SEHAT
Friday, May 13, 2011 12:00:00 PM
MONOPOLI USAHA TIDAK SEHAT ; Asami emogu
UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat mengatur kegiatan bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku
usaha lain. Monopoli tidak dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi
rambu-rambu atau aturan hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi
menyebabkan setiap negara di dunia harus rela membuka pasar domestik dari
masuknya produk barang/jasa negara asing dalam perdagangan dan pasar
bebas. Keadaan ini dapat mengancam ekonomi nasional dan pelanggaran usaha,
apabila para pelaku usaha melakukan perbuatan tidak terpuji.
Pengaturan hukum persaingan usaha atau bisnis melalui UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (LN 1999
No. 33, TLN No. 3817) diberlakukan secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000
merubah kegiatan bisnis dari praktik monopoli yang terselubung, diam-diam dan
terbuka masa orde baru menuju praktik bisnis yang sehat. Pemberlakuan UU No.
5 Tahun 1999 selama ini perlu dilakukan kaji ulang, guna mengetahui implikasi
penerapan kompetisi yang sehat dan wajar di antara pengusaha atau pelaku
usaha dalam sistem ekonomi (economic system) terhadap demokrasi ekonomi
yang diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.
UU No. 5 Tahun 1999 merupakan salah satu perangkat hukum untuk menunjang
kegiatan bisnis yang sehat dalam upaya menghadapi sistem ekonomi pasar
bebas dengan bergulirnya era globalisasi dunia dan demokrasi ekonomi yang
diberlakukan di tanah air. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur tentang
larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang dapat merugikan kegiatan
ekonomi orang lain bahkan bagi bangsa dan negara ini dalam globalisasi
ekonomi. Keberadaan undang-undang anti monopoli ini menjadi tolok ukur
sejauh mana pemerintah mampu mengatur kegiatan bisnis yang sehat dan
pengusaha mampu bersaing secara wajar dengan para pesaingnya.
Semua ini bertujuan untuk mendorong upaya efisiensi, investasi dan kemampuan
adaptasi ekonomi bangsa dalam rangka menumbuhkembangkan potensi ekonomi
rakyat, memperluas peluang usaha di dalam negeri (domestik) dan kemampuan
bersaing dengan produk negara asing memasuki pasar tanah air yang terbuka
dalam rangka perdagangan bebas (free trade).
Semua ini didasarkan pada pertimbangan setelah Indonesia menjadi anggota
organisasi perdagangan dunia (WTO) dengan diratifikasi UU No. 7 Tahun 1994
Penghargaan didasarkan atas karya atau produk yang hebat serta usaha untuk
menciptakan kemajuan perusahaan tanpa batas dalam menghadapi persaingan
bisnis.
Anthony Giddens menamakan era globalisasi ini sebagai runaway world atau
dunia yang tidak terkendalikan akibat dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Keadaan ini diramalkan semakin tidak terkendali dalam kegiatan
ekonomi, terutama saat berlakunya Asean Free Trade Agreement (AFTA) tahun
2003, Asia Pacific Economic Co-operation (APEC) tahun 2010 dan World Free
Trade tahun 2020 apabila praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
pemerintah tidak mengaturnya dengan baik.
Persaingan pasar berjalan dengan baik apabila tidak ada tindakan diskriminatif
atau restriktif oleh suatu negara terhadap produk negara lain. Tindakan
diskriminatif dan restriktif dapat menimbulkan distorsi pasar bagi produsen
negara-negara maju di pasar negara berkembang. Kebijakan ekonomi negaranegara berkembang dan miskin tentu ingin menyelamatkan produk dalam negeri
yang berlawanan dengan perdagangan bebas, karena pengusha negara
berkembang belum siap menghadapi persaingan pasar bebas dengan
meningkatnya serbuan produk barang/jasa dari negara-negara maju.
Selama ini dalam sistem ekonomi kapitalis terdapat beberapa bentuk perbuatan
monopoli yang dilarang undang-undang anti monopoli.
Pertama, horizontal merger. Tindakan ini dilakukan antara dua perusahaan besar
dengan merger (penggabungan usaha) