Anda di halaman 1dari 71

GAMBARAN KADAR DETERGEN PADA AIR ALIRAN SUNGAI

DESA MEKAR KECAMATAN MARTAPURA TIMUR MARET 2015

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh
predikat Ahli Madya Analis Kesehatan

Oleh:

AHMAD HERDIAN RAMADHANI


NIM P07134112418

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
2015

@ 2015
Hak Cipta ada pada penulis

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah berjudul Gambaran Kadar Detergen pada Air Aliran Sungai Desa
Mekar Kecamatan Martapura Timur Maret 2015 telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Banjarmasin
Jurusan Analis Kesehatan.

Banjarbaru,

Pembimbing I

Agustus 2015

Pembimbing II

H. Haitami, S.Si., M.Sc


NIP. 19740402 199402 1 002

H.Akhmad Muntaha,S.Pd.,MM
NIP. 19591106 198903 1 003

Mengetahui,
Ketua Jurusan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

H.Akhmad Muntaha,S.Pd.,MM
NIP. 19591106 198903 1 003

Susunan Tim Penguji KTI :


1. H. Haitami, S.Si., M.Sc
2. H. Akhmad Muntaha,S.Pd.,MM
3. Dra. Nurlailah, Apt., M.Si

(............)
(............)
(............)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :


Nama

: Ahmad Herdian Ramadhani

NIM

: P07134112418

Angkatan

: 2012

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Karya Tulis
Ilmiah saya yang berjudul :
Gambaran Kadar Detergen pada Air Aliran Sungai Desa Mekar Kecamatan
Martapura Timur Maret 2015
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar benarnya.

Banjarbaru,

Juli 2015

Ahmad Herdian Ramadhani

HALAMAN RIWAYAT HIDUP

Nama

: Ahmad Herdian Ramadhani

NIM

: P07134112418

Tempat, tanggal lahir : Haruai, 4 Maret 1994


Jenis Kelamin

: Laki laki

Agama

: Islam

Alamat

: Halong, RT 04 Kecamatan Haruai, Kabupaten Tabalong

Asal sekolah

: 1. Tk Pertiwi
2. SDN Nawin Hilir 1
3. MTsN 1 Haruai
4. MAN3 Haruai

ABSTRAK
Gambaran Kadar Detergen Pada Air Aliran Sungai Desa Mekar
Kecamatan Martapura Timur Maret 2015
Penulis: Ahmad Herdian Ramadhani
Pembimbing: Haitami, Akhmad Muntaha
Detergen merupakan bahan pembersih yang mengandung senyawa aktif
yang menimbulkan buih pada permukaan air, yang akan mempengaruhi persediaan
oksigen di dalam air dan mengganggu kehidupan biota air. Dengan makin luasnya
pemakaian detergen maka risiko bagi kesehatan manusia maupun kesehatan
lingkungan pun makin rentan. Limbah detergen dapat menimbulkan dampak yang
merugikan bagi lingkungan yang selanjutnya akan mengganggu dan mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar
detergen pada air aliran sunga Desa Mekar Kecamatan Martapura masih memenuhi
syarat baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Penelitian ini
bersifat survei deskriptif. Populasi dari penelitian ini adalah air aliran sungai di sekitar
Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur. Hasil penelitian menunjukkan kadar
detergen surfaktan anionik dalam MBAS berkisar antara 2,63 - 3,03 mg/L.
Kesimpulan dari penilitian ini menunjukkan bahwa semua titik pengambilan sampel
tidak memenuhi syarat kualitas baku mutu air sungai untuk kelas 1 menurut Peraturan
Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Untuk kadar surfaktan anionik, kadar maksimal yang diperbolehkan
yaitu 200g/L (0,2 mg/L).

Kata Kunci: Detergen, MBAS, Baku Mutu

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya serta Shalawat dan Salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW sehingga
penulisan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Gambaran Kadar Detergen pada Air Aliran
Sungai Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur Maret 2015 dapat diselesaikan. Karya
Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
predikat Ahli Madya Analis Kesehatan di Politeknik Kesehatan Banjarmasin Jurusan
Analis Kesehatan.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, karena
itu dengan penuh hormat dan tulus hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Oleh karena itu, dengan penuh hormat dan tulus hati, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Bapak H. Akhmad Muntaha, S.Pd., MM. selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan
sekaligus dosen pembimbing II dengan kesungguhan hati meluangkan waktu
memberikan bimbingan kepada penulis demi selesainya proposal Karya Tulis Ilmiah
ini.

2.

Ibu Dra. Ratih Dewi Dwiyanti M.Kes selaku Ka. Prodi D III Jurusan Analis
Kesehatan.

3.

Bapak H. Haitami, S.Si.,M.Sc. selaku dosen pembimbing I dengan kesungguhan hati


memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga proposal Karya Tulis Ilmiah ini
dapat diselesaikan.

4.

Ibu Dra.Nurlailah, Apt., M.Si selaku dosen penguji proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

5.

Seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, nasehat, semangat, kasih sayang dan
bantuan baik moril maupun materil yang sampai kapanpun tak sanggup penulis balas.

6.

Seluruh teman-teman keluarga besar Analis Kesehatan 2012 yang telah berbagi suka
dan duka, serta mendorong dan memberikan semangatnya dalam pembuatan Karya
Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari keterbatasan isi tulisan ini, oleh sebab itu segala kritik dan saran

menuju perbaikan sangat diharapkan. Demikianlah Karya Tulis Ilmiah ini disusun. Semoga
bermanfaat bagi segenap pembaca.

Banjarbaru, Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................
HALAMAN HAK CIPTA...........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
PERNYATAAN ORISINALITAS..............................................................
HALAMAN RIWAYAT HIDUP................................................................
ABSTRAK....................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
DAFTAR TABEL.........................................................................................
DAFRTAR GAMBAR..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
BAB I

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xi
xii

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 3
C. Batasan Masalah ..................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian.................................................................... 3
E. Manfaat Penelitian .................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualiats air.............................................................................. 5
B. Detergen.................................................................................. 8
C. Surfaktan................................................................................. 10
D.Metode MBAS ...................................................................... 13
E. Landasan Teori........................................................................ 15
F. Kerangka Konsep Penelitian .................................................. 16
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian.............................................. 17
B. Populasi dan Sampel............................................................... 17
C. Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 17
D. Instrumen Penilitian................................................................ 18
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional......................... 18
F. Cara Pengumpulan Data dan Pemeriksaan ............................. 19
G. Pengolahan dan Analisi Data ................................................. 24
H. Kesulitan dan Kelemahan penelitian. ..................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Tempat Penelitian................................................. 25
B. Hasil penelitian....................................................................... 26
C. Pembahasan ............................................................................ 28
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 33
B. Saran ....................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil pembacaan variasi konsentrasi larutan standar LAS ............ 27
Tabel 4.2 Kadar surfaktan anionik tiap titik pengambilan sampel .................. 28

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep ...................................................................... 16


Gambar 3.2 Alur Kerja Penilitian.................................................................. 24
Gambar 4.3 kurva kalibrasi standa LAS ....................................................... 28
Gambar 4.4 Grafik konsentrasi surfaktan anionik di aliran sungai Desa Mekar 29

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor.82 Tahun 2001 Tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Lampiran 2

SNI 06-6989.51-2005 Cara uji kadar surfaktan anionikik dengan


spektrofotometer secara biru metilen

Lampiran 3

Surat Ijin Pengguanaan Laboratorium

Lampiran 4

Sertifikat Hasil Uji

Lampiran 5

Denah Titik Sampel

Lampiran 6

Dokumentasi Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam yang dinamik (dynamic resources), dan
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
Indonesia dalam segala bidang, sehingga memberikan implikasi

rakyat

yang relatif pelik

serta khas dalam upaya pengelolaan sumber daya alam.


Sungai adalah wadah dan jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai
muara dengan dibatasi sepanjang kanan dan kirinya oleh garis sempadan. Banyak
manfaat yang dapat diperoleh dari keberadaan sungai. Di Jawa
sungai

dimanfaatkan

untuk

PLTA, perikanan,

pertanian,

hampir

seluruh

dan

rekreasi

(Poedjioetami, 2008).
Pencemaran air sungai disebabkan oleh banyaknya air limbah yang masuk ke
dalam sungai yang berasal dari berbagai sumber pencemaran yaitu dari limbah
industri, domestik, peternakan, pertanian dan sebagainya. Limbah domestik bisa
berasal dari air cucian seperti sabun, detergen, minyak dan pestisida. Detergen
merupakan bahan pembersih yang mengandung senyawa aktif yang menimbulkan
buih pada permukaan air, yang akan memengaruhi persediaan oksigen di dalam air
dan mengganggu kehidupan biota air, sehingga menimbulkan masalah lingkungan
karena dalam suasana anaerob, zat organik terurai menjadi nitrit, ammonia, asam
sulfida yang menimbulkan bau (Suripin, 2002).
Air limbah detergen termasuk polutan atau zat yang mencemari lingkungan
karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS (Alkyl Benzene Sulphonate) yang
merupakan detergen tergolong keras. Detergen tersebut sukar dirusak oleh

mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran


lingkungan (Anonim, 2009).
Dengan makin luasnya pemakaian detergen maka risiko bagi kesehatan
manusia maupun kesehatan lingkungan pun makin rentan. Limbah yang dihasilkan
dari detergen dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan yang
selanjutnya akan mengganggu atau mempengaruhi kehidupan masyarakat (Heryani
& Fuji, 2008).
Detergen ini biasanya banyak dihasilkan oleh masyarakat di sekitar aliran
sungai karena sering dilakukan untuk kegiatan mencuci. Seperti di daerah salah satu
desa di Martapura yaitu Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur di sekitarnya
terdapat sungai yang dikategorikan sungai yang cukup besar dan luas dengan
volume air (125-250) m3/det dan memiliki arus tenang.
Masyarakat di sekitar aliran sungai Desa Mekar memiliki jamban kecil
yang sering digunakan untuk kegiatan sehari-hari seperti keperluan mandi cuci
kakus (MCK), hal ini dapat memengaruhi peningkatan terjadinya pencemaran air
yang diakibatkan aktivitas masyarakat tersebut, salah satunya limbah detergen yang
berasal dari kegiatan mencuci.
Limbah detergen langsung dibuang ke sungai. Kemungkinan besar dalam
sungai tersebut mengandung surfaktan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82
Tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
kadar detergen dalam air sebagai Methylene Blue Anionic Surfaktan (MBAS) tidak
boleh lebih dari 200 g/L.
Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan penelitian tentang Gambaran
Kadar Detergen Pada Air Aliran Sungai Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur
Maret 2015.
B.

Rumusan Masalah

Berapa kadar detergen dalam air aliran sungai di sekitar Desa Mekar Kecamatan
Martapura Timur ?
C.

Batasan Masalah
Penilitian ini dibatasi hanya untuk mengukur kadar surfaktan anionik yang ada
didalam detergen pada air aliran sungai di sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura
Timur.

D.

Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui apakah kadar detergen pada air aliran sungai di sekitar desa Mekar
Kecamatan Martapura Timur masih memenuhi syarat baku mutu air Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
2. Tujuan khusus
a.

Mengetahui kadar surfaktan anionik pada aliran sungai di sekitar Desa


Mekar Kecamatan Martapura.

b.

Membandingkan kadar surfaktan anionik dengan baku mutu air sungai


Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar detergen dalam air sebagai MBAS
tidak boleh lebih dari 200 g/L.

E.

Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh untuk
lebih menambah pengetahuan dan wawasan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan sumber pustaka dan membantu proses pembelajaran serta
penelitian selanjutnya.

3. Bagi Instansi Terkait


Dapat memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai kondisi air sungai
di sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi yang diukur dan diuji berdasarkan parameterparameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115
tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter
ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009).
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia,
fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah
upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.
Air merupakan sumber daya yang mutlak harus ada bagi kehidupan.
Tubuh manusia 70% terdiri atas air. Sebaliknya di dalam badan air terdapat bendabenda hidup yang sangat menentukan karakteristik air tersebut, baik secara fisis
maupun secara biologis.
Air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Abel Wolman menyatakan
bahwa air mempunyai rumus H2O + X dimana X merupakan zat-zat yang
dihasilkan air buangan oleh aktivitas manusia selama beberapa tahun. Dengan

bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X dalam air akan bertambah dan
menimbulkan masalah.
Faktor X merupakan zat-zat kimia yang larut dalam air dan dapat
menimbulkan masalah seperti, toksisitas dan reaksi-reaksi

yang menyebabkan,

pengendapan yang berlebihan, timbulnya busa yang menetap dan sulit untuk
dihilangkan, timbulnya respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa,
perubahan dari perwujudan fisik air (Dwi, 2006).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 mengenai
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa Pemerintah
Provinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air dan melakukan pengendalian
pencemaran air pada sumber air yang merupakan lintas Kabupaten/Kota.
Oleh karena itu dalam pengelolaan dan pengendalian pencemaran air pada
sumber air yang lintas kabupaten/kota diperlukan adanya koordinasi dengan
kabupaten/kota serta kerjasama dengan berbagai sektor terkait lainnya.
Koordinasi

dan

Fasilitasi

Pengendalian

Pencemaran

Air

dengan

Kabupaten/Kota serta instansi terkait dilakukan untuk merumuskan suatu langkah


atau strategi dalam upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
serta untuk mensosialisasikan program pengendalian pencemaran air yang sudah
dan sedang dilaksanakan

oleh

Pemerintah

Provinsi

maupun

oleh

Kabupaten/Kota, serta rencana program kegiatan yang akan dilaksanakan pada


tahun berikutnya.
Menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air ditetapkan
menjadi 4 (empat) kelas :
1. Kelas I (satu), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.

2. Kelas II (dua), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana


rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersbut.
3. Kelas III (tiga), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas IV (empat), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar detergen dalam air sebagai MBAS
tidak boleh lebih dari 200 g/L.
B.

Detergen
Detergen merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai
industri. Di sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi
jangka pendek (short therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada
suhu rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau (Jurado, E
et all, 2006).
Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, detergen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh
oleh kesadahan air. Pada umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal
dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (Chantraine, F et all, 2009).
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan dengan gugus
utama surfaktan adalah ABS (Alkyl Benzene Sulfonate) yang sulit di biodegradabel,

maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu
dengan gugus utama surfaktant LAS (Linier Alkyl Benzene Sulfonate). Menurut
Asosiasi Pengusaha Detergen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang digunakan
di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar
40% dan linier alkyl benzene sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Alasan
penggunaan ABS antara lain karena harganya murah, stabil dalam bentuk krim pasta
dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS lebih sukar diuraikan
secara alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang
dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan
penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam
produk detergen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk
krim pasta dan busanya melimpah (Anonim, 2009).
Bahan bahan yang umum terkandung pada detergen adalah :
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyai ujung berbeda yaitu hidropilik (suka air) dan hidrophobik (suka
lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air
sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Salah satu surfaktan jenis anionik adalah LAS (Linier Alkyl Benzene
Sulfonate).
2.

