Anda di halaman 1dari 4

Nama : Eva Hidayati

NIM

: 6411412175

UTS TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN


1. Toksisitas Gas Karbon Monoksida (CO)
a. Ekokinetika
- Emisi
Jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun.
Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan
bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran
batu bara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam
laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal
dari emisi kendaraan bermotor.
Hasil penelitian Bulda Mahayana dkk yang dilakukan di Jalan Gajah Mada
Denpasar, ada hubungan antara kepadatan kendaraan dengan konsentrasi gas karbon
monoksida udara ambien yang dianalalisis statistik Pearson Correlation maka
didapatkan nilai r = 0,72 dengan nilai signifikansi 0,008 lebih kecil dari = 0,01 (0,008
< 0,01). Hal tersebut menunjukkan semakin padat kendaraan maka konsentrasi gas
karbon monoksida yang diemisikan ke udara ambien semakin tinggi.
Komponen gas buang tergantung dengan bahan bakar yang digunakan oleh
kendaraan. Menurut penelitian Mardhiah Masir, pada mesin berbahan bakar bensin
emisi yang dikeluarkan adalah CO, H2 dan Hidrokarbon yang tak terbakar.
Emisi rata-rata konsentrasi kadar emisi gas buang karbon monoksida (CO)
pada kendaraan bermotor sebesar 5,49 persen, pengukuran tersebut dilakukan pada
penelitian Dicky Maryanto di Yogjakarta. Emisi karbon monoksida tersebut telah
melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan yaitu 4,5 persen.
-

Transpor
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber

utamanya adalah dari kegiatan manusia, Karbon monoksida yang berasal dari alam
termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan
badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang
menggunakan bahan bakar bensin.
Gas karbon monoksida (CO) memiliki ciri yang berupa gas yang tidak berbau
dan tidak berwarna serta sangat toksik. Yang diemisikan ke lingkungan oleh kendaraan
bermotor. Di lingkungan gas karbon monosida ditranspor oleh udara. Transpor di udara

dipengaruhi oleh keadaan meteorologi primer yang peka terhadap dispersi pencemar
adalah angin dan suhu udara, sedangkan parameter meteorologi sekunder adalah
curah hujan dan radiasi matahari. Hembusan angin juga dapat mengurangi
konsentarasi gas karbon monoksida pada suatu tempat, karena gas tersebut cepat
terurai dan dipindahkan ke tempat lain. Transpor gas karbon monoksida sangat
tergantung pada keadaan lingkungan.
-

Transformasi
Pembentukan gas karbon monoksida berasal dari pembakaran bahan bakar

fosil dengan udara yang reaksinya tidak stoikhiometris, jika reaksi berlanjut, maka akan
menjadi reaksi stoikhiometri, yang tidak menghasilkan gas CO, pada suhu tinggi terjadi
reaksi antara CO2 dengan C menghasilkan gas CO, Reaksi karbon dioksida dengan
carbon pada suhu tinggi akan menghasilkan dua molekul carbon monoksida (CO),
pada suhu tinggi, karbon dioksida (CO2) akan terurai menjadi CO (Lina Oktaviana.
2014)
Menurut sifatnya, gas karbon monoksida (CO) tidak dapat terlarut dalam air,
sehingga tidak akan ada reaksi antara CO dengan air. Karbon monoksida merupakan
jenis pencemar udara primer yang mempunyai waktu paruh di atmosfer tinggi pula,
selain itu jenis pencemar ini tidak reaktif di udara.
Reaksi kimia karbon monoksida (CO) cenderung bereaksi pada tubuh manusia,
yaitu berikatan dengan Hb (hemaglobin) menjadi HbCO.
b. Farmakokinetika
Konsentrasi CO relatif rendah (100 ppm) atau kurang) juga dapat mengganggu
kesehatan. Pengaruh racun CO terhadap tubuh terjadi karena reaksi CO dengan Hb
(Haemoglobin) dapat membentuk persenyawaan CoHb (Carboksi Haemoglobin)
daripada membentuk ikatan HbO2 (Oksihaemoglobin), dan afinitas CO terhadap Hb
200 kali lebih tinggi dari afinitas O2 terhadap Hb, jadi apabila dalam suatu keadaan
udara tercemar Hb akan lebih cenderung mengikat CO daripada O2. Beberapa
Individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya. Sekelompok
masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk diantaranya, tukang pakir, pekerja
bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia
dan pemadam kebakaran. Karbon monoksida berbentuk gas maka ia dapat menyebar
ke segala tempat, walaupun tempat tersebut tidak dihidupkan rokok atau kendaraan

bermotor dan karena sifatnya yang tidak dapat dirasakan maka sulit bagi seseorang
untuk mengetahui keberadaannya. (Lina Oktaviana. 2014)
Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk kadar
karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat pelahan
karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO
diudara dan HbCO dalam darah Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan,
cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan, data CO yang
dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepajang hari (moving 8 hour
average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan
dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam
sehari. (Decky Maryanto)
Gas karbon monoksida apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut
peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh
tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas karbon monoksida bersifat racun metabolis dan
ikut bereaksi secara metabolis dengan darah. Moffat (2004) menyatakan bahwa ikatan
gas karbon monoksida dengan darah jauh lebih stabil daripada ikatan oksigen dengan
darah. Kestabilan dari karboksihemoglobin sekitar 200-300 kali daripada kestabilan
oksihemoglobin, sedang Wardhana (2004) menyebutkan 140 kali. Para olahragawan
pada umumnya mempunyai toleransi yang tinggi terhadap keracunan gas karbon
monoksida dibandingkan dengan penderita anemia dan anak-anak (Anies, 2005).
Menurut Siswanto (1991) keracunan gas karbon monoksida dapat ditandai dari gejala
yang ringan. berupa pusing, sakit kepala dan mual. Gejala yang lebih berat dapat
berupa menurunnya kemampuan gerak tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskular,
serangan jantung dan sampai pada kematian (Suling, 2007). Pertolongan pertama bagi
orang yang keracunan gas karbon monoksida pada tingkat yang relatif masih ringan
dapat dilakukan dengan cara membawa korban ke tempat yang lebih terbuka berudara
segar. Masuknya udara segar ke dalam tubuh korban akan cepat mengubah
konsentrasi karboksihemoglobin (Wardhana, 2004).
2. Efek Biologis
Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika
Serikat dan lebih dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia.
Terhitung sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika
Serikat yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angka kematian
sekitar 500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an.

Sekitar 25.000 kasus keracunan gas CO pertahun dilaporkan terjadi di Inggris.


Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang menderita cacat
berat akibat keracunan gas CO.
Di Singapura kasus intoksikasi gas CO termasuk jarang. Di Rumah sakit Tan
Tock Seng Singapura pernah dilaporkan 12 kasus intoksikasi gas CO dalam 4 tahun
(1999-2003). Di Indonesia belum didapatkan data berapa kasus keracunan gas CO
yang terjadi pertahun yang dilaporkan. (Bulda Mahayana)
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu
kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia.
Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses
pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang
akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-13%.
Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia.
Keracunan

karbonmonoksida

dapat

menyebabkan

turunnya

kapasitas

transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat
seluler. Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang
paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak
dan jantung.
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi akibat
dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan
pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas. Efek
toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan
transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang menyebabkan
anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat daripada
oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat
hemoglobin

menyebabkan

ketersediaan

oksigen

untuk

jaringan

menurun.

Berkurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau mengakibatkan


kadar O2 menjadi berkurang. Keracunan gas Karbon Monoksida mengakibatkan CO
akan mengikat hemoglobin sehingga kemampuan hemoglobin mengikat O2 berkurang
terjadilah Asfiksia.

Anda mungkin juga menyukai