Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Definisi
CML yang merupakan gangguan mieloproliferatif klonal ini ditandai
dengan peningkatan neutrofil dan prekusornya pada darah perifer dengan
peningkatan selularitas sumsum tulang akibat kelebihan prekusor granulosit
(Atul & Victor, 2005).
Leukemia mieloid kronik (LMK) atau Chronic Myeloid Leukemia
(CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahanlahan dan sel leukemianya berasal dari transformasi sel induk mieloid. CML
termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari sel induk pluripoten dan
tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif. Nama lain untuk
leukemia myeloid kronik, yaitu Chronic Myelogenous Leukemia dan Chronic
Myelocytic Leukemia (I Made, 2006).
Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan
diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami
transformasi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen
sumsum normal. Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik
dan leukemia mieloid (Guyton and Hall, 2007).
B. Prevalensi
I Made (2006) dan Victor et al., (2005) mengungkapkan bahwa CML
merupakan 15-20% dari leukemia dan merupakan leukemia kronik yang
paling sering di jumpai di Indonesia, sedangkan di negara Barat Leukemia
kronik lebih banyak dijumpai dalam bentuk CLL (Chronic Lymphocytic
Leukemia). Insiden CML di negara Barat sekitar 1-1,4/100.000/tahun.
Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio pria : wanita sebesar
1,4:1). Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak pada
umur 40-50 tahun. Pada anak-anak dapat di jumpai bentuk juvenile CML.
C. Etiologi
Etiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010)
Beberapa asosiasi menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor
lingkungan, tetapi di kebanyakan kasus, tidak ada faktor yang dapat di
identifikasikan.
Agung (2010) mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan
CML, yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).
1. Faktor Instrinsik
a. Keturunan dan Kelainan Kromosom
selanjutnya
berproliferasi
hingga
menimbulkan
penyakit.
yang diobati dengan sindar radioaktif lebih dari 2000 rads mempunyai
insidensi LMA 14 kali lebih banyak (Agung ,2010).
b. Bahan Kimia dan Obat-obatan
Bahan-bahan
kimia
terutama
Hydrokarbon
sangat
leukemia.
Penelitian
Akroy
et
al
(1976)
telah
benzen
dosis
tinggi
banyak
yang
menderita
LMA .
D. Patogenesis
Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph1 chr) suatu
reciprocal translocation 9,22 (t9;22). Kromosom Philadelphia merupakan
kromosom 22 abnormal yang disebabkan oleh translokasi sebagian materi
genetik pada bagian lengan panjang
(q) kromosom 22 ke kromosom 9,
dan translokasi resiprokal bagian
kromosom 9, termasuk onkogen
ABL, ke region klaster breakpoint
(breakpoint cluster region, BCR)
yang merupakan titik pemisahan
tempat putusnya kromosom yang
secara
spesifik
terdapat
pada
kromosom 22. Sebagai akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan
panjang kromosom 9 mengalami juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen
BCR pada lengan panjang kromosom 22. Titik putus pada ABL adalah antara
ekson 1 dan 2. Titik putus BCR adalah salah satu di antara dua titik di region
kelompok titik putus utama (M-BCR) pada CML atau pada beberapa kasus
ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini akan mentranskripsikan chimeric
RNA
sehingga
leukemia
dapat
dapat
Gambar 2.1
Gambar 2.3
Gambaran apusan darah tepi dengan
Gambaran apusan
dengan
perbesaran
400xdarah tepi
menunjukkan
Gambar
2.5 400x menunjukkan berbagai
perbesaran
hyperlekositosis.
tahap granulopoiesis termasuk promielosit,
Gambaran
Sumsum
tulang
hiperseluler.
mielosit, metamielosit,
Terdapat
juga
eosinophilia,
dan yang
netrofil
basofilia,
batang
Dengan
perbesaran 400x menunjukkan
serta segmen.
thrombocytosis.
bahwa adanya peningkatan eosinofil dan
megakariosit.
Gambar 2.2
Gambar 2.4
Gambaran apusan darah tepi dengan
Gambaran
apusanmenunjukkan
darah tepi,promielosit,
dengan
perbesaran 1000x
perbesaran
1000x menunjukkan
tahapan
eosinofil,3 basofil,
netrofil batang
dan
granulocytic
termasuk eosinofil dan basofil.
segmen.
I.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit
diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit
turun setengahnya. Obat di hentikan jika leukosit 20.000/mm3.
Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm 3. Efek smaping
dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis
paru, bahaya timbulnya leukemia akut (I Made, 2006).
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik,
tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Victor et al., 2005).
Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian
diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.00015.000/mm3. Efek samping lebih sedikit (I Made, 2006).
3) Interferon juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan
dapat menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan
hidup menjadi 1-2 tahun (Atul & Victor, 2005).
IFN- biasanya
tahunnya. Banyak penderita yang bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih
setelah penyakitnya terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase
akselerasi atau krisis blast. Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis
blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi kadang bisa memperpanjang harapan
hidup sampai 8-12 bulan (Agung, 2010).
K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1) Pucat
2) Kelemahan
3) Sesak
4) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1) Demam
2) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1) Ptechiae
2) Purpura
3) Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1) Limfadenopati
2) Hepatomegali
3) Splenomegali
f. Kaji adanya :
1)
Hematuria
2)
Hipertensi
3)
Gagal ginjal
4)
Inflamasi disekitar rectal
5)
Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada kasus AML, antara
lain:
a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan :
1) Tidak adekuatnya pertahanan sekunder
2) Gangguan kematangan sel darah putih
3) Peningkatan jumlah limfosit imatur
4) Imunosupresi
5) Penekanan sumsum tulang (efek kemoterapi)
b. Kekurangan volume cairan tubuh /risiko tinggi, berhubungan dengan :
1) Kehilangan berlebihan, misalnya: muntah, perdarahan
2) Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia
3. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Resiko infeksi berhubungan dengan :
Tidak adekuatnya pertahanan sekunder
Gangguan kematangan sel darah putih
Peningkatan jumlah limfosit imatur
Imunosupresi
Penekanan sumsum tulang (efek kemoterapi)
Infeksi tidak terjadi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2
Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan :
Kehilangan berlebihan, seperti: muntah, perdarahan
Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.
Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil, nadi teraba,
haluaran urine, BJ dan PH urine, dbn.
1. Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata
dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada
pemasukan adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.
2. Timbang BB tiap hari.
3. Awasi TD dan frekuensi jantung
4. Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran
mukosa.
5. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan /
perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.
6. Berikan diet halus.
7. Berikan cairan IV sesuai indikasi
8. Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan
3
Nyeri akut berhubungan dengan :
Agen fiscal: pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang diinvasi
dengan sel leukemia.
Agen kimia ; pengobatan antileukemia.
rasa nyeri hilang/berkurang
1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan
petunjuk nonverbal,rewel, cengeng,
gelisah
2. Berikan lingkungan yang tenang dan
kurangi rangsangan stress
3. Tempatkan pada posisi nyaman dan
sokong sendi, ekstremitas denganan
bantal
4. Ubah posisi secara periodic dan
berikan latihan rentang gerak lembut.
5. Berikan tindakan ketidaknyamanan;
mis : pijatan, kompres
6. Berikan obat sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA