Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat keduaduanya. Katarak itu sendiri dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan
mata atau sistemik (katarak senilis, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital
mata.1,2,3,4,5,6,7,8
Katarak merupakan suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi
akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia
tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung
atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya. 1,2,3,4,5,6,7,8
Katarak biasanya banyak terjadi akibat penuaan, tetapi banyak juga faktor lain
yang mungkin terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik, merokok dan
herediter. Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu
berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50% ; prevalensi ini meningkat hingga 70%
pada individu diatas 75 tahun.1,2
Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling umum pada orang dewasa di
seluruh dunia, sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat
dibutuhkan.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat keduaduanya.1,2,3,4,5,6,7,8
2.2.

Anatomi
Mata tertanam didalam corpus adiposum orbitae, tetapi dipisahkan dari corpus

adiposum ini oleh selubung fascial bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan, dari
luar ke dalam adalah (1) tunica fibrosa, (2) tunica vasculosa yang berpigmen, dan (3)
tunica nervosa.9

Gambar 2.1. anatomi mata.10

1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera, dan bagian
anterior yang transparan, serta cornea.
a) Sclera

Sclera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan berwarna putih. Di posterior,
sclera ditembus oleh nervus opticus dan menyatu dengan selubung dura
saraf ini.
b) Lamina cribrosa
Lamina cribrosa adalah daerah sclera yang di tembus oleh serabut-serabut
nervus opticus. Merupakan area yang relatif lemah dan dapat menonjol ke
dalam bola mata oleh peningkatan tekanan liquor cerebrospinal di dalam
tonjolan tubular spatium subarachnoideum, ysng terdapat di sekeliling
nervus opticus, bila tekanan intraocular meningkat, lamina cribrosa akan
menonjol keluar, menyebabkan discus menjadi cekung, yang dapat dilihat
melalui oftalmoskop.
c) Cornea
Cornea adalah bagian yang transparan, mempunyai fungsi utama
memantulkan cahaya yang masuk ke mata. Di posterior, cornea
berhubungan dengan humor aquosus.

Gambar 2.2. anatomi lapisan mata.10

2. Tunica Vasculosa Pigmentosa


Tunica vasculosa Pigmentosa dari belakang ke depan disusun oleh
choroidea, corpus ciliare, dan iris.
a. Choroidea
Choroidea terdiri atas lapisan luar berpigmen dan lapisan dalam sangat
vascular.
b. Corpus Ciliare

Corpus ciliare ke arah posterior dilanjutkan oleh choroidea, dan ke


anterior terletak ke belakang batas perifer iris. Corpus ciliaris terdiri atas:
(1) corona ciliaris, (2) processus ciliaris, dan (3) m. ciliaris.
c. Iris dan Pupil
Iris adalah diaphragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang
di tengahnya, pupilla. Iris tergandung di dalam humor aquosus diantara
cornea dan lensa. Pinggir iris melekat pada permukaan anterior corpus
ciliaris. Iris membagi ruang antara lensa dan cornea menjadi camera
anterior dan camera posterior.
Serabut-serabut otot iris bersifat involuntar dan terdiri atas serabut-serabut
sirkular dan radial. serabut-serabut sirkular membentuk m.sphincter
pupillae dan tersusun di sekitar pinggir pupilla. serabut-serabut radial
membentuk m. dillator pupillae, yang merupakan lembaran tipis serabutserabut radial dan terletak dekat permukaan posterior.

Gambar 2.3. anatomi iris mata.10


3. Tunica Nervosa
Retina terdiri atas pars pigmentosa di sebelah luar dan pars nervosa di
sebelah dalam. Permukaan luar melekat dengan choroidea dan permukaan
dalam berhubungan dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina
merupakan receptor. Pinggir anteriornya membentuk cincin berombak, di
sebut ora serrata, yang merupakan ujung akhir pars nervosa. Bagian anterior
retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan
lapisan epitel silendris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi
pocessus cilliaris dan belakang iris.

Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong


kekuningan, disebut macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya
lihat yang paling jelas. Di tengahnya terdapat lekukan, disebut fovea centralis.
N. opticus meninggalkan retina kira-kira 3 mm medial dari macula
lutea melalui discus nervi optici. Discus n. optici agak cekung pada bagian
tengahnya, yaitu merupakan tempat n. opticus ditembus oleh a. centralis
retinae. Pada discus nervi optici tidak terdapat sel-sel batang dan kerucut,
sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada
pemeriksaan oftalmoscop, discus nervi optici tampak berwarna merah muda
pucat, jauh lebih pucat dari area retina di sekitarnya.
Isi bola Mata
1. Humor Aquos
Humor aquos adalah cairan bening yang mengisi camera anterior dan camera
posterior bulbi. Diduga cairan ini merupakan sekret dari pocessus cilliaris,
dari sini mengalir ke camera posterior. Dan kemudian mengalir ke dalam
camera anterior melalui pupilla dan mengalir keluar melalui celah yang ada di
angulus iridocornealis masuk ke dalam canalis schlemmi.
Fungsi humor aquos adalah untuk menyokong dinding bola mata dengan
memberikan tekanan dari dalam, sehingga menjaga bentuk bola matanya.
Cairan ini juga memberi makanan pada cornea dan lensa dan mengangkut
hasil-hasil metabolisme. Fungsi ini penting, karena cornea dan lensa tidak
mempunyai pembuluh darah.
2. Corpus Vitreum
Corpus vitreum mengisi bola mata dibelakang lensa dan merupakan
gel yang transparan. Canalis hyaloideus adalah saluran sempit yang berjalan
melalui corpus vitreus dari discus nervi optici ke permukaan posterior lensa.
Pada janin saluran ini berisi a. hyaloidea, yang menghilang beberapa saat
sebelum lahir.
Fungsi corpus vitreum adalah sedikit menambah daya pembesaran mata. Serta
menyokong permukaan posterior lensa dan membantu melekatkan pars
nervosa retina ke pars pigmentosa retina.
3. Lensa

Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang di bungkus


oleh capsula transparan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan corpus
viterum, serta di kelilingi processus cilliaris.
Lensa trediri atas (1) capsula elastis, yang membungkus struktur; (2)
ephitelium cuboideum, yang terbatas pada permukaan anterior lensa; dan (3)
fibrae lentis, yang dibentuk dari ephitelium cuboideum pada equator lentis.
Fibrae lentis menyusun bagian terbesar lensa.
Capsula lentis yang elastin terdapat dalam keadaan tegang,
menyebabkan lensa berada tetap dalam bentuk bulat dan bukan berbentuk
discus. Regio equator lensa dilekatkan pada processus cilliaris oleh
ligamentum

suspensorium.

Tarikan

dari

serabut-serabut

ligamentum

suspensorium yang tersusun radial cenderung memipihkan lensa yang elastis


ini, sehingga mata dapat di fokuskan pada objek-objek yang jauh.
Untuk mengakomodasi mata pada objek yang dekat, m. cilliaris
berkontraksi dan menarik corpus cilliaris ke depan dan dalam, sehingga
serabut-serabut radial ligamentum suspensorium menjadi relaksasi. Keadaan
ini memungkinkan lensa yang elastis menjadi lebih bulat.
Dengan bertambahnya usia , lensa menjadi lebih padat dan kurang
elastis, dan sebagai akibatnya kemampuan berakomodasi menjadi berkurang
(presbyopia). Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan
berupa kacamata untuk membantu mata melihat benda-benda yang dekat.

Gambar 2.4. anatomi lapisan lensa mata.10

2.3.

Etiologi dan Klasifikasi


Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya katarak adalah:
1. Usia tua (paling umum)

2. Dihubungkan dengan penyakit sistemik dan okular lain (diabetes, uveitis,


3.
4.
5.
6.

riwayat bedah okular)


Dihubungkan dengan obat sistemik (steroid, fenotiazit)
Trauma dan benda asing intraokular
Radiasi pengion (sinar X, UV)
Kongebital (dominan, sporadik atau bagian suatu sindrom, metabolisme

galaktosa abnormal, hipoglikemia)


7. Dihubungkan dengan kelainan herediter (distrofi miotonik, sindrom marfan,
sindrom lowe, miopia tinggi, rubela)2,3,4,5,6
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam: 1,2,3,4,5,6,7,8
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senilis, katarak setelah usia 50 tahun
Katarak yang tidak berkaitan dengan usia, terdapat dalam
tipe berikut :1,2,3,4,5,6,7
1. Katarak sekunder. Merupakan katarak yang terbentuk setelah
pembedahan

lensa

mata,

atau

kelainan

mata

seperti

glaukoma, diabetes dan pemakaian steroid.


2. Katarak traumatik. Katarak yang terbentuk sesudah suatu
trauma
3. Katarak radiasi. Katarak yang terjadi akibat radiasi berbagai
sinar.
2.4.

Patofisiologi
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir,

dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini
tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat
terjadinya gangguan metabolisme serat lensa. Katarak kongenital yang terjadi sejak
perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai usia 1 tahun.
Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat
pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan
lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme
oksigen.4,5
2.5.

Diagnosis

2.5.1. Anamnesis
Diagnosis katarak kongenital dapat di tegakkan dari anamnesa mengenai
keluhan utama, riwayat keluarga dan riwayat kelahiran yang berkaitan dengan
prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama kehamilan.2,3,4,5
2.5.2. Pemeriksaan fisik
Pasien dengan katarak kongenital dapat menunjukkan tanda-tanda pada pupil
mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis
banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan pupil.3
2.6.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan

riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan
pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat
kejang, tetani ikterus, atau hepatosplenomegali. Bila katarak diserta dengan uji
reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf
seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, kalsium dan fosfor.
Hampir 50% katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya.
Prosedur untuk penilaian objektif katarak kongenital
1. Evaluasi langsung kejernihan lensa dengan menggunakan oftalmoskop dengan
pengaturan kekuatan lensa plus tinggi. Material lensa biasanya kelihatan putih
atau terang, sehingga konfigurasi kataraknya dapat dilihat. Penilaian ini hanya
memberikan informasi tidak langsung mengenai seberapa baik pasien dapat
melihat.

2. Retinoskop dapat digunakan untuk retroiluminasi. Dengan cahaya retinoskop


difokuskan di retina, katarak akan kelihatan seperti bayangan hitam yang
dikelilingi reflex retina. Penilaian ini memberikan perkiraan yang baik
mengenai seberapa besar halangan yang dihasilkan oleh katarak.
3. Penilaian retina dengan oftalmoskop langsung dan tidak langsung juga
memberikan informasi tentang seberapa efektif cahaya dapat melalui media
sampai retina
4. Pasien sebaiknya diperiksa dengan slit lamp. Pada kasus dimana retina tidak
bisa dilihat, USG dengan scan A dan B atau keduanya seharusnya bisa
dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai integritas retina dan ruang
vitreus.
2.7.

Diagnosis Banding
Diagnosa banding pada katarak kongenital dilihat dari adanya leukokoria atau

pupil yang terlihat berwarna putih.


1. Persisten Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)
PHPV biasanya kongenital, bukan herediter. Disebabkan kegagalan regresi dari
fetal hyaloid vascular kompleks. Ada sebuah membrane retrolental dari berbagai
ukuran dan melekat pada lensa posterior. Hal ini menyebabkan penglihatan kabur
dan kondisi mata lainnya kadang-kadang kurang berkembang. PHPV ditandai
dengan adanya leukokoria, mata merah, nyeri, penglihatan kabur dan nistagmus.
Tidak ada bukti mengapa vitreus kadang-kadang tidak berkembang dengan
benar. Biasanya kondisi ini hanya mempengaruhi satu mata.1
2. Retinopathy Of Prematurity
Kelahiran yang premature dapat menyebabkan retinopathy of
prematurity (ROP) dimana perkembangan vascular retina meningkat dan
menimbulkan neovaskular yang abnormal.1
3. Chorioretinal colobomas
Lesi kongenital, ditandai dengan tidak adanya retina normal. RPE dan
choroid. Gejala tergantung dari lokasi dan struktur okular koloboma terlibat.
Biasanya terletak di daerah inferotemporal dan dapat unilateral atau bilateral.1
4. Uveitis

Uveitis adalah peradangan pada uvea. Uvea adalah bagian mata yang
terdiri dari: iris, choroid dan corpus ciliaris. Klasifikasi tergantung bagian
uvea yang tekena yaitu; uveitis anterior, uveitis intermediate, uveitis posterior
dan pan uveitis.1
5. Coats disease
Juga dikenal sebagai retinitis exudative atau telangiectasis retina,
kadang-kadang dieja penyakit coates. Penyakit coats diduga akibat dari
kerusakan pada sawar darah retina pada sel endotel. Sehingga kebocoran
produk darah yang mengandung kolesterol dan lemak kristal sarat makrofag
ke dalam retina dan ruang subretinal. Seiring waktu, akumulasi eksudat
protein ini mengental di retina, sehingga menyebabkan terjadinya ablasi retina
eksudatif.1,3
6. Toxocariasis
Migrans larva pada mata, yang disebabkan oleh migrasi larva ke dalam
segmen posterior mata, cenderung terjadi pada anak-anak yang lebih tua dan
orang dewasa muda. Pasien dapat hadir dengan visus menurun, mata merah
atau leukokoria.
Dan penyakit lain seperti, kongenital retinal foldsvitreous hemorrhage, retinal
dysplasia, other tumors (hemartomas, chorodial hemangioma, diktyomas). 1,3
2.8.
Penatalaksanaan
manajemen katarak kongenital sangat berbeda. Pada orang
dewasa pembedahan yang tertunda selama bertahun-tahun tidak
mempengaruhi hasil visus. Pada bayi, jika katarak tidak dihilangkan
selama

tahun

pertama

kehidupan,

visus

tidak

akan

pernah

sepenuhnya kembali setelah operasi. Pada orang dewasa, jika


afakia tidak segera diperbaiki, dapat dikoreksi kemudian hari. Pada
anak-anak, jika afakia tidak dikoreksi, visus tidak akan pernah
berkembang normal.4,5
1.

Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal

dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti Atropin ED 1%, Midriasil ED 1%,
dan Homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena jika

10

kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat maka dapat harus di
operasi. Oleh karena itu katarak kongenital dengan tingkat kekruhan sedikit atau
parsial perlu dilakukan follw-up yang teratur dan pemantauan yang cermat terhadap
visusnya.4,5,6,7,8
2. Operatif
Pada beberapa kasus, katarak kongenital dapat ringan dan tidak menyebabkan
gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti ini tidak memerlukan
tindakan operatif. Pada kasus yang sedang hingga berat, yang menyebabkan
gangguan pada penglihatan, operasi katarak merupakan terapi pilihan.4,5
Operasi katarak harus dilakukan sebelum pasien berumur 17 minggu guna
meminimalkan atau meniadakan komplikasi. Para ahli mata

memilih untuk

melakukan operasi lebih awal, idealnya sebelum pasien berumur 2 bulan, untuk
mencegah terjadinya ambliopia yang reversible dan nistagmus sensoris.
Tindakan operasi pada katarak kongenital yang umumnya dikenal adalah
disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi. Ekstraksi Katarak Ekstra
Kapsular (EKEK) merupakan terapi operasi pilihan. Berbeda dengan ekstraksi lensa
dewasa, sebagian besar ahli bedah mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreum
anterior dengan menggunakan alat mekanis dan pemotong korpus vitreum. Hal ini
untuk mencegah pembentukan kekeruhan kapsul sekunder, atau katarak ikutan, oleh
karena pada mata yang muda kekeruhan lensa terjadi sangat cepat.

Disisio Lentis
Tindakan bedah pada disisi lentis adalah dengan menusuk atau
merobek kapsul anterior lensa dengan harapan bahan lensa yang cair keluar.
Bahan lensa cair yang keluar akan mengalir keluar bersama cairan mata
(aquous humor) atau di fagositosis oleh makrofag. Setelah absorbs sempurna,
maka mata akan menjadi afakia atau tidak mempunyai lensa lagi.
Penyulit yang dapat terjadi pada disisio lentis adalah timbulnya uveitis
atau glaukoma sekunder.4,5

11

Ekstraksi Linear
Ekstraksi linear dibuat insisi pada kornea dan dilakukan robekan pada
kapsul anterior lensa. Dimasukkan sendok Daviel ke dalam bilik mata atau
lensa kemudian lensa dibersihkan dari bahan lensa yang berada di dalam
kapsul. Pada saat sekarang untuk mengeluarkan badan lensa dapat dilakukan
dengan aspirasi. Selanjutnya luka kornea dijahit kembali.
Bila masih ada bahan lensa yang tertinggal diharapkan seperti disisio
lentis, yaitu sisa lensa ini akan keluar bersama cairan mata dan difagositosis.
Penyulit yang dapat terjadi adalah uveitis, glaukoma, dan katarak sekunder.4,5
Koreksi optik sangat penting bagi bayi dan anak. Koreksi tersebut dapat

dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan implantasi lensa buatan (IOL)
setelah dilakukan ekstraksi lensa, pemberian kacamata atau lensa kontak. Implantasi
lensa buatan pada bayi masih menjadi kontroversial. Alasannya antara lain sebagai
berikut:
1.

Kesulitan dalam menetukan kekuatan lensa yang harus diberikan, terutama


pada mata yang masih dalam pertumbuhan.

2.

IOL tidak dapat berakomodasi.


Oleh karena itu beberapa pakar lebih menganjurkan penggunaan lensa kontak

dan kacamata sebagai koreksi optik pada anak dan bayi setelah bedah katarak. 4,5
2.9.

Komplikasi
1. Hilangnya Vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik mata anterior, yang merupakan risiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.6
2. Prolaps Iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode paska operasi
dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil
mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan
pembedahan.6
3. Endoftalmitis

12

Komplikasi infektif ektraksi katarak yang serius namun jarang terjadi (kurang
dari 0,3%). Pasien datang dengan :
a Mata merah yang terasa nyeri
b Penurunan tajam penglihatan, biasanya beberapa hari setelah
pembedahan.
c Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).6
4. Astimatigma pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi
astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran kaca
mata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid
dihentikan.6
5. Edema makular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai hilangnya
vitreus. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan penurunan
tajam penglihatan yang berat.6
6. Ablasio retina.
Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreus.6
2.10.

Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan

pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia
dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling
baik pada pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.4,5

BAB III

13

KESIMPULAN
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat keduaduanya. Katarak itu sendiri dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan
mata atau sistemik (katarak senilis, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata.
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir,
dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin.
Diagnosis katarak kongenital dapat di tegakkan dari anamnesa mengenai
keluhan utama, riwayat keluarga dan riwayat kelahiran yang berkaitan dengan
prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama kehamilan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis disertai
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara operatif. Prognosis
bergantung dari penanganan yang cepat dan tepat sehingga dapat mengembalikan
fungsi refraksi pada bayi.

DAFTAR PUSTAKA

14

1. Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi umum. Editor: Paul Riordan-Eva, Jhon P.
Whitcher. EGC : Jakarta. 169-176
2. Ilyas Sidarta. 2009. Ikhtisar ilmu penyakit mata. FKUI: Jakarta. 143-274
3. Olver Jane, Lorraine Cassidy. 2009. At a glance oftalmologi. Editor : Amalia
Safitri. Erlangga. Jakarta. 72-77
4. Ilyas Sidarta. 2005. Penuntun ilmu penyakit mata. FKUI: Jakarta. 128-140
5. Ilyas Sidarta, dkk. 2002. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran edisi ke 2. Cv. Sagung Seto. Jakarta. 143-157
6. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. Lecture notes on ophthalmology.
Editor : Amalia Safitri. Erlangga. Jakarta. 76-84
7. Ilyas Sidarta. 2008. Ilmu penyakit mata. FKUI: Jakarta. 200-211
8. Tamsuri Ns. Anas. 2010. Klien gangguan mata & penglihatan keperawatan
medikal-bedah. EGC. Jakarta. 54-60.
9. Snell, Richard S. 2006. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Editor :
Huriawati Hartanto. Dkk. EGC. Jakarta. 780-781
10. Anonim.
2012. Anatomi mata. Diunduh

dari

http://www.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Opthalmologi.pdf (Diakses pada tanggal 20


Desember 2014)

15

Anda mungkin juga menyukai