Anda di halaman 1dari 3

lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai

budaya
dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara budaya psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis;
serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam budaya-budaya tersebut. Sedangkan pendapat beberapa ahli ,
yaitu: Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budayaadalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya,
sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini
mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini
relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa segi baru dan
menekankan beberapa kompleksitas: Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematik dan eksplisit antara
variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan prosesproses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku. Tylor (dalam Ahmadi, 1986; Soekanto, 1997) mendefinisikan

budaya sebagai berikut, kebudayaan adalah keseluruhan yang komplek, yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang
didapat

oleh

manusia

sebagai

anggota

masyarakat.

Para ahli antropologi lainnya, mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu bentuk perilaku, suatu hubungan atau
interaksi antara manusia yang di dalamnya terdapat keyakinan, nilai nilai dan peraturan (Graves, 1986: Rose et all,
1982; Spradley, 1979; McDermot, 1980; Brislin, 1981; Linton, 1939. Dalam Herr, 1989). Kluckhohn (dalam
Rosjidan:1995)

mendefinisikan

budaya

sebagai

berikut:

Budaya terdiri dari berbagai pola tingkah laku, eksplisit dan implisit, dan pola tingkah laku itu (diperoleh dan
dipindahkan melalui simbol, merupakan karya khusus kelompok kelompok manusia, termasuk penjelmaannya
dalam bentuk hasil budi manusia; inti utama budaya terdiri dari ide ide tradisional, terutama nilai nilai yang
melekatnya; sistem budaya pada satu sisi dapat dipandang sebagai hasil perbuatan, pada sisi lain, sebagai
pengaruh

yang

menentukan

perbuatan

perbuatan

selanjutnya.

Dalam keadaan hidup bersama ini masyarakat menciptakan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai
pedoman hidup. Sesuatu yang diciptakan itu bisa berupa benda-benda (artifak), peraturan dan
nilai nilai yang dipakai secara kolektif. Dengan mempergunakan kematangan dirinya, maka
masyarakat tersebut menciptakan suatu bentuk budaya tertentu. Spesifikasi budaya yang dimiliki
oleh masyarakat tertentu akan berbeda dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat lainnya
(Herr, 1999). Dengan demikian, budaya akan dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk
mengenal masyarakat tertentu (Goldenweiser, 1963; Vontress, 2002).
2. Salah satu pengertian pertama tentang pengertian istilah "kebudayaan" berdasarkan antropologi adalah oleh
Sir Edward Burnett Tylor, antropolog asal Inggris dalam halaman pertama bukunya yang terbit tahun 1897:
"Kebudayaan, atau peradaban, diambil dalam artinya yang luas dan etnografis, adalah keseluruhan yang kompleks
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan, hukum, adat-istiadat dan kemampuan dan
kebiasaan lain mana pun yang didapati manusia sebagai anggota masyarakat.[2] Istilah "peradaban" di kemudian hari
diganti definisinya oleh V. Gordon Childe, di mana "kebudayaan" menjadi istilah perangkum dan "peradaban"
menjadi satu jenis khusus kebudayaan[3]

Wawasan antropologis tentang "kebudayaan" antara lain mencerminkan reaksi terhadap wacana sebelumnya
di dunia Barat, yang berdasarkan pada perlawanan antara "budaya" dan "alam", di mana sejumlah manusia dianggap
masih hidup dalam "keadaan alamiah". Para antropolog menyatakan bahwa kebudayaan justru merupakan "alam
manusia" dan semua manusia memiliki kemampuan untuk menyusun pengalaman, menterjemahkan penyusunan ini
secara simbolis berkat kemampuan berbicara dan mengajarkan paham tersebut ke manusia lainnya.
Karena manusia mendapati kebudayaan melalui proses belajar enculturation dan sosialisasi, orang yang tinggal di
tempat yang berbeda atau keadaan yang berbeda, akan mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Para antropolog
juga mengemukakan bahwa melalui kebudayaan, orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara nongenetik, sehingga orang yang tinggal di lingkungan yang berbeda sering akan memiliki kebudayaan yang
berbeda. Teori antropologi terutama berasal dari kesadaran dan minat akan perselisihan antara segi lokal
(kebudayaan tertentu) dan global (kemanusiaan secara umum, atau jaringan hubungan antara orang di tempat atau
keadaan yang berbeda).[4]
Perkembangan antropologi budaya terjadi dalam konteks akhir abad ke-19, saat pertanyaan tentang kebudayaan
manakah yang "primitif" dan yang mana yang "beradab", tidak hanya ada dalam benak Marx dan Freud tapi juga
banyak orang lainnya. Kolonialisme dan prosesnya semakin sering membuat pemikir asal Eropa berhubungan,
secara langsung atau tidak langsung, dengan bangsa lain yang "primitif"[5]. Keadaan yang berbeda antara berbagai
kelompok manusia, yang sebagian memiliki teknologi modern dan maju seperti mesin dan telegraf, sedangkan
sebagian lain tidak memiliki apa-apa kecuali komunikasi tatap muka dan masih hidup dengan gaya Paleoliti,
menarik perhatian angkatan pertama antropolog budaya.
Sejajar dengan perkembangan antropologi budaya di Amerika Serikat, di Inggris antropologi sosial, dimana
"kesosialan" merupakan paham inti yang berpusat pada penelitian mengenai kedudukan dan peranan sosial,
kelompok, lembaga dan hubungan antaranya, berkembang sebagai disiplin akademis. Suatu istilah perangkum, yaitu
antropologi sosial-budaya, mengacu baik ke antropologi budaya maupun sosial[6]

3. erbedaan budaya terjadi oleh kenyataan berikut (Triandis,1994).


1.

2.

Budaya dan masyarakat adalah heterogen. Bangsa yang besar biasanya terdiri dari beberapa sub-budaya. Bahasa baku,
bangsa dan budaya adalah konsep yang berbeda. Dalam setiap budaya terdapat variasi yag luas.
Deskripsi budaya selama ini lebih berfokus pada prototipe budaya individual.

3.

Budaya merupakan label yang terdiri dari campuran bahasa, geografi, sejarah, religi, kelas sosial, ras, daerah ruralurban, nasionalitas, dan banyak kategori yang lain.

4.

Data yang terkumpul umumnya oleh antropolog pada tahun 1950-an yang tentunya telah berubah di tahun 1995-an ini.
Budaya selalu berubah dan banyak hal yang mempengaruhi perubahan itu, misalnya perang.

5.

Hal yang sangat penting dalam mempelajari budaya adalah bukan apa yang dimiliki budaya tertentu dengan ciri
tertentu, melainkan bagaimana belajar memahami bahwa suatu budaya mungkin memiliki ciri tertentu. Diperlukan
perluasan cara berpikir sehingga kita tidak terkejut ketika berjumpa dengan cara pandang yang berbeda.

6.

Beberapa budaya saling mempengaruhi melalui perjalanan, perdagangan, media masa, misionaris, dan berbagai sumber
perubahana yang lainnya.

Kognitif diartikan sebagai kegiatan untuk memperoleh, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan. Dalam psikologi,
kognitif adalah referensi dari faktor-faktor yang mendasari sebuah prilaku. Kognitif juga merupakan salah satu hal yang berusaha
menjelaskan keunikan manusia. Pola pikir dan perilaku manusia bertindak sebagi aspek fundamental dari setiap individu yang tak
lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih besar, yaitu budaya sebagai konstruksi sosial. Sedangkan kebudayaan (culture) dalam
arti luas merupakan kreativitas manusia (cipta, rasa dan karsa) dalam rangka mempertahankan kelangsunganhidupnya. Manusia
akan selalu melakukan kreativitas (dalam arti luas) untuk memenuhi kebutuhannya (biologis, sosiolois, psikologis) yang
diseimbangkan dengan tantangan, ancaman, gangguan, hambatan (AGHT) dari lingkungan alam dan sosialnya.
Ada berbagai hal yang berhubungan dengan keberadaan faktor kognisi dalam pengaruhnya terhadap lintas budaya:

Kecerdasan umum

Genetic epistemologi (faktor keturunan)

Cara berpikir

Contextualized coqnition (pengamatan kontekstual)

4. Pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dibangun dengan
mengkedepankan tiga pilar utama yaitu pilar pengembangan ekonomi masyarakat, pilar pelestarian dan pilar
kemandrian masyarakat. Pilar pertama menyangkut aspek nilai guna adat istiadat bagi tumbuh kembangnya ekonomi
masyarakat untuk menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pilar yang kedua menyangkut aspek
kebertahanan identitas sosial budaya masyarakat yang menyokong pada integrasi nasional. Pilar ketiga berkaitan
dengan kemampuan masyarakat melaksanakan pengorganisasian potensi adat istiadat dan nilai sosial budaya secara
otonom, mandiri dan profesional.
Potensi dan aset adat istad

Anda mungkin juga menyukai