Pembentuk (builder) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari


surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air,
dapat berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril
Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit),
dan Sitrat (asam sitrat).

3. Pengisi (filler) adalah bahan tambahan detergen yang tidak mempunyai


kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat

memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga, misal


natrium sulfat.
4. Bahan suplemen/ tambahan (additives) untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang
tidak berhubungan langsung dengan daya cuci detergen. Additives
ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contohnya enzim,
boraks, natrium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar
kotoran yang telah dibawa oleh detergen ke dalam larutan tidak kembali ke
bahan cucian pada waktu mencuci (anti redeposisi). Wangi wangian atau
parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan
pengikat.
C.

Surfaktan
Sejak tahun 1945 terdapat bermacam-macam detergen sintetis sebagai
pengganti sabun. Sebagian besar detergen mengandung 20-30 persen surfaktan dan
70-80 persen bahan pengisi. Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam pembuatan
detergen diantaranya surfaktan, natrium sulfat, natrium tripolifosfat, natrium silikat
dan bahan lain yang dapat meningkatkan kemampuan mencuci (Dwi, 2006).
Surfaktan sebagai komponen utama dalam detergen dan memiliki rantai kimia
yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Pada mulanya surfaktan hanya digunakan
sebagai bahan utama pembuat detergen. Namun karena terbukti ampuh
membersihkan kotoran, maka banyak digunakan sebagai bahan pencuci lain.
Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat
diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Sifat aktif permukaan yang
dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan
antar muka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan
banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun, detergen, produk

kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil,
pertambangan dan industri perminyakan, dan lain sebagainya (Scheibel.J, 2004).
Surfaktan dalam air akan membentuk dispersi koloid. Dalam larutan itu
mengandung agregat dari molekul-molekul surfaktan yang disebut misel. Di bagian
tengah misel terdapat gugus polar, sedangkan gugus nonpolar membentuk
permukaan misel yang berhubungan dengan air. Pada waktu melepaskan kotoran,
molekul surfaktan mengemulsikan butiran minyak atau lemak. Ujung hidrophilik
akan tertarik pada kotoran dan akan mengelilinginya sehingga ujung hidrophobik
akan mengangkat kotoran dari serat pakaian (Dwi, 2006).
Menurut Irsyad dalam Dwi (2006) Surfaktan dibagi menjadi tiga jenis :
1. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik adalah garam natrium surfaktan yang terurai
menjadi ion, menghasilkan Na+ dan muatan negatif sebagai ion permukaan
yang aktif dalam bentuk sulfat dan sulfonat.
a. Surfaktan Bentuk Sulfat
Alkohol rantai panjang yang diolah dengan asam sulfat
memproduksi sulfat dengan permukaan aktif. Alkohol rantai
panjang yang digunakan biasanya alkohol dodesil dan lauril.
Misalnya natrium lauril sulfat.
C12H25OH + H2SO4

C12H25 O SO3H + H2O

Lauryl Alkohol
Alkohol sulfat menetralisir natrium hidroksida untuk
memproduksi surfaktan.
C12H25 O SO3H + NaOH

C12H25 O SO3Na + H2O


Natrium Lauryl Sulfat

b. Surfaktan Bentuk Sulfonat

Pada dasarnya kegunaan sulfonat berasal dari ester, amida,


dan alkil benzene. Ester adalah asam organik dengan 16 sampai 18
atom karbon. Dalam bagian alkil benzene sulfonat (ABS) berasal
dari polymer propolyne, yang terdiri dari rata-rata 12 atom karbon.
Material-material ini dibuat dari perluasan parafin normal,
demikian juga rantai alkana yang tidak bercabang dan
benzene

yang

merupakan

ikatan

primer

ke

cincin

atom karbon

sekunder.
Surfaktan yang paling umum digunakan adalah LAS
(Linear Alkyl Benzene Sulfonate) yang salah satu contohnya adalah
dodesil benzene sulfonat.

2. Surfaktan kationik
Adalah garam ammonium kuarterner. Hidrogen dari ion ammonium
telah ditempatkan dengan kelompok alkil. Permukaan aktifnya telah terkandung
dalam kationik. Surfaktan kationik menggunakannya sebagai alat perantara
sanitasi untuk membersihkan, jika air panas tidak tersedia. Misalnya, senyawa
ammonium klorida kuarterner, (RCH3N)+ Cl-.
3.

Surfaktan non ionik


Detergen non ionik tidak mengalami ionisasi dan tergantung pada
molekul yang dapat membuatnya larut. Detergen non ionik merupakan
senyawa polimer dari senyawa polyethoxylate (C2H4O) (Dwi, 2006).

D.

Spektrofotometer menggunakan metode MBAS (Methylene Blue Anionic


Surfaktan).
Spektrofotometer UV-Visible adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar

ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak
berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Elektron pada kulit terluar ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan
(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas
sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies
penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan
jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik (Rohman, 2007).
Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam
daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah
dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang lebih
pendek (Masriyanti, 2012).
Methylene Blue digunakan untuk uji coba bahan pewarna organik. Bahan
pewarna organik yang berwarna biru tua ini, akan menjadi tidak berwarna apabila
oksigen pada sampel (air yang tercemar yang sedang dianalisis) telah habis
dipergunakan (Mahida, 1981).
Surfaktan anionik bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan
ion baru yang terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang terbentuk
diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan
yang diukur setara dengan kadar surfaktan anionik (Anonim, 2009)

E.

Landasan Teori
Umumnya detergen yang digunakan sebagai pencuci pakaian merupakan
detergen anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada detergen anionik
sering ditambahkan zat aditif lain seperti golongan ammonium kuartener alkyl
dimethyl benzyl-ammonium cloride, diethanolamine (DEA), chlorinated trisodium
phospate (chlorinated TSP), (builder) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium
lauryl sulfate (SLS), linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium
kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui
bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.
Detergen keras berbahaya bagi ikan walaupun konsentrasinya kecil, misalnya
natrium dodesil benzene sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5 ppm.
Tanaman air juga dapat terganggu jika kadar detergen tinggi yakni fotosintetis dapat
terhenti (Sastrawijaya, 2000).
Permasalahan juga ditimbulkan oleh detergen yang mengandung banyak
polifosfat yang merupakan penyusun detergen yang masuk ke badan air. Poliposfat
dari detergen ini diperkirakan memberikan kontribusi sekitar 50% dari seluruh fosfat
yang terdapat di perairan. Keberadaan fosfat yang berlebihan menstimulir terjadinya
eutrofikasi (pengayaan) perairan (Effendi, 2003).

F.

Kerangka Konsep Penelitian

Sumber surfaktan :
Air limbah
rumah tangga
Air limbah
laundry
Industri

Reagen

Penetapan
konsentrasi
surfaktan

Perairan

Dampak dari surfaktan:


-

Alat

metode

Menimbulkan
pencermaran air
Mengganggu
kehidupan biota air
Mengganggu
kesehatan manusia

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


Keterangan :
= Tidak diteliti
= Diteliti

Konsentrasi
surfaktan

BAB III
METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat survei deskriptif yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu
keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2012).

B.

Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2012). Populasi dari penelitian ini adalah air aliran sungai di
sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel penelitian ini adalah
air sungai pada bagian hulu, badan air dan bagian hilir pada aliran air sungai di
sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.

C.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Banjarmasin pada Maret 2015.

D.

Instrumen Penelitian
1. Alat

Spektrofotometer UV-Vis Optima sp 300, timbangan analitik Shimadzu


ATY224, corong pemisah 250 mL, labu ukur 100 mL, 500 mL dan 1000 mL,
gelas piala 200 mL, pipet volumetrik 1,0 mL, 2,0 mL, 3,0 mL dan 5,0 mL dan
pipet ukur 5 mL dan 10 mL.
2. Pereaksi
Serbuk Alkil Sulfonat Linier (LAS) atau natrium lauril sulfat
(C12H25OSO3Na), larutan indikator fenolftalin 0,5%, larutan natrium hidroksida
(NaOH) 1N, larutan sulfat (H2SO4) 1N, larutan sulfat (H2SO4) 6N, larutan biru
metilen, kloroform (CHCl3), larutan pencuci, hidrogen peroksida (H2O2) 30%,
isopropil alkohol (i-C3H7OH), serabut kaca (glass wool).
E.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah kadar surfaktan sebagai varibel mandiri.
2. Definisi Operasional
a. Baku mutu air
Baku mutu air yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah No.82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
kadar surfaktan sebagai MBAS tidak boleh lebih dari 200 g/L.

b. Hulu sungai
Hulu sungai adalah bagian badan air yang berada 50 meter sebelum Desa
Mekar Kecamatan Martapura Timur.
c. Badan air
Badan air adalah daerah aliran sungai di sekitar Desa Mekar yang berjarak
300 meter.
d. Hilir sungai

Hilir sungai adalah bagian badan air yang berada 50 meter setelah Desa
Mekar Kecamatan Martapura Timur.
e. Metode
Metode

MBAS

(Methylene Blue Anionic Surfaktan), Methylen Blue

(Metilen Biru) merupakan pewarna thiazine yang kerap digunakan sebagai


bakterisida dan fungsida yakni mereaksikan/ menambahkan zat metilen biru
yang akan berikatan dengan surfaktan sehingga dihasilkan garam yang
berwarna biru.
f. Kadar Detergen
Kandungan surfaktan di dalam ditergen adalah kadar surfaktan yang berada
didalam air sungai, dinyatakan dalam satuan mg/L MBAS.
F.

Cara Pengumpulan Data dan Pemeriksaan


Data primer penelitian ini berupa hasil pemeriksaan kadar detergen. Data
primer diperoleh dengan cara pemeriksaan kadar detergen pada air aliran sungai
di sekitar Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur.
1. Persiapan penelitian
Persiapan penelitian ini yaitu berupa penyusunan proposal dan dilanjutkan
dengan permohonan izin penelitian dan dilanjutkan dengan pelaksanaan
penelitian.
2. Persiapan instrumen penelitian
Instrumen yang dipakai sebagian dibawa peneliti dan sebagian dipinjam di
laboratorium Kimia Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Banjarmasin.
3. Pemeriksaan Sampel Air

Berdasarkan SNI 06-6989.51-2005 tentang cara uji pengukuran kadar surfaktan


anionik menggunakan spektrofotometer dengan metode biru metilen sebagai
berikut;
a. Pembuatan larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L.
Larutkan 1,000 g LAS 100% aktif atau natrium lauril sulfat (C12H25OSO3Na)
dengan 100 mL air suling dalam labu ukur 1000 mL kemudian tambahkan air
suling hingga tepat tanda tera dan dihomogenkan.
Catatan simpan larutan induk surfaktan anionik di dalam lemari pendingin untuk
mengurangi biodegradasi. Bila terbentuk endapan, larutan ini tidak dapat dipergunakan.
b. Pembuatan larutan baku surfaktan anionik 100 mg/L
Pipet 10 mL larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L dan masukkan ke
dalam labu ukur 100 mL, kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda
tera dan dihomogenkan.
c. Pembuatan larutan kerja surfaktan anionik.
a) Pipet 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 5,0 mL larutan baku surfaktan anionik
100 mg/L dan masukkan masing-masing ke dalam labu ukur 250 mL.
b) Tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga diperoleh
kadar surfaktan anionik 0,4; 0,8; 1,2 dan 2,0 mg/L MBAS.
Catatan larutan kerja dapat dibuat dari larutan baku surfaktan siap pakai yang
diperdagangkan.
d. Pembuatan kurva kalibrasi.
a) optimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk alat untuk
pengujian kadar surfaktan anionik.
b) Ambil masing-masing 100 mL larutan blanko dan larutan kerja dengan
kadar surfaktan anionik 0,4 mg/L; 0,8 mg/L; 1,2 mg/L dan 2,0 mg/L
kemudian masing-masing masukkan ke dalam corong pemisah 250 mL.

c) Tambahkan masing-masing larutan biru metilen sebanyak 25 mL.


d) Tambahkan masing-masing 10 mL kloroform, kocok kuat-kuat selama 30
detik sekali-kali buka tutup corong untuk mengeluarkan gas.
e) Biarkan hingga terjadi pemisahan fasa, goyangkan corong pemisah
perlahan-lahan, jika terbentuk emulsi tambahkan sedikit isopropil alkohol
sampai emulsinya hilang.
f) Pisahkan lapisan bawah (fasa kloroform) dan tampung dalam corong
pemisah yang lain.
g) Ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi
langkah 3.4.4 (d sampai f) sebanyak 2 kali dan satukan semua fasa
kloroform.
h) Tambahkan 50 mL larutan pencuci ke dalam fasa kloroform gabungan
dan kocok kuat- kuat selama 30 detik.
i) Biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan.
j) Keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung
ke dalam labu ukur pada langkah j).
k) Tambahkan 10 mL kloroform ke dalam fasa air hasil pengerjaan pada
langkah j); kocok kuat-kuat selama 30 detik.
l) Biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan.
m) Keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung
ke dalam labu pada langkah j).
n) ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi
langkah 3.4.4 (k sampai m) dan satukan semua fasa kloroform dalam labu
ukur pada langkah j).
o) cuci glass wool dengan kloroform sebanyak 10 mL dan gabungkan
dengan fasa kloroform dalam labu ukur pada langkah j).

p) tepatkan isi labu ukur pada langkah j) hingga tanda tera dengan
kloroform.
q) ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm dan catat
serapannya, pengukuran dilakukan tidak lebih dari 3 jam setelah
ekstraksi.
r) buat kurva kalibrasi dari butir q) di atas atau tentukan persamaan garis
lurusnya. (SNI 06-6989.51-2005)
e. Prosedur uji
a) ukur contoh uji sebanyak 100 mL secara duplo dan masukkan

ke

dalam corong pemisah 250 mL;


b) tambahkan 3 tetes sampai dengan 5 tetes indikator fenoltalin dan larutan
NaOH 1N tetes demi tetes ke dalam contoh uji sampai timbul warna
merah muda, kemudian hilangkan dengan menambahkan H2SO4 1N
tetes demi tetes;
c) selanjutnya lakukan langkah 3.4.4 c) sampai q).

G.

Pengolahan dan Analisa Data


Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel. Kemudian hasil yang
diperoleh dibandingkan dengan baku mutu air Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, untuk
mengetahui sungai tersebut tercemar atau tidak.

H.

Kesulitan dan Kelemahan penelitian


Kesulitan dalam penelitian ini karena panjangnya aliran anak Sungai
Martapura sehingga peneliti kesulitan menentukan tepatnya bagian hulu dari sungai
tersebut.
Kelemahan dalam penelitian ini pengambilan sampel yang hanya dilakukan
sewaktu, sehingga hasil yang didapatkan kemungkinan bisa berbeda jika diambil
pada waktu yang berlainan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Tempat Penelitian


Sungai Martapura merupakan sungai terbesar kedua di Kalimantan Selatan
(lebar lebih dari 500 meter). Pemandangan yang khas dari sungai ini adalah adanya
rumah-rumah dengan tipe rumah panggung yang dibangun berderet menghadap
sungai. Penduduk yang bermukim di sepanjang aliran memanfaatkan sungai
sebagai sarana transportasi. Selain itu terdapat pula lanting atau batang, yaitu
sejenis rakit yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai tempat untuk MCK
(mandi, cuci dan kakus).
Sama halnya di Desa Mekar Kecamatan Martapura Timur yang
memanfaatkan sungai sebagai sarana aktivitas rumah tangga. Sedangkan pada saat
ini kegiatan aktivitas rumah tangga secara terus menerus mengubah orientasi fungsi
sungai secara tidak langsung yang ternyata memberikan andil besar terhadap
perubahan sungai, contohnya sungai menjadi lokasi bagi pembuangan sampah
rumah tangga serta aktivitas lainnya seperti MCK. Hal tersebut berpotensi
menghasilkan limbah beracun dan kerusakan ekosistem lingkungan, padahal sampai

pada saat ini penduduk desa masih menggunakan air sungai untuk keperluan seharihari.

B. Hasil Penelitian
Cara uji yang digunakan untuk penentuan kadar surfaktan anionik dalam air
dan air limbah adalah menggunakan biru metilen dan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm.
Berikut adalah hasil permbuatan kurva baku dan tabel kadar surfaktan anion
tiap titik pengambilan sampel:
1. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Untuk

pengukuran

konsentrasi

surfaktan

dalam

air

secara

spektrofotometri dengan metode MBAS (Methylene Blue Anionic Surfaktan)


diperlukan kurva kalibrasi. Dalam pembuatan kurva kalibrasi digunakan
konsentrasi surfaktan 0,0 2,0 mg/L. Hasil pengukuran konsentrasi standar
tersebut disajikan dalam bentuk tabel 1
Tabel 4.1 Hasil pembacaan variasi konsentrasi larutan standar LAS

NO

Konsentrasi
(x)

Absorbansi
(y)

0,0

0,000

0,4

0,080

0,8

0,133

1,2

0,144

2,0

0,188

0,250
y = 0,0877x + 0,0319
R = 0,8765

0,200
0,150

Absorbansi

0,100
0,050
0,000

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Standar LAS


2. Hasil pemeriksaan sampel
Hasil pengukuran konsentrasi surfaktan anionik pada air disepanjang
aliran sungai Desa mekar pada 6 titik air disajikan dalam bentuk tabel
berikut :
Tabel 4.2 Kadar surfaktan anion pada titik pengambilan sampel

Kode Sampel

AbsorbansiSampel

Konsentrasi
Sampel (ppm)

Hulu

0,287

2,94

Badan A

0,295

3,03

Badan B

0,271

2,76

Badan C

0,260

2,63

Badan D

0,278

2,84

Hilir

0,288

2,95

3,1
3
2,9
2,8
2,7 2,94mg/L 3,03mg/L
2,6

2,76mg/L

2,5

2,84mg/L

2,95mg/L

2,63mg/L

2,4
Hulu

Badan A

Badan B

Badan C

Badan D

Hilir

Gambar 4.4 Grafik Konsentrasi Surfaktan Anion di Aliran Sungai Desa


Mekar.
Dari hasil tersebut diketahui kadar surfaktan anionik pada keenam melebihi
standar ambang batas pencemaran air yaitu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001 tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar
detergen dalam air sebagai Methylene Blue Anionic Surfaktan (MBAS) tidak boleh
lebih dari 200 g/L (0,2 mg/L).
C. Pembahasan
Pada penelitian ini ditemukan kadar detergen surfaktan anionik dalam
MBAS berkisar antara 2,63 - 3,03 mg/L. pada masing masing titik pengambilan
sampel, ditemukan kadar detergen melebihi standar ambang batas kadar surfaktan
untuk syarat baku mutu air kelas I sebesar 0.2 mg/L. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2006 oleh Octavia Kartika Dewi dengan
mengukur konsentrasi surfaktan anionik didaerah pulau Jawa berada di aliran
sungai Cikapundung Jawa Barat. Hasil konsentrasi surfaktan antara 0,017-0,142
mg/L MBAS. Perbedaan hasil uji kadar surfaktan anionik yang dilakukan oleh
Octavia Kartika Dewi dengan peneliti disebabkan karena waktu pengambilan
sampel yang berbeda, dan letak geografis sungai di Pulau Kalimantan dan di Pulau

Jawa dimana Sungai di Pulau Jawa alirannya deras, sungainya pendek, dan tidak
berfungsi untuk lalu lintas air. Sedangkan di Pulau Kalimantan alirannya tenang,
sungainya panjang, muara digunakan untuk lalu lintas air dan juga masyrakatnya
sangat tergantung dengan keberadaan sungai yang digunakan untuk kebutuhan
sehari hari seperti MCK.
Hal tersebut menimbulkan dampak pencemaran air yang diakibatkan oleh
detergen. Detergen sangat sukar diuraikan oleh bakteri sehingga akan tetap aktif
untuk jangka waktu yang lama di dalam air, mencemari air dan meracuni berbagai
organisme air.
Penggunaan detergen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa
fosfat pada air sungai atau danau yang merangsang pertumbuhan ganggang dan
eceng gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali
menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi
masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis.
Tumbuhan air (eceng gondok dan ganggang) yang mati membawa akibat proses
pembusukan tumbuhan ini akan menghabiskan persediaan oksigen. Material
pembusukan tumbuhan air akan mengendapkan dan menyebabkan pendangkalan.
Pengambilan sampel yang dilakukan di musim hujan dapat mempengaruhi
konsentrasi surfaktan anionik karena terencerkan oleh volume air yang turun dari
hujan akan tetapi tidak mempengaruhi terhadap konsentrasi surfaktan anionik,
dikarenakan kebiasaan masyrakat yang tetap melakukan aktivitas mencuci
dibantaran sungai hal ini dapat terus meningkatkan kadar surfaktan anionik yang
kemudian menimbulkan konsenstrasi surfaktan anionik dengan jumlah yang besar
ditambah lagi dengan sifat detergen memiliki tingkat biodegradable sangat rendah,
seperti LAS terdegradasi sampai 50 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat,
karena dalam memecah bagian ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega

harus diputus dan butuh proses beta oksidasi, karena itu perlu waktu. Penelitian
Heryani dan Puji (2008) mendapatkan hasil bahwa alam membutuhkan waktu 9
hari untuk menguraikan 50% LAS.
Detergen ABS sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh
adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologis
detergen ABS, perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa,
menurunkan tegangan permukaan dari air dan memusnahkan bakteri yang berguna.
Surfaktan adalah bahan yang paling penting pada produk detergen (hingga
15-40% dari total formulasi detergen). Zat ini dapat mengaktifkan permukaan,
karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang
dapat menaikkan dan menurunkan tegangan permukaan.
Efek negatif dari surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar,
hilangnya kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan
permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit
manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kimia dengan
kandungan 1% linear alkyl benzene sulfonate (LAS) dan Alpha Olefin Sulfonate
(AOS) dengan akibat iritasi sedang pada kulit. Sisa bahan surfaktan yang terdapat
dalam detergen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan
air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun
dan berbahaya bagi kesehatan.
Limbah domestik baik rumah tangga atau limbah usaha skala kecil seperti
air sisa detergen dan air sisa sabun mandi harus diolah dan tidak boleh
membuangnya melalui septic-tank, guna mengindari pencemaran air tanah
disekitarnya.
Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta, mengisyaratkan
warga agar menyediakan alat pengolahan limbah, yaitu Biofilter. Alat ini mampu

menghasilkan air olahan sesuai dengan baku mutu, dan aman bagi lingkungan.
Dengan menggunakan sistem biofilter, dan umumnya terbuat dari fiberglass. maka
limbah cucian dan limbah septic-tank sudah terolah hingga mencapai baku mutu.
Dan menggantikan septic tank yang cara kerjanya merembeskan limbah ke tanah
sehingga tidak ada lagi rembesan. Namun masih diperlukan sosialisasi kepada
pemilik rumah yang sudah memiliki septic-tank, subsidi alat bagi perumahan
kumuh dan harga alat yang mahal (Anonimous, 2009).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Kimia Dasar Analis
Kesehatan Poltekkes Banjarmasin serta pembahasan-pembahasan yang dilakukan,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil pengukuran konsentrasi surfaktan anionik yang didapat pada air
Sungai Martapura Desa Mekar pada bagian hulu sebesar 2,94 mg/L., bagian
badan air A sebesar 3,03 mg/L., bagian badan air B sebesar 2,76 mg/L., bagian
badan air C sebesar 2,63 mg/L., bagian badan air D sebesar 2,84 mg/L., dan pada
bagian hilir sebesar 2,95 mg/L.
2. Berdasarkan pengukuran konsentrasi surfaktan anionik didapatkan konsentrasi
surfaktan anionik air sungai di Desa Mekar tidak memenuhi syarat kualitas baku
mutu air sungai untuk kelas I menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Untuk
kadar surfaktan anionik, kadar maksimal yang diperbolehkan yaitu 200 g/L (0,2
mg/L).

B. Saran
1. Bagi industri sebaiknya lebih banyak membuat produk detergen ramah
lingkungan. Seperti detergen dengan kandungan fosfat yang rendah serta
mengelola limbah detergen dengan menggunakan sistem biofilter.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sebaiknya melakukan tindakan untuk
menjaga kelestarian sungai. Karena dalam jangka panjang jumlah penduduk
akan semakin padat sehingga dapat mempengaruhi peningkatan limbah
domestik dan pencemaran sungai.
3. Bagi masyarakat untuk tidak membuang limbah rumah tangga atau bahanbahan berbahaya ke sungai dan menjaga kelestarian Sungai Martapura.
4. Untuk peneliti selanjutnya penulis menyarankan untuk meneliti tentang metode
pengukuran konsentrasi surfaktan selain surfaktan anionic.

DAFTAR PUSTAKA

Acehpedia, 2010. http://acehpedia.org/Air_tanah, Air Tanah, tanggal [Diakses 23


Januari 2015].
Anonim, 2009. Mengetahui Dampak Air Limbah Deterjen Terhadap Organisme Air.
(http://tutorjunior.blogspot.com) [Diakses 23 Januarii 2015].
Chantraine, F et all, 2009. Drawbacks of Surfactant Presence on The Dissolution and
Mechanical Properties of Detergent Tablets : How to Control Interfaces by
Surfactan Localization. Journal of Surfactan and Detergent. 12:59-71.
Dachriyanus, 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri. Padang:
CV. Trianda Anugrah Pratama.
Dwi, K., 2006. Teknologi Penyediaan Air bersih. Bandung: Akademi Analis Kesehatan
Bakti Asih.
Effendi, H., 2003. Telaah kualitas Air Bagi pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Bogor: Jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Heryani. A, Puji, H, 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter.
[Makalah Penelitian] http://eprints.undip.ac.id [Diakses 27 Desember 2014].
J, Scheibel, 2004. The Evolution of Anionic Surfactan Tehnology to Meet the
Requirement of the Laundry Deterjent Industry. Journal of Surfactan and Detergent.
Vo7. No. 5.
Jurado, E et all, 2006. Enzyme Based Detergent formulas for Fatty Soils and Hard
Surface in a Continous Flow Device. Journal of Surfactant and Detergents. Vol. 9.
Qtr 1.
Mahida, 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. New York: Mc
Graw Hill Publishing Company Limited.
Masduqi, A., 2009. Parameter Kualitas Air.
Masriyanti, 2012. Prinsip - prinsip spekroskopi. Rabu September. pp.1-3.
Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Poedjioetami, E. (2008). Penataan Ulang Kawasan Bantaran Sungai Dengan
Menghadirkan Sentra Eknomi Dan Rekreasi Kota . Surabaya: Institut Teknologi
Adhi Tama.
Riyanti, D., 2013. Analisis Bahan Pencemar Deterjen (MBAS) Dalam Air Waduk
Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum. Bandung:
(http://digilib.polban.ac.id)[Diakses februari 2015].

Rohman, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Sastrawijaya, A.T., 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suripin. (2002). Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta: ANDI.

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 82 TAHUN 2001
TANGGAL 14 DESEMBER 2001
TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS
AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

KELAS
PARAMETER

KETERANGAN

SATUAN
I

II

III

IV

FISIKA

Tempelatur

Residu Terlarut

mg/ L

deviasi

deviasi

deviasi

1000

1000

1000

deviasi 5

2000

Deviasi temperatur
dari keadaan
almiahnya

Residu Tersuspensi

mg/L

50

50

400

400

Bagi pengolahan air


minum secara
konvesional, residu
tersuspensi d 5000
mg/ L

Apabila secara
alamiah di luar
rentang tersebut,
maka ditentukan
berdasarkan kondisi
alamiah

KIMIA ANORGANIK

pH

6-9

6-9

6-9

5-9

BOD

mg/L

12

COD

mg/L

10

25

50

100

DO

mg/L

Total Fosfat sbg P

mg/L

0,2

0,2

NO 3 sebagai N

mg/L

10

10

20

20

Angka batas minimum

NH3-N

mg/L

0,5

(-)

(-)

(-)

Arsen

mg/L

0,05

Kobalt

mg/L

0,2

0,2

0,2

0,2

Barium

mg/L

(-)

(-)

(-)

Boron

mg/L

Selenium

mg/L

0,01

0,05

0,05

0,05

Kadmium

mg/L

0,01

0,01

0,01

0,01

Khrom (VI)

mg/L

0,05

0,05

0,05

0,01

Tembaga

mg/L

0,02

0,02

0,02

0,2

Bagi perikanan,
kandungan amonia
bebas untuk ikan
yang peka d 0,02
mg/L sebagai NH3

Bagi pengolahan air


minum secara
konvensional, Cu d 1
mg/L

Besi

mg/L

0,3

(-)

(-)

(-)

Bagi pengolahan air


minum secara
konvensional, Fe d 5
mg/L
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, Pb d

Timbal
Mangan

mg/L
mg/L

0,03
0,1

0,03
(-)

0,03
(-)

1
(-)

Air Raksa

mg/L

0,001

0,002

0,002

0,005

Seng
Khlorida

mg/L
mg/l

0,05
600

0,05
(-)

0,05
(-)

2
(-)

Sianida

mg/L

0,02

0,02

0,02

(-)

Fluorida

mg/L

0,5

1,5

1,5

(-)

Nitrit sebagai N
Sulfat
Khlorin bebas

mg/L
mg/L

0,06
400

0,06
(-)

0,06
(-)

(-)
(-)

mg/L

0,03

0,03

0,03

(-)

mg/L

0,002

0,002

0,002

(-)

Fecal coliform

jml/100 ml

100

1000

2000

2000

-Total coliform

jml/100 ml

1000

5000

10000

10000

Belereng sebagai

0,1 mg/L

Bagi pengolahan air


minum secara
konvensional, Zn d
mg/L

Bagi pengolahan air


minum secara
konvensional, NO2_N d
1 mg/L
Bagi ABAM tidak
dipersyaratkan
Bagi pengolahan air
minum secara
konvensional, S
sebagai H2S <0,1
mg/L

H2S
MIKROBIOLOGI

-RADIOAKTIVITAS
- Gross-A

Bq /L

0,1

0,1

0,1

0,1

- Gross-B

Bq /L

Minyak dan Lemak

ug /L

1000

1000

1000

(-)

Detergen sebagai MBAS

ug /L

200

200

200

(-)

Senyawa Fenol

ug /L

(-)

BHC

ug /L

210

210

210

(-)

Aldrin / Dieldrin

ug /L

17

(-)

(-)

(-)

Chlordane

ug /L

(-)

(-)

(-)

DDT

ug /L

Heptachlor dan

ug /L

18

(-)

(-)

(-)

Lindane

ug /L

56

(-)

(-)

(-)

Methoxyclor

ug /L

35

(-)

(-)

(-)

Endrin

ug /L

(-)

KIMIA ORGANIK

sebagai Fenol

heptachlor epoxide

Bagi pengolahan air


minum secara
konvensional, fecal
coliform d 2000 jml /
100 ml dan total
coliform d 10000
jml/100 ml

Toxaphan

ug /L

(-)

(-)

(-)

SNI 06-6989.51-2005

Air dan air limbah Bagian 51 : Cara uji kadar surfaktan anionik dengan
spektrofotometer secara biru metilen

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Standar Nasional Indonesia

ICS 13.060.01

Badan Standardisasi Nasional

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk
dikomersialkan

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

Daftar isi ...........................................................................................................................

Prakata ............................................................................................................................

ii

1 Ruang lingkup ............................................................................................................

Istilah dan definisi ......................................................................................................

3 Cara uji .....................................................................................................................

4 Jaminan mutu dan pengambilan mutu .......................................................................

5 Rekomendasi .............................................................................................................

Lampiran A Pelaporan ..................................................................................................

Bibliografi .........................................................................................................................

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Daftar isi

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

SNI ini merupakan hasil kaji ulang dan revisi dari SNI 06-2476-1991, Metode pengujian
kadar detergen dalam air dengan alat spektrofotometer secara biru metilena. SNI ini
menggunakan referensi dari metode standar internasional yaitu Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater, 20th Edition (1998), 5540A and 5540C, editor L. S.
Clesceri, A.E. Greenberg, A.D. Eaton, APHA, AWWA and WEF, Washington DC. SNI
ini telah melalui uji coba di laboratorium pengujian dalam rangka validasi dan verifikasi
metode serta dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis Kualitas Air dari Panitia Teknis 207S,
Panitia Teknis Sistem Manajemen Lingkungan dengan para pihak terkait.

Standar ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang
mewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis, pemerintah terkait dari pusat
maupun daerah pada tanggal 3 4 November 2004 di Depok.

Dengan ditetapkannya SNI 06-6989.51-2005 ini, maka penerapan SNI 06-2476-1991


dinyatakan tidak berlaku lagi. Pemakai SNI agar dapat meneliti validasi SNI yang terkait
dengan metode ini, sehingga dapat selalu menggunakan SNI edisi terakhir.

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Prakata

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

ii

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

Ruang lingkup

Cara uji ini digunakan untuk penentuan kadar surfaktan anionik dalam air dan air limbah
secara biru metilen dan diukur menggunakan spektrofotometer dengan kisaran kadar 0,025
mg/L sampai 2,0 mg/L pada panjang gelombang 652 nm.

Istilah dan definisi

2.1
larutan induk
larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan akan digunakan untuk membuat
larutan baku dengan kadar yang lebih rendah

2.2
larutan baku
larutan induk yang diencerkan dengan air suling sampai dengan kadar tertentu

2.3

1 dari 16 dari 6

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Air dan air limbah Bagian 51 : Cara uji kadar surfaktan anionik
dengan spektrofotometer secara biru metilen

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

larutan
kerja
larutan baku yang diencerkan dan digunakan untuk membuat kurva kalibrasi

2.4
kurva kalibrasi
grafik yang menyatakan hubungan kadar larutan baku dengan hasil pembacaan absorbansi,
yang biasanya merupakan garis lurus

2.5
larutan blanko
air suling yang diperlakukan sama dengan contoh uji

Cara uji

3.1

Prinsip

Surfaktan anionik bereaksi dengan biru metilen membentuk pasangan ion berwarna biru
yang larut dalam pelarut organik. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Serapan yang terukur setara dengan kadar
surfaktan anionik.

3.2

Bahan

a)
serbuk Alkil Sulfonat Linier (LAS) atau natrium lauril sulfat
(C12H25OSO3Na);

2 dari 26 dari 6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

b)
larutan indikator fenolftalin
0,5%;
Larutkan 0,5 g fenolftalin dengan 50 mL alkohol 95% di dalam gelas piala 250 mL.
Tambahkan 50 mL air suling dan beberapa tetes larutan NaOH 0,02 N sampai warna
merah
muda.

3 dari 36 dari 6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

Larutkan 4,0 g NaOH dengan 50 mL air suling di dalam labu ukur 100 mL, tambahkan air
suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.

d)
1N;

larutan sulfat (H2SO4)


Ambil 2,8 mL H2SO4 pekat, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 100 mL yang
berisi
50 mL air suling. Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.

e) larutan sulfat (H2SO4)


6N;
Ambil 20 mL H2SO4 pekat, kemudian masukkan ke dalam gelas piala 200 mL yang berisi
120 mL air suling dan dihomogenkan.

f)

larutan biru metilen;


Larutkan 100 mg biru metilen dengan 100 mL air suling dan dihomogenkan. Ambil 30 mL
larutan tersebut dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, tambahkan 500 mL air
suling, 41 mL H2SO4 6N dan 50 g natrium fosfat monohidrat (NaH2PO4.H2O), kocok
hingga larut sempurna kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda tera dan
dihomogenkan.

g)
p.a;

kloroform (CHCl3)

h) larutan pencuci;
Ambil 41 mL H2SO4 6N dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL yang berisi 500
mL air suling. Tambahkan 50 g natrium dihidrogen fosfat monohidrat (NaH2PO4.H2O),

4 dari 46 dari 6

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

c) larutan natrium hidroksida (NaOH) 1N;

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

kocok hingga larut sempurna kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda tera dan
dihomogenkan.

i)
hidrogen peroksida (H2O2)
30%;

j)
isopropil alkohol (iC3H7OH);

k) serabut kaca (glass wool).

3.3

Peralatan

a) spektrofotometer;
b) timbangan analitik;
c) corong pemisah 250 mL (dianjurkan dengan cerat dan tutup terbuat dari teflon);
d) labu ukur 100 mL; 500 mL dan 1000 mL;
e) gelas piala 200 mL;
f) pipet volumetrik 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 5,0 mL;
dan g) pipet ukur 5 mL dan10 mL.

3.4

3.4.1

Persiapan pengujian

Pembuatan larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L

Larutkan 1,000 g LAS 100% aktif atau natrium lauril sulfat (C12H25OSO3Na) dengan 100
mL air suling dalam labu ukur 1000 mL kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda
tera dan dihomogenkan.

5 dari 56 dari 6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

CATATAN Simpan larutan induk surfaktan anionik di dalam lemari pendingin untuk
mengurangi biodegradasi. Bila terbentuk endapan, larutan ini tidak dapat dipergunakan.

6 dari 6 dari 6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

Pipet 10 mL larutan induk surfaktan anionik 1000 mg/L dan masukkan ke dalam labu ukur
100 mL, kemudian tambahkan air suling hingga tepat tanda tera dan dihomogenkan.

3.4.3

Pembuatan larutan kerja surfaktan anionik

a) pipet 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 5,0 mL larutan baku surfaktan anionik 100 mg/L dan
masukkan masing-masing ke dalam labu ukur 250 mL;
b) tambahkan air suling sampai tepat pada tanda tera sehingga diperoleh kadar surfaktan
anionik 0,4; 0,8; 1,2 dan 2,0 mg/L MBAS.

CATATAN Larutan kerja dapat di buat dari larutan baku surfaktan siap pakai yang
diperdagangkan.

3.4.4

Pembuatan kurva kalibrasi

a) optimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk alat untuk pengujian kadar
surfaktan anionik;
b) ambil masing-masing 100 mL larutan blanko dan larutan kerja dengan kadar surfaktan
anionik 0,4 mg/L; 0,8 mg/L; 1,2 mg/L dan 2,0 mg/L kemudian masing-masing masukkan
ke dalam corong pemisah 250 mL;
c) tambahkan masing-masing larutan biru metilen sebanyak 25 mL;
d) tambahkan masing-masing 10 mL kloroform, kocok kuat-kuat selama 30 detik sekali-kali
buka tutup corong untuk mengeluarkan gas;

7 dari 76 dari 6

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

3.4.2 Pembuatan larutan baku surfaktan anionik 100 mg/L

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

e) biarkan hingga terjadi pemisahan fasa, goyangkan corong pemisah perlahan-lahan, jika
terbentuk emulsi tambahkan sedikit isopropil alkohol sampai emulsinya hilang
f) pisahkan lapisan bawah (fasa kloroform) dan tampung dalam corong pemisah yang lain;
g) ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi langkah 3.4.4 d)
sampai f) sebanyak 2 kali dan satukan semua fasa kloroform;
h) tambahkan 50 mL larutan pencuci ke dalam fasa kloroform gabungan dan kocok kuatkuat selama 30 detik;
i) biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan;
j) Keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung ke dalam labu
ukur pada langkah j);
k) tambahkan 10 mL kloroform ke dalam fasa air hasil pengerjaan pada langkah j); kocok
kuat-kuat selama 30 detik
l) biarkan terjadi pemisahan fasa, goyangkan perlahan-lahan;
m) keluarkan lapisan bawah (kloroform) melalui glass wool, dan ditampung ke dalam labu
pada langkah j);
n) ekstraksi kembali fasa air dalam corong pisah dengan mengulangi langkah 3.4.4 k)
sampai m) dan satukan semua fasa kloroform dalam labu ukur pada langkah j);
o) cuci glass wool dengan kloroform sebanyak 10 mL dan gabungkan dengan fasa
kloroform dalam labu ukur pada langkah j);
p) tepatkan isi labu ukur pada langkah j) hingga tanda tera dengan kloroform;
q) ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm dan catat serapannya.

CATATAN Pengukuran dilakukan tidak lebih dari 3 jam setelah ekstraksi;

r) buat kurva kalibrasi dari butir q) di atas atau tentukan persamaan garis lurusnya.

3.5

Prosedur uji

a) ukur contoh uji sebanyak 100 mL secara duplo dan masukkan ke dalam corong pemisah

8 dari 86 dari 6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

250 mL;

9 dari 96 dari 6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

c) selanjutnya lakukan langkah 3.4.4 c) sampai q).

CATATAN Bila kadar surfaktan anionik dalam contoh 0,08 mg/L - 0,4 mg/L, maka volume
contoh uji yang diambil 250 mL dan bila kadar surfaktan anionik dalam contoh 0,025 mg/L 0,08 mg/L, maka volume contoh uji yang diambil 400 mL.

3.6

Perhitungan

Kadar surfaktan anionik (mg/L) = C x fp


dengan pengertian:
C adalah kadar yang didapat dari hasil pengukuran (mg/L);
fp adalah faktor pengenceran.

Jaminan mutu dan pengendalian mutu

4.1

Jaminan mutu

a) Gunakan bahan kimia pro analysis (p.a).


b) Gunakan alat gelas bebas kontaminan. c)
Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.
d) Dikerjakan oleh analis yang kompeten.

10 dari10 dari
6
6

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

b) tambahkan 3 tetes sampai dengan 5 tetes indikator fenoltalin dan larutan NaOH 1N tetes
demi tetes ke dalam contoh uji sampai timbul warna merah muda, kemudian hilangkan
dengan menambahkan H2SO4 1N tetes demi tetes;

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

e) Lakukan analisis dalam jangka waktu yang tidak melampaui waktu penyimpanan
maksimum.

4.2

a)

Pengendalian mutu

Koefisien korelasi (r) lebih besar atau sama dengan 0,95 dengan intersepsi lebih kecil
atau sama dengan batas deteksi.

b) Lakukan analisis blanko untuk kontrol kontaminasi.


c) Lakukan analisis duplo untuk kontrol ketelitian analisis.
d) Jika perbedaan persen relatif hasil pengukuran lebih besar atau sama dengan 10%
maka dilakukan pengukuran ketiga.
e)

Apabila contoh uji mengandung zat tersuspensi, saring contoh uji dengan saringan
membran berpori 0,45 m.

f)

Apabila contoh uji mengandung kationik surfaktan dan bahan kationik lainnya,
masukkan contoh uji ke kolom penukar ion.

g) Apabila contoh uji mengandung nonsurfaktan seperti sulfida, tambahkan ke dalam


contoh uji beberapa tetes larutan H2O2.

Rekomendasi

Kontrol akurasi
a) Analisis blind sample.
b) Buat control chart untuk akurasi analisis.

11 dari11 dari
6
6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

(normatif)
Pelaporan

Catat pada buku kerja hal-hal sebagai berikut:

1)

Parameter yang dianalisis.

2)

Nama analis dan tanda tangan.

3)

Tanggal analisis.

4)

Rekaman hasil pengukuran duplo, triplo dan seterusnya.

5)

Rekaman kurva kalibrasi.

6)

Nomor contoh uji.

7)

Tanggal penerimaan contoh uji.

8)

Batas deteksi.

9)

Rekaman hasil perhitungan.

10) Hasil pengukuran persen recovery (bila dilakukan).

12 dari12 dari
6
6

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Lampiran A

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

11) Kadar analit contoh uji.

13 dari13 dari
6
6

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

L.S.Clesceri, A.E.Greenberg, A.D.Eaton, Standard Methods for the Examination Of Water


and Wastewater, 20 th Edition (1998), 5540 A and 5540C, APHA, AWWA and WPCF,
Washington DC.

14 dari14 dari
6
6

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

Bibliografi

SNI 06-6989.51-2005

SNI 06-6989.51-2005

15 dari15 dari
6
6

Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan

BADAN STANDARDISASI NASIONAL - BSN


Gedung Manggala Wanabakti Blok IV
Lt. 3-4
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta
10270
Telp: 021- 574 7043; Faks: 021- 5747045; e-mail :
bsn@bsn.go.id

Anda mungkin juga menyukai