Anda di halaman 1dari 3

A.

Chaidir Abu Bakar


18 Okt 2013
TEORI RASIONALISASI Habermas vs Max Weber
Habermas
Atas
Teori
Rasionalisasi
Kebudayaan
Max
Weber
Apakah yang dimaksud dengan proses rasionalisasi? Jawaban atas pertanyaan itu
dirumuskan secara brilian oleh Max Weber. Akan tetapi, sebelum masuk ke jawaban
atas pertanyaan itu, kita harus terlebih dahulu mengerti konsep rasionalitas yang kerap
digunakan Weber dalam berbagai konteks, seperti dalam bentuk-bentuk tindakan
tertentu dan pandangan dunianya. Rasionalitas memberi sentuhan khusus dalam
bidang-bidang kebudayaan itu. Dalam konteks ini, rasionalitas yang terpenting adalah
rasionalitas tindakan. Dalam konteks tindakan, rasionalitas adalah perhitungan yang
masuk akal untuk mencapai sasaran-sasaran berdasarkan pilihan-pilihan yang masuk
akal, dengan sarana-sarana yang efisien, dan mengacu kepada perumusan nilai-nilai
tertinggi, yang mengarahkan tindakan dan orientasi-orientasi yang terencana demi
pencapaian nilai-nilai tersebut. Weber menyebut rasionalitas ini sebagai rasionalitas
tujuan, atau Zweckrationalitt. Ciri-ciri rasionalitas ini adalah formal, karena merekamereka yang bekerja berdasarkan jenis rasionalitas ini hanya memfokuskan diri pada
cara-cara pencapaian tujuan, dan mengacuhkan nilai-nilai yang diacu sebagai tujuan
tindakan. Disamping itu, ada jenis rasionalitas lain yang disebut Weber sebagai
rasionalitas nilai. Ini adalah kesadaran akan nilai-nilai estetis, etis, dan religius. Ciri dari
rasionalitas ini adalah substantif, karena mereka yang bekerja dengan rasionalitas ini
sangat menekankan komitmen rasionalnya terhadap nilai yang dihayati secara pribadi.
Weber membedakan rasionalitas nilai ini dengan tindakan tradisional, yang lebih
didorong oleh afeksi dan emosi. Dalam konteks ini, David Ingram, salah satu
komentator
Habermas,
menulis,
tindakan rasional-nilai itu merupakan deduksi norma-norma praktis dari prinsip-prinsip
universal, misalnya kesamaan dan keadilan yang direalisasikan oleh hukum kodrat.
Menurut Weber, konsep rasionalitas tersebut tidaklah khas hanya dimiliki oleh
kebudayaan Barat, melainkan merupakan ciri yang sudah melekat inheren di dalam
modernitas itu sendiri. Artinya, konsep rasionalitas tindakan tersebut belumlah
berkembang dalam kebudayaan tradisional. Akan tetapi, perubahan masyarakat
tradisional menuju masyarakat modern telah megnkondisikan konsep rasionalitas
tersebut untuk menjadi pengarah bagi tingkah laku sosial di dalam kebudayaan. Hal
tersebut tidak hanya berlaku bagi kebudayaan Barat semata, melainkan dalam seluruh
kebudayaan yang melangsungkan proses modernisasi. Nah, apa yang dimaksud
Weber dengan rasionalisasi adalah proses perubahan kebudayaan yang dihasilkan
sebagai akibat dari meluasnya rasionalitas tersebut. Dalam bukunya yang berjudul
Toward
a
Rational
Society,
Habermas
menulis,
rasionalisasi adalah meluasnya wilayah-wilayah masyarakat yang ditempatkan di
bawah
aturan-aturan
keputusan
rasional.
Artinya, pola-pola tindakan sosial ekonomi dalam kebudayaan modern, lewat proses

rasionalisasi ini, dilakukan lewat keputusan dan tindakan rasional, seperti yang dapat
dilihat dalam birokrasi dan adiministrasi. Itulah pengertian umum dari proses
rasionalisasi
kebudayaan.
Analisa Weber tersebut kemudian digunakan oleh Teori Kritis Frankfurt untuk mengkritik
jenis rasionalitas yang telah menindas kebudayaan dewasa ini. Rasionalitas ini mereka
sebut dengan rasionalitas teknologis ( Marcuse), rasionalitas instrumental (Horkheimer),
dan mitos (Adorno). Menurut mereka, proses rasionalisasi kebudayaan yang
didasarkan pada jenis rasionalitas ini tidak akan memberikan kebahagiaan dan otonomi
pada manusia. Sebaliknya, atas nama rasionalitas, kekuatan politis telah dan akan
terus menindas kebudayaan dewasa ini justru melalui proses rasionalisasi tersebut.
Marcuse, misalnya, berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semula
dianggap mampu membebaskan manusia, pada hakekatnya merupakan sebuah
ideologi, karena didalamnya terkandung apa yang disebutnya sebagai rasionalitas
teknologis. Dalam proyek Teori Kritis Frankfurt secara keseluruhan, rasionalitas
dipahami dalam dua peran yang bertentangan. Pertama, rasionalitas tersebut
merupakan sebentuk kritik atas proses-proses produksi dalam mentalitas dan kultur
tradisional yang telah menindas. Kedua, rasionalitas tersebut kini tampak sebagai
sebuah topeng untuk membenarkan proses-proses produksi yang baru, dan dengan
cara yang sama juga menindas. Dengan demikian, proses rasionalisasi ini bisa
dipahami searah dengan pemikiran Freud, yakni sebagai topeng untuk
menyembunyikan kekuasaan politis yang dominatif dan menindas. Teori Kritis Frankfurt
generasi pertama pun jatuh pada dilema semacam ini. Marcuse mengajukan solusi,
yang pada kaca mata Habermas tidaklan relevan, untuk memandang alam sebagai
saudara atau subyek lain yang setara. Hal ini semakin membuktikan bahwa Teori Kritis
Frankfurt generasi pertama telah menjadi semakin moralistis dan tidak memiliki dasar
epistemologis
yang
memadai.
Dalam bukunya yang berjudul Toward a Rational Society, Habermas menanggapi
kemacetan Teori Kritis tersebut dengan mempelajari kembali teori rasionalisasi Weber
secara kritis. Menurut dia, Teori Kritis Frankfurt generasi pertama dan termasuk Weber
sendiri tidak bisa memberi penjelasan yang memadai tentang bagaimana rasionalitas
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, lewat proses rasionalisasi, telah berkembang
menjadi semacam dunia, atau apa yang disebut Habermas sebagai bentuk kehidupan
(Lebensform). Melihat itu, Habermas tidak langsung melontarkan kritiknya, melainkan
menyarankan sebuah skema interpretatif yang lebih memadai dalam melihat serta
memahami proses rasionalisasi dalam perkembangan sejarah. Skema itulah yang
nantinya merupakan rekonstruksi baru Habermas atas teori rasionalisasi kebudayaan
Max Weber, terutama dalam intensi utamanya untuk memperbaharui program analisa
Teori Kritis. Searah dengan Weber, Habermas memfokuskan analisanya pada tindakan
sosial, yang merupakan suatu obyek yang memiliki ciri-ciri mendasar sekaligus dapat
dianalisa secara empiris. Ia bertolak dari pembedaan konsep praksis. Praksis adalah
tindakan dasar manusia terhadap dunia di luar dirinya. Dalam konteks ini, Habermas
membedakan dua dimensi dalam praksis kehidupan manusia. Yang satu tidak bisa
dilepaskan dari yang lain. Dua dimensi itu adalah kerja dan interaksi atau komunikasi.
Dalam bukunya yang berjudul Toward a Rational Society, dua dimensi itu dijelaskan
sebagai tindakan sosial, yang merupakan konsep sentral dalam teori rasionalisasi
kebudayaan Weber. Habermas lalu membedakan dua macam jenis tindakan, yakni

tindakan rasional bertujuan yang tercangkup di dalam dimensi kerja, dan tindakan
komunikatif yang tercangkup di dalam

Anda mungkin juga menyukai