Anda di halaman 1dari 26

BAB I

Pendahuluan

Kebutuhan zat-zat makanan oleh tubuh setiap hari tergantung dari banyak factor, antara lain,
jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan dan pada keadaan tertentu seperti ibu yang sedang hamil dan
menyusui. Kekurangan dan kelebihan zat makanan dalam tubuh seseorang akan menimbulkan
masalah kesehatan tersendiri. Kekurangan akan menimbulkan penyakit busung lapar pada anak-anak,
anemia dan lainnya, serta tubuh mudah sekali terserang penyakit.

Gizi yang baik merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, mulai dari
masa prenatal dan berlanjut sampai usia lanjut. Jaringan tubuh yang sehat sangat tergantung
kepada zat-zat gizi essensial dalam makanan. Hal ini sangat penting terutama pada masa
kehamilan, masa bayi, dan anak. Pada masa kehamilan, terjadi proses pembentukan tubuh
baru, yaitu janin, sedangkan pada masa bayi dan anak-anak, terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai gizi masyarakat. Mulai dari program gizi
yang diselenggarakan pemerintah, peran serta posyandu dan masyarakat, promosi kesehatan di bidang
gizi, system rujukan dan bagaimana system surveilans gizi yang ada di Indonesia.

Skenario 9
Seorang dokter yang baru ditempatkan di puskesmas sedang mengevaluasi program
KIA terutama gizi di puskesmasnya. Beliau mendapatkan anak-anak balita status gizinya
kurang yang diketahui dari penimbangan saat berobat dan catatan KMS, bahkan terdapat 5
kasus kwashiorkor dan 3 kasus marasmus. Banyak terjadi kasus diare dan campak pada
balita. Banyak kasus anemia pada ibu hamil dan ibu menyusui. Dan 10% anak-anak
mengalami buta senja. Masyarakat di wilayah kerja tersebut berpenghasilan rendah dengan
pekerjaan kebanyakan sebagi buruh tani. Posyandu di daerah tersebut ada 3 buah. Sedangkan
jumlah balita mencapai 800 balita.

BAB II
Pembahasan

Masalah Gizi di Indonesia


Masalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang disebabkan
oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh dari
makanan. Masalah gizi atau malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizikurang (under nutrition) dan masalah gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizimakro ataupun gizi-mikro.1
Masalah gizi makro, terutama masalah kurang energi dan protein (KEP), telah
mendominasi perhatian para pakar masalah gizi selama puluhan tahun. Pada tahun 1980-an
data dari lapangan di banyak negara menunjukkan bahwa masalah gizi utama bukan kurang
protein, tetapi lebih banyak karena kurang energi atau kombinasi kurang energi dan protein.
Bayi sampai anak berusia lima tahun, yang lazim disebut balita, dalam ilmu gizi
dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk
KEP.1
Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro, terutama untuk
kurang vitamin A, kurang yodium, dan kurang zat besi. Prevalensi gangguan akibat kurang
yodium (GAKY) pada anak usia sekolah di Indonesia adalah 30 persen pada tahun 1980 dan
menurun menjadi 9,8 persen pada tahun 1998.1,2
Masalah gizi dihubungkan dengan:
1. Faktor dan penyebab masalah gizi (agent): kekurangan atau kelebihan zat gizi, asupan
makanan dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi serta faktor-faktor yang
berkaitan
2. Faktor yang ada pada pejamu (host): karakteristik individu yang ada kaitannya dengan
masalah gizi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, dll)
3. Faktor yang ada di lingkungan pejamu (environment): lingkungan (rumah, pekerjaan,
pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi.3,4
1. Anemia
Anemia yang paling sering terjadi pada ibu hamil adalah anemia defisiensi besi
(ADB). Anemia defisiensi zat besi lebih banyak di negara yang sedang berkembang daripada
2

negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari
perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia
jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta
orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang.5
Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya adalah
anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum ada data yang
pasti, Martoatmojo memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan
tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil. Sedangkan angka kejadian anemia di Indonesia
berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia <5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9
tahun serta 10-14 tahun. Prevalensi tertinggi terjadi di daerah miskin, gizi buruk dan penderita
infeksi. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita hamil
dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini.3,4
2. Gizi buruk (KEP)
Angka kasus kurang gizi yang dialami balita di Indonesia saat ini, cenderung
mengalami peningkatan dari dua juta penderita pada tahun 1997, ketika pertama kali badai
krisis menerpa. Bahkan, 200 ribu di antaranya dilaporkan menderita kekurangan gizi yang
sangat parah. Hal ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang belum pulih,
sehingga penanganan gizi buruk menjadi terhambat.
Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8%
balita menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor). Saat ini,
diperkirakan sekitar 15% bayi di bawah usia 2 tahun di daerah perkotaan di Indonesia berada
dalam keadaan gizi buruk. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe
marasmus.
3. Rabun senja (Defisiensi vitamin A)
Rabun senja disebakan karena kekurangan Vit A. Ada 19 propinsi yang masih
dianggap rawan terhadap defisiensi Vitamin A, di antaranya DI Aceh, Sumatera Barat dan
Nusa Tenggara Barat. Prevalensi tertinggi terjadi pada balita. Kekurangan vitamin A (KVA)
yang mengakibatkan kebutaan pada anak-anak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah
gizi utama di Indonesia. Kebutaan karena kekurangan vitamin A terutama dikalangan anak
pra sekolah masih banyak terdapat didaerah-daerah. Prevalensi KVA menurut survei vitamin
A tahun 1992 antara lain pada xeropthalmia sebesar 0,33 %. Namun, secara subklinis
prevalensi KVA terutama pada kadar serum retinol dalam darah (kurang dari 20g/dl) pada
balita sebesar 50 %. Survei nasional xeropthalmia di Indonesia sebesar 1,34 % atau sekitar
hampir tiga kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan WHO.
3

4. Retardasi Mental (GaKY)


Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 %
penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal
kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih
dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10-14
tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.6
Saat ini diperkirakan 1,6 miliar penduduk dunia mempunyai risiko kekurangan
yodium, dan 300 juta menderita gangguan mental akibat kekurangan yodium. Kira-kira
30.000 bayi lahir mati setiap tahun, dan lebih dari 120.000 bayi kretin, yakni retardasi mental,
tubuh pendek, bisu tuli atau lumpuh.
5. Gondok (GaKY)
Penyakit gondok disebabkan karena kekurangan yodium. Di daerah Jawa Tengah yang
merupakan salah satu daerah endemik GAKY. Pada tahun 1995 tercatat 52% rumah tangga yang
mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup, jumlah ini meningkat pada tahun 1997
yang mencapai 65%. Pada tahun 1998 jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi garam yodium
62% dan pada tahun 2000 menurun menjadi 51%.
Program Gizi
Program Perbaikan Gizi Masyarakat adalah salah satu program pokok Puskesmas yaitu
program kegiatan yang meliputi peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi
Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), Kurang Vitamin
A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Surveilans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan
Gizi Keluarga/Masyarakat.
Kegiatan-kegiatan program ini ada yang dilakukan harian, bulanan, smesteran (6 bulan
sekali) dan tahun (setahun sekali) serta beberapa kegiatan investigasi dan intervensi yang
dilakukan setiap saat jika ditemukan masalah gizi misalnya ditemukan adanya kasus gizi
buruk. Kegiatan program Perbaikan Gizi Masyarakat dapat dilakukan dalam maupun di luar
gedung Puskesmas.3
Kegiatan Program Gizi Harian

Peningkatan pemberian ASI Eksklusif adalah Pemberian ASI tanpa makanan dan
4

minuman lain pada bayi berumur nol sampai dengan 6 bulan

Pemberian MP-ASI anak umur 6- 24 bulan adalah pemberian makanan pendamping


ASI pada anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin selama 90 hari.

Pemberian tablet besi (90 tablet) pada ibu hamil adalah pemberian tablet besi (90
tablet) selama masa kehamilan.

Pemberian PMT pemulihan pada Keluarga Miskin adalah balita keluarga miskin yang
ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi di wilayah puskesmas

Kegiatan investigasi dan intervensi yang dilakukan setiap saat jika ditemukan
masalah gizi misalnya ditemukan adanya kasus gizi buruk.

Kegiatan Program Gizi Bulanan

Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita (Penimbangan Balita) adalah


pengukuran berat badan balita untuk mengetahui

pola pertumbuhan dan

perkembangan berat badan balita.

Kegiatan konseling gizi dalam rangka peningkatan pendidikan gizi dan Perberdayaan
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.

