MANAJEMEN BENCANA
HIV DALAM SITUASI BENCANA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana
yang diampu oleh Triana Septiani., M.Keb
oleh
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
HESI NOFI R
AMILINA A
NOER MEY E
RAHAYU NINGTYAS
WINDY DWI ASTUTI
LAILA RIZKY I
SILVANA M
(02)
(05)
(07)
(09)
(10)
(21)
(35)
TINGKAT II REGULAR B
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia Nya
kami berada dalam keadaan sehat wal afiat dan mendapat kesempatan untuk
Ibu Sulikah, S.ST, M.Kes selaku Ketua Prodi D III Kebidanan Kampus
Magetan,
Triana Septiani., M.Keb selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen
Bencana,
Kedua Orang Tua yang telah memberikan dorongan, motivasi dan doa kepada
kami, Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Penulis
Daftar Isi
Judul.
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1
Bencana.......................................................................................................3
2.2
HIV/AIDS...................................................................................................3
2.3
2.4
2.5
BAB 3....................................................................................................................22
PENUTUP..............................................................................................................22
3.1 Kesimpulan..................................................................................................22
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit
menular
penyebarannya
yang
adalah
menunjukkan
penyakit
AIDS.
kecenderungan
meluas
Sejak
human
1980-an,
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
Bencana
Bencana alam adalah fenomena atau gejala alam yang disebabkan oleh
keadaan geologi, biologis, seismis, hidrologis, dan keadaan meteorologis
atau disebabkan oleh karena suatu proses dalam lingkungan alam yang
mengancam kehidupan, struktur, dan perekonomian masyarakat seperti
dapat menimbulkan malapetaka seperti gempa bumi, tsunami, tanah
longsor, banjir, dan sebagainya.
Bencana buatan manusia adalah peristiwa yang terjadi oleh karena proses
teknologi, interaksi manusia dengan lingkungannya atau interaksi
manusia di dalam dan di antara masyarakat itu sendiri yang menimbulkan
dampak negatif terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat seperti
hasil pembangunan, kerusuhan sosial, kecelakaan lalu lintas, KLB akibat
wabah penyakit menular, kerusuhan sosial bernuansa sara, dan
sebagainya.
2.2
HIV/AIDS
akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam
kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan
pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan
dapat dikurangi menjadi hanya 8%.
2.2.3 Patofisiologi (Perjalanan Infeksi) HIV/AIDS
Seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun
untuk sampai ke tahap AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia,
maka selama 2 - 4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam
tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk
pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam
darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini maka keadaan fisik yang
bersangkutan tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan
bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam
kondisi ini yang bersangkutan sudah aktif menularkan virusnya ke orang
lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.
Virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah
putih (yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun
maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS
dimana tejadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus
lain, kanker dan sebagainya. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2
tahun kemudian karena infeksi tersebut.
Seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun
waktu 12 tahun sering terjadi di negara industri seperti Jerman, sedangkan
di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah
menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang
menjadi 3 tahun, sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1
tahun. Survival rate ini berhubungan erat dengan penggunaan obat
10
11
dan/atau
kebijakan
yang
berkaitan
dengan
12
Upaya
komunikasi
pada
respon
awal
difokuskan
pada
13
14
15
akan
16
dan
masyarakat
umum.
Program
yang
berhasil
mampu
untuk
menjalankan
prinsip/standar
17
informed
consent
dan
kerahasiaan untuk kelompok ini. VCT HIV untuk kelompok ini harus
disertai dengan pelaksanaan kelompok dukungan sosial, kebijakan dan legal
yang pendukung.
2.5.5 Intervensi ARV dan ART
Sangat penting untuk penyediaan program obat-obatan antiretroviral (ARV)
dan terapi antiretroviral (ART) dasar. Pemberian layanan terkait HIV pada
masyarakat dalam situasi bencana merupakan upaya yang sulit namun
sangat penting, mengingat ini tercantum dalam undang-undang hak asasi
internasional.
Seperti halnya dengan semua program dan kebijakan dan program HIV dan
AIDS, ART harus dikaitkan dengan program pencegahan, perawatan dan
dukungan. ART tidak boleh dilaksanakan sebagai intervensi paralel, akan
tetapi harus sebagai bagian dari program terintegrasi dengan layananlayanan lain (seperti layanan kesehatan, nutrisi, edukasi, sosial serta air dan
sanitasi).
Jika ART tersedia, sangat penting bahwa konseling harus mencakup efek
samping dan manfaat ART serta pentingnya mematuhi jadwal pengobatan.
Intervensi penting yang menggunakan ARV adalah:
1. PEP (Post Exposure Prophylaxis)
Para manajer program kesehatan reproduksi harus memastikan pemberian
PEP dapat dilakukan dengan segera (dalam waktu 72 jam) untuk
mengurangi kemungkinan tertular HIV dimasukan ke dalam protokol bagi
dua situasi berikut ini:
a. Layanan untuk korban perkosaan: untuk mencegah dan menangani
dampak pemerkosaan terhadap kesehatan korban/penyintas harus
memiliki akses mendapatkan perawatan klinis, termasuk konseling
pendukung. Perawatan ini mencakup penyediaan PEP.
b. Paparan kerja: meskipun tindakan pencegahan standar telah diberlakukan
dan dipatuhi dalam kondisi pelayanan kesehatan, kecelakaan kerja
dengan paparan darah dan cairan tubuh yang berpotensi terinfeksi HIV
18
19
gizi, diare, dan pneumonia pada bayi yang disusui. Bukti-bukti penularan
HIV menunjukkan pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan dapat
menurunkan resiko penularan HIV tiga sampai empat kali dibandingkan
dengan pemberian ASI tidak eksklusif.
Para petugas kesehatan reproduksi harus membahas di dalam sektor/kluster
kesehatan dan dengan otoritas kesehatan nasional tentang promosi praktek
tunggal menyusui bayi di dalam komunitas sebagai perawatan standar.
Perempuan yang positif HIV harus diberikan konseling dan didukung untuk:
a. Menyusui dan menerima pelayanan ARV atau
b. Jika pemberian makan pengganti diterima (acceptable), layak (feasible),
terjangkau (affordable), berkesinambungan (sustainable) dan aman (safe),
hindari menyusui supaya bayi punya peluang untuk terbebas dari HIV.
Pemberian ARV pada perempuan dengan HIV yang hamil dan menyusui
dan bayi yang menyusu sangat dianjurkan dan sektor/ kluster kesehatan
harus berjuang keras untuk memperkenalkan ARV (lihat oral
antiretroviral prophylaxis di bawah ini). Namun ketiadaan ARV tidak
mengubah rekomendasi mengenai menyusui:
c. Pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama sejak kelahiran
direkomendasikan bagi ibu yang terinfeksi HIV (dengan bayi yang tidak
terinfeksi HIV atau tidak diketahui status HIV-nya) kecuali terdapat
makanan
pengganti
yang
dapat
diterima,
layak,
terjangkau,
20
prioritas
untuk
memastikan
21
22
terkait
HIV.
Kolaborasikan
dengan
program-program
23
24
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
Daftar Pustaka
.2008. Kesehatan Reproduksi Pada Penanggulangan Bencana di Indonesia
Kelompok Kerja Antar Lembaga.2010. Buku Pedoman Antar Lembaga Kesehatan
Reproduksi dalam Situasi Darurat Bencana.
Kesehatan, Kesejahteraan Sosial dan Penanggulangan Bencana, Kependudukan dan
Keluarga Sejahtera,BAB XVIII
Komite Tetap Antar-Lembaga.2006. Melindungi Para Korban Bencana Alam.
USA : Brookings-Bern Project on Internal Displacement