Anda di halaman 1dari 30

TUTORIAL

PENYAKIT AORTA

AKBAR GAZALI H1A010008


IRFANUDDIN
H1A010044
SELVIA YULIANI H1A010036
SUPERVISOR :
dr. Romi Ermawan, Sp.JP

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


BAGIAN JANTUNG
RSUP NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014

PENDAHULUAN

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang
bersirkulasi secara efektif. Pada pasien yang mengalami syok terjadi penurunan perfusi jaringan,
terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga produksi energi
oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel
tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan
kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian.
Syok secara klasik dibagi menjadi tiga katagori, yaitu kardiogenik, hipovolemik, dan
distributif syok. Syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk
mempertahankan curah jantung yang memadai. Disfungsi dapat terjadi pada saat sistole atau
diastole atau dapat merupakan akibat dari obstruksi. Syok hipovolemik terjadi apabila ada
defisit volume darah 15%, sehingga menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen dan
nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa-sisa metabolisme sel. Berkurangnya volume
intravaskular dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh secara akut atau kronik, misalnya
karena oligemia, hemoragi, atau kebakaran. Syok distributif disebabkan oleh maldistribusi
aliran darah karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara
efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer menimbulkan hipovelemia
relatif. Contoh klasik dari syok distributif adalah syok septik. Akan tetapi, keadaan vasodilatasi
akibat faktor lain juga dapat menimbulkan syok distributif, seperti pacuan panas (heat stroke),
anafilaksis, syok neurogenik, dan systemic inflamatory response syndrome (SIRS).
Tipe-tipe syok tersebut bervariasi dalam etiologi, tanda klinik, dan penanganan.
Seringkali terjadi lebih dari satu tipe syok pada seorang pasien; pasien yang mengalami syok
distributif juga akan mengalami hipovolemi. Syok distributif dan hipovolemik dapat
menimbulkan syok kardiogenik.
Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi
jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih lanjut,
pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan perkembangan

peradangan sehingga perlu dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama
disebabkan oleh bakteri.
Pemberian oksigen merupakan penanganan yang sangat umum, tanpa memperhatikan
penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab syok. Terapi cairan merupakan terapi
yang paling penting terhadap pasien yang mengalami syok hipovolemik dan distributif.
Pemberian cairan secara IV akan memperbaiki volume darah yang bersirkulai, menurunkan
viskositas darah, dan meningkatkan aliran darah vena, sehingga membantu memperbaiki curah
jantung. Akibat selanjutnya adalah meningkatkan perfusi jaringan dan memberikan pasokan
oksigen kepada sel. Terapi awal dapat berupa pemberian cairan kristaloid atau koloid. Pada
Pasien yang mengalami hipovolemik dengan fungsi jantung normal, cairan Ringer laktat atau
Ringer asetat diberikan dengan cepat.

Syok Hipovolemik (Hypovolemic Shock)

Definisi
Syok Hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh atau
darah yang menyebabkan jantung tidak mampu memompakan cukup darah ke seluruh tubuh
sehingga perfusi jaringan tubuh menjadi terganggu. Keadaan ini bersifat emergensi dan dapat
menyebabkan seluruh organ gagal berfungsi dan lebih parah lagi, dapat menimbulkan kematian
organ. Hipovolemia berbeda dengan dehidrasi, dimanapada hipovolemia biasanya terjadi
penurunan sodium dalam darah, sedangkan pada dehidrasi tidak.
Etiologi
Kehilangan cairan tubuh hingga mencapai 1/5 dari total cairan tubuh dapat menyebabkan
syok hypovolemik. Kehilangan cairan tubuh tersebut dapat disebabkan oleh :
a.

Kehilangan darah (seperti perdarahan interna maupun eksterna)

b.

Kehilangan plasma (seperti terbakar, luka bakar)

c.

Kehilangan sodium dan cairan intravaskular (seperti keringat berlebih, diare, atau
muntah)

d.

