPP
atas
biaya
total
untuk
61
petani
plasma
PTPN
VI
adalah
62
62
63
sebesar 35,18 persen sedangkan untuk kebun inti PT BPP adalah biaya
pemupukan sebesar Rp 4.061.182,00 atau 33,76 persen. Untuk gaji staf
perkebunan terdapat perbedaan yang cukup besar besar antara PTPN VI dan PT
BPP. Perbedaan ini disebabkan staf kebun Inti PTPN VI hanya 6 orang sedangkan
pada PT BPP adalah 19 orang juga terdapat perbedaan dalam jumlah gaji dan
tunjangan yang diberikan oleh masing-masing perusahaan.
Tabel 11. Total Biaya Tunai Kebun Inti 2 Ha Tahun 2005
No
Pemeliharaan tanaman
PTPN VI
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
222.370
2,98
PT BPP
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
3.047.459
24,51
782.052
10,49
1.726.500
13,89
Penyiangan
1.197.731
16,06
0,00
Pemupukan
1.371.524
18,39
4.061.182
33,76
2.623.326
35,18
2.020.963
16,80
1.129.769
15,15
1.173.464
9,75
130.867
1,75
0,00
7.457.639
100,00
12.029.568
100,00
6
7
Total
Sumber : PTPN VI dan PT BPP (diolah)
Jumlah
nominal
penyusutan
pada
kebun
inti
PT
BPP
(Rp 4.217.953,00) lebih besar jika dibandingkan dengan penyusutan pada kebun
inti PTPN VI (Rp 288.540,00). Perbedaan angka ini disebabkan perbedaan tahun
pembangunan kebun kelapa sawit, pembangunan kebun yang baru membutuhkan
63
64
modal dengan angka nominal yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Lahan yang digunakan oleh kebun inti merupakan lahan dengan hak guna usaha.
Tabel 12. Total Biaya Tidak Tunai Kebun Inti per 2 Ha Tahun 2005
No
PTPN VI
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
PT BPP
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
Penyusutan
1
Tanaman menghasilkan
Peralatan
Total
Sumber : PTPN VI dan PT BPP (diolah)
263.683
91,39
3.248.114
77,01
24.857
8,61
969.839
22,99
288.540
100,00
4.217.953
100,00
Komponen Biaya
PTPN VI
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
PT BPP
Biaya
Persentase
(Rp)
(%)
222.370
782.052
1.197.731
1.371.524
2.623.326
2,87
10,10
15,46
17,71
33,87
3.047.459
1.726.500
0
4.061.182
2.020.963
18,76
10,63
0,00
25,00
12,44
1.129.769
14,58
1.173.464
7,22
130.867
7.457.639
1,90
96,28
0
12.029.568
0,00
74,04
263.683
24.857
288.540
7.746.179
3,40
0,32
3,72
100,00
3.248.114
969.839
4.217.953
16.247.521
19,99
5,97
25,96
100,00
64
65
Biaya produksi terbesar kebun inti PTPN VI terletak pada panen dan
pengumpulan hasil sebesar 33,87 persen sedangkan untuk kebun inti PT BPP
adalah pemupukan sebesar 25,00 persen. Jumlah nominal biaya kebun inti PT
BPP adalah Rp 16.247.571,00 yang lebih besar dari biaya kebun inti PTPN VI
(Rp 7.746.179,00). Jumlah biaya yang dikeluarkan kebun inti PT BPP lebih besar
daripada biaya yang dikeluarkan kebun inti PTPN VI baik untuk biaya tunai
maupun biaya tidak tunai.
65
66
Uraian
PTPN VI
Penerimaan
Produksi TBS (Kg)
Harga TBS (Rp)/Kg
Penerimaan TBS
B Biaya
1 Biaya Tunai
2 Biaya Tidak Tunai
Total Biaya
C Pendapatan Atas Biaya Tunai
D Pendapatan Atas Biaya Total
Sumber : PTPN VI dan PT BPP (diolah)
PT BPP
36.644,48
696,16
25.510.546,15
35.838,59
637,88
22.860.788,65
7.457.639
288.540
7.746.179
18.052.907
17.764.367
12.029.568
4.217.953
16.247.521
10.831.221
6.613.267
66
67
67
68
68
69
Uraian
Penerimaan
PTPN VI
45.568.489
39.409.645
3.341,64
3.230
152.273.485.582
127.293.153.350
11.026.728
7.285.689
2.187,38
2.120
24.119.644.293
15.445.660.680
176.393.129.875
142.738.814.030
80.952.410.045
33.922.665.198
1.664.531.716
9.227.939.811
Total Biaya
82.616.941.761
43.150.605.009
95.440.719.830
108.816.148.832
93.776.188.114
99.588.209.021
Biaya (Rp)
Biaya Tunai
PT BPP
69
70
Uraian
PTPN
VI
PT BPP
Kebun Inti
PTPN
VI
PKS
PT BPP
PTPN
VI
PT
BPP
3.19
2.13
3.42
1.90
2.18
4.21
2.82
1.47
3.29
1.41
2.14
3.31
R/C atas biaya tunai pada pola kemitraan PTPN VI untuk petani plasma
adalah 3.19 yang memiliki nilai lebih kecil dari kebun inti yaitu 3.42. Hal ini
berarti usaha kebun inti lebih menguntungkan dan lebih efisien. R/C atas biaya
tunai pada pola kemitraan PT BPP untuk petani plasma (2.13) lebih besar dari
kebun inti (1.90) yang berarti usaha kebun plasma PT BPP lebih efisien
dibandingkan kebun intinya. Efisiensi kebun plasma PT BPP dipengaruhi oleh
biaya tunai yang dikeluarkan, karena biaya dihitung berdasarkan produksi yang
dihasilkan seperti untuk angsuran kredit dan tenaga kerja upahan.
R/C atas biaya total untuk kebun plasma PTPN VI adalah 2.82 yang
berarti untuk setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan akan diperoleh
penerimaan sebesar Rp 2,82. Untuk petani plasma PT BPP diperoleh R/C atas
biaya total sebesar 1.47 yang berarti untuk setiap rupiah biaya tunai yang
dikeluarkan akan diperoleh penerimaan sebesar Rp 1,47. Pengertian untuk nilai
R/C atas biaya total untuk kebun inti dan pabrik kelapa sawit sama dengan
penjelasan nilai R/C atas biaya total pada kebun plasma.
70
71
Hasil perhitungan nilai R/C untuk PKS, PKS PT BPP didapat nilai R/C
atas biaya tunai sebesar 4.21 dan R/C atas biaya total sebesar 3.31 yang lebih
besar dari nilai R/C PKS PTPN VI (2.18 dan 2.14). Nilai R/C ini
mengindentifikasikan bahwa usaha pabrik kelapa sawit PT BPP lebih efisien dan
menguntungkan dari usaha Pabrik kelapa sawit Kebun Plasma PTPN VI
Keuntungan dari PKS inilah yang dimanfaatkn oleh PT BPP dalam membangun
perkebunan kelapa sawit yang masih berlanjut hingga sekarang. Untuk PTPN VI
diperlukan perbaikan-perbaikan PKS karena umur pabrik dan peralatan yang
sudah tua.
Dari keseluruhan hasil perhitungan R/C atas biaya tunai dan R/C atas
biaya total kebun plasma, kebun inti dan pabrik kelapa sawit diperoleh nilai yang
lebih besar dari satu yang berarti usaha perkebunan kelapa sawit pada pola
kemitraan PTPN VI dan PT BPP yang dilakukan sudah efisien. Walaupun
sekarang PTPN VI lebih efisien pada kebun inti dan kebun plasma dari PT BPP
tetapi PTPN VI memasuki tahap dimana perlu dilakukan peremajaan dengan
pendapatan dari kebun kelapa sawit sama dengan nol.
6.3. Penyerapan Tenaga Kerja
6.3.1. PTPN VI
Jumlah tenaga kerja (31 Desember 2005) pada PTPN VI dapat dilihat pada
Tabel 17. Tenaga kerja pada PTPN VI terdiri dari tenaga kerja tetap (karyawan)
dan tenaga kerja lain (honorer). Pada tahun 2005 tersedia tenaga kerja pria 606
orang dan tenaga kerja wanita 166. Jam kerja efektif adalah 7 jam/hari dan hari
kerja efektif dalam satu tahun adalah 272 hari.
71
72
Unit/Bagian
Jumlah TK Tetap
Jumlah TK lain
Pria
Wanita
Jumlah
Pria
Wanita
Jumlah
Tanaman
260
123
383
Teknik
91
95
Keuangan
27
36
Umum
43
14
59
12
20
Pengolahan
175
179
598
154
752
12
20
Jumlah
72
73
sawit PTPN VI pada periode tahun 2005 adalah satu tenaga kerja. PTPN VI telah
membuka kesempatan kerja bagi 752 orang tenaga kerja tetap dan memanfaatkan
tenaga kerja honorer sebesar 20 orang. Selain menggunakan tenaga kerja tetap,
PTPN VI juga menggunakan tenaga kerja borongan.
6.3.2. PT BPP
Tenaga kerja PT BPP terdiri dari Staff, karyawan HIP, karyawan SKU dan
buruh harian lepas. Karyawan HIP merupakan karyawan bulanan tetap dan
karyawan SKU adalah karyawan harian tetap. Jam kerja efektif adalah 7 jam/hari
pada hari senin sampai kamis dan 6 jam pada hari jumat dan sabtu. Hari kerja
efektif dalam satu minggu adalah 272 hari. Jumlah tenaga kerja tersedia (31
Desember 2005) untuk bagian budidaya atau tanaman PT BPP adalah :
1. Tenaga kerja pria adalah 789 orang = 789 HOK/hari
2. Tenaga kerja wanita adalah 339 orang = 271,2 HOK/hari
3. Total HOK yang tersedia adalah 1.136 HOK
4. HOK untuk satu minggu rata-rata adalah 6.059,98 HOK
5. HOK untuk satu tahun adalah 290.879,04 HOK
HOK untuk kebun kelapa sawit seluas 1 Ha adalah 35,80 HOK/tahun.
Dalam satu tahun hari kerja terhitung adalah 300 hari. Penyerapan tenaga kerja
untuk budidaya tanaman kelapa sawit adalah 0,12 HOK/Ha atau membutuhkan
0,84 tenaga kerja dalam aktivitas budidaya tanaman kelapa sawit.
Penyerapan tenaga kerja selain bagian budidaya pada PT BPP adalah
sebagai berikut :
73
74
6.4. Peran Tenaga Kerja Kebun Plasma Terhadap Produksi Kebun Plasma
Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi dapat dilihat dengan model
regresi. Model regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor tenaga kerja
dan faktor lain seperti modal pada kebun plasma terhadap produksi kebun plasma.
Data diolah dengan perangkat lunak komputer Minitab Release 14. Hasil estimasi
data dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 18. Hasil Estimasi Regresi Produksi Usaha Kebun Plasma
Variabel
Notasi
Koefisien
Konstan
2.61
0.76
0.452
Modal
X1
-0.000002
-0.50
0.618
Tenaga kerja
X2
0.788
18.07
0.000
Ket :
R2
: 95.5 %
R2 adjust(%) : 95.1 %
Uji-F
: 283.52
74
75
Uji R2
Berdasarkan hasil estimasi regresi Tabel 17, diperoleh nilai R2 sebesar 95,5
persen artinya model mampu dijelaskan oleh tenaga kerja dan modal didalam
persamaan sebesar 95,5 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain
diluar model. Faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan didalam model terdiri dari
pengaruh cuaca, kesesuaian lahan dan lain-lain.
Uji F-Statistik
Nilai F-statistik pada hasil analisis regresi ini sebesar 283.52 dengan nilai
probabilitasnya sebesar 0,000. Persamaan tersebut lulus uji F-statistik, dimana
nilai F-tabel pada taraf nyata 5 persen (F-tabel = 19,5) lebih kecil dari pada nilai F
statistiknya. Jadi dapat disimpulkan ada salah satu variabel penjelas (modal dan
tenaga kerja) yang berpengaruh nyata terhadap output pada tingkat kepercayaan 5
persen.
Uji t-statistik
Pengujian terhadap masing-masing variabel bebas dilakukan dengan uji
t-statistik. Pengujian t-statistik dapat dilakukan dengan melihat nilai t-tabel atau
nilai probabilitas dari masing-masing variabel bebas. Berdasarkan Tabel 1, dapat
dilihat bahwa faktor produksi tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi
karena memiliki nilai t-statistik yang lebih besar daripada nilai t-tabel pada taraf
nyata 5 persen (t-tabel = 2,01) dan nilai probabilitas 0,000. Modal tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi.
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat korelasi antar peubah
bebasnya (X). Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation
75
76
Factor) berdasarkan hasil estimasi regresidiperoleh nilai VIF sebesar 1,7 (< 10)
untuk peubah bebasnya (tenaga kerja dan modal) sehingga dapat disimpulkan
bahwa masing-masing peubah tidak terdapat gejala multikolinearitas.
Interpretasi Peubah-Peubah Dalam Model
Y = 2.61 - 0.000002 X1 + 0.788 X2
Berdasarkan dari hasil regresi linear sederhana diatas dapat dijelaskan
beberapa koefisien yaitu konstanta atau sebesar 2,61 menunjukkan bahwa ratarata produksi kebun plasma pada bulan Desember tahun 2005 adalah 2,61 ton
ketika penggunaan tenaga kerja dan modal adalah nol. Untuk koefisien dari modal
(b1) diperoleh nilai negatif dan nilai probabilitas yang menunjukkan bahwa modal
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Untuk nilai b2 yang merupakan
koefisien dari tenaga kerja diperoleh nilai 0,788 artinya setiap peningkatan
penggunaan faktor produksi tenaga kerja 1 HOK maka akan menyebabkan
peningkatan produksi sebesar 0,788 ton. Hasil estimasi menunjukkan bahwa
faktor tenaga kerja berpengaruh secara nyata terhadap produksi kebun plasma.
Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak usaha perkebunan kelapa sawit maka
akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
76
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Pola kemitraan yang dilaksanakan oleh PTPN VI adalah pola PIR-Bun yang
dikenal dengan proyek NESP Ophir. Proyek NESP Ophir telah berhasil
menciptakan petani mandiri dengan pembentukan organisasi/koperasi petani
sawit yang dapat menyalurkan aspirasi petani plasma. Pola kemitraan PT BPP
adalah pola Bapak Angkat Anak Angkat yang dikenal dengan Plasma KKPA
project. Plasma KKPA project masih bersifat tanggung renteng yaitu kebun
milik bersama yang hasil dan biayanya dibagi rata.
2. Pendapatan kebun plasma dan kebun inti PTPN VI lebih tinggi dari PT BPP.
Untuk pendapatan pabrik kelapa sawit, Pabrik kelapa sawit PT BPP
memperoleh pendapatan yang lebih besar dari PTPN VI. Pendapatan pada
kebun plasma PT BPP tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani
peserta.
3. Tenaga kerja yang terserap pada perusahaan PTPN VI adalah sebanyak 772
karyawan dan satu hektar kebun kelapa sawit PTPN VI pada periode tahun
2005 membutuhkan satu tenaga kerja. Tenaga kerja yang terserap pada PT
BPP adalah sebanyak 1621 orang dan satu hektar kebun kelapa sawit PT BPP
pada periode tahun 2005 membutuhkan 1,08 tenaga kerja. PT BPP lebih
banyak menyerap tenaga kerja dalam masyarakat untuk usaha perkebunan
yang dilakukan dari pada PTPN VI.
78
7.2. Saran
1. Pola kemitraan yang dikembangkan harus ditujukan untuk menciptakan
kemandirian petani plasma seperti yang dilakukan pada proyek NESP Ophir.
Pembentukan dan pengelolan organisasi petani plasma/KPS/KUD harus atas
partisipasi dari anggota yang pembinaannya dilakukan oleh perusahaan inti
dan pemerintah
2. Kedua sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit baik proyek NESP
maupun plasma KKPA project telah membuka kesempatan kerja yang cukup
besar dalam masyarakat. Pola kemitraan dapat lebih banyak dikembangkan
di daerah tetapi pelaksanaannya perlu dipantau oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Perusahaan inti tidak boleh hanya memperkaya diri sendiri
dan menggunakan kebun plasma sebagai jaminan bahan baku pabrik kelapa
sawit. Harus diciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara petani
plasma dan perusahaan inti.
3. Proyek NESP Ophir telah berhasil memberikan pendapatan yang cukup besar
kepada petani plasma dan menyerap tenaga kerja. Perlu dikembangkan pola
kemitraan yang serupa di daerah lain tetapi dengan perencanaan yang lebih
78
79
baik dan petani peserta adalah masyarakat sekitar yang tidak memiliki
pekerjaan tetap.
4. Penelitian ini masih memiliki ruang lingkup yang terbatas, untuk penelitian
selanjutnya dapat diteliti mengenai perbandingan pola kemitraan antara dua
perusahaan inti milik negara atau antara dua perusahaan inti milik swasta.
Kurangnya data yang diperoleh dari kebun plasma menyebabkan keterbatasan
dalam menganalisis, untuk selanjutnya mungkin penelitian dapat lebih
difokuskan kepada petani plasma dalam pola kemitraan.
79
80
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, Aris. 1990. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Anwar, effendi et al. 1985. Studi Pola Pengembangan Perkebunan yang
Dikaitkan dengan Program Tranmigrasi. Laporan penelitian IPB. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2004. Direktori Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta.
................................. 2005. Statistik Indonesia 2004. Jakarta.
Daim, Chamidun. 2003. Pengembangan kemitraan dan Dukungan
Pendanaannya di bidang perkebunan. Makalah Pengantar Falsafah Sains
Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2005. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta.
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar (terjemahan). Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Indrianisari, Ani. 1999. Kerjasama Inti Rakyat Dalam Upaya Meningkatkan
Penyerapan Tenaga Kerja Dan Pendapatan Usahatani Sutera Alam.
Skripsi Sarjana Tidak Dipublikasikan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mubyarto et al. 1992. Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan Kajian Sosial
Ekonomi. Aditya Media, Yogyakarta.
Muchtar, Muchlis. 1987. Dampak Ekonomi Perusahaan Inti Rakyat Kelapa Sawit
Ophir Terhadap Pengembangan Wilayah Pasaman Barat. Universitas
Andalas. Padang.
S, Yudistira P. 2003. Analisis Finansial dan Ekonomi Kelapa Sawit Perkebunan
Kelapa Sawit Pt Mesa Inti Kebun Kabupaten Musi Banyu Asin. Skripsi
Sarjana Tidak Dipublikasikan, Fakulas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Siahaan, R. H. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Perkebunan Rakyat.
Universitas Sisingamangaraja XII. Medan.
Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Soegiharto, Saraswati. 2004. Potret Tenaga kerja di Sektor Pertanian. Warta
Ketenagakerjaan edisi (Nopember) 2004.
80
81
Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan
Petani Kecil.Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Soetarto et al. 2000. Prosiding Lokakarya Pola Penguasaan Lahan Dan Pola
Usaha Serta Pemberdayaan Bpn Dan Pemda Dalam Rangka Partisipasi
Di Sektor Perkebunan. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.
Suharto, Rosediana. 2006. Industri Kelapa SawitTumbuh Signifikan. Republika
Online 24 Januari 2006. Jakarta.
81
82
LAMPIRAN
82
83
B
1
C
D
E
F
Uraian
Jumlah
Penerimaan
Produksi TBS(Kg)
Harga TBS (Rp/Kg)
Penerimaan (Rp)
46727.61
696.16
32530050.48
Biaya (Rp)
Biaya Tunai
Biaya Manajemen
Biaya Angkutan
Pemeliharaan Jalan
Pemberantasan H&P
Pupuk, Analisa Daun dll
Simpanan Wajib
Replanting
PBB/Kontribusi Amprah
Dana Sosial
Tenaga Kerja
Peralatan
Total Biaya Tunai
Biaya Tidak Tunai
Penyusutan
Tanaman menghasilkan
Peralatan
Sewa Lahan
Total Biaya Tidak Tunai
Total Biaya
306827.51
58334.00
1000000.00
1365161.51
11553474.51
22341737.48
20976575.97
3.19
2.82
42890.00
1008652.00
419870.00
30000.00
3925000.00
432901.00
900000.00
115000.00
492000.00
2700000.00
122000.00
10188313.00
83
84
B
1
C
D
E
F
Uraian
Jumlah
Penerimaan
Produksi TBS (Kg)
Harga TBS (Rp/Kg)
Penerimaan (Rp)
36644.48
696.16
25510546.15
Biaya (Rp)
Biaya Tunai
Gaji staf perkebunan
Pemeliharaan tanaman
a. Gaji dan biaya sosial pegawai non staf
b. Pemeliharaan jalan
c. Saluran air
d. Alat-alat dan perlengkapan
Penyiangan
a. Pemberantasan lalang dengan kimiawi
b. Menyiang dan merumput dengan tenaga sendiri
c. Menyiang danmerumput dengan kimiawi
d. Menyiang dan merumput dengan tenaga pemborong
e. Alat-alat dan perlengkapan
Pemupukan
a. Upah pemupukan
b. Analisa daun
c. Pupuk
d. Biaya pengangkutan
e. Alat-alat dan perlengkapan
Lain-lain
a. Pemangkasan
b. Inventaris pokok
Panen dan Pengumpulan hasil
a. Gaji dan biaya sosial pegawai non staf
b. Upah dan biaya sosial karyawan
c. Premi non staf
d. Premi karyawan
e. Monotoring buah
f. Alat-alat dan perlengkapan
g. Lain-lain
Biaya pengangkutan tenaga pemborong
Total Biaya Tunai
300096.98
774103.97
238578.06
1142453.22
26142.56
21302.21
120649.44
1129768.68
7457638.75
263682.67
24857.46
288540.13
7746178.88
222370.24
652990.64
90972.50
2987.16
35101.35
66171.97
801015.49
130544.43
153120.79
46878.12
98666.45
3405.85
1219722.39
23954.92
25774.57
118923.50
11943.25
18052907.40
17764367.27
3.42
3.29
84
85
B
1
C
D
E
F
Uraian
Penerimaan
Produksi minyak sawit (Kg)
Harga minyak sawit (Rp/Kg)
Penerimaan minyak sawit (Rp)
Produksi inti sawit (Kg)
Harga inti sawit (Rp/Kg)
Penerimaan inti sawit (Rp)
Penerimaan total (Rp)
Jumlah
45568489.00
3341.64
152273485581.96
11026728.00
2187.38
24119644293
176393129874.60
Biaya (Rp)
Biaya Tunai
Pembelian bahan baku dari plasma
Pembelian bahan baku dari pihak III
Pembelian minyak sawit
Gaji dan tunjangan
Pajak
Biaya keamanan
Perjalanan, pengangkutan dan penginapan
Biaya laboratorium
Biaya mess
Pendidikan dan pelatihan
Biaya poliklinik
Biaya listrik, air dan telepon
Pengangkutan
Biaya bengkel
Alat tulis kantor
Imbalan kerja/premi
Beban asuransi
Pemeliharaan dan perbaikan
Biaya pengolahan
Biaya pengepakan
Lain-lain
Jumlah Biaya Tunai
Biaya Tidak Tunai
Penyusutan
Bangunan rumah
Bangunan perusahaan
Mesin dan instalasi
Jalan, jembatan dan saluran air
Alat pengangkutan
Biaya survey
Aktiva Hak guna Usaha
Total Biaya Tidak Tunai
Total Biaya
Pendapatan Atas Biaya Tunai
Pendapatan Atas Biaya Total
R/C Atas Biaya Tunai
R/C Atas Biaya Total
6077105434.00
1359201430.00
24014895417.00
16030472486.00
356296011.00
1192739172.00
609872462.00
1113904765.00
265654721.00
2224939944.00
1372352421.00
6117670875.00
991747726.00
1704369777.00
22914000.00
998048155.00
961607804.00
7678707520.00
7429071672.00
210133651.00
220704602
80952410045.00
40221856.00
35817781.00
1453284308.00
82363678.00
48946199.00
646692.00
3251202.00
1664531716.00
82616941761.00
95440719829.60
93776188113.60
2.18
2.14
85
86
B
1
C
D
E
F
Uraian
Jumlah
Penerimaan
Produksi TBS (Kg)
Harga TBS (Rp/Kg)
Penerimaan TBS (Rp)
Premi/Finalty TBS (Rp)
Penerimaan total (Rp)
10946.88
637.88
6982819.97
224379.80
7207199.77
Biaya (Rp)
Biaya Tunai
Biaya Manajemen
Biaya Angkutan
Pemeliharaan Jalan
Pemberantasan H&P
Pupuk, Analisa Daun dll
Angsuran Kredit
Tenaga Kerja
Peralatan
Total Biaya Tunai
Biaya Tidak Tunai
Penyusutan
Tanaman menghasilkan
Peralatan
Sewa Lahan
Total Biaya Tidak Tunai
Total Biaya
276849.48
547344.00
36000.00
30000.00
294611.22
1661096.86
437875.20
100000.00
3383776.76
1033000.00
0.00
500000.00
1533000.00
4916777.00
3823423
2290423
2.13
1.47
86
87
B
1
C
D
E
F
Uraian
Jumlah
Penerimaan
Produksi TBS (Kg)
Harga TBS (Rp/Kg)
Penerimaan (Rp)
35838.59
637.88
22860788.65
Biaya (Rp)
Biaya Tunai
Gaji staf perkebunan
Pemeliharaan tanaman
Pemupukan
Panen dan pengumpulan hasil
Biaya pengangkutan tenaga pemborong
Total Biaya Tunai
Biaya Tidak Tunai
Penyusutan
Tanaman menghasilkan
Peralatan
Total Biaya Tidak Tunai
Total Biaya
3047458.99
1726499.80
4061182.38
2020963.02
1173463.88
12029568.07
3248114.44
969839.00
4217953.44
16247521.49
10831220.59
6613267.16
1.90
1.41
87
88
B
1
C
D
E
F
Uraian
Penerimaan
Produksi minyak sawit (Kg)
Harga minyak sawit (Rp)
Penerimaan minyak sawit (Rp)
Produksi inti sawit (Kg)
Harga inti sawit (Rp)
Penerimaan inti sawit (Rp)
Penerimaan total (Rp)
Jumlah
39409645
3230
127293153350
7285689
2120
15445660680
142738814030
Biaya (Rp)
Biaya Tunai
Pembelian bahan baku dari plasma
Pembelian bahan baku dari pihak III
Biaya pelabuhan
Gaji dan tunjangan
Pajak
Keamanan
Perjalanan dinas
Beban pensiun
Biaya listrik, air dan telepon
Pengangkutan
Pendidikan dan pelatihan
Jasa profesional
Alat tulis kantor
Akomodasi/sewa mess
Perijinan dan retribusi
Imbalan kerja
Beban asuransi
Pemeliharaan dan perbaikan
Beban proses pengolahan
Pengangkutan minyak kelapa sawit
Laboratorium
Lain-lain
Jumlah Biaya Tunai
Biaya Tidak Tunai
Penyusutan dan amortisasi
Jalan, jembatan dan saluran air
Bangunan
Mesin dan peralatan
Alat-alat pengangkutan
Peralatan dan perabotan kantor
Aktiva sewa guna usaha
Total Biaya Tidak Tunai
Total Biaya
1410323028
5451940365
590867940
6357692929
4117240605
1242607440
685518270
559037013
2938715164
921040524
437827011
385603692
292231345
286784863
248187565
175972410
124585030
2265452333
1198226321
2477423047
147937608
1607450695
33922665198
1222425821
2526371229
3918960281
794088499
273067671
493026310
9227939811
43150605009
108816148832
99588209021
4.21
3.31
88
89
Lampiran 7. Data Produksi, Tenaga Kerja dan Modal Pada Kebun Plasma
PTPN VI Bulan Desember 2005
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Produksi (ton)
2.72
2.93
4.02
2.61
3.03
3.81
3.10
3.78
2.15
3.67
4.31
2.88
2.81
4.96
1.94
4.14
4.15
4.38
4.13
4.11
4.14
4.26
3.93
4.33
5.07
5.27
5.03
4.72
5.30
4.00
Modal (Rp)
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
973783
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
947963
Coef
2.614
-0.00000174
0.78759
SE Coef
3.424
0.00000345
0.04359
T
0.76
-0.50
18.07
89
P
0.452
0.618
0.000
VIF
1.7
1.7
90
S = 0.365806
R-Sq = 95.5%
PRESS = 3.78914
R-Sq(adj) = 95.1%
R-Sq(pred) = 95.23%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
X1
X2
DF
2
27
29
SS
75.879
3.613
79.492
MS
37.939
0.134
F
283.52
P
0.000
DF Seq SS
1 32.188
1 43.690
Unusual Observations
Obs
14
19
X1
973783
947963
Y
4.9600
4.1300
Fit
4.9807
4.5532
SE Fit
0.0999
0.0448
Residual
-0.0207
-0.4232
St Resid
-0.16 X
-2.43R
Lampiran 9. Standar Tandan Buah Segar (TBS) Menurut Umur dan Kelas
Lahan menurut Pusat Penelitian Marihat Medan tahun 1997
Umur
(tahun)
3
4
5
6
7
90
91
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Ratarata
30
30
30
30
30
30
27
27
25
25
24
24
22
22
20
20
18
18
24
27
27
27
27
27
27
25
25
24
24
22
22
21
21
19
19
17
17
22
25
25
25
25
25
25
23
23
22
22
20
20
19
19
17
17
16
16
20
91
22
22
22
22
22
22
21
21
20
20
19
19
18
18
16
16
15
15
18