Anda di halaman 1dari 9

24

Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh
dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95%
dan taraf 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai uji lanjut. Analisis statistik
menggunakan program SPSS 15.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kadar Air


Penentuan kadar air bertujuan menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan
sebagai persen bahan kering dan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam
penyimpanan (Harjadi 1993). Sebagian air harus dihilangkan dengan beberapa
cara tergantung dari jenis bahan agar dapat memperpanjang masa simpan suatu
bahan. Kadar air yang baik adalah kurang dari 10% karena pada kadar ini bahan
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga kemungkinan rusak
karena jamur sangat kecil. Kadar air yang diperoleh pada daun kedondong
bangkok segar sebesar 81.96%. Tingginya kadar air pada tanaman ini
kemungkinan karena adanya proses fotosintesis.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kedondong yang
dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama 24 jam lalu dijadikan bubuk
dengan cara diblender. Tujuan digunakan daun kedondong bangkok kering supaya
lebih tahan dalam penyimpanan, hasilnya lebih nyata, dan rendemen yang
dihasilkan lebih banyak. Kadar air daun kedondong bangkok kering ini sebesar
76.74% tidak berbeda jauh terhadap kadar air yang dikeringkan pada 105 C.
Tingginya nilai kadar air daun kering ini kemungkinan air yang terdapat pada
daun tidak terikat secara fisik melainkan secara kimia sehingga air sulit untuk
menguap.

Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi


Daun kedondong bangkok yang telah dikeringkan dan menjadi bubuk
diekstraksi maserasi dengan menggunakan tiga pelarut, yaitu metanol, aseton, dan
heksana. Metode ekstraksi maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dilakukan
dengan cara merendam sampel dalam pelarut selama waktu tertentu. Metode ini

25

sederhana dan tidak merusak senyawa yang tidak tahan panas. Senyawa yang
terbawa pada proses ekstraksi adalah senyawa yang mempunyai polaritas sesuai
dengan pelarutnya. Pemilihan tiga jenis pelarut tersebut berdasarkan sifat
kepolarannya. Metanol bersifat polar, aseton bersifat semipolar, dan heksana
bersifat nonpolar. Ekstraksi seperti ini berdasarkan prinsip like dissolve like, yaitu
pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut nonpolar akan
melarutkan senyawa nonpolar, sehingga metanol akan melarutkan senyawa polar,
aseton akan melarutkan senyawa semipolar, dan heksana akan melarutkan
senyawa nonpolar.
Nilai rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2, yaitu, hasil ekstraksi dengan
pelarut heksana sebesar 3.57%, pelarut aseton sebesar 24.32%, dan pelarut
metanol menghasilkan rendemen sebanyak 37.59%. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa polar dan semipolar lebih banyak terekstrak daripada senyawa nonpolar.
Hasil ini juga menunjukan bahwa senyawa polar dan semipolar lebih banyak
terdapat pada daun kedondong bangkok.
Tabel 2 Perolehan rendemen ekstrak
Ekstrak

Rendemen (%)

Heksana

3.57

Aseton

24.32

Metanol

37.59

Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia merupakan suatu cara untuk mengetahui kandungan
metabolit suatu tanaman secara kualitatif. Sampel yang digunakan untuk analisis
ini adalah ekstrak metanol daun kedondong bangkok. Analisis fitokimia bertujuan
mengetahui senyawa metabolit yang diharapkan berperan sebagai senyawa
antibakteri. Senyawa-senyawa yang diuji adalah alkaloid, saponin, flavonoid,
tanin, triterpenoid, dan steroid. Hasil pengujian seperti yang terlihat pada Tabel 3
menunjukkan ekstrak metanol daun kedondong bangkok mengandung senyawa
alkaloid, tanin, dan saponin. Hasil positif terhadap alkaloid pada penelitian ini
ditandai dengan terbentuknya sedikit endapan merah pada pereaksi Dragendorf,
endapan coklat pada pereaksi Wagner dan endapan putih pada pereaksi Meyer.

26

Adanya tanin ditandai dengan terbentuknya warna hitam kehijauan, dan adanya
saponin ditandai dengan terbentuknya busa yang mantap selama 10 menit
setelah dikocok.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang larut dalam air, gliserol, metanol,
hidroalkoholik, dan propilena glikol, tetapi tidak dapat larut dalam benzena,
kloroform, eter, petroleum eter, dan karbon disulfida (Harborne 1987). Tanin
mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau
menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri (Wienarno et al.
1997). Mekanisme penghambatan bakteri pada tanin adalah dengan cara bereaksi
dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial, dan dekstruksi fungsi
material genetik (Brannen & Davidson 1993).
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun.
Senyawa ini dapat dideteksi karena kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis darah (Harborne 1987). Saponin diduga sebagai senyawa
antibakteri pada daun kedondong bangkok karena memiliki kemampuan untuk
menghambat fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang
mengakibatkan dinding sel rusak atau hancur.
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol
sehingga dapat digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987).
Menurut Jouvenaz et al. (1972) dan Karou et al. (2006), senyawa alkaloid dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Karou et al.
(2006) mengatakan bahwa senyawa alkaloid dapat menyebabkan lisis sel dan
perubahan morfologi bakteri.
Tabel 3 Hasil analisis fitokimia ekstrak daun kedondong bangkok
Senyawa
Alkaloid
Tanin
Saponin
Flavonoid
Steroid/ triterpenoid

Hasil
+
+
+
-

Keterangan: (+) menunjukkan hasil positif

27

Aktivitas Antibakteri Filtrat Daun Kedondong Bangkok Segar


Uji pendahuluan penelitian ini menggunakan filtrat daun kedondong bangkok
yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu daun muda dan daun tua. Penelitian
pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui potensi antibakteri terbesar di antara
kedua filtrat terhadap bakteri uji. Hal ini didasari karena adanya perbedaan fisik
pada daun tua dan daun muda, diantaranya daun tua lebih kaku dibandingkan daun
muda, dan juga karena adanya perbedaan kandungan senyawa metabolit diantara
kedua daun tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa daun tua
memiliki zona hambat yang lebih besar daripada daun muda, namun tingkat
aktivitas antibakteri berbeda-beda terhadap bakteri uji (E. coli, P. aeruginosa, B.
subtilis, dan S. aureus) yang digunakan.
Gambar 2 menunjukkan bahwa baik daun muda dan daun tua memiliki potensi
yang sama sebagai antibakteri. Dari hasil penelitian diperoleh zona hambat dari
filtrat daun muda terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus
berturut-turut adalah 20.225 mm, 20.900 mm, 20.275 mm, dan 25.813 mm. Zona
hambat pada daun tua terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S.
aureus berturut-turut adalah 20.563 mm, 25.488 mm, 20.238 mm, dan 28.175
mm. Daun tua dipilih untuk uji selanjutnya karena selain banyak dan mudah
didapat, daun tua juga memiliki zona hambat yang lebih besar pada bakteri E.

diameter zona hambat (mm)

coli, S. aureus, dan P. aeruginosa yang lebih bersifat patogen.


30
25
20
15
10
5
0
E. coli

P. aeruginosa

B. subtilis

S. aureus

bakteri
diameter daun muda (mm)

diameter daun tua (mm)

Gambar 2 Aktivitas antibakteri filtrat daun kedondong bangkok.

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kedondong Bangkok Kering


Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan ekstrak heksana,
aseton, dan metanol yang dilarutkan dengan pelarutnya. Ekstrak metanol selain

28

dilarutkan dalam metanol, juga dilarutkan dalam pelarut air. Konsentrasi masingmasing ekstrak yang digunakan adalah 0.5 g/mL Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa ekstrak metanol dengan pelarut metanol memiliki zona
hambat yang paling besar, sedangkan ekstrak heksana menghasilkan zona hambat
yang paling kecil. Aktivitas antibakteri dilihat dari zona bening di sekitar lubang
yang berisi ekstrak. Daya hambat ekstrak heksana, aseton, dan metanol dapat
dilihat pada Gambar 3. Semua ekstrak dapat menghambat bakteri Gram positif
dan Gram negatif. Penghambatan ekstrak heksana terhadap bakteri E. coli, P.
aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 5.469 mm, 4.088 mm, 3.375 mm,
dan 5.057 mm. Penghambatan ekstrak aseton terhadap bakteri E. coli, P.
aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 25.313 mm, 20.238 mm, 25.200 mm,
dan 30.888 mm. Penghambatan ekstrak metanol dengan pelarut metanol terhadap
bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 32.450 mm,
31.650 mm, 31.363 mm, dan 34.144 mm. Penghambatan ekstrak metanol dengan
pelarut air terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah
24.313 mm, 29.663 mm, 23.363 mm, dan 28.463 mm.
Berdasarkan metode David Stout dalam Suryawiria (1978) seperti yang terlihat
pada Tabel 4, aktivitas antibakteri ekstrak aseton, ekstrak metanol dengan pelarut
metanol, dan ekstrak metanol pelarut air menghasilkan zona hambat lebih dari 20
mm sehingga tergolong ke dalam antibakteri yang sangat kuat. Penghambatan
terhadap masing-masing bakteri berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh
karasteristik bakteri yang tidak sama antara satu dengan lainnya dan tiap bakteri
memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
Kontrol positif yang digunakan adalah ampisilin dengan konsentrasi 0.4
mg/mL agar zona hambat lebih jelas dan dapat dibandingkan dengan ekstrak.
Kontrol ampisilin menunjukkan aktivitas yang sangat kuat terhadap bakteri P.
aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus sedangkan aktivitas yang kuat terhadap E.
coli. Penghambatan ampisilin terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis,
dan S. aureus adalah 15.600 mm, 25.200 mm, 27.600 mm, dan 27.200 mm. Data
yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan ampisilin lebih menghambat
bakteri Gram positif. Menurut Wattimena et al. (1991), ampisilin mempunyai

29

spektrum antibakteri yang sama dengan penisilin G terhadap bakteri Gram positif
dan lebih selektif terhadap bakteri Gram positif.
Penelitian selanjutnya menggunakan ekstrak metanol dengan pelarut air.
Ekstrak metanol dengan pelarut air memiliki zona hambat yang besar terhadap
bakteri P. aeruginosa daripada ekstrak aseton karena P. aeruginosa bersifat
patogen. Meskipun ekstrak metanol dengan pelarut metanol dan ekstrak aseton
juga memiliki zona hambat yang besar, pelarut tersebut sangat mudah menguap
sehingga dikhawatirkan konsentrasi akan berubah menjadi tidak tepat dan dapat
mempengaruhi hasil pengukuran selanjutnya.
Tabel 4 Aktivitas antibakteri berdasarkan metode David Stout
Diameter zona
hambat
>20 mm
10-20 mm
5-10 mm
<5 mm

Aktivitas
antibakteri
Sangat kuat
Kuat
Sedang
Lemah

diameter zona hambat (mm)

Sumber: Suryawiria (1978)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
ampisilin

heksana

aseton

metanol
(pelarut air)

metanol
(pelarut
metanol)

ekstrak dan kontrol ampisilin


E. coli

P. aeruginosa

B. subtilis

S. aureus

Gambar 3 Aktivitas antibakteri ekstrak daun kedondong bangkok.

Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)


Penentuan KHTM dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum sampel
yang dapat membunuh bakteri secara pasti dari ekstrak daun kedondong bangkok.
Suatu antibakteri dikatakan memiliki aktivitas yang tinggi bila KHTM terjadi
pada kadar antibiotik yang rendah tetapi mempunyai daya hambat yang besar.
Penetapan KHTM dapat dilakukan dengan menguji sederetan konsentrasi

30

antibiotik yang dibuat dengan cara pengenceran (Wattimena et al. 1991).


Penelitian ini menggunakan deret konsentrasi 250, 100, 75, 50, 25, 10, 5, 4, 3, 2,
dan 1 mg/mL dengan menggunakan metode Bintang (1993) karena cukup
sederhana dan mudah digunakan.
Variasi konsentrasi yang digunakan menghasilkan aktivitas antibakteri yang
berbeda pada setiap bakteri. Berdasarkan hasil yang diperoleh, aktivitas
antibakteri pada konsentrasi yang tinggi akan memberikan diameter zona hambat
yang besar pula dan sebaliknya. Secara umum semakin tinggi konsentrasi ekstrak
metanol daun kedondong bangkok kering maka semakin besar pula konsentrasi
senyawa antibakteri yang ada dalam ekstrak daun kedondong bangkok kering.
Zona hambat antibakteri yang sangat kuat pada ekstrak daun kedondong bangkok
kemungkinan disebabkan karena adanya tiga senyawa metabolit yang bersifat
antibakteri, yaitu alkaloid, tanin, dan saponin yang saling menguatkan
aktivitasnya. Senyawa metabolit yang mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih
aktif belum dapat diketahui dengan pasti karena tidak dilakukan pemisahan
lanjutan.
Konsentrasi ekstrak 250 mg/mL menghasilkan diameter zona hambat terbesar
pada semua bakteri. Diameter E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus
pada konsentrasi 250 mg/mL masing-masing sebesar 32.500 mm, 27.700 mm,
28.400 mm, dan 26.882 mm. E. coli memiliki zona hambat terbesar di antara
keempat bakteri dan paling mudah dihambat oleh ekstrak daun kedondong
bangkok. Gambar 4 menunjukkan bahwa masing-masing bakteri memiliki KHTM

diameter zona hambat


(mm)

yang berbeda-beda.
35
30
25
20
15
10
5
0
250 100 75

50

25

10

konsentrasi (mg/mL)
E.coli

P. aeruginosa

B. subtilis

S. aureus

Gambar 4 Aktivitas antibakteri dengan variasi konsentrasi ekstrak.

31

Nilai KHTM Bakteri Gram Negatif


Konsentrasi 2 mg/mL dan 3 mg/mL pada bakteri E. coli memberikan diameter
zona hambat yang tidak berbeda nyata pada uji Tukey dengan taraf 0.05, yaitu
masing-masing sebesar 1.675 mm dan 2.100 mm. Diameter zona hambat pada
konsentrasi 5 mg/mL dan 10 mg/mL, serta 75 mg/mL dan 100 mg/mL juga tidak
berbeda nyata. Konsentrasi 25 mg/mL, 50 mg/mL, dan 75 mg/mL pada bakteri P.
aeruginosa memberikan zona hambat yang tidak berbeda nyata.
Konsentrasi terendah ekstrak daun kedondong bangkok yang masih dapat
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli adalah 2 mg/mL dengan diameter
sebesar 1.675 mm. P. aeruginosa dihambat pada konsentrasi yang lebih tinggi,
yaitu 5 mg/mL dengan diameter sebesar 3.300 mm. Hal ini menunjukan P.
aeruginosa lebih tahan terhadap ekstrak daripada E. coli.
P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang lebih tahan terhadap
berbagai jenis antibakteri karena struktur dinding selnya lebih kompleks. Infeksi
yang terjadi karena bakteri ini tidak selalu dapat disembuhkan dengan obat (Lay
& Hastowo 1992). P. aeruginosa memiliki beberapa protein pada membran luar,
selain enzim -laktamase yang berperan dalam pertahanan terhadap molekul
antibakteri.
Ekstrak metanol dibandingkan dengan ampisilin pada konsentrasi yang sama,
yaitu 0.4 mg/mL untuk mengetahui efektivitasnya. Zona hambat bakteri dengan
konsentrasi 0.4 mg/mL dianggap sebagai sepersepuluh dari zona hambat
konsentrasi ekstrak 4 mg/mL. Efektivitas ekstrak metanol pada bakteri E. coli
adalah 1.40%. Efektivitas yang rendah dari ekstrak metanol terhadap ampisilin
menunjukkan bahwa untuk menjadikan ekstrak sebagai antibiotik maka
konsentrasi ekstrak harus ditingkatkan lagi.

Nilai KHTM Bakteri Gram Positif


Diameter zona hambat dengan konsentrasi yang berbeda pada bakteri S. aureus
saling berbeda nyata satu sama lain. Konsentrasi 75 mg/mL dan 100 mg/mL pada
bakteri B. subtilis memiliki diameter zona hambat yang tidak berbeda nyata, yaitu
masing-masing 22.888 mm dan 25.075 mm. Konsentrasi 4 mg/mL dan 5 mg/mL,
serta 5 mg/mL dan 10 mg/mL juga tidak saling berbeda nyata.

32

Nilai KHTM pada S. aureus, yaitu pada konsentrasi 5 mg/mL dengan diameter
zona hambat 3.050 mm. Bakteri B. subtilis masih dapat dihambat pada konsentrasi
yang lebih rendah lagi, yaitu 4 mg/mL dengan diameter zona bening 2.238 mm.
Hasil ini sejalan dengan Lay & Hastowo (1992) yang mengatakan B. subtilis
lebih mudah dihambat pertumbuhannya dengan antibakteri yang bersifat
menghambat sintesis dinding sel. Efektivitas ekstrak metanol pada B. subtilis
hanya sebesar 0.81% dari kontrol positif ampisilin.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Rendemen dari ekstrak heksana, aseton, dan metanol berturut-turut adalah
3.57%, 24.32%, dan 37.59%. Ekstrak metanol memiliki aktivitas antibakteri
tertinggi, sedangkan ekstrak heksana memiliki aktivitas antibakteri terendah.
Ekstrak metanol memiliki spektrum luas (broad spectrum) dan bersifat
bakterisidal. Senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun kedondong
bangkok adalah alkaloid, tanin, dan saponin. Nilai KHTM ekstrak metanol
terhadap bakteri E. coli sebesar 2 mg/mL, P. aeruginosa sebesar 5 mg/mL, S.
aureus sebesar 5 mg/mL, dan B. subtilis sebesar 4 mg/mL.

Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian dapat dilakukan dengan
menggunakan spesies tanaman kedondong lain dan menggunakan daun yang
segar. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Ekstrak daun
segar maupun daun kering juga dapat diuji terhadap bakteri patogen lainnya.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemurnian senyawa aktif yang berpotensi sebagai
senyawa antibakteri.

DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana, Nur MA. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor:
PAU IPB.

Anda mungkin juga menyukai