BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pendidikan
diselenggarakan
berdasarkan
filsafat
hidup
serta
berlandaskan
sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filsafat,
sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan
pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya. Selanjutnya, ada dua landasan lain yang
selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, utamanya pengajaran, yakni landasan
psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan
peserta didik dan cara-cara belajarnya, landasan IPTEK yang akan membekali tenaga
kependidikan tentang sumber bahan ajaran serta landasan-landasan lainnya sebagai berikut.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah
1) Apa saja jenis-jenis landasan pendidikan yang mendukung kegiatan pendidikan?
1.3.
Tujuan
Mengarahkan peserta didik agar mampu melaksanakan berbagai peran sesuai dengan
statusnya, berdasarkan nilai nilai dan norma norma yang berlaku yang telah diakui.
b. Mengetahui bahwa landasan landasan pendidikan sebagai titik tolak praktek pendidikan,
maksudnya landasan pendidikan ini akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan
pendidikan, memilih isi pendidikan, dan memilih cara cara pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa
tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua ini berkaitan dengan pandangan filosofis
tertentu. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan
konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep mengenai kehidupan dan dunia. Landasan
filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji
pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia,
apakah pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan
diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai
hakikat manusia.
filosofis. Pendidikan itu mungkin diberikan dan bahkan harus, karena manusia adalah
makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk personalitas,
makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi. Essensialisme, perenialisme, pragmatisme,
progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan aliran-aliran filsafat
yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan.
1)
Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat
idealisme dan realisme secara eklektis. Aliran ini mengutamakan gagasan-gagasan yang
terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts. Yang termasuk the
liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, matematika,
sejarah dan seni.
Aliran tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah adanya
penetapan berbagai mata pelajaran yang disajikan atau dituangkan dalam kurikulum sekolah.
Namun demikian hal tersebut tidak berarti memisahkan antar mata pelajaran tetapi semuanya
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pembagian dalam berbagai mata pelajaran
tersebut dapat memudahkan dan membantu siswa untuk mempelajari dan memahami tahap
demi tahap, yang pada akhirnya menyeluruh (holistik). Karena semua mata pelajaran tersebut
diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial
2)
Perenialisme
Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada
keabadian atau ketetapan atau kehikmatan ( perennial = konstan ). Ada persamaan antara
perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat
pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered).
Perbedaannya ialah pernialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
Bahasa
Matematika
Logika
Ilmu Pengetahuan Alam
Sejarah
Dalam aliran ini menggambarkan pendidikan menekankan pentingnya penanaman nilai
kebenaran, keindahan, kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas kehidupan manusia yang
di dalam dirinya selalu condong kepada kebaikan dan kebenaran yang bisa diterima oleh
masyarakat umum. Jika hal tersebut tidak tampak dalam penyelenggaraan pendidikan maka
akan tidak bisa diterima dan menimbulkan pro dan kontra.
3)
a.
b.
c.
d.
e.
dalam ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Karena kebenaran yang ada itu bisa bersifat
relatif bahkan bisa menjadi salah jika ditemukan teori yang baru.
4)
Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisame merupakan kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini
berpandangan bahwa pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan
kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu
pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
5)
Pancasila
Bahwa pancasila merupakan aliran filsafat tersendiri yang dijadikan landasan
pendidikan, bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang pendidikan yang
berlaku. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan
Pancasila dan UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987 tetang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila itu adalah jiwa
seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia
dan dasar negara Republik Indonesia. P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk
operasional pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang
pendidikan . Perlu ditegaskan bahwa Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti
keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945 , yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Ketetapan MPR RI No.
11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan
kelima sila dari Pancasila.
2.2.
Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lain. Kajian-kajian sosiologis telah dikemukakan pada waktu membahas hakikat
masyarakat. Masyarakat dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga
dijadikan landasan bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa
Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh
kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara
vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah dan bawah. Fenomena-fenomena sosial dan struktur sosial yang ada pada
masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan sebagaimana telah diuraikan di
muka.
a.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi
pendidikan meliputi 4 bidang, yaitu:
a)
b)
c)
d)
dari
zaman
penjajahan
belum
terhapus
seluruhnya.
Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan
kemajuan dalam berbagai bidang pembangunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik,
maka sisi ketunggalan dari Bhineka Tunggal Ika makin mencuat. Berbagai upaya yang
dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah (misalnya dengan mata pelajaran pendidikan
moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dll) maupun jalur pendidikan luar
sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dll) telah mulai menumbuhkan
benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut
2.3.
Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika
membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang
di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut
dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan
seperti halnya sistem sosial di masyarakat merupakan kondisi esensial bagi perkembangan
dan kehidupan orang. Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang
tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus
kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan
memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan
memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai
yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa
pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita
saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat
dilestarikan / dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi
penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya
bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat
dimana proses pendidikan itu berlangsung.
a.
Dalam
bidang
pendidikan,
kedua
fungsi
tersebut
kadang-kadang
perkembangan yang dinamis seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan
bangsa indonesia sesuai dengan asas Bhineka Tunggal Ika.
2.4.
Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga
menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena
yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia.
Ketika membahas hakikat manusiapun ada pandangan-pandangan psikologik, seperti
behaviorisme, humanisme dan psikologi terdapat cukup banyak. Contoh, tipe-tipe manusia
yang dikemukakan oleh Eduard Spranger, ia menyebut ada enam tipe manusia, yaitu manusia
tipe teori, tipe ekonomi, tipe keindahan ( seni ), tipe sosial, tipe politik dan tipe religius.
Model-model belajar juga dikemukakan oleh para psikolog seperti Skinner, Watson, dan
Thorndike. Bahwa manusia mempunyai macam-macam kebutuhan dikemukakan misalnya
oleh Maslow. Perkembangan peserta didik dengan tugas-tugas perkembangan terkait dengan
pola pendidikan. Sifat-sifat kepribadian dengan tipe-tipenya masing-masing, juga terkait
dengan pendidikan. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda dengan bangsa
Amerika ( Barat ), maka pendidikan menggunakan landasan psikologis.
2.5.
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS
merupakan salah satu bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam
rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan
IPTEKS sebagai media pendidikan. IPTEKS yang selalu berkembang dengan pesat harus
diikuti terus oleh pendidikan, sebab kalau tidak maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan
dengan IPTEKS yang sudah berkembang di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan
mengembangkan ilmu (epistemologi ) dibahas dalam pendidikan, hingga pemanfaatan ilmu
bagi umat manusia, kaitan ilmu dengan moral, politik, dan sosial menjadi tugas pendidikan.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat
erat. Pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Setiap
perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera
memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan
sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku
(psikologi, sosiologi, antropologi).
a.
diikuti
pula
dengan
evaluasi
ethis-politis-religius.
Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta
didik. Pembentukan keterampilan dan sikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak
akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar
iptek kelak kemudian hari.
agama tanpa ilmu akan menjadi lumpuh. Dalam mengembangkan ilmu yang kita dapatkan,
maka peranan agama sangat berpengaruh.Sehingga ajaran agama dan ilmu yang kita dapatkan
harus berjalan dengan seimbang. Selain itu ilmu juga bisa kita dapatkan pada kitab suci,
seperti umat Hindu dapat mempelajari kitab suci Weda untuk mendapatkan ilmu, dan dapat
mengembangkannya sesuai dengan ajaran ajaran kitab suci tersebut.
APBN dan APBD, dan system pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang
kebudayaan.
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional
Undang Undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional,
juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, dasar, fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga Negara,
orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar,
standar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga pendidikan, sarana dan
prasarana pendidikan dan lain sebagainya.
Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang Undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum,
kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan
dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik,
sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya,
ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
a.
Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan
penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari
keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan pendidikan sebelumnya yang banyak
berikblat pada dunia ide, dunia surge dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang
praktis. Menurut alilran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui
pengindraan semata tetapi juga melalui persepsi pengindraan.
b. Zaman Rasionalisme
Tokoh pendidikan pada zaman ini yaitu John Locke yang pada abad ke- 18. Aliran ini
memberikan kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya
sendiri. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat
menumbangkan kekuasaan raja perancis yang memiliki kekuasaan absolute. Teorinya yang
terkenal adalah Leon tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis diatas kertas putih dan
dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan untuk membentuk
pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan manusia dapat mengarahkan manusia ke
hal-hal yang negative, seperti intelektualisme, individualisme dan materialisme.
c.
Zaman Naturalisme
Pada abak ke- 18 muncullan aliran Naturalisme sebagai reaksi terhadap aliran
Rasionalisme dengan tokohnya J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak
wajar sebagai akibat Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang
dibuat buat sampai pada korupsi, anak anak dipandang sebagai manusia dewasa yang
kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati.
Naturalisme juga menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan kebutuhannya,
dapat menemukan jalan kebenaran didalam dirinya sendiri.
d. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang
pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini
meliputi :
e.
Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan
kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
Pendidikan adalah pengembangan pembawaan yang disertai asuhan yang baik.
Zaman nasionalisme
Zaman Nasionalisme muncul pada abad ke- 19 sebagai upaya membentuk patriot patriot
bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Konsep pendidikan yang ingin
diusung oleh aliran ini adalah :
f.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
untuk memperkuat kedudukan penguasa atau pemerintahan yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang
kemudian mengarah pada individualism. Sedangkan positivism percaya kebenaran yang
dapat diamati oleh panca indera sehinnga kepercayaan terhadap agama semakin melemah.
g. Zaman Sosialisme
Aliran social dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti
yang lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan individu ibarat atom atom yang
tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu pula individu sebenarnya tidak ada,
sebab individu adalah suatu abstraksi saja dari masyarakat. Karena itu sekolah harus
diabdikan untuk tujuan tujuan nasional.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan sangatlah penting didalam kehidupan kita, ada beberapa landasan yang
mendukung pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini mempunyai arti sebagai titik
tumpu atau titik tolak dalam mewujudkan pendidikan tersebut. Landasan pendidikan disini
mempunyai tujuan yaitu Mengarahkan peserta didik agar mampu melaksanakan berbagai
peran sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai nilai dan norma norma yang berlaku
yang telah diakui. Ada beberapa jenis jenis landasan pendidikan yang mendukung
pendidikan yaitu :
a.
Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa
yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
f. Landasan Hukum dapat diartikan peraturan buku sebagai tempat berpijak atau titik tolak
dalam melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
rasionalisme,
naturalisme,
developmentalisme,
nasionalisme,
liberalisme,
DAFTAR PUSTAKA
Tirtaraharja, Umar, La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Parsono, dkk., 1990. Landasan Kependidikan. Jakarta: Universitas Terbuka,
Depdikbud.
http://sudionokps.wordpress.com/2008/07/20/landasan-landasan-pendidikan/