Anda di halaman 1dari 4

Islam Nusantara, Proyek Liberal

Jun 16, 2015

Islam Nusantara
Akhir-akhir ini banyak yang membahas tentang islam nusantara, apakah itu islam nusantara?
Yusron****@gmail.com
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ala Rasulillah, amma badu,
Istilah islam nusantara, menjadi isu yang mulai ramai dibicarakan. Sejalan dengan peran para
budayawan dan orang-orang liberal di Indonesia. Dan nampaknya ini hendak dijadikan sebagai
gerakan. Di UIN jakarta sendiri telah diselenggarakan festival budaya islam nusantara. Bahkan ada
yang mengatakan, fenomena membaca al-Quran dengan langgam jawa, merupakan bagian dari proyek
islam nusantara itu.
Mengingat ini istilah yang asing bagi masyarakat, kita perlu tahu, sebenarnya apa maksud mereka
dengan istilah islam nusantara itu. Apakah maksudnya agama islam yang dibongkar pasang, diganti
sana-sini, sehingga menjadi agama sendiri yang berbeda sama sekali dengan ajaran islam Nabi
Muhammad? Seperti halnya istilah kristen jawa yang berbeda sama sekali dengan ajaran kristen
lainnya. Atau islam seperti apa?
Di sana ada sebuah tulisan, yang dirilis oleh web Fakultas Adab & Humaniora UIN jakarta. Dalam
tulisan itu, dikutip definisi istilah islam nusantara menurut Azyumardi Azra. Dia mengatakan,
Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan
vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia. Ortodoksi
Islam Nusantara (kalam Asyari, fikih mazhab Syafii, dan tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter
wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya dengan warisan Islam (Islamic
legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam global.
Yah anda boleh baca sambil tutup mata sebelah. Paham gak paham, anggap saja paham. Ini bahasa
wong pinter gaya masyarakat UIN. Kepentingan kita, keterangan Pak Azra dijadikan sebagai acuan.
Karena beliau bagian dari pelaksana inti proyek islam nusantara itu.
Kita bisa perhatikan, definisi islam nusantara menurut Pak Azra di bagian pertama,
Islam Nusantara adalah Islam distingtif, artinya islam yang unik. Tentu saja memiliki ciri
membedakannya dengan lainnya.
Sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi (disesuaikan keadaan pribumi) dan
vernakularisasi (disesuaikan kedaerahan) Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di
Indonesia.
Dari pengertian Pak Azra, berarti islam ada dua:
(1) islam universal dan
(2) islam yang sudah mengalami penyesuaian dengan budaya dan realitas sosial. Yang mereka
istilahkan dengan islam nusantara itu.

Jika yang dimaksud islam universal adalah islam ajaran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam, yang itu diterima oleh seluruh dunia, berarti islam nusantara yang menjadi gagasan para tokoh
uin itu, berbeda dengan islam ajaran Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Selanjutnya, Pak Azra mengaku bahwa islam nusantara yang dia maksud, penyatuan kalam Asyari,
fikih mazhab Syafii, dan tasawuf Ghazali. Tentu saja, ini terlalu berlebihan. Anggap saja, masalah tata
cara membaca al-Quran masuk dalam kajian fiqh, pernahkah ada fatwa dalam fiqh syafii yang
membolehkan membaca al-Quran dengan lagu macapat?
Lebih dari itu, sebenarnya UIN jakarta, sangat terengaruh dengan pemikiran pemikian liberal Harun
Nasution. Posisi Pak Harun yang dianggap pencetus pemikiran islam baru, sangat menentang kalam
Asyari. Karena yang ingin dia kembangkan adalah pemikiran mutazilah. Pak Harun sendiri pernah
menyatakan, Bila umat Islam ingin maju, maka kita harus menggantikan paham Asyariyah yang
telah mendarah daging menjadi paham Mutazilah. (Teologi Pembaruan, Fauzan S, 2004, hlm. 264)
Karena itulah, Pak Harun dikenal pencetus Neo-Mutazilah di Indonesia.
Ketika uin jakarta mengaku mengembangkan ajaran ilmu kalam asyari, jelas ini terlalu jauh.
Hakekatnya, mereka sedang mengembangkan pemikiran mutazilah.
Memecah Belah Umat
Kita tinggalkan kajian masalah definisi di atas.
Karena jika kita perhatikan, pemikiran ini jelas hendak merusak islam besar-besaran. Dan tidak jauh
jika kita katakan, memecah belah kaum muslimin.
Budaya di nusantara bagi Indonesia, sangat beragam. Aceh jauh berbeda dengan jawa. Kalimantan,
jauh beda dengan Papua. Ketika islam nusantara dipahami sebagai islam hasil akulturasi budaya lokal,
apa yang bisa anda bayangkan ketika islam ini disinkronkan dengan budaya papua. Sehingga tercipta
sebuah desain pakaian muslim, hasil interaksi antara islam dan budaya koteka. Tentu saja, ini akan
sangat ditolak oleh masyarakat jawa atau lainnya.
Ingatan kita masih sangat segar terkait kasus shalat dengan bahasa jawa, yang diajarkan di Pesantren
Itikaf Ngadi Lelaku, Malang. Spontan memancing emosi banyak masyarakat. Jika sampai hal ini
diwujudkan, yang terjadi bukan renaisans peradaban Islam, tapi malah mengacaukan masyarakat.
Termasuk ajaran sebagian etnis Sasak, shalat 3 waktu. Apakah bisa disebut islam nusantara? Jika
sampai ini dilegalkan, berarti menolak keberadaan 2 shalat sisanya.
Wahyu Menyesuaikan Budaya?
Hingga kini, banyak orang liberal menuduh, bahwa tujuan terbesar dakwah Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam, adalah untuk arabisasi dunia. Menerapkan hegemoni quraisy di alam raya. Sehingga,
ketika ada gerakan dakwah di tengah masyarakat, mereka sebut, arabisasi.
Inti masalahnya, orang liberal lemah dalam membedakan antara budaya dan ajaran agama. Sehingga, di
manapun ajaran agama itu disampaikan, menurut orang liberal, itu sedang memasarkan budaya arab.
Kita bisa telusuri, sebenarnya yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam itu
meng-arab-kan islam ataukah meng-islam-kan arab??.
Jika kita menggunakan teori orang liberal, berarti Nabi Shallallahu alaihi wa sallam meng-arabkan
islam. Artinya, islam sudah ada, kemudian oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, diwarnai dengan
budaya arab.

Anda layak untuk geleng kepala..


Nabi Shallallahu alaihi wa sallam diutus di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya. Ada yang
baik dan ada yang buruk. Ketika beliau datang, beliau mengislamkan budaya-budaya itu. Dalam arti,
mengarahkan pada budaya yang baik, dan membuang budaya jahat. Bukan disinkronkan, kemudian
islam menyesuaikan semua budaya mereka.
Kita bisa simak, ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan tentang budaya buruk
jahiliyah, beliau mengatakan,





Katahuilah, segala urusan jahiliyah, terkubur di bawah telapak kakiku. (HR. Muslim 3009)
Ini salah satu bukti, bagaimana upaya beliau menolak setiap tradisi jahiliyah yang bertentanagn dengan
wahyu.
Dari sini kita mendapat pelajaran, bahwa budaya harus menyesuaikan islam. Bukan islam yang
menyesuaikan budaya.
Islam Agama Menyeluruh
Islam agama yang unversal. Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam untuk
menyebarkan islam kepada seluruh umat manusia. Sehingga ajaran islam sedunia adalah sama. Karena
sumbernya sama. Ketika ada orang yang memiliki kerangka ajaran yang berbeda, berarti itu bukan
islam ajaran beliau.
Allah berfirman,

Aku tidak mengutus kamu, melainkan untuk umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba:
28)
Dalam tafsirnya, al-Hafidz Ibnu Katsir menfsirkan ayat ini, bahwa Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam diutus untuk seluruh makhluk. Semua yang mukallaf. Baik orang arab maupun luar arab. Yang
paling mulia diantara mereka, adalah yang paling taat kepada Allah. (Tafsir Ibn Katsir, 6/518).
Saya kira, tidak ada orang muslim yang ingin tidak dianggap sebagai umat Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam dalam arti khusus, gara-gara dia punya islam yang berbeda dengan islam beliau.
Adat Bisa Menjadi Acuan Hukum
Ada satu kaidah dalam ilmu fiqh,

Adat bisa dijadikan acuan hukum.


Kaidah ini termasuk kaidah besar dalam fiqh (qawaid fiqhiyah kubro). Kaidah ini menjelaskan bahwa
adat dan tradisi masyarakat dalam pandangan syariat bisa menjadi penentu untuk hukum-hukum terkait
muamalah sesama manusia. Selama di sana tidak ada dalil tegas yang bertentangan dengan adat
tersebut. (al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, hlm. 276).
Hanya saja di sana para ulama fiqh memberikan batasan, ketika adat bertentangan dengan dalil syariat,
Pertama, jika ada adat yang sesuai dengan dalil syariat, wajib untuk diperhatikan dan diterapkan.

Karena mempraktekkan hal ini hakekatnya mempraktekkan dalil dan bukan semata adat. Contoh:
memuliakan tamu.
Kedua, jika adat bertentangan dengan dalil syariat, ada beberapa rincian keadaan sebagai berikut,
1. Adat bertentangan dengan dalil dari segala sisi. Menggunakan adat otomatis akan meninggalkan
dalil. Dalam kondisi ini adat sama sekali tidak berlaku. Misalnya: tradisi koperasi simpan
pinjam berbunga.
2. Adat bertentangan dengan dalil dalam sebagian aspek. Dalam kondisi ini, bagian yang
bertentanga dengan dalil, wajib tidak diberlakukan. Misalnya: Dropshipping dengan cara
terutang.
3. Dalil yang bertentangan dengan Urf, dibatasi dengan latar belakang adat yang terjadi ketika itu.
Misalnya, larangan membiarkan api penerangan menyala di malam hari. Atau larangan minum
air dari mulut botol.
Contoh Penerapan Kaidah
Allah mewajibkan suami untuk menafkahi istri. Tentang ukuran nafkah, dikembalikan kepada keadaan
masyarakat, berapa nilai uang nafkah wajar untuk istri.
Islam mewajibkan kita untuk bersikap baik terhadap tetangga. Bagaimana batasan sikap baik itu,
dikembalikan kepada standar masyarakat. dst.
Gagasan Islam Nusantara Vs Kaidah Fiqh

Apakah kaidah fiqh ini yang hendak dikembangkan dalam proyek Islam Nusantara.?
Dugaan kuat kami, tidak untuk ini. Islam nusantara, bukan dalam rangka memahamkan masyarakat
tentang kaidah fiqh di atas.
Karena seperti yang dinyatakan Pak Azra, beliau menyebut islam nusantara sebagai islam yang
distingtif, islam unik. Mereka anggap itu gagasan baru dari mereka, bagi muslim Indonesia. Makanya,
kita tidak pernah mendengar istilah ini dikobarkan, di masa pemerintahan SBY. Proyek ini baru
disemarakkan di masa pemerintahan sekarang.
Padahal kaidah fiqh di atas, bukan sesuatu yang baru. Dan untuk memahamkan kadiah ini, tidak butuh
orang liberal. Kaidah ini telah final dibahas para ulama. Jika orang liberal ngaku hendak
membumikannya, itu hanya klaim. Mengelabuhi masyarakat abangan untuk memasarkan pemikiran
mutazilah.
Benar apa yang Allah firmankan, salah satu diantara upaya setan untuk menggoda manusia adalah
dengan membisikkan kata-kata indah, untuk menjadi alasan pembenar bagi kesesatan mereka,




Demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan
jenis) jin, mereka saling membisikkan kepada yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk
menipu (manusia). (QS. al-Anam: 112)
Semoga kita tidak termasuk orang yang tertipu propaganda mereka.
Allahu alam
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda mungkin juga menyukai