I.
: 2008.04.0.0008
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. A
Umur
: 4 tahun
Agama
: Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Keluarga
ANAMNESA
2.1 Keluhan Utama
Terdapat bercak putih bersisik pada bagian kiri kepala.
2.2 Keluhan Tambahan
Kulit kepala berwarna putih, gatal, dan rambut menjadi rontok pada bagian kiri
kepala.
2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSAL Dr.Ramelan Surabaya
pada hari Rabu, 29 April 2015 dengan keluhan bercak putih bersisik pada
sebelah kiri kepala, berwarna putih, gatal dan disertai rambut rontok. Gejala
muncul 2 minggu yang lalu. Ibu pasien sadar saat sedang memandikan
pasien. Setelah sadar kemudian ibu pasien membawa pasien ke RSAL
Surabaya dan setelah berobat kemudian di beri obat oleh dokter yaitu
Gresiofulvin. Setelah memakai obat dari dokter gejala pasien mulai berkurang
1
tetapi rambut yang rontok semakin meluas dan ibu pasien memutuskan untuk
kembali kontrol.
2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi dalam keluarga disangkal
2.6 Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bertiga dengan orang tuanya. Orang tua pasien
juga kotor.
Pasien mandi
1x
sehari
memakai
sabun
mandi
dan
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu axial
: Baik
: Compos mentis
: Cukup
: Tidak diukur
: 88x/menit
: 20x/menit
: 36,5C
Status Generalis
Kepala
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Status Dermatologis
Lokasi
: Regio capitis
IV
RESUME
Anak usia 4 tahun datang ke RSAL dengan keluhan bercak putih bersisik
pada sebelah kiri kepala, berwarna putih, gatal dan disertai rambut rontok. Gejala
muncul 2 minggu yang lalu.
Status dermatologis :
Lokasi : Regio Capitis
Effloresensi : Tampak skuama dengan warna putih,berbatas tegas, permukaan
rata, tidak didapatkan luka dan rambut diatas skuama rontok dan patah.
DIAGNOSA
Tinea Capitis
VI
DIAGNOSA BANDING
Dermatitis Seboroik
Alopesia Areata
VII
PENATALAKSANAAN
Planning Diagnosis
Woods lamp
Kerokan kulit dengan KOH
WOODS LAMP
KOH
Planning Terapi
Medikamentosa
Oral :Griseofulvin 2 x 250mg selama 7 hari
Topikal : Mikonazole cream 2% 2x/hari
Non-medikamentosa
Planning Monitoring
Keluhan.
Keluhan berkurang, tetap atau makin berat.
Planning Edukasi
shampoo.
Menyarankan agar pasien tidak bermain dulu dengan teman-temanny dan
VIII PROGNOSIS
Baik
Tinjauan Pustaka
Tinea Kapitis
Definisi
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata yang
disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton. Kelainan ini dapat ditandai
dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis
yang lebih berat.
6
Sinonim
Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes tonsurans
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum,
misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis,
M.ferrugineum. Di Indonesia penyebab terbanyak adalah M. canis dan T. tonsurans.
Tabel 1. Taksonomi Trichophyton tonsurans:
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Fungi
Ascomycota
Euscomycetes
Onygenales
Arthrodermataceae
Trichophyton
Trichophyton tonsurans
Di Amerika Serikat dan daerah lain di dunia, insidensi tinea capitis meningkat. Di
Afrika dan Amerika kejadian puncak dilaporkan terjadi pada anak usia sekolah. 92,5%
dermatofitosis pada anak-anak muda dari usia 10 tahun. Rentang usia tinea kapitis
yaitu antara 3-7 tahun. Tinea kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan,
terutama pada anak-anak keturunan Afro-Karibia, di Amerika Utara, Amerika Tengah,
dan Amerika Selatan. Di Asia Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun
secara dramatis dari 14% (rata-rata anak-anak laki-laki dan perempuan) menjadi 1,2%
dalam 50 tahun terakhir karena peningkatan kondisi sanitasi umum dan kebersihan
pribadi.
Angka kejadian tinea kapitis mungkin berbeda menurut jenis kelamin.
Mikrosporum audouinii telah dilaporkan hingga 5 kali lebih sering terjadi pada anak lakilaki dari pada anak perempuan. Setelah pubertas, sebaliknya pada perempuan lebih
banyak mungkin karena perempuan memiliki eksposur yang lebih besar untuk anak
yang terinfeksi dan mungkin karena faktor hormonal. Pada infeksi oleh M canis rationya
bervariasi, tetapi tingkat infeksi biasanya lebih tinggi pada anak laki-laki. Infeksi
Trichophyton pada anak perempuan dan laki-laki mempunyai ratio yang sama; tetapi
pada orang dewasa, wanita lebih sering terinfeksi daripada pria. Tinea kapitis lebih
banyak pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih. Kasus-kasus yang disebabkan
oleh Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari anak anjing dan anak kucing.
Patogenesis
Infeksi dimulai pada kulit kepala, yang selanjutnya dermatofita tumbuh kebawah
mengikuti dinding keratin folikel rambut. Infeksi pada rambut berlangsung tepat diatas
akar rambut. Jamurnya akan terus tumbuh kebawah pada batang rambut yang tumbuh
8
keatas. Sebagian memasuki batang rambut (endodotrix), yang dapat membuat rambut
mudah patah didalam atau pada permukaan folikel rambut.
Berdasarkan patogenesisnya tinea kapitis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lesi non inflamasi; disebabkan invasi jamur ke batang rambut terutama oleh
M.audouini dan penularan dari anak ke anak melalui alat cukur rambut,
penggunaan topi dan sisir yang sama. M.canis dapat ditularkan melalui hewan
peliharaan ke anak, dan anak-anak.
2. Lesi inflamasi; disebabkan oleh T. tonsurans, M. canis, T. verrucosum , dan lainlain. Spora masuk melalui celah di batang rambut atau kulit kepala sehingga
menyebabkan infeksi klinis. Trauma di kulit kepala juga membantu inokulasi.
Dermatofit awalnya menyerang stratum korneum kulit kepala, yang dapat diikuti
oleh infeksi rambut. Menyebar ke folikel rambut lain kemudian terjadi infeksi
regresi dengan atau tanpa respon peradangan. Gejala klinis bervariasi sesuai
dengan jenis invasi rambut, imun tubuh, dan tingkat respons inflamasi.
Berdasarkan invasinya infeksi jamur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Endothrix; infeksi di dalam batang rambut tanpa merusak kutikula, biasanya
oleh Trchophyton spp yang ditandai dengan adanya rantai spora yang besar.
b. Exothrix; infeksi terjadi di batang rambut luar dan menyebabkan kerusakan
kutikula. Biasanya disebabkan oleh Microsporum spp.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis tergantung etiologinya:
1. Bentuk Non- inflamasi
Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, Microsporum audouinii di Amerika
dan Eropa namun sekarang jarang atau Microsporum ferrugineum di Asia. Lesi
mula-mula berupa papula kecil yang eritematus, mengelilingi satu batang rambut
9
poligonal dengan batas yang tidak bagus, tepi seperti jari-jari yang membuka.
Rambut-rambut normal biasanya masih ada dalam alopesianya.
Referensi lain menyebutkan di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai tiga
bentuk yang jelas:
1) Grey patch ringworm
Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh
genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak - anak. Penyakit mulai dengan
papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak
yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna
rambut menjadi abu - abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas
dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua
rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia
setempat. Tempat - tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat
dalam klinik tidak menunjukkan batas - batas daerah sakit dengan pasti. Pada
pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada
rambut yang sakit melampaui batas - batas grey tersebut. Pada kasus - kasus tanpa
keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis. Tinea
kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanya disertai tanda
peradangan ringan, jarang dapat terbentuk kerion.
11
kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi
patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam
folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot, ujung rambut yang patah
kalau tumbuh kadang - kadang masuk ke bawah permukaan kulit.
13
rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder karena garukan kepala yang
gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain.
c. Psoriasis
Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos berbatas jelas
dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan rambutrambut tidak
patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis juga meningkatnya
menyeluruh dalam kerapuhan rambut dan kecepatan rontoknya rambut telogen.
10% psoriasis terjadi pada anak kurang 10 tahun dan 50% mengenai kepala,
dan sering lesi psoriasis anak terjadipada kepala saja, maka kelainan kuku
dapat membantu diagnosis psoriasis.
d. Pitiriasis amiantasea (Pitiriasis asbestos) merupakan tumpukan skuama dalam
masa yang kusut. Dermatitis kepala lokalisata yang non infeksius yang tidak
diketahui sebabnya. Skuama yang putih tebal melekat sering dijumpai mengikat
batang rambut proksimal. Kepala dapat tampak beradang. Rontok rambut
sementara dapat terjadi dengan pelepasan manual skuama yang melekat.
Kelainan kulit dilain tempat yang menyertai biasanya tidak ada, namun dapat
mempunyai penyakit yang menyertai, yaitu Dermatitis atopik atau peradangan
kulit lainnya. Ada yang menganggap sebagai psoriasis dini.
2) Diagnosis banding tinea kapitis dengan alopesia jelas:
a. Alopesia areata
Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium permulaan,
tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal. Juga jarang ada skuama dan
rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah dicabut.
14
b. Trikotilomania
Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas karena
pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang rambut berukuran
macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di kepala atas, daerah
oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan tangan dominannya. Kadangkadang ada gambaran lain dari kelainan obsesif kompulsif misalnya menggigitgigit kuku, menghisap ibu jari atau ada depresi atau kecemasan. Dapat disertai
efek efluvium telogen yaitu berupa tumbuhnya kembali rambut yang terlambat
atau rontoknya rambut meningkat sebelum tumbuh kembali.
c. Pseudopelade
Dari kata Pelade yang artinya alopesia areata. Pseudopelade adalah alopesia
sikatrik progresif yang pelan-pelan, umumnya sebagai sindroma klinis sebagai
hasil akhir dari satu dari banyak proses patologis yang berbeda (yang diketahui
maupun yang tidak diketahui), walaupun klinis spesifik jenis tidak beradang
selalu dijumpai misalkan karena likhen planus, lupus eritematus stadium lanjut.
3) Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi:
a. Pioderma bakteri
Infeksi kulit karena bakteri Staphylococcus aerius atau Streptococcus pyogenes,
misalkan folikulitis, furunkel atau karbunkel.
b. Folliculitis decalvans
Adalah sindroma yang klinis berupa folikulitis kronis sampai sikatrik progresif.
Folikulitis atrofik pada dermatitis seboroik.
4) Diagnosis banding alopesia sikatrik:
15
Penegakkan Diagnosis
1) Gejala Klinis
Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila pada anak-anak dan dewasa (lebih
jarang) dengan kulit kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal posterior
atau limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustul atau abses,
Grey patch ringworm, kerion, dissecting cellulitis atau black dot ringworm.
2) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Lampu Wood
Rambut yang tampak dengan jamur Microsporum canis, Microsporum
audouinii dan Microsporum ferrugineum memberikan fluoresen warna hijau
terang oleh karena adanya bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis
pada manusia memberikan fluoresen negatif artinya warna tetap ungu yaitu
Microsporum Gypsium
dan
spesies
Trichophyton
(kecuali
Trichophyton
Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Kasa basah
digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan rambut
atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas selain skuama, KOH
20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya potongan rambut pada
kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut dan skuama kulit. Skuama
kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang menunjukkan elemen jamur adalah
artrokonidia oleh karena rambut-rambut yang lebih panjang mungkin tidak
terinfeksi jamur. Pada pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut
ektotrik yaitu pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau
tepat dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi endotrik,
bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium didalam batang
rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit lama dan atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang
dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat
tersusun di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadangkadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.
c. Kultur
Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan digosokkan
diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril dipakai untuk
menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di kepala, atau pangkal
rambut yang dicabut langsung ke media kultur. Spesimen yang didapat
17
Terapi
1. Sistemik
Obat antijamur yang menjadi pilihan pertama dalam mengatasi tinea kapitis secara
sistemik adalah Griseofulvin yang bersifat fungistatik dengan dosis 10-25 mg/kg
BB/hari untuk anak-anak dan 500 mg/hari untuk dewasa. Lama terapi berkisar
antara 8-10 minggu tergantung pada organisme penyebab. Selama terapi, pasien
juga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan berlemak tinggi untuk mempercepat
tingkat absorbsi obat (Gunawan & Nafrialdi, 2007).
Alternatif lain yang dapat digunakan yaitu (Paller & Mancini, 2006) :
a. Terbinafin
Obat ini bersifat fungisida sehigga dapat diberikan dalam waktu yang lebih singkat
yaitu selama 2-4 minggu. Dosis yang digunakan yaitu 62,5 mg/hari untuk pasien
dengan berat < 20 kg, 125 mg/hari untuk pasien dengan berat 20-40 kg dan 250
mg/hari untuk pasien dengan berat > 40 kg.
b. Ketokonazol
18
Obat ini dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari untuk anak-anak dan
200 mg/hari untuk dewasa. Lama terapi berkisar antara 7-14 hari. Penggunaan
obat ini terutama pada anak-anak dibatasi karena bersifat hepatotoksik.
c. Flukonazol
Obat ini cukup efektif untuk mengatasi tinea kapitis terutama pada anak-anak.
Dosisnya yaitu 3-5 mg/kg BB/hari selama 4 minggu.
Pada kasus cerion celsi, dapat diberikan obat tambahan berupa kortikosteroid yaitu
prednison dengan dosis 3x5 mg/hari atau prednisolon 3x4 mg/hari untuk mengurangi
terjadinya sikatrik, nyeri dan pembengkakan.
2. Topikal
Pengobatan topikal dilakukan dengan pemberian shampoo desinfektan antijamur,
antara lain yaitu (Paller & Mancini, 2006) :
a. Shampoo selenium zulfit 1% - 1,8% dipakai 2-3 kali/ minggu didiamkan 5 menit
baru dibilas.
b. Shampoo ketokonazole 1% - 2% dipakai 2-3 kali/ minggu didiamkan 5 menit baru
dibilas.
c. Shampoo povidon iodine digunakan 2 kali / minggu selama 15 menit.
Komplikasi
Komplikasi dari tinea kapitis yang dapat terjadi di antaranya (Paller & Mancini, 2006) :
1. Alopesia sikatrik permanen, akibat jamur yang bersifat merusak rambut dan struktur
di sekitarnya sehingga terjadi kerusakan rambut yang parah.
2. Infeksi berulang, akibat pengobatan yang tidak adekuat.
Prognosis
Jika pengobatan telah lengkap dan penyembuhan telah tercapai, prognosis umumnya
baik.
19
Daftar Pustaka
1. Aktas, E., Karakuzu A., Yigit N. 2009. Etiological agents of tinea capitis in
Erzurum,Turkey. J Medical Mycology; 19: 24852.
2. Djuanda A., Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi V.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Gunawan G.S., Nafrialdi S.R. 2007. Farmakologi dan terapi. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI : Jakarta.
4. Paller A.S., Mancini A.J. 2006. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 3rd ed.
Elsivier Saunders: Philadelphia.
5. Zara, I., Hawilo A, Aounallah A, Trojjet S, El Euch D, Mokni M, Osman AB. 2013.
Inflammatory tinea capitis: a 12-year study and a review of the literature. Mycoses;
56: 1106.
20