Dilatasi (pelebaran) pembuluh darah (akibat cidera pada saraf yang mengontrol pembuluh
darah sehingga menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi, obat - obatan yang
menyebabkan vasodilatasi [pelebaran pembuluh darah] seperti antihipertensi)

Patogenesis
Hipovolemia diawali oleh mekanisme kompensasi tubuh. Denyut jantung dan resistensi
vaskuler meningkat sebagai akibat dari dilepaskannya katekolamin dari kelenjar adrenal. Curah
jantung dan tekanan perfusi jaringan meningkat. Sehingga terjadi penurunan tekanan hidrostatik
kapiler, cairan interstitiel berpindah ke dalam kompartemen pembuluh darah. Hati dan limpa
menambah volume darah dengan melepaskan sel-sel darah merah dan plasma. Sistem
kardiovaskuler berespon dengan cara melakukan redistribusi darah ke otak, jantung, dan ginjal
dan perfusi berkurang pada kulit, otot, dan saluran gastrointestinal. Di ginjal, renin menstimulasi
dirilisnya aldosteron dan retensi natrium (dan menahan air), di mana hormon antidiuretik (ADH
atau vasopressin) dari kelenjar ptiuitari posterior meningkatkan retensi air.

Sistem hematologi mengaktivasi kaskade koagulasi dan mengkontraksikan pembuluh


darah yang terluka dengan pelepasan tromboksan A2 yang lokal. Selain itu, trombosit teraktivasi
dan membentuk sebuah bekuan yang imatur di sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
mengekspos kolagen, yang secara signifikan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi bekuan
darah tersebut. Dibutuhkan kurang lebih 24 jam untuk menyelesaikan fibrinasi bekuan darah dan
bentuk yang matang.
Bagaimanapun, mekanisme kompensasi ini terbatas. Apabila cairan dan darah berkurang
dalam jumlah yang besar atau berlangsung terus-menerus, mekanisme kompensasi pun gagal,
menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Terjadi gangguan dalam penghantaran nutrisi ke
dalam sel dan terjadi kegagalan metabolisme sel.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah
yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton . Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus
perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki
serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis
merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama. Berikut adalah bagan dari proses
terjadinya suatu syok hipovolemik.

Stage Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik dibagi menjadi 4 tingkatan. Empat tingkatan ini dikenal juga dengan
'Tenis's Shock Hypovolemic Shock". Hal ini dikarenakan 4 tingkatan dari persentase kehilangan
darah pada stage ini mirip dengan skor pada olah raga tenis, yaitu 15, 15-30, 30-40, 40.
Stage 1
%

Kehilangan <15%

volume darah
Cardiac Output

Stage 3 (Classic

sign)
30% 30%
40% >40%

volume 15%
volume

Normal

(750 1500 ml)


(1500 2000 ml)
Tidak
mampu Tidak
mampu Tidak

terkompensasi

dikompensasi

konstriksi oleh

pembuluh darah
Normal

total volume

Stage 4

total (750 ml)

oleh
Tekanan darah

Stage 2

total total (>2000 ml)

dikompensasi

konstriksi oleh

volume

mampu

dikompensasi

konstriksi oleh

konstriksi

pembuluh darah
pembuluh darah
pembuluh darah
TD
sistolik TD
sistolik Menurun hingga
normal

namun menurun

diastolic

<100 < 70 mmHg

mmHg

meningkat
sehingga

gap

antara
dan

sistolik
diastolic

(pulse pressure)
Laju nafas

Normal

menurun.
Meningkat
namun

Nadi

Normal

Takipnea

<

jelas Takipnea

30 (>30 x /menit)

(>30 x /menit)

x/menit
Takikardi

Takikardia jelas Takikardia (>130

(>100x/menit)

(>120 x / menit)

x/ menit) dengan
pulsasi

Kulit

jelas

Kulit mulai pucat Pucat,


karena

dingin Berkeringat,
alian dingin dan pucat

darah menuju ke
organ vital

yang

lemah
Berkeringat,
dingin,
sangat pucat

dan

Status Mental

Pengisian

Normal

hingga Gelisah

sedikit

tampak (restless)

cemas/ gelisah
normal

Kapiler
Urine Output

ringan Bingung, cemas, Penurunan


agitasi

Delayed (Waktu Delayed

kesadaran,
lethargy, coma
absent

pengisian kapiler
normal

memanjang)
Menurun (20-30 20 ml /jam

Sangat menurun

ml / jam)

hingga

absent-

Tidak berarti

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala syok hipovolemik tidak akan muncul sampai sesorang mengalami
kehilangan cairan tubuh atau darah hingga 10-20%. Apabila terjadi syok hipovolemia, tanda dan
gejala yang akan muncul yaitu terjadi takikardi (denyut jantung menjadi cepat), menurunnya
tekanan darah, dan terjadi gangguan perfusi jaringan sehingga pasien tampak pucat dan terjadi
penurunan capilary refill (pengisisan kapiler) pada jidat, kuku, dan bibir. Pasien juga dapat
merasakan pusing, mual, lemas, dan merasa sangat haus. Semua tanda - tanda-tanda tersebut
dapat muncul pada kebanyakat tipe syok.
Berbeda dengan orang dewasa, tekanan darah pada anak - anak ketika terjadi syok
hipovolemia, akan tertap normal untuk mempertahankan suplai atau perfusi jaringan sehingga
sering kurang diperhatikan Namun apabila telah mngalami tahap dekompensasi, tekanan darah
nya akan menurun secara cepat.Oleh karena itu, ketika terjadi pendarahan internal (pendarahan
yang terjadi di dalam tubuh) pada anak-anak, harus segera ditangani meskipun tidak tampak
tanda - tanda syok pada umum nya (tekanan darah yang menurun).
Ketika terjadi perdarahan pada pasien, ingat tanda - tanda pasien yang dapat mengalami
syok hipovolemia akibat perdarahan, yaitu "blood on the floor, plus 4 more = intrathoracic,
intraperitoneal, retroperitoneal, pelvis/thigh" (darah pada lantai, tambah 4 lebih = intratorakik,
intraperitoneal, retroperitoneal, pelvis/paha). tanda - tanda pendarahan internal dapat dilihat dari
mekanisme cidera (trauma yang yang bisa menyebabkan cidera pada organ dalam), dan tanda
tanda Gray Turner's sign atau Cillen's sign. Gray Turner's sign merupakan memar berwarna

kebiruan yang terdapat pada daerah pinggang. Tanda ini biasa terapat pada keadaan serangan
akut pankreatitis disertai pendarahan retroperitoneal. Tanda ini muncul selama 24 - 48 jam. Gray
turner'sign ini biasanya juga disertai dengan Cullen's sign. Cullen's sign merupakan edema dan
memar superfisial pada jaringan lemak disekitar umbilikus.
Manajemen & Terapi

First Aid
Ketika terdapat pasien yang menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemia, tindakan
pertama adalah sesegera mungkin mencari bantuan medis. Sementara menunggu bantuan medis
datang, lakukan hal hal berikut :
1. Buat pasien merasa nyaman dan hangat (untuk mencegah terjadinya hipotermia)
2. Pastikan bahwa tidak ada permasalahan pada ABC (Airway, Breathing, and Circulation)
3. Apabila tampak akadanya pendarahan eksternal, maka lakukan penekanan secara
langsung pada lokasi perdarahan. Apabila hal tersebut gagal lakukan penekanan secara
tidak langsung atau pun dengan cara memberikan torniquet.
4. Baringkan pasien dalam posisi datar dengan kak ditinggikan 45 derajat untuk
mempertahankan sirkulasi. Apabila terdapat cidera pada kepala, leher, tungkai bawah,
seperti fraktur, maka jangan berusaha untuk digerakkan sebelum sudah terfiksasi dengan
baik kecuali apabila pasien dalam keadaan darurat
5. Jika terjadi reaksi alergi, tangani reaksi alergi terebut
Hospitalisasi bertujuan untuk menganti cairan atau darah yang hilang ketika terjadi syok.
Field Care
Pada perawatan di lapangan atau saat transportasi menuju ke rumah sakit, berikan oxygen
kepada pasien untuk mempertahan splai oksigen ke jaringan. Terapi cairan intravena seperti
pemberian Ringer Lactat dapat mengkompensasi kehilangan darah pada pasien, namuncairan

intravena tidak mengangkut darah pada pasien, sehingga tetap lebih baik untuk mendapatkan
tranfusi darah.
Selain itu juga, dilakukan metode "Permissive Hypotension" terutama pada pasien
trauma, yaitu melakukan terapi cairan secara restriktif sehingga tekanan darah sistolik miningkat
tanpa mencapai normotensif (tekanan darah normal), dengan tujuan untuk mencegah terlarutnya
faktor pembekuan secara berlebihan.
Hospital Care
Ketika pasien dirumah sakit, dilakukan beberapa pemeriksaan meliputi :
1. Daah rutin, Kimia darah
2. Central venous Line/ Tekanan Darah
3. Analisis Gas darah (AGD)
4. Pengukuran urin output melalui kateter
5. Saturasi Oksigen
Selanjutnya dilakukan intervensi sebagai berikut :
1. Pasang Oksigen sesuai kebutuhan
2. Pasang jalur IV untuk bisa dilakukan resusitasi cairan. Cairan Kristaloid bermanfaat jika
diberikan pada stage 2 syok hipovolemik dan dibutuhkan pada stage 3 dan 4. Pemberian
transfusi darah diindikasikan jika Hb < 10
3. Pembedahan pada tempat pendarahan
4. Terapi inotropik (dopamin, dan noradrenalin)

Prognosis dan Komplikasi


Syok hipovolemik merupakan kondisi gawat darurat. Prognosis nya bergantung dari :

Jumlah darah / cairan yang hilang

Laju hilang nya darah/ cairan

Penyakit atau cidera yang menyebabkan kehilangan darah

penyakit yang menyertai, seperti diabetes, penyakit jantung, paru-paru, dan ginjal

Komplikasi dari kondisi ini meliput :


1. Kerusakan Ginjal
2. Kerusakan Otak
3. Gangren pada lengan atau tungkai hingga amputasi
4. Serangan Jantung
5. Syok yang berat dapat berujung pada kematian

SEPSIS dan SYOK SEPSIS


Definisi
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang
berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas,
takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan
sirkulasi darah.
Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
a.

Hyperthermia/hypothermia (>38C; <35,6C)

b.

Tachypneu (respiratory rate >20/menit)

c.

Tachycardia (pulse >100/menit)

d.

Leukocytosis >12.000/mm3 Leukopoenia <4.000/mm3

e.

10% >cell imature

f.

Suspected infection

Derajat Sepsis
1.

Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan 2 gejala


sebagai berikut :

2.

Hyperthermia/hypothermia (>38,3C; <35,6C)

Tachypneu (resp >20/menit)

Tachycardia (pulse >100/menit)

Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm

10% >cell imature

Sepsis
Infeksi disertai SIRS

3.

Sepsis Berat

Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria.

4. Sepsis dengan hipotensi


Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik
>40 mmHg)
5. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi
yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan
disertai hipoperfusi jaringan.

Ketidakseimbangan: DO2 (oxygen delivery) dan VO2 (oxygen consumption).

USA 400.000 kasus sepsis; 200.000 kasus syok septik; 100.000 kematian.

Pasien mendapatkan obat vasoaktif syok septik jika mengalami hipoperfusi


jaringan.

Etiologi
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram
negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi
jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agenagen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri,
mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya,
kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang
menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara
langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk
menyebar ke hampir segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh
mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah
ini.

Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi


bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U,
2006)

Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella
Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.
Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut
endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat
menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun
dan mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis.

Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus,


streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin
yang berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan
endotoksin.

Tanda dan Gejala


Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda tanda sepsis
non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise,
gelisah, atau kebingungan.
Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:

Perubahan sirkulasi

Penurunan perfusi perifer

Tachycardia

Tachypnea

Pyresia atau temperature <36oc

Hypotensi

Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai (biasanya
bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari persoalan-persoalan berikut: denyut jantung yang
meningkat (tachycardia), temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur yang rendah
(hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat PaCO2 yang
berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri dari >10% sel-sel band.
Pada kebanyakan kasus-kasus, adalah agak mudah untuk memastikan denyut jantung
(menghitung nadi per menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk
menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah. Adalah mungkin lebih sulit untuk
membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya mempunyai gejala-gejala infeksi seperti
batuk yang produktif, atau dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak
mudah untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai sepsis.
Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh
laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus, diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh
dokter dalam hubungan dengan tes-tes laboratorium.
Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau alur-alur merah
pada kulit sebagai tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh darah lokal atau pembuluhpembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah adalah mengkhawatirkan
karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran infeksi yang dapat berakibat pada sepsis.
Gejala khas sepsis Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini:

Suhu badan> 380 C atau <360 C

Heart Rate >9O;/menit

RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Kriteria Diagnostik sepsis menurut ACCP/SCCM th 2001 dan International Sepsis Definitions
Conference, Critical Care Medicine, 2003 :

Variabel Umum
o

Suhu badan inti > 380 C atau <360 C

Heart Rate >9O;/menit

Tachipnea

Penurunan status mental

Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam

Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.

Variable Inflamasi
o

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Peningkatan plasma C-reactive protein

Peningkatan plasma procalcitonin

Variabel Hemodinamik
o

Sistolik < 90mmHg atau penurunan sistolik . 40>mmHg dari sebelumnya.

MAP <70mmHg

SvO2 >70%

Cardiak Indeks >3,5 L/m/m3

Variable Perfusi Jaringan


o

Serum laktat > 1mmol/L

Penurunan kapiler refil

Variable Disfungsi Organ


o

PaO2 / Fi O2 <300

Urine output < 0,5 ml/kg/jam

Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl

INR >1,5 atau APTT > 60 detik

Ileus

Trombosit < 100.000mm3

Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl)

Tanda Klinis Syok Septik

Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.

Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras
dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan
ekstremitas hangat.

Disertai tanda-tanda sepsis.

Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan


status mental.

Tanda tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :

Peningkatan HR

Penurunan TD

Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)

Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR

Crakles

Perubahan sensori

Penurunan urine output

Peningkatan temperature

Peningkatan cardiac output dan cardiac index

Penurunan SVR

Penurunan tekanan atrium kanan

Penurunan tekanan arteri pulmonalis

Penurunan curah ventrikel kiri

Penurunan PaO2

Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan PaCO2

Penurunan HCO3

Gambaran Hasil laboratorium :

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Hiperglikemia > 120 mg/dl

Peningkatan Plasma C-reaktif protein

Peningkatan plasma procalcitonin.

Serum laktat > 1 mMol/L

Creatinin > 0,5 mg/dl

INR > 1,5

APTT > 60

Trombosit < 100.000/mm3

Total bilirubin > 4 mg/dl

Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi,


mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi
antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor
dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi
imunologi bila terjadi respons imun maladaptive host terhadap infeksi.
1. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi,
terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila
diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami
hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg,
urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi,
saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12
mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau
pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).
2. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya
tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi
dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin
mengikuti resusitasi yang adekuat.
3. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi
antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis
berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang
memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke
tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan
oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan
endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan

dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
pada sepsis berat dan gagal multi organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti
bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.
4. Terapi suportif

Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.

Terapi cairan
o

Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9%


atau ringer laktat) maupun koloid.

Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik


melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.

Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila


kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard
dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih
kontroversi antara 8-10 g/dL.

Vasopresor dan inotropik


Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian
cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan
mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg
atau

tekanan

darah

sistolik

>8g/kg.menit,norepinefrin

90mmHg.

Dapat

0.03-1.5g/kg.menit,

dipakai

dopamin

phenylepherine

0.5-

8g/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan:

dobutamine 2-28 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5


g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).

Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.

Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.

Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi
dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi
insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin

Kontrol gula darah


Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan
mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin
untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada
kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL.
Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam
praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia.

Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi
dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan
dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.

Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan
septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan
tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.

Komplikasi Sepsis

ARDS

Koagulasi intravaskular diseminata

Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)

Perdarahan usus

Gagal hati

Disfungsi sistem saraf pusat

Gagal jantung

Kematian

SYOK NEUROGENIK

Definisi
Syok neurogenik adalah syok yang disebabkan karena hilangnya tonus vasomotor secara tibatiba di seluruh tubuh.dan menyebabkan dilatasi vena yang sangat besar. Dilatasi vena akan
mengakibatkan pengumpulan darah di vena dan mengurangi tekanan pengisian sistemik rata-rata
(Guyton, 2008).
Etiologi
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut. (cheathem,2003)

Patofisiologi

a. Patofisiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap
tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi arteriol dan venula
secara besar-besaran di seluruh tubuh (Cheatham dkk, 2003). Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, beberapa etiologi yang mendasari terjadinya syok neurogenik
antara lain adalah penggunaan zat anesthesia maupun cidera pada medula spinalis
yang mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan melalui skema berikut ini.

