Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar BelakangPerkataan konstitusi berasal dari bahasa Perancis


Constituer dan Constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan
atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat).
Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan
mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari
hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara
bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata
negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan
constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang
sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law
didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi
lebih menonjol.

Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok


yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang
bernama Negara. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini
harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan
fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah
berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B. PendekatanDalam penulisan ini digunakan
pendekatan historis.

BAB II
SEJARAH KONSTITUSI DAN AMANDEMEN UUD 1945A
A. Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan
2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di
dunia memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada
umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara
bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi
tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap
semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat
pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen
yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang
berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat
Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai
dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka
Inggris masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan
berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis
kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis
kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk
lembaga negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis
kekuasaan tertentu itu.

Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis


tugas atau kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka
adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu
terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara
ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat
peraturan perundangan (legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan
peraturan perundangan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman
(judikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau
dipisahkan di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven
dalam buku karangannya Staatsrecht over Zee. Ia membagi
kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan (bestuur);
2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van
Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu
luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi
yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian.
Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk
mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk
melaksanakan hukum.

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata


Negara di Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini,
bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan
negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk
memeriksa keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan kelima dan ke-enam.
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur
dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan masingmasing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga
tersendiri yaitu:
1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3. kekuasaan kehakiman (judikatif)
4. kekuasaan kepolisian
5. kekuasaan kejaksaan
6. kekuasaan memeriksa keuangan negara

B. Amandemen UUD 1945


Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar
tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara,
karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari
pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat
pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi
sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang
besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara
yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan
dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila
mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang
berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh
karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai
perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat
sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar
aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan
bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.

Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan


dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan
konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang
berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini
dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah
bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli
tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan
amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain,
amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.

Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:


1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang
dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga
macam kemungkinan.
a) Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri
oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti
b) Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan
terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat
harus diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah
konstitusi.
c) Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk
mengubah onstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang
gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang
berwenang mengubah kosntitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk
mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul
perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang
dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum
atau plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul
perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu
usul perubahan diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara
bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian
terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi dalam negara serikat
dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin
diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir
berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari
negara-negara bagian.

4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan


oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun
negara serikat. Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara
khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul
perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan
dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan
dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila
lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta
wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah
karya pendiri negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi
menurut Kelsen yaitu :
1. Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang
dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah
konstituante, yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk
mengadakan perubahan-perubahan konstitusi
2. Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus
disetujui oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota
tertentu.

Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi,


yaitu :
1. Serikat
2. Musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika
Latinminimum anggota badan legislatif untuk menerima perubahan.
3. Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan Australia
4. Negara-negara bagian dalam suatu negara federal harus menyetujui, Contoh :
Amerika Serikat
5. Musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika
Latin
Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan
yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak
Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam
delapan periode yaitu :
Periode 18 Agustus 1945 27 desember 1949
Periode 27 Desember 1949 17 Agustus 1950
Periode 17 Agustus 1950 5 Juli 1959
Periode 5 Juli 1959 19 Oktober
Periode 19 Oktober 1999 18 Agustus 2000
Periode 18 Agustus 2000 9 November 2001
Periode 9 November 2001 10 Agustus 2002
Periode 10 Agustus 2002 sampai sekarang

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri
dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila
2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :

16 Bab;
37 Pasal
4 Aturan peralihan;
2 Aturan Tambahan.

3. Penjelasan
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS)
pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di
Indonesia hingga saat ini.
Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal
5 ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2)
dan (3), 20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).

Beberapa perubahan yang penting adalah :


A. Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
DPR.
B. Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa
lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu
kali masa jabatan.
C. Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi Diubah
menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
(2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
D. Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.

2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;


Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu:
Pasal 18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1)
s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27
ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F,
28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan
(2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
E. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
F. Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan
Negara ditetapkan dengan Undang-undang
Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia
G. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.

3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;


Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal
yaitu: Pasal 1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat
(1), (2), (3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2)
dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1)
s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A
ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
H. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD
h. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat
I. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara
Indonesia sejak kelahirannya

J. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:


1. Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung
2. Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UUD (dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi
dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang
keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal
yaitu: pasal-pasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B,
23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5),
34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I s/d III,
aturan Tambahan pasal I dan II.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
K. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongangolongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih
melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

L.

Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus.


Diubah menjadi : Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur
dalam Undang-undang
M. Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata :
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
N. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya
pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan
oleh
Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap
UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah
mengalami perubahan sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat (2):
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia,
melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
tertinggi Negara lagi.
MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui
Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan
terpilih dalam pemilihan umum yang akan datang.

b. Pasal 2 ayat (1):


MPR terdiri dari :
1. Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)
2. Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di
Amerika Serikat;
Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan
DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan
ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota MPR, maka utusan golongan
termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari MPR
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia,
melainkan rakat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan
Lembaga
c. Pasal 5 ayat (1):
Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan
sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif,
Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)

d. Pasal 6 ayat (1) dan 6A:


Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan
Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien
dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak
langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih rakyat)
e. Pasal 7:
Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling
lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama
lebih dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
f. Pasal 14:
Presiden memberi :
1. Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung

BAB III
PENUTUP
Suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok
yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan
besar yang bernama Negara. Karena sifatnya yang
fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak
boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan
fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan
untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka
pendek yang bersifat sesaat

Anda mungkin juga menyukai