Penda Hulu An
Penda Hulu An
PENYAKIT AORTA
PENDAHULUAN
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah yang
bersirkulasi secara efektif. Pada pasien yang mengalami syok terjadi penurunan perfusi jaringan,
terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga produksi energi
oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan energi secara adekuat, maka sel
tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan
kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian.
Syok secara klasik dibagi menjadi tiga katagori, yaitu kardiogenik, hipovolemik, dan
distributif syok. Syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk
mempertahankan curah jantung yang memadai. Disfungsi dapat terjadi pada saat sistole atau
diastole atau dapat merupakan akibat dari obstruksi. Syok hipovolemik terjadi apabila ada
defisit volume darah 15%, sehingga menimbulkan ketidakcukupan pengiriman oksigen dan
nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa-sisa metabolisme sel. Berkurangnya volume
intravaskular dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh secara akut atau kronik, misalnya
karena oligemia, hemoragi, atau kebakaran. Syok distributif disebabkan oleh maldistribusi
aliran darah karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara
efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer menimbulkan hipovelemia
relatif. Contoh klasik dari syok distributif adalah syok septik. Akan tetapi, keadaan vasodilatasi
akibat faktor lain juga dapat menimbulkan syok distributif, seperti pacuan panas (heat stroke),
anafilaksis, syok neurogenik, dan systemic inflamatory response syndrome (SIRS).
Tipe-tipe syok tersebut bervariasi dalam etiologi, tanda klinik, dan penanganan.
Seringkali terjadi lebih dari satu tipe syok pada seorang pasien; pasien yang mengalami syok
distributif juga akan mengalami hipovolemi. Syok distributif dan hipovolemik dapat
menimbulkan syok kardiogenik.
Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi
jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih lanjut,
pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan perkembangan
peradangan sehingga perlu dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama
disebabkan oleh bakteri.
Pemberian oksigen merupakan penanganan yang sangat umum, tanpa memperhatikan
penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab syok. Terapi cairan merupakan terapi
yang paling penting terhadap pasien yang mengalami syok hipovolemik dan distributif.
Pemberian cairan secara IV akan memperbaiki volume darah yang bersirkulai, menurunkan
viskositas darah, dan meningkatkan aliran darah vena, sehingga membantu memperbaiki curah
jantung. Akibat selanjutnya adalah meningkatkan perfusi jaringan dan memberikan pasokan
oksigen kepada sel. Terapi awal dapat berupa pemberian cairan kristaloid atau koloid. Pada
Pasien yang mengalami hipovolemik dengan fungsi jantung normal, cairan Ringer laktat atau
Ringer asetat diberikan dengan cepat.
Definisi
Syok Hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh atau
darah yang menyebabkan jantung tidak mampu memompakan cukup darah ke seluruh tubuh
sehingga perfusi jaringan tubuh menjadi terganggu. Keadaan ini bersifat emergensi dan dapat
menyebabkan seluruh organ gagal berfungsi dan lebih parah lagi, dapat menimbulkan kematian
organ. Hipovolemia berbeda dengan dehidrasi, dimanapada hipovolemia biasanya terjadi
penurunan sodium dalam darah, sedangkan pada dehidrasi tidak.
Etiologi
Kehilangan cairan tubuh hingga mencapai 1/5 dari total cairan tubuh dapat menyebabkan
syok hypovolemik. Kehilangan cairan tubuh tersebut dapat disebabkan oleh :
a.
b.
c.
Kehilangan sodium dan cairan intravaskular (seperti keringat berlebih, diare, atau
muntah)
d.
Dilatasi (pelebaran) pembuluh darah (akibat cidera pada saraf yang mengontrol pembuluh
darah sehingga menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi, obat - obatan yang
menyebabkan vasodilatasi [pelebaran pembuluh darah] seperti antihipertensi)
Patogenesis
Hipovolemia diawali oleh mekanisme kompensasi tubuh. Denyut jantung dan resistensi
vaskuler meningkat sebagai akibat dari dilepaskannya katekolamin dari kelenjar adrenal. Curah
jantung dan tekanan perfusi jaringan meningkat. Sehingga terjadi penurunan tekanan hidrostatik
kapiler, cairan interstitiel berpindah ke dalam kompartemen pembuluh darah. Hati dan limpa
menambah volume darah dengan melepaskan sel-sel darah merah dan plasma. Sistem
kardiovaskuler berespon dengan cara melakukan redistribusi darah ke otak, jantung, dan ginjal
dan perfusi berkurang pada kulit, otot, dan saluran gastrointestinal. Di ginjal, renin menstimulasi
dirilisnya aldosteron dan retensi natrium (dan menahan air), di mana hormon antidiuretik (ADH
atau vasopressin) dari kelenjar ptiuitari posterior meningkatkan retensi air.
Syok hipovolemik dibagi menjadi 4 tingkatan. Empat tingkatan ini dikenal juga dengan
'Tenis's Shock Hypovolemic Shock". Hal ini dikarenakan 4 tingkatan dari persentase kehilangan
darah pada stage ini mirip dengan skor pada olah raga tenis, yaitu 15, 15-30, 30-40, 40.
Stage 1
%
Kehilangan <15%
volume darah
Cardiac Output
Stage 3 (Classic
sign)
30% 30%
40% >40%
volume 15%
volume
Normal
terkompensasi
dikompensasi
konstriksi oleh
pembuluh darah
Normal
total volume
Stage 4
oleh
Tekanan darah
Stage 2
dikompensasi
konstriksi oleh
volume
mampu
dikompensasi
konstriksi oleh
konstriksi
pembuluh darah
pembuluh darah
pembuluh darah
TD
sistolik TD
sistolik Menurun hingga
normal
namun menurun
diastolic
mmHg
meningkat
sehingga
gap
antara
dan
sistolik
diastolic
(pulse pressure)
Laju nafas
Normal
menurun.
Meningkat
namun
Nadi
Normal
Takipnea
<
jelas Takipnea
30 (>30 x /menit)
(>30 x /menit)
x/menit
Takikardi
(>100x/menit)
(>120 x / menit)
x/ menit) dengan
pulsasi
Kulit
jelas
dingin Berkeringat,
alian dingin dan pucat
darah menuju ke
organ vital
yang
lemah
Berkeringat,
dingin,
sangat pucat
dan
Status Mental
Pengisian
Normal
hingga Gelisah
sedikit
tampak (restless)
cemas/ gelisah
normal
Kapiler
Urine Output
kesadaran,
lethargy, coma
absent
pengisian kapiler
normal
memanjang)
Menurun (20-30 20 ml /jam
Sangat menurun
ml / jam)
hingga
absent-
Tidak berarti
kebiruan yang terdapat pada daerah pinggang. Tanda ini biasa terapat pada keadaan serangan
akut pankreatitis disertai pendarahan retroperitoneal. Tanda ini muncul selama 24 - 48 jam. Gray
turner'sign ini biasanya juga disertai dengan Cullen's sign. Cullen's sign merupakan edema dan
memar superfisial pada jaringan lemak disekitar umbilikus.
Manajemen & Terapi
First Aid
Ketika terdapat pasien yang menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemia, tindakan
pertama adalah sesegera mungkin mencari bantuan medis. Sementara menunggu bantuan medis
datang, lakukan hal hal berikut :
1. Buat pasien merasa nyaman dan hangat (untuk mencegah terjadinya hipotermia)
2. Pastikan bahwa tidak ada permasalahan pada ABC (Airway, Breathing, and Circulation)
3. Apabila tampak akadanya pendarahan eksternal, maka lakukan penekanan secara
langsung pada lokasi perdarahan. Apabila hal tersebut gagal lakukan penekanan secara
tidak langsung atau pun dengan cara memberikan torniquet.
4. Baringkan pasien dalam posisi datar dengan kak ditinggikan 45 derajat untuk
mempertahankan sirkulasi. Apabila terdapat cidera pada kepala, leher, tungkai bawah,
seperti fraktur, maka jangan berusaha untuk digerakkan sebelum sudah terfiksasi dengan
baik kecuali apabila pasien dalam keadaan darurat
5. Jika terjadi reaksi alergi, tangani reaksi alergi terebut
Hospitalisasi bertujuan untuk menganti cairan atau darah yang hilang ketika terjadi syok.
Field Care
Pada perawatan di lapangan atau saat transportasi menuju ke rumah sakit, berikan oxygen
kepada pasien untuk mempertahan splai oksigen ke jaringan. Terapi cairan intravena seperti
pemberian Ringer Lactat dapat mengkompensasi kehilangan darah pada pasien, namuncairan
intravena tidak mengangkut darah pada pasien, sehingga tetap lebih baik untuk mendapatkan
tranfusi darah.
Selain itu juga, dilakukan metode "Permissive Hypotension" terutama pada pasien
trauma, yaitu melakukan terapi cairan secara restriktif sehingga tekanan darah sistolik miningkat
tanpa mencapai normotensif (tekanan darah normal), dengan tujuan untuk mencegah terlarutnya
faktor pembekuan secara berlebihan.
Hospital Care
Ketika pasien dirumah sakit, dilakukan beberapa pemeriksaan meliputi :
1. Daah rutin, Kimia darah
2. Central venous Line/ Tekanan Darah
3. Analisis Gas darah (AGD)
4. Pengukuran urin output melalui kateter
5. Saturasi Oksigen
Selanjutnya dilakukan intervensi sebagai berikut :
1. Pasang Oksigen sesuai kebutuhan
2. Pasang jalur IV untuk bisa dilakukan resusitasi cairan. Cairan Kristaloid bermanfaat jika
diberikan pada stage 2 syok hipovolemik dan dibutuhkan pada stage 3 dan 4. Pemberian
transfusi darah diindikasikan jika Hb < 10
3. Pembedahan pada tempat pendarahan
4. Terapi inotropik (dopamin, dan noradrenalin)
penyakit yang menyertai, seperti diabetes, penyakit jantung, paru-paru, dan ginjal
b.
c.
d.
e.
f.
Suspected infection
Derajat Sepsis
1.
2.
Sepsis
Infeksi disertai SIRS
3.
Sepsis Berat
USA 400.000 kasus sepsis; 200.000 kasus syok septik; 100.000 kematian.
Etiologi
Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram
negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi
jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agenagen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri,
mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya,
kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang
menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara
langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk
menyebar ke hampir segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh
mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah
ini.
Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella
Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.
Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut
endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat
menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun
dan mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis.
Perubahan sirkulasi
Tachycardia
Tachypnea
Hypotensi
Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai (biasanya
bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari persoalan-persoalan berikut: denyut jantung yang
meningkat (tachycardia), temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur yang rendah
(hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat PaCO2 yang
berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri dari >10% sel-sel band.
Pada kebanyakan kasus-kasus, adalah agak mudah untuk memastikan denyut jantung
(menghitung nadi per menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk
menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah. Adalah mungkin lebih sulit untuk
membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya mempunyai gejala-gejala infeksi seperti
batuk yang produktif, atau dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak
mudah untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai sepsis.
Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh
laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus, diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh
dokter dalam hubungan dengan tes-tes laboratorium.
Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau alur-alur merah
pada kulit sebagai tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh darah lokal atau pembuluhpembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah adalah mengkhawatirkan
karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran infeksi yang dapat berakibat pada sepsis.
Gejala khas sepsis Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini:
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Kriteria Diagnostik sepsis menurut ACCP/SCCM th 2001 dan International Sepsis Definitions
Conference, Critical Care Medicine, 2003 :
Variabel Umum
o
Tachipnea
Variable Inflamasi
o
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Variabel Hemodinamik
o
MAP <70mmHg
SvO2 >70%
PaO2 / Fi O2 <300
Ileus
Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.
Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras
dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan
ekstremitas hangat.
Peningkatan HR
Penurunan TD
Crakles
Perubahan sensori
Peningkatan temperature
Penurunan SVR
Penurunan PaO2
Penurunan HCO3
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
APTT > 60
Penatalaksanaan
dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
pada sepsis berat dan gagal multi organ
Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti
bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.
4. Terapi suportif
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera
dilakukan.
Terapi cairan
o
tekanan
darah
sistolik
>8g/kg.menit,norepinefrin
90mmHg.
Dapat
0.03-1.5g/kg.menit,
dipakai
dopamin
phenylepherine
0.5-
Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9
mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera
diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila
diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 g/kg/menit) seringkali diberikan untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based
belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu.
Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis,
glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi
dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi
insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme
protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak,
vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin
Gangguan koagulasi
Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi
dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di
sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas
antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus
menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan,
berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan
dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas.
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan
septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan
tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis.
Komplikasi Sepsis
ARDS
Perdarahan usus
Gagal hati
Gagal jantung
Kematian
SYOK NEUROGENIK
Definisi
Syok neurogenik adalah syok yang disebabkan karena hilangnya tonus vasomotor secara tibatiba di seluruh tubuh.dan menyebabkan dilatasi vena yang sangat besar. Dilatasi vena akan
mengakibatkan pengumpulan darah di vena dan mengurangi tekanan pengisian sistemik rata-rata
(Guyton, 2008).
Etiologi
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut. (cheathem,2003)
Patofisiologi
a. Patofisiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap
tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi arteriol dan venula
secara besar-besaran di seluruh tubuh (Cheatham dkk, 2003). Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, beberapa etiologi yang mendasari terjadinya syok neurogenik
antara lain adalah penggunaan zat anesthesia maupun cidera pada medula spinalis
yang mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan melalui skema berikut ini.
masuk ke jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan pompa
jantung.
Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut simpatis
juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali bahwa rangsangan
simpatis jelas meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan
menambah kekuatan serta volume pompa jantung.
Hubungan antara saraf simpatis dan sistem sirkulasi yang baru saja dijabarkan
secara singkat, sebenarnya membawa serabut saraf vasokonstriktor dalam jumlah yang
banyak sekali dan hanya sedikit serabut vasodilator. Serabut tersebut pada dasarnya
didistribusikan ke seluruh segmen sirkulasi dan efek vasokonstriktornya terutama
sangat kuat di ginjal, usus, limpa dan kulit tetapi kurang kuat di otot rangka dan otak.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus menerus
mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh, menyebabkan
serabut ini mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu
setengah sampai dua impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi
parsial dalam pembuluh darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap
terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi klinis
dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen toraks
bagian atas akan memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor
ke sistem sirkulasi. Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil. Dalam
vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke dalam
vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan menurun,
dan dengan demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat
rendah. Di momen yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan
vaskular sistemik yang seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai
pompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah tandatanda syok neurogenik yang jalur akhirnya tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain.
Konsekuensi akhir dari malperfusi dalam berbagai bentuk syok distributif dapat
berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan durasi hipoperfusi, jumlah sistem
organ yang terkena, serta ada tidaknya disfungsi organ utama. Harap ditekankan bahwa
apapun tipenya, sekali syok terjadi, cenderung memburuk secara progresif. Sekali syok
sirkulasi mencapai suatu keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya, syok
itu sendiri akan menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya, aliran darah yang tidak
adekuat menyebabkan jaringan tubuh mulai mengalami kerusakan, termasuk jantung dan
sistem sirkulasi itu sendiri, seperti dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan
bagian-bagian sirkulasi lainnya (Guyton & Hall, 2008).
Manifestasi Klinis
Syok distributif yang terjadi dalam bentuk syok neurogenik memiliki manifestasi yang
hampir sama dengan syok pada umumnya. Pada syok neurogenik juga ditemukan
hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai disfungsi saraf otonom (khususnya saraf
simpatis) nadi tidaklah bertambah cepat (takikardi), bahkan dapat lebih lambat
(bradikardi). Kadang gejala ini disertai dengan adanya defisit neurologis dalam bentuk
quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi
tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di
dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan (Duane, 2008).
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam
menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak
sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali.
Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otototot uterus. (Zimerman,1997)
EPINEFRIN
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme
cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak
mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik. (Zimerman,1997)
DOBUTAMIN
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac
output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
DAFTAR PUSTAKA
Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. 2004. Surviving sepsis
campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care Med.
Eliastham, Michael. Dkk. 2009. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis (5 ed.). Jakarta. EGC
Rab, tabrani. 2000. Penatalaksanaan Syok. Jakarta. EGC.
Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan
Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Balai Penerbitan FKUI ; Jakarta
Wheeler AP, Bernard G. 2005. Treating patient with severe sepsis. Available at:
http://www.nejm.com
Nelwan RHH. 2003. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta: EGC
Cheatham, M.L. et al. 2012 Shock: An Overview. Orlando Regional Medical Center: Florida
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock,
dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.