Anda di halaman 1dari 9

IJARAH(

Pokok Bahasan :
1. Definisi Ijarah
2. Macam-Macam Ijarah
3. Pensyariatan Ijarah
4. Rukun-Rukun Ijarah
5. Syarat-syarat Ijarah
1. DEFINISI IJARAH
. :
Ijarah menurut arti bahasa : berasal dari kata alajru (upah, Ingg : wage), yang berarti
pengganti / kompensasi (al-'iwadh) (Ingg :
countervalue).


Sedang menurut istilah syar'i, Ijarah = akad atas
manfaat dengan pengganti / kompensasi
(''iwadh). (Taqiyuddin An-Nabhani, alSyakhshiyyah al-Islamiyyah, 2/317).
Definisi lain yang pengertiannya sama :


Ijarah = akad untuk memiliki suatu manfaat
dengan pengganti / kompensasi (''iwadh). (AlKasani, Bada'iush Shana'i', 4/174; Hasyiyah
Ibnu Abidin, 5/1).
1

Penjelasan definisi :
Yang disebut "manfaat" adalah
kelayakan/kemampuan sesuatu (barang/jasa)
untuk memenuhi kebutuhan manusia.

(Taqiyuddin An-Nabhani, al-Nizham al-Iqtishadi
fi al-Islam, hlm. 56).
Manfaat dapat muncul dari aktivitas manusia
(juhdul insan), dapat pula muncul dari barang
(maal).
Yg muncul dari aktivitas manusia, dapat berupa
aktivitas berpikir (al-juhdul fikri), seperti
manfaat dokter & manfaat arsitek, dapat berupa
aktivitas fisik (al-juhdul jismi), seperti manfaat
tukang kayu, manfaat pembantu rumah tangga,
manfaat buruh, dsb. (Taqiyuddin An-Nabhani,
al-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm. 56).
Yang disebut "pengganti" ('iwadh) dalam
definisi ijarah, tidak selalu berupa uang. Dapat
pula berupa manfaat. (ibid, hal. 316).
Iwadh pada umumnya maal, berupa uang atau
barang (selain uang).
2. MACAM-MACAM IJARAH

Berdasarkan jenis "manfaat", terdapat 3 (tiga)


macam ijarah :
(1) Ijarah untuk manfaat benda/barang () ,
disebut dengan istilah "penyewaan benda"
() . Misalnya : penyewaan (rental)
mobil, penyewaan komputer, penyewaan AC,
penyewaan rumah, dll.
(2) Ijarah untuk manfaat perbuatan () .
Misalnya : jasa dokter, jasa arsitek, jasa
bimbingan belajar, jasa kursus, dll.
(3) Ijarah untuk manfaat orang () .
Misalnya : jasa pembantu rumah tangga, jasa
buruh, dll.
3. PENSYARIATAN IJARAH ()
Ijarah dalam tiga jenisnya di atas hukumnya :
JAIZ (boleh) menurut syara'.
Dalil kebolehannya sbb :
(1) Dalil Al-Qur`an :

"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami


telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar

sebahagian mereka dapat mempergunakan (memanfaatkan)


sebahagian yang lain." (QS Az-Zukhruf : 32)


"Kemudian jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak)
menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah
kepada mereka upahnya." (QS At-Thalaq : 6)

(2) Dalil Hadis.





:
-
"Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah SAW
dan Abu Bakar pernah mempekerjakan seorang
laki-laki dari Bani Ad-Dil, kemudian dari Bani
Abdi bin Adi, sebagai penunjuk jalan, yaitu saat
keduanya hijrah." (HR Bukhari)
4. RUKUN-RUKUN IJARAH
Terdapat 3 (tiga) rukun ijarah, yaitu :
(1) Al-'Aqidani (dua pihak yang berakad), yaitu
yang menyewa (musta`jir) dan yang disewa /
dipekerjakan (muajjir / ajiir).
(2) Al-Ma'qud 'alaihi (objek akad), yaitu manfaat
dan upah.

(3) Shighat , yaitu apa saja yang menunjukkan


adanya Ijab dan Kabul, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
(Ash-Shawi & al-Mushlih, Maa Laa Yasa'u atTajir Jahlahu, hlm. 201)
5. SYARAT-SYARAT IJARAH :
5.1. Syarat pada rukun pertama (Al-'Aqidani) :
Kedua pihak yang berakad wajib : (1) Berakal
(Aqil), (2) Mumayyiz, (3) Ikhtiyar (tidak dipaksa).
5.2. Syarat pada rukun kedua (manfaat dan
ujrah).

Syarat untuk manfaat ada 6 (enam) :


Pertama, manfaat harus mubah, tidak boleh
haram, misal : menjadi pegawai pabrik khamr,
menjadi PSK, menjadi pegawai bank ribawi, dll.
: )(
.
Kaidah fiqih :


"Akad mempekerjakan seseorang dalam
perkara maksiat adalah tidak boleh."
Maksiat = meninggalkan yg wajib; mengerjakan
yang haram.
5

Kedua, manfaat harus ma'lum (diketahui dengan


jelas), bukan manfaat majhul (tak jelas). Caranya
adalah dengan menentukan dgn jelas yang
terkait dgn waktu (zaman) dan pekerjaan ('amal),
misalnya : deskripsi pekerjaan (na'ul 'amal),
batas waktu menyelesaikan pekerjaan
(muddatul 'amal), dan jam kerja.
Ketiga, manfaat harus dapat diserahterimakan
(taslim). Bukan manfaat yang tak bisa
diserahterimakan, karena adanya kelemahan.
Baik kelemahan inderawi (al-'ajzu al-hissi),
misalnya menyewa satpam yang buta, atau
kelemahan syar'i (al-'ajzu al-syar'i), misalnya
memperkerjakan wanita haid untuk
membersihkan masjid.
Keempat, manfaat tidak boleh menghilangkan
zat sumber manfaat (ini terkait dengan
penyewaan benda). Misal : tidak boleh
menyewakan lilin untuk penerangan, atau
menyewakan sabun untuk mandi, dsb.
Kelima, manfaat harus mempunyai nilai
(mutaqawwam), yakni memiliki nilai yang layak
atau boleh untuk mendapatkan kompensasi. Mis
: Tidak boleh menyewakan apel utk sekedar
dicium baunya.
Keenam, manfaat harus dapat dinikmati yang
menyewa (musta'jir). DPL ( >=) manfaat
harus dapat diwakilkan, jika tidak dapat
diwakilkan, ijarah tidak sah. Misal : tidak boleh
6

membayar orang untuk berpuasa, shalat, dll.


Semua manfaat ini hanya dinikmati oleh orang
yg disewa, tak dapat dinikmati oleh yang
menyewa (musta'jir).
Syarat untuk upah (ujrah) : secara umum syarat
upah adalah sama dengan syarat harga.
Kaidah fiqih :

"Apa saja yang dapat menjadi harga dalam jual


beli, dapat menjadi upah dalam ijarah."

Syarat upah (ujrah) ada 6 (enam) :


Pertama, upah harus berupa harta (maal) yang
mubah, bukan harta yang haram, misalnya hasil
mencuri.
Kedua, upah harus berupa harta suci (thahir),
bukan harta yang najis, misalnya babi.
Ketiga, upah harus diketahui dengan jelas
(ma'luum), bukan majhul.
Keempat, upah harus dapat dimanfaatkan.
(muntafa'an bihi).
Kelima, upah harus dapat diserahterimakan.
Keenam, upah harus hak milik yang menyewa
(musta`jir).
(Ash-Shawi & al-Mushlih, Maa Laa Yasa'u atTajir Jahlahu, hlm. 202-205).

5.3. Syarat pada rukun ketiga (Shighat / Ijab


Kabul)
Pengertian shighat :

:

"Shighat adalah apa saja yg menunjukkan
kerelaan (ridha) terhadap akad, yaitu ijab dan
kabul."
Shighat ada dua :
Pertama, shighat qauliyah :



"Shighat qauliyah adalah perkataan yang
menunjukkan perwujudan akad dan kerelaan."
Kedua, shighat fi'liyah (al-mu'aathah).

)(

"Shighat fi'liyah (al-mu'aathah) adalah
melakukan suatu perbuatan tanpa
mengucapkan apa-apa dari kedua belah pihak
satu salah satu pihak yang berakad."

(Ash-Shawi & al-Mushlih, Maa Laa Yasa'u atTajir Jahlahu, hlm. 209).
SEKIAN - THE END -

Anda mungkin juga menyukai