Gambar 2.5. Patofisiologi Syok Neurogenik


(Duane, 2008)
Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah sistem saraf
simpatis. Secara anatomis, serabut-serabut saraf vasomotor simpatis meninggalkan
medula spinalis melalui semua saraf spinal toraks dan melalui satu atau dua saraf
spinal lumbal pertama. Serabut-serabut ini segera masuk ke dalam rantai simpatis yang
berada di tiap sisi korpus vertebra, kemudian menuju sistem sirkulasi melalui dua jalan
utama :
- Melalui saraf simpatis spesifik yang terutama mempersarafi pembuluh darah
organ visera interna dan jantung
- Hampir segera memasuki nervus spinalis perifer yang mempersarafi pembuluh
darah perifer
Di sebagian besar jaringan, semua pembuluh darah kecuali kapiler, sfingter
prekapiler, dan sebagian besar metarteriol diinervasi oleh saraf simpatis. Tentunya
inervasi ini memiliki tujuan tersendiri. Sebagai contoh, Inervasi arteri kecil dan arteriol
menyebabkan rangsangan simpatis untuk meningkatkan tahanan aliran darah dan
dengan demikian menurunkan laju aliran darah yang melalui jaringan. Inervasi
pembuluh darah besar, terutama vena, memungkinkan rangsangan simpatis untuk
menurunkan volume pembuluh darah ini. Keadaan tersebut dapat mendorong darah

masuk ke jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan pompa
jantung.
Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut simpatis
juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali bahwa rangsangan
simpatis jelas meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan
menambah kekuatan serta volume pompa jantung.
Hubungan antara saraf simpatis dan sistem sirkulasi yang baru saja dijabarkan
secara singkat, sebenarnya membawa serabut saraf vasokonstriktor dalam jumlah yang
banyak sekali dan hanya sedikit serabut vasodilator. Serabut tersebut pada dasarnya
didistribusikan ke seluruh segmen sirkulasi dan efek vasokonstriktornya terutama
sangat kuat di ginjal, usus, limpa dan kulit tetapi kurang kuat di otot rangka dan otak.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus menerus
mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh, menyebabkan
serabut ini mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu
setengah sampai dua impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi
parsial dalam pembuluh darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap
terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi klinis
dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen toraks
bagian atas akan memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor
ke sistem sirkulasi. Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil. Dalam
vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke dalam
vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan menurun,
dan dengan demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat
rendah. Di momen yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan
vaskular sistemik yang seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai
pompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah tandatanda syok neurogenik yang jalur akhirnya tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain.
Konsekuensi akhir dari malperfusi dalam berbagai bentuk syok distributif dapat
berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan durasi hipoperfusi, jumlah sistem

organ yang terkena, serta ada tidaknya disfungsi organ utama. Harap ditekankan bahwa
apapun tipenya, sekali syok terjadi, cenderung memburuk secara progresif. Sekali syok
sirkulasi mencapai suatu keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya, syok
itu sendiri akan menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya, aliran darah yang tidak
adekuat menyebabkan jaringan tubuh mulai mengalami kerusakan, termasuk jantung dan
sistem sirkulasi itu sendiri, seperti dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan
bagian-bagian sirkulasi lainnya (Guyton & Hall, 2008).
Manifestasi Klinis
Syok distributif yang terjadi dalam bentuk syok neurogenik memiliki manifestasi yang
hampir sama dengan syok pada umumnya. Pada syok neurogenik juga ditemukan
hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai disfungsi saraf otonom (khususnya saraf
simpatis) nadi tidaklah bertambah cepat (takikardi), bahkan dapat lebih lambat
(bradikardi). Kadang gejala ini disertai dengan adanya defisit neurologis dalam bentuk
quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi
tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di
dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan (Duane, 2008).

(Hockroft dan Robinson, 1992)


Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitanya untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut. (Zimerman,1997)
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).

Gambar 2. Posisi Tredelenburg


2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang
berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi. (Zimerman,1997)
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara
cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral,
turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. (Zimerman,1997)
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :
DOPAMIN
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. (Zimerman,1997)
NOREPINEFRIN

Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak
sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali.
Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otototot uterus. (Zimerman,1997)
EPINEFRIN

Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme
cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik. (Zimerman,1997)

DOBUTAMIN
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

Tabel Obat-obat Vasoaktif

DAFTAR PUSTAKA

Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. 2004. Surviving sepsis
campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care Med.
Eliastham, Michael. Dkk. 2009. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis (5 ed.). Jakarta. EGC
Rab, tabrani. 2000. Penatalaksanaan Syok. Jakarta. EGC.
Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan
Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Balai Penerbitan FKUI ; Jakarta
Wheeler AP, Bernard G. 2005. Treating patient with severe sepsis. Available at:
http://www.nejm.com
Nelwan RHH. 2003. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta: EGC

Cheatham, M.L. et al. 2012 Shock: An Overview. Orlando Regional Medical Center: Florida
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock,
dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.

Anda mungkin juga menyukai