Kegiatan program gizi yang dilakukan semesteran (6 bulan sekali), yaitu Pemberian Kapsul
Vitamin A (Dosis 200.000 SI) pada balita adalah pemberian kaspsul vitamin A dosis tinggi
kepada bayi dan anak balita secara periodik yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada
bulan Februari dan Agustus dan untuk anak balita enam bulan sekali dan secara serentak
dalam bulan Februari dan Agustus. 3
Kegiatan Program Gizi Tahunan

Pemantauan Status Gizi balita

Pemantaun konsumsi gizi

Pemantauan penggunaan garam beryodium

Pelaksana program Gizi di Puskesmas dilakukan oleh tenaga gizi berpendidikan D1 (Asisten
Ahli Gizi) dan DIII (Ahli Madya Gizi) serta S1/D4 Gizi (Sarjana Gizi) yang khusus
dipersiapkan atau mahir dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat atau sebagai
5

tenaga profesinal di bidang gizi. Pelaksana Program Gizi dapat juga dilakukan oleh tenaga
kesehatan lain yang telah dilatih dalam pelaksanaan program gizi puskesmas. 3

Jenis Pelatihan Tenaga Gizi

Pelatihan konseling ASI

Pelatihan Pemantauan Pertumbuhan Balita

Pelatihan Konseling MP-ASI

Pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk

Pelatihan pengelolaan Program Gizi Puskesmas

Dan beberapa pelatihan gizi lainnya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
petugas dalam melaksanakan program gizi di masyarakat.

Pedoman Program Gizi

Buku Surveilans Gizi

Buku Pegangan Kader Posyandu

Buku Manajemen pemberian Vitamin A

Buku Manajemen Pemberian Tablet Fe

Buku Pedoman Pemberian ASI

Buku Pedoman MP-ASI

Buku Pedoman Pemberian Garam Beryodium

Buku Standar Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita

Buku Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (ASI untuk usia 6-24 bulan)

Buku-buku pedoman ini telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, juga telah
dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi bahkan agar lebih operasional buku-buku
tersebut telah juga dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pengawasan, evaluasi dan bimbingan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota biasanya


dilakukan dalam bentuk sebagai berikut : 3
1.

Kunjungan Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/kota untuk melakukan supervisi atau


bimbingan tehnis program gizi pada setiap tahunnya.

2.

Umpan balik Laporan (feedbeck) laporan cakupan selama setahun dari Dinas Kesehatan
kabupaten /kota dari laporan rekapitulasi puskesmas yang dikirm setiap bulan di Dinas
Kabupaten/kota.

3.

Pertemuan monitoring dan evaluasi program gzi ditingkat Kabupaten /kota.

Beberapa Output dari program Gizi masyarakat yang dilaksanakan di Puskesmas diperoleh
dari buku register (pencatatan)

setiap kegiatan yang kemudian dibuatkan laporan per

posyandu atau setiap unit pelayanan gizi, direkapitulasi menjadi perdesa dan selanjutnya
dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dalam bentuk laporan bulanan, smester dan
tahunan. Setiap laporan dapat memberikan gambaran tempat, waktu, person (sasaran). 3
Jumlah sasaran (person) biasanya dibuat atau telah disepakati/ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan kabupaten/kota atau sumber yang telah ada di Puskesmas sebagai hasil dari
pendataan sasaran program. 3
Output Program Gizi
1. Jumlah anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin yang mendapat MP-ASI
2. Jumlah Balita yang memiliki KMS, jumlah balita yang ditimbang, Naik Berat Badannya
termasuk juga Balita dengen Berat Badan dibawah Garis Merah (BGM) pada KMS
3. Jumlah Balita mendapatkan Kapsul Vitamin A
4. Jumlah Balita mendapatkan tablet F3 dengan 90 tablet selama kehamilan.
5. Gambaran Status Gizi Balita
6. Gambaran Konsumsi Gizi
7. Gambaran penggunaan Garam Beryodium
8. Laporan hasil Investigas dan Intervensi Gizi buruk. Dan beberapa laporan lainnya.
Demikian Program Gizi Masyarakat di Puskesmas yang fungsi utama pelaksanannya adalah
mempersiapkan, memelihara dan mempertahakan agar setiap orang- terutama kelompok
rawan ibu hamil, bayi, ibu menyusui, anak balita mempunyai status gizi baik, dapat
7

hidup sehat dan produktif. Fungsi ini dapat terwujud kalau setiap petugas dalam
melaksanakan program gizi dilakukan dengan baik dan benar sesuai komponen-komponen
yang harus ada dalam program perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas. 3

Alat Ukur Pemantauan Status Gizi


Kita mengenal alat ukur yang digunakan untuk keperluan mengetahui dan memantau
status gizi di Indonesia antara lain dengan pengukuran status gizi melalui kegiatan Posyandu
dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Sebagai alat ukur dan deteksi dini untuk memantau
tingkat perkembangan keadaan gizi pada Balita, secara umum kita mengenalnya dengan
kegiatan pemantauan status gizi. Dari pemantauan dan pengukuran ini didapatkan status gizi
balita masuk kategori gizi lebih, gizi kurang, stunting, atau bahkan gizi buruk.7
Secara klasik istilah gizi hanya dikaitkan dengan kesehatan, penyediaan energi,
membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam
tubuh. Namun pada dasarnya pengertian gizi secara lebih luas akan terkait dengan potensi
ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar
dan produktivitas kerja. 7
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih. Status gizi juga merupakan
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Sementara menurut Jahari, status gizi adalah
keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah
kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis. 7
Kartu Menuju Sehat (KMS)
Kartu Menuju Sehat untuk Balita (KMS-Balita) adalah alat yang sederhana dan murah, yang
dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS
harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi
posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. KMS-Balita menjadi
alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak,
agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan pada anak.8
KMS-Balita juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk
menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk
mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatannya.8
8

KMS balita berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi,
penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI
eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke
Puskesmas/RS. KMS balita juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi
orang tua balita tentang kesehatan anaknya.8
Manfaat KMS-Balita adalah: 8

Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap,
meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare,
pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak pemberian ASI eksklusif, dan
Makanan Pendamping ASI.

Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak

Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan
penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.

Berdasarkan catatan hasil penimbangan, perkembangan, serta keadaan kesehatan anak dalam
KMS-Balita, kader/petugas kesehatan dapat melakukan konseling atau dialog dengan ibu
balita tentang pertumbuhan anaknya serta membantu ibu dalam memecahkan masalah
pertumbuhan anaknya. Konseling tersebut dilakukan setelah mencatat hasil penimbangan
anak pada KMS-Balita. Sebelum melakukan konseling, kader/petugas kesehatan dapat
menggali secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan hasil penimbangan bulan
ini, sesuai dengan arah grafik.8

Gambar 1. Kartu Menuju Sehat

Beberapa kemungkinan dari hasil pencatatan berat badan balita pada KMS adalah:8
9

Grafik pertumbuhan anak naik berkaitan dengan nafsu makan anak yang baik/meningkat
berarti ibu telah cukup memberikan makanan dengan gizi seimbang.

Grafik pertumbuhan tidak naik bisa dikaitkan dengan nafsu makan anak menurun karena
sakit, atau karena ibunya sakit (pola asuh tidak baik), atau sebab lain yang perlu digali
dari ibu.

Dengan demikian isi atau pesan-pesan yang diberikan disesuaikan dengan grafik
pertumbuhan anak tersebut dan disesuaikan dengan penjelasan ibunya tentang keadaan
kesehatan anaknya.8
POSYANDU

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan
masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas
Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.9
Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi, yang sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) kegiatan, yakni KIA,
KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare.
Tujuan Umum
Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.9
Tujuan Khusus

Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar,


terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu, terutama


berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

10

Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang


berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB

Sasaran
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya:

Bayi

Anak balita

Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui

Pasangan Usia Subur (PUS)

Pembentukan Posyandu sebaiknya tidak terlalu dekat dengan Puskesmas agar pendekatan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai sedangkan satu Posyandu melayani
100 balita.
Fungsi

Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari
petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat
penurunan AKI dan AKB.

Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan


dengan penurunan AKI dan AKB.

Manfaat
1. Bagi Masyarakat

Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan


kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan


terutama terkait kesehatan ibu dan anak.

Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain


terkait.

2. Bagi Kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat

Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait


dengan penurunan AKI dan AKB.

Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat


menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.

3. Bagi Puskesmas
11

Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan


berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan
kesehatan strata pertama.

Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah


kesehatan sesuai kondisi setempat.

Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan


secara terpadu

4. Bagi sektor lain

Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor


terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai
kondisi setempat.

Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai


dengan tupoksi masing-masing sektor.

Kegiatan Posyandu
Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan. Secara
rinci kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:
Kegiatan Utama9
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
1. Ibu Hamil
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup:

Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan oleh
kader kesehatan. Jika ada petugas Puskesmas ditambah dengan pengukuran
tekanan darah dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid. Bila tersedia ruang
pemeriksaan, ditambah dengan pemeriksaan tinggi fundus/usia kehamilan.
Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.

Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan


Kelompok Ibu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain
sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan Kelompok Ibu Hamil antara lain:
o Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan,
persiapan menyusui, KB dan gizi
o Perawatan payudara dan pemberian ASI
12

o Peragaan pola makan ibu hamil


o Peragaan perawatan bayi baru lahir
o Senam ibu hamil
2. Ibu Nifas dan Menyusui
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup:

Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan
jalan lahir (vagina)

Pemberian vitamin A dan tablet besi.

Perawatan payudara.

Senam ibu nifas.

Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan


pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi
fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas.

3. Bayi dan Anak balita


Pelayanan Posyandu untuk balita harus dilaksana-kan secara menyenangkan dan
memacu kreativitas tumbuh kembang anak. Jika ruang pelayanan memadai, pada
waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita sebaiknya tidak digendong
melainkan dilepas bermain sesama balita dengan pengawasan orang tua di bawah
bimbingan kader. Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai
dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu
untuk balita mencakup:

Penimbangan berat badan

Penentuan status pertumbuhan

Penyuluhan

Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,


imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan,
segera dirujuk ke Puskesmas.

2. Keluarga Berencana (KB)


Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian
kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan
13

suntikan KB, dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang
dilakukan pemasangan IUD.
3. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas Puskesmas.
Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap bayi, balita,
dan ibu hamil.
4. Gizi/UPGK
Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, ibu
hamil dan WUS. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan,
deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian PMT, pemberian
vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus untuk ibu hamil dan ibu nifas ditambah
dengan pemberian tablet besi serta kapsul Yodium untuk yang bertempat tinggal di daerah
gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan berat badan,
segera dirujuk ke Puskesmas.
5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pencegahan diare di Posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Penganggulangan diare di Posyandu dilakukan antara lain
penyuluhan, pemberian larutan gula garam yang dapat dibuat sendiri oleh masyarakat
atau pem-berian Oralit yang disediakan.
Pelaksanaan Kegiatan Posyandu9
Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh LKMD, Kader, Tim
Penggerak PKK Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada hari buka Posyandu
dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 (lima) meja yaitu :
Meja I

: Pendaftaran.

Meja II

: Penimbangan

Meja III

: Pengisian KMS

Meja IV

: Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS.

Meja V

: Pelayanan KB Kes :
Imunisasi
Pemberian vitamin A Dosis Tinggi berupa obat tetes ke mulut tiap
Februari dan Agustus.
Pembagian pil atau kondom
Pengobatan ringan.
Kosultasi KB-Kes.

14

Petugas pada Meja I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V merupakan meja
pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugas KB).
Peserta Posyandu mendapat pelayanan meliputi :
1) Kesehatan ibu dan anak :
Pemberian pil tambah darah (ibu hamil)
Pemberian vitamin A dosis tinggi (bulan vitamin A pada bulan Februari dan Agustus)
PMT
lmunisasi.
Penimbangan balita rutin perbulan sebagai pemantau kesehatan balita melalui
pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program terlihat melalui grafik pada
kartu KMS setiap bulan.
2) Keluarga berencana, pembagian Pil KB dan Kondom.
3) Pemberian Oralit dan pengobatan.
4)Penyuluhan kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai permasalahan
dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja IV dengan materi dasar dari KMS balita dan ibu
hamil.

Pengorganisasian
Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat
pembentukan Posyandu. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan kemampuan
sumberdaya. Struktur organisasi minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara serta
kader Posyandu yang merangkap sebagai anggota. 10
Kemudian dari beberapa Posyandu yang ada di suatu wilayah (desa/kelurahan atau dengan
sebutan lain), selayaknya dikelola oleh suatu Unit/Kelompok Pengelola Posyandu yang
keanggotaannya dipilih dari kalangan masyarakat setempat. Unit Pengelola Posyandu
tersebut dipimpin oleh seorang ketua, yang dipilih dari para anggotanya. Bentuk organisasi
Unit Pengelola Posyandu, tugas dan tanggung jawab masing- masing unsur Pengelola
Posyandu, disepakati dalam Unit/Kelompok Pengelola Posyandu bersama masyarakat
setempat.10
Sistem Rujukan

15

Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan dengan strata pelayanan
kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu di antaranya dikenal dengan nama system
rujukan (referral system), Indonesia juga menganut system rujukan ini, seperti yang dapat
dilihat dalam Sistem Kesehatan Nasional. Inilah sebabnya pelayanan kesehatan yang ada di
Indonesia, dibedakan atas beberapa strata seperti misalnya Rumah Sakit yang dibedakan atas
beberapa kelas, mulai dari D pada tingkat yang paling bawah sampai ke kelas A pada tingkat
yang paling atas. 11
Adapun yang dimaksud dengan system rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan
dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 32 tahun 1972 ialah suatu system penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unitunit yang setingkat kemampuannya.11
1. Rujukan kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan
dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana dan operasional.
2. Rujukan medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan
kesehatan. Dengan demikian rujukan medic pada dasarnya berlaku untuk pelayanan
kedokteran (medical services). Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medic
ini dibedalan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan-bahan
pemeriksaan.
Apabila system rujukan ini dapat terlaksanan, dapat diharapkan terciptanya pelayanan
kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Beberapa manfaat juga akan diperoleh yang jika
ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut: 11
1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy
maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain:

16

a. membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam


peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan,
b. memperjelas system pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara
berbagai sarana kesehatan yang tersedia,
c. memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain:
a. meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama
secara berulang-ulang,
b. mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan (health provider), manfaat yang akan diperoleh antara lain:
a. memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif
lainnya seperti semangat kerja, ketekunan dan dedikasi,
b. membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama
yang terjalin,
c. memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
Jalur Rujukan
Rujukan pelayanan medis: 12

Antara masyarakat dengan puskesmas

Antara puskesmas pembantu/bidan di Desa dengan puskesmas

Intern petugas puskesmas/puskesmas rawat inap

Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit, atau fasilitas pelayanan
lainnya.

Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat: 12


17

Dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas
sektoral

Bila rujukan di tingkat Kabupaten Kota masih belum mampu menanggulangi, bisa
diteruskan ke Propinsi/Pusat.

Promosi Kesehatan
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga di Indonesia
Program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang merupakan salah satu program
promosi dan proteksi kesehatan dan telah direkomendasikan oleh WHO terhadap
kemungkinan terjadinya kekurangan gizi pada masyarakat Indonesia serta dikelola antar
departemen sejak tahun delapan puluhan telah berhasil dan diterima oleh masyarakat. Namun
belakangan ini setelah bergulirnya reformasi dan otonomi daerah, program UPGK ternyata
tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya dengan munculnya berbagai kasus busung lapar dan
penyakit polio di beberapa daerah. Salah satu penyebabnya belakangan ini hampir semua
Posyandu di Indonesia tidak aktif, sedangkan peran posyandu adalah ujung tombak sukses
atau tidaknya program kegiatan UPGK di masyarakat. 13
Tujuan Umum UPGK
Meningkatkan dan membina keadaan gizi seluruh anggota masyarakat.
Tujuan Khusus UPGK
1. Partisipasi dan pemerataan kegiatan

Semua anggota masyarakat ikut serta aktif dalam penyelenggaraan kegiatan.


Penanggung jawab kegiatan adalah anggota masyarakat setempat yang telah
mendapat pelatihan.

Di daerah, kegiatan UPGK meluas sampai ke semua dukuh.

Pada setiap dukuh, semua balita, ibu hamil dan ibu menyusui tercakup dalam
kegiatan ini.

2. Perubahan tingkah laku agar mendukung tercapainya perbaikan gizi

Semua balita ditimbang setiap bulan, dan hasil timbangannya dicatat di Kartu
Menuju Sehat (KMS).

18

Semua bayi disusui ibunya sampai usia 2 tahun atau lebih, dan mendapat
makanan lain yang sesuai dengan kebutuhannya.

Semua anak yang berumur 1-5 tahun mendapat satu kapsul vitamin A dosis
tinggi setiap 6 bulan.

Semua anak yang mencret segera diberi minum Laruta Gula Garam atau
Larutan Oralit.

Setiap ibu hamil minum 1 tablet Tambah Darah tiap bulan mulai usia
kehamilan 7-9 bulan.

Setiap pekarangan dimanfaatkan untuk bahan makanan bergizi untuk keluarga.

Setiap pasangan usia subur mengerti dan mengikuti Keluarga Berencana. 2

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)


Kriteria keluarga mandiri sadar gizi: 14
1. Biasa makan beraneka ragam makanan.
2. Selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya (menimbang berat
badan), khususnya balita dan ibu hamil.
3. Biasa menggunakan garam beryodium.
4. Memberi dukungan kepada ibu melahirkan agar memberikan ASI saja pada bayi sampai
umur 4 bulan.
5. Biasa makan pagi.
Keluarga dikatakan Kadarzi, bila dapat melaksanakan seluruh perilaku tersebut. Jika salah
satu perilaku belum dapat dilaksanakan, maka keluarga tersebut belum Kadarzi.14
Pengaktifan Peran Masyarakat
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan
petugas dalam rangka memberikan pelayanan dan penanganan gizi yang berkualitas. Selain
itu kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan perilaku masyarakat
tentang gizi. 15
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi adalah upaya meningkatkan partisipasi dan
kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk meningkatkan
19

pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat menerapkan gizi seimbang dalam kehidupan
sehari-hari menuju manusia Indonesia prima. 15
Kegiatan Pokok Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
a) Kampanye tingkat Nasional dan Daerah
b) Peningkatan kapasitas petugas di tingkat nasional, provinsi
Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting
Kegiatan sosialisasi ini bertujuan memperoleh pemahaman yang sama tentang penerapan
pencegahan dan penanggulangan stunting. Sasaran pesertanya adalah pemangku kepentingan
dari dinas kesehatan provinsi, lintas sektor dan lintas program.15
Akselerasi Perbaikan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan Dalam Rangka Pencegahan
dan Penanggulangan Stunting
Kegiatan akselerasi ini bertujuan mempercepat status gizi dan kesehatan ibu dan anak pada
periode 1000 hari yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama
bayi yang dilahirkannya dengan sasaran pemangku kepentingan dari dinas kesehatan provinsi
dan kabupaten/kota serta lintas sektor dan lintas program. 15

Sosialisasi dan Advokasi Penanggulangan Masalah GAKI


Bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan dari lintas sektor terkait dalam
penanggulangan masalah GAKI di tingkat kabupaten. Salah satu output-nya adalah
terbentuknya Tim GAKI tingkat Kabupaten. 15
Advokasi Pengembangan Taburia Di 7 (Tujuh) Provinsi Terpilih
Bertujuan untuk meningkatkan kepedulian atau dukungan dari penentu kebijakan di daerah
terkait pelaksanaan pemberian taburia. Advokasi dilakukan di 7 (Tujuh) provinsi terpilih
yaitu Provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. 15
Sosialisasi Surveilans Gizi Dan SMS Gateway
Pada tahun 2012 telah dikembangkan aplikasi pelaporan kasus balita gizi buruk dengan SMS
gateway. Untuk pelaksanaan aplikasi tersebut akan dilaksanakan sosialisasi, yang bertujuan
untuk menyebarkan informasi kegiatan surveilans gizi dan pelaporan kasus balita gizi buruk
dengan SMS gateway. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah pengelola gizi tingkat Pusat,
20

pengelola gizi provinsi dan Perguruan Tinggi/Poltekes. 15


Surveillance Gizi
Pengertian
Surveilans gizi yang dimaksud adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi
informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang
terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat. 16
Prinsip-Prinsip Dasar

Tersedia data yang akurat dan tepat waktu

Ada proses analisis atau kajian data

Tersedianya informasi yang sistematis dan terus menerus

Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan

Ada tindak lanjut sebagai respon terhadap perkembangan informasi

Manfaat
Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi pencapaian kinerja dalam
rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta
perumusan kebijakan, baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Selain itu kegiatan
surveilans gizi juga bermanfaat untuk mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi
masyarakat. 16
Kegiatan Surveillance Gizi
Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian serta
diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi dari surveilans gizi
dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan segera maupun
untuk perencanaan program jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk
perumusan kebijakan.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai
kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu: 16

Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus


21

gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin


A balita, dan pemberian ASI Eksklusif.

Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti


konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan
status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) risiko Kurang
Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi lainnya.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor
tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas Dinkes
Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung
ke puskesmas. 16

2. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi


Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, yang disajikan
dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta.
3. Diseminasi Informasi
Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi
kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan dalam
bentuk pemberian umpan balik, sosialisasi atau advokasi.
Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang
dikirimkan kepada pemangku kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan
lintas program maupun lintas sektor.
Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dalam forum koordinasi atau
forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi
dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan. 16
Pelaporan dan Umpan Balik Serta Koordinasi
Mekanisme dan alur pelaporan, umpan balik serta koordinasi pelaksanaan surveilans gizi
digambarkan sebagai berikut: 16

Laporan kegiatan surveilans dilaporkan secara berjenjang sesuai sumber data (bisa
22

mulai dari Posyandu atau dari Puskesmas)

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi berkoordinasi


dengan Rumah Sakit (RS)2 Pusat/Provinsi/Kabupaten/ Kota tentang data terkait,
seperti data kasus gizi buruk yang mendapat perawatan.

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengirimkan rekapitulasi laporan dari Puskesmas


(Kecamatan) dan dari RS Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi dan
Direktorat Bina Gizi, Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian
Kesehatan RI, sesuai dengan frekuensi pelaporan.

Umpan balik hasil kegiatan surveilans disampaikan secara berjenjang dari Pusat ke
Provinsi setiap 3 bulan atau setiap saat bila terjadi perubahan kinerja, dari Provinsi ke
Kabupaten/Kota dan dari Kabupaten/Kota ke Kecamatan (Puskesmas) serta
Desa/Kelurahan (Posyandu) sesuai dengan frekuensi pelaporan pada setiap bulan
berikutnya.

Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Kegiatan Surveillance Gizi


Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan surveilans gizi perlu ditetapkan indikator atau
parameter objektif yang dapat dipahami dan diterima oleh semua pihak. Dengan
menggunakan indikator tersebut diharapkan dapat diketahui keberhasilan kegiatan surveilans
gizi, dan dapat pula digunakan untuk membandingkan keberhasilan kegiatan surveilans gizi
antar wilayah. 9
Penentuan indikator keberhasilan kegiatan surveilans gizi didasarkan pada: 15
A. Indikator Input

Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi pengumpul data dari laporan rutin
atau survei khusus, pengolah dan analis data serta penyaji informasi

Tersedianya instrumen pengumpulan dan pengolahan data

Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data

Tersedianya biaya operasional surveilans gizi

B. Indikator Proses

Adanya proses pengumpulan data

Adanya proses editing dan pengolahan data


23

Adanya proses pembuatan laporan dan umpan balik hasil surveilans gizi

Adanya proses sosialisasi atau advokasi hasil surveilans gizi

C. Indikator Output

Tersedianya informasi gizi buruk yang mendapat perawatan

Tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya (D/S)

Tersedianya informasi bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif

Tersedianya informasi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium

Tersedianya informasi balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A

Tersedianya informasi ibu hamil mendapat 90 tablet Fe

Tersedianya informasi kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi

Tersedianya informasi penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana

Tersedianya informasi data terkait lainnya (sesuai dengan situasi dan kondisi daerah)

Kesimpulan

Masalah gizi masyarakat masih cukup tinggi di Indonesia. Anak balita, ibu hamil dan
menyusui menjadi golongan rentan terkena gangguan gizi (gizi buruk). Kebutuhan zat-zat
makanan oleh tubuh setiap hari tergantung dari banyak factor, antara lain, jenis kelamin,
umur, jenis pekerjaan dan pada keadaan tertentu seperti ibu yang sedang hamil dan menyusui.
Kekurangan dan kelebihan zat makanan dalam tubuh seseorang akan menimbulkan masalah
kesehatan tersendiri. Kekurangan akan menimbulkan penyakit busung lapar pada anak-anak,
anemia dan lainnya, serta tubuh mudah sekali terserang penyakit. Oleh karena itu peran dan
kerjasama dari masyarakat, puskesmas, dan posyandu dibutuhkan dalam menanggulangi
masalah ini.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Widyastuti P, Hardiyanti E.A. Gizi kesehatan masyarakat. EGC, 2005; Jakarta: h.120-150.
2. Maulana H.D.J. Promosi kesehatan. EGC, 2007; Jakarta: h.50-60.
3. Budiarto. Pengantar epidemiologi. EGC, 2002; Jakarta: h.20-25 .
4. Nasry Noor, Nur M.PH. Epidemiologi. Rineka Cipta, 2008; Jakarta: h.125-30.
5. Arisman. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam daur kehidupan. EGC, 2004; Jakarta: h.71-9.
6. Mukti A.G. Kesehatan masyarakat: Administrasi dan praktik. EGC, 2009; Jakarta: Ed. 9:
h.245-70.
7. The Indonesian Public Health Portal. http://www.indonesian-publichealth.com/2013/
03/pemantauan-status-gizi.html. Diakses pada 30 Juni 2013.
8. Kartu

menuju

sehat.

Departemen

Kesehatan

RI.

Diunduh

dari:

http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/KMSbaganrev.doc
9. Suparmanto SAS. Petunjuk teknis pengembangan dan penyelenggaraan posyandu.
Departemen Kesehatan RI, 2009; Jakarta: h.30-2, 44-5, 61-2.
10. Pedoman umum pengelolaan posyandu. Kementrian Kesehatan RI; 2011. h. 11-43.
Diunduh

dari:

http://www.promkes.depkes.go.id/index.php/mediaroom/pedoman-dan-

buku?download=2:pedoman-umum-posyandu
11. Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Tangerang: Bina Rupa Aksara; 2010. h. 4951.
25

12. Pedoman manajemen puskesmas. Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi. Departemen
Kesehatan; 2002. h. 57-60. Diunduh dari:
http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/pedoman-manajemen-puskesmas.pdf
13. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC; 2006. h. 227-54.
14. Keluarga
sadar
gizi.
Departemen
Kesehatan
RI.
Diunduh
dari:
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/kadarzi.doc
15. Rencana kerja pembinaan masyarakat tahun 2013. Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA.
Kementrian Kesehatan RI; 2013. h. 17-9. Diunduh dari:
http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/bk%20rencana%20kerja%20gizi
%20FINAL.pdf
16. Petunjuk pelaksanaan surveilans gizi. Kementrian Kesehatan RI; 2012. h. 1-21. Diunduh
dari: http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/New-Buku-SurveilansFinal1.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai