Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pembimbing:
dr. Dian Ardiana, Sp.KK
Penyusun :
Monica Wijaya, S. Ked
2010.04.0.0159
BAGIAN KULIT KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015
NIM
: 2010.04.0.0159
-----------------------------------------------------------------------------------------------I.
II.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. HS
Umur
: 53 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pekerjaan
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Indonesia
Tanggal pemeriksaan
: 18 Maret 2015
ANAMNESA
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Demam (-)
Batuk (-)
Pilek (-)
Page1
Hipertensi disangkal
Riwayat Psikososial
Page2
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Status Gizi
: kesan baik
Status Generalis
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Status Dermatologis
Lokasi
Efloresensi
Page3
IV.
RESUME
Penderita laki-laki, 53 tahun mengeluh muncul plentingan-plentingan kecil
berisi cairan pada dada sebelah kanan, ketiak, punggung sebelah kanan, dan tangan
FK Universitas Hang Tuah 2015
Page4
sebelah kanan yang terasa nyeri dan gatal sejak 3 hari yang lalu. Awalnya berupa
bintik-bintik kecil kemerahan diketiak yang kemudian menjadi plentingan-plentingan
berisi cairan jernih. Plentingan-plentingan makin hari bertambah banyak dan
menyebar ke dada, punggung dan tangan sebelah kanan. 5 hari sebelum muncul
plentingan pasien merasa badannya terasa pegal-pegal dan kemeng.
Status dermatologis :
Lokasi
Efloresensi
V.
DIAGNOSA
Herpes zoster thoracalis dextra
VI.
DIAGNOSA BANDING
1. Herpes simpleks virus zosteriform
2. Dermatitis kontak
3. Insect bites
4. Eritema multiform
VII.
PENATALAKSANAAN
VII.1 Planning Diagnosis
Pemeriksaan Tzanck smear
VII.2 Planning Terapi
Medikamentosa
o Acyclovir 5 x 800mg/hari
o Asam mefenamat 2x500 mg/hari prn
Page5
Non-medikamentosa
o Menjaga higienitas tubuh dengan mandi 2 x/hari dengan
menggunakan sabun untuk mencegah infeksi sekunder.
o Menjelaskan pada penderita dapat timbul rasa nyeri pada
daerah bekas penyembuhan.
o Menjelaskan bahwa penyakit ini dapat kambuh lagi jika
daya tahan tubuh penderita menurun.
VII.3 Monitoring
VII.4 Edukasi
VIII. PROGNOSIS
Page6
TINJAUAN PUSTAKA
HERPES ZOSTER
Herpes zoster (nama lain: shingles) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus varicella-zoster. Setelah seseorang menderita cacar air, virus varicella-zoster
akan menetap dalam kondisi dorman (tidak aktif atau laten) pada satu atau lebih
ganglia (pusat saraf) posterior. Apabila seseorang mengalami penurunan imunitas
seluler maka virus tersebut dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke
kulit sehingga menimbulkan penyakit herpes zoster. Di kulit, virus akan
memperbanyak diri (multiplikasi) dan membentuk bintil-bintil kecil berwarna merah,
berisi cairan, dan menggembung pada daerah sekitar kulit yang dilalui virus tersebut.
Herpes zoster cenderung menyerang orang lanjut usia dan penderita penyakit
imunosupresif seperti penderita AIDS, leukimia, lupus dan limfoma.1
I. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer.1
II.
Epidemiologi
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes.4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4 Kejadian
herpes zoster juga dipengaruhi hubungan antara host dan virus.2
Usia:
Salah satu faktor resiko yang kuat adalah usia tua. Kejadian herpes zoster yaitu 1,53/1000/tahun untuk segala usia. 7-11/1000/tahun untuk usia 60 tahun di Eropa dan
Amerika Utara.
Immunitas:
Page7
Faktor resiko utama yang lain adalah disfungsi imun seluler. Pasien imunosupresi
seperti human immunodeficiency virus (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia
dan
lymphoma,
penggunaan
obat
kemoterapi
kanker
dan
penggunaan
Etiologi
Reaktivasi virus varisela zoster1
IV Patofisiologi
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion
kranalis kelainan kulit yang timbul memberian lokasi yang setingkat dengan
daerah persyarafan ganglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang ganglion
anterior, bagian motorik kranalis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan
motorik.1
Page8
imunokompromise
dengan
zoster
beresiko
terhadap
Page9
III.
Gejala klinis
Pada awal terinfeksi virus tersebut, pasien akan menderita rasa sakit seperti
terbakar dan kulit menjadi sensitif selama beberapa hari hingga satu minggu.
Penyebab terjadinya rasa sakit yang akut tersebut sulit dideteksi apabila ruam (bintil
merah pada kulit) belum muncul. Ruam shingles mulai muncul dari lepuhan (blister)
kecil di atas dasar kulit merah dengan lepuhan lainnya terus muncul dalam 3-5 hari.
Lepuhan atau bintil merah akan timbul mengikuti syaraf dari sumsum tulang belakang
dan membentuk pola seperti pita pada area kulit. Penyebaran bintil-bintil tersebut
menyerupai sinar (ray-like) yang disebut
diseluruh atau hanya sebagian jalur saraf yang terkait. Biasanya, hanya satu saraf yang
terlibat, namun dibeberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf ikut terlibat. Bintil atau
lepuh akan pecah dan berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai
sembuh. Gejala tersebut akan terjadi selama 3-4 minggu. Pada sebagian kecil kasus,
ruam tidak muncul tetapi hanya ada rasa sakit.8
Herpes zoster pada anak-anak jarang didahului gejala prodormal. Gejala
prodormal yang dapat dijumpai yaitu radikuler, parestesia, malaise, nyeri keala dan
demam, biasanya terjadi 1-3 minggu sebelum timbul ruam kulit.3,4
Page10
Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya unilateral
dan jarang melewati garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai yaitu pada
dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII.3,4,5
Lesi awal berupa makula dan papula yang eritematous, kemudian dalam waktu
12-24 jam akan berkembang menjadi vesikel dan akan berlanjut menjadi pustula pada
hari ke 3-4 dan akhirnya pada hari ke 7-10 akan terbentuk krusta dan dapat sembuh
tanpa parut, kecuali terjadi infeksi sekunder bakterial. Pada pasien imunokompromise
dapat terjadi herpes zoster diseminata dan dapat mengenai alat visceral seperti paru,
hati, otak dan disseminated intravascular coagulopathy (DIC) sehingga dapat
berakibat fatal. Lesi pada kulitnya biasanya sembuh lebih lama dan dapat mengalami
nekrosis, hemoragik dan dapat terbentuk parut.3,4,5
IV.
Diagnosa
Tekhnik yang digunakan untuk mendiagnosa varicella sama dengan yang
digunakan untuk mendiagnosa herpes zoster. Gambaran klinis sering cukup untuk
menimbulkan kecurigaan diagnosis, dan Tzanck smear dapat secara cepat
mengkonfirmasi kecurigaan klinis tersebut.1
Zosteriform herpes simplex juga dapat menghasilkan hasil positif untuk tes
Tzanck smear, namun jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri substansial
kurang. Melebihi persiapan tzanck, pengujian DFA lebih disukain untuk kultur virus,
karena cepat, jenis virus, dan memiliki hasil lebih tinggi dibanding dengan kulture
yang akan dihasilkan. Ketika dibandingkan dengan infeksi varicella zoster virus
(VZV) yang terdokumentasi, Tzanck smear 75% positif (hingga dengan 10% positif
palsu dan variabilitas yang tinggi, tergantung pada keahlian pemeriksa), dan kultur
hanya 44% positif. Tes PCR 97% positif. Pada lesi atipical biopsi mungkin diperlukan
FK Universitas Hang Tuah 2015
Page11
untuk menunjukkan efek virus herpes khas sitopatik. Test Immunoperoxidase stain
kemudian dapat ditunjukkan pada paraffin-fixed tissue untuk mengidentifikasi secara
khusus. Pada kasus dimana acyclovir gagal secara klinis, kultur virus dapat dilakukan
dan pengujian sensitifitas acyclovir dilakukan. Hal tersebut bukan standar untuk VZV
seperti pada herpes simplex virus (HSV).1
Untuk mendeteksi penyakit herpes zoster, dapat dilakukan beberapa macam
tes, yaitu:
Tzanck smear2,7
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights,
toluidine blue ataupun Papanicolaouss. Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan dijumpai multinucleates giant cells.
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus.
Kultur virus
Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam
media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu
pengiriman cukup lama, sampel da[at diletakkan pada es cair. Pertumbuhan
virus varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki
tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.
Page12
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemriksaan dengan DFA kurang sensitif
Uji serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mndeteksi herpes zoster adalah
ELISA
PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA-virus varicella di dalam cairan tubuh,
contohnya cairan serebrospina.
Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping
dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan
preparat, dan CSF.
Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
Biopsi kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai
adanya lymphocytic infiltrat. 2,3,9,10,11,12
Page13
V.
Diagnosa banding
Gambaran klinis yang khas memungkinkan
Terapi
Terapi pada herpes zoster terdiri dari tiga hal utama yaitu:
1. Pengobatan infeksi virus akut
Page14
Terapi Topikal
Fase akut herpes zoster, diberikan kompres dingin, calamine lotion dapat
Obat Antivirus
Pemberian antivirus dapat mengurangi rasa lama sakit, keparahan dan waktu
Iv
Page15
Terapi lain
Sebagai Anti inflamasi diberikan kortikosteroid oral (seperti prednison dengan
Komplikasi
5. Meningoencephalitis
6. Motor paresis
7. Terbentuk scar.2,5,7
Page16
Post herpetic neuralgia merupakan komplikasi dari herpes zoster yang paling
umum, terjadi pada 10-15% dari seluruh pasien. Resiko dari komplikasi ini meningkat
sesuai dengan pertambahan usia. Post herpetic neuralgia didefinisikan sebagai gejala
sensorik (biasanya nyeri atau kekakuan) yang terdapat pada distribusi dermatom yang
sebelumnya terlibat lebih dari 30 hari setelah ruam awal.7
Herpes zoster ophtalmicus merupakan komplikasi umum yang lain. Perawat
harus menyadari bahwa keterlibatan opthalmic branch dari saraf trigeminal berpotensi
mengancam penglihatan. Bukti dari komplikasi ini termasuk nyeri mata unilateral,
erupsi vesikular disekitar mata, konjungtivitis, episcleritis, iritis, atau lid droop.
Perujukan ke ophtamologist harus dilakukan segera mungkin.7
Page17
dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi resiko terkena penyakit
tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut usia dan penderita
imunokompeten, serta imunosupresi.9,13
DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the skin: Clinical
dermatology. 11th edition. Elsevier Inc. 2011.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ.
Fitzpatricks Dermatology In General Medicine. 7th edition. America:The
McGraw-Hill Companies; 2008
3. Lichenctein R. Pediatrics, Chicken Pox or Varicella. 2002. [cited 2012 June 26].
Available from: URL: www.emedicine.com
4. Driano AN. Zoster-pediatric. 2002. www.emedicine.com.
5. Hurwitz S. Herpes zoster. In : Clinical pediatric Dermatology A Textbook of skin
Disease of childhood and adolescence. 2nd edition. Philadelphia. W.B Saunders
Company. 1993.
6. Weaver BA. Herpes zoster overview: Natural History and Incidence. J Am
Osteopath Assoc. 2009;109(2):52-56 [cited 2012 June 26]. Available from: URL:
www.jaoa.org/content/109/6_suppl_2/S2.full.pdf
7.
2012
June
26].
Available
from:
URL:
www.bhchp.org/BHcHP
%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/HerperZoster.pdf
8. Melissa CS. Shingles (herpes zoster). MedicineNet Inc. 2012. [cited 2012 June
26]. Available from: URL: www.medicinenet.com/shingles/article.htm
9. Alguire P, Bader M. Observer extra: Herpes zoster. An internists guide to
preventing, diagnosing and treating herpes zoster. Philadelphia:American College
of
Physicians.
2007.
[cited
2012
June
26].
Available
from:
URL:
www.acpinternist.org/archives/2007/03/herpes.pdf
FK Universitas Hang Tuah 2015
Page18
[cited
2012
June
26].
Available
from:
URL:
www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp013211
Page19