Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh
dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95%
dan taraf 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai uji lanjut. Analisis statistik
menggunakan program SPSS 15.
25
sederhana dan tidak merusak senyawa yang tidak tahan panas. Senyawa yang
terbawa pada proses ekstraksi adalah senyawa yang mempunyai polaritas sesuai
dengan pelarutnya. Pemilihan tiga jenis pelarut tersebut berdasarkan sifat
kepolarannya. Metanol bersifat polar, aseton bersifat semipolar, dan heksana
bersifat nonpolar. Ekstraksi seperti ini berdasarkan prinsip like dissolve like, yaitu
pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut nonpolar akan
melarutkan senyawa nonpolar, sehingga metanol akan melarutkan senyawa polar,
aseton akan melarutkan senyawa semipolar, dan heksana akan melarutkan
senyawa nonpolar.
Nilai rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2, yaitu, hasil ekstraksi dengan
pelarut heksana sebesar 3.57%, pelarut aseton sebesar 24.32%, dan pelarut
metanol menghasilkan rendemen sebanyak 37.59%. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa polar dan semipolar lebih banyak terekstrak daripada senyawa nonpolar.
Hasil ini juga menunjukan bahwa senyawa polar dan semipolar lebih banyak
terdapat pada daun kedondong bangkok.
Tabel 2 Perolehan rendemen ekstrak
Ekstrak
Rendemen (%)
Heksana
3.57
Aseton
24.32
Metanol
37.59
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia merupakan suatu cara untuk mengetahui kandungan
metabolit suatu tanaman secara kualitatif. Sampel yang digunakan untuk analisis
ini adalah ekstrak metanol daun kedondong bangkok. Analisis fitokimia bertujuan
mengetahui senyawa metabolit yang diharapkan berperan sebagai senyawa
antibakteri. Senyawa-senyawa yang diuji adalah alkaloid, saponin, flavonoid,
tanin, triterpenoid, dan steroid. Hasil pengujian seperti yang terlihat pada Tabel 3
menunjukkan ekstrak metanol daun kedondong bangkok mengandung senyawa
alkaloid, tanin, dan saponin. Hasil positif terhadap alkaloid pada penelitian ini
ditandai dengan terbentuknya sedikit endapan merah pada pereaksi Dragendorf,
endapan coklat pada pereaksi Wagner dan endapan putih pada pereaksi Meyer.
26
Adanya tanin ditandai dengan terbentuknya warna hitam kehijauan, dan adanya
saponin ditandai dengan terbentuknya busa yang mantap selama 10 menit
setelah dikocok.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang larut dalam air, gliserol, metanol,
hidroalkoholik, dan propilena glikol, tetapi tidak dapat larut dalam benzena,
kloroform, eter, petroleum eter, dan karbon disulfida (Harborne 1987). Tanin
mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau
menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri (Wienarno et al.
1997). Mekanisme penghambatan bakteri pada tanin adalah dengan cara bereaksi
dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial, dan dekstruksi fungsi
material genetik (Brannen & Davidson 1993).
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun.
Senyawa ini dapat dideteksi karena kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis darah (Harborne 1987). Saponin diduga sebagai senyawa
antibakteri pada daun kedondong bangkok karena memiliki kemampuan untuk
menghambat fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang
mengakibatkan dinding sel rusak atau hancur.
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol
sehingga dapat digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987).
Menurut Jouvenaz et al. (1972) dan Karou et al. (2006), senyawa alkaloid dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Karou et al.
(2006) mengatakan bahwa senyawa alkaloid dapat menyebabkan lisis sel dan
perubahan morfologi bakteri.
Tabel 3 Hasil analisis fitokimia ekstrak daun kedondong bangkok
Senyawa
Alkaloid
Tanin
Saponin
Flavonoid
Steroid/ triterpenoid
Hasil
+
+
+
-
27
P. aeruginosa
B. subtilis
S. aureus
bakteri
diameter daun muda (mm)
28
dilarutkan dalam metanol, juga dilarutkan dalam pelarut air. Konsentrasi masingmasing ekstrak yang digunakan adalah 0.5 g/mL Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa ekstrak metanol dengan pelarut metanol memiliki zona
hambat yang paling besar, sedangkan ekstrak heksana menghasilkan zona hambat
yang paling kecil. Aktivitas antibakteri dilihat dari zona bening di sekitar lubang
yang berisi ekstrak. Daya hambat ekstrak heksana, aseton, dan metanol dapat
dilihat pada Gambar 3. Semua ekstrak dapat menghambat bakteri Gram positif
dan Gram negatif. Penghambatan ekstrak heksana terhadap bakteri E. coli, P.
aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 5.469 mm, 4.088 mm, 3.375 mm,
dan 5.057 mm. Penghambatan ekstrak aseton terhadap bakteri E. coli, P.
aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 25.313 mm, 20.238 mm, 25.200 mm,
dan 30.888 mm. Penghambatan ekstrak metanol dengan pelarut metanol terhadap
bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 32.450 mm,
31.650 mm, 31.363 mm, dan 34.144 mm. Penghambatan ekstrak metanol dengan
pelarut air terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah
24.313 mm, 29.663 mm, 23.363 mm, dan 28.463 mm.
Berdasarkan metode David Stout dalam Suryawiria (1978) seperti yang terlihat
pada Tabel 4, aktivitas antibakteri ekstrak aseton, ekstrak metanol dengan pelarut
metanol, dan ekstrak metanol pelarut air menghasilkan zona hambat lebih dari 20
mm sehingga tergolong ke dalam antibakteri yang sangat kuat. Penghambatan
terhadap masing-masing bakteri berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh
karasteristik bakteri yang tidak sama antara satu dengan lainnya dan tiap bakteri
memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
Kontrol positif yang digunakan adalah ampisilin dengan konsentrasi 0.4
mg/mL agar zona hambat lebih jelas dan dapat dibandingkan dengan ekstrak.
Kontrol ampisilin menunjukkan aktivitas yang sangat kuat terhadap bakteri P.
aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus sedangkan aktivitas yang kuat terhadap E.
coli. Penghambatan ampisilin terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis,
dan S. aureus adalah 15.600 mm, 25.200 mm, 27.600 mm, dan 27.200 mm. Data
yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan ampisilin lebih menghambat
bakteri Gram positif. Menurut Wattimena et al. (1991), ampisilin mempunyai
29
spektrum antibakteri yang sama dengan penisilin G terhadap bakteri Gram positif
dan lebih selektif terhadap bakteri Gram positif.
Penelitian selanjutnya menggunakan ekstrak metanol dengan pelarut air.
Ekstrak metanol dengan pelarut air memiliki zona hambat yang besar terhadap
bakteri P. aeruginosa daripada ekstrak aseton karena P. aeruginosa bersifat
patogen. Meskipun ekstrak metanol dengan pelarut metanol dan ekstrak aseton
juga memiliki zona hambat yang besar, pelarut tersebut sangat mudah menguap
sehingga dikhawatirkan konsentrasi akan berubah menjadi tidak tepat dan dapat
mempengaruhi hasil pengukuran selanjutnya.
Tabel 4 Aktivitas antibakteri berdasarkan metode David Stout
Diameter zona
hambat
>20 mm
10-20 mm
5-10 mm
<5 mm
Aktivitas
antibakteri
Sangat kuat
Kuat
Sedang
Lemah
40
35
30
25
20
15
10
5
0
ampisilin
heksana
aseton
metanol
(pelarut air)
metanol
(pelarut
metanol)
P. aeruginosa
B. subtilis
S. aureus
30
yang berbeda-beda.
35
30
25
20
15
10
5
0
250 100 75
50
25
10
konsentrasi (mg/mL)
E.coli
P. aeruginosa
B. subtilis
S. aureus
31
32
Nilai KHTM pada S. aureus, yaitu pada konsentrasi 5 mg/mL dengan diameter
zona hambat 3.050 mm. Bakteri B. subtilis masih dapat dihambat pada konsentrasi
yang lebih rendah lagi, yaitu 4 mg/mL dengan diameter zona bening 2.238 mm.
Hasil ini sejalan dengan Lay & Hastowo (1992) yang mengatakan B. subtilis
lebih mudah dihambat pertumbuhannya dengan antibakteri yang bersifat
menghambat sintesis dinding sel. Efektivitas ekstrak metanol pada B. subtilis
hanya sebesar 0.81% dari kontrol positif ampisilin.
Simpulan
Rendemen dari ekstrak heksana, aseton, dan metanol berturut-turut adalah
3.57%, 24.32%, dan 37.59%. Ekstrak metanol memiliki aktivitas antibakteri
tertinggi, sedangkan ekstrak heksana memiliki aktivitas antibakteri terendah.
Ekstrak metanol memiliki spektrum luas (broad spectrum) dan bersifat
bakterisidal. Senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun kedondong
bangkok adalah alkaloid, tanin, dan saponin. Nilai KHTM ekstrak metanol
terhadap bakteri E. coli sebesar 2 mg/mL, P. aeruginosa sebesar 5 mg/mL, S.
aureus sebesar 5 mg/mL, dan B. subtilis sebesar 4 mg/mL.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian dapat dilakukan dengan
menggunakan spesies tanaman kedondong lain dan menggunakan daun yang
segar. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Ekstrak daun
segar maupun daun kering juga dapat diuji terhadap bakteri patogen lainnya.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemurnian senyawa aktif yang berpotensi sebagai
senyawa antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana, Nur MA. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor:
PAU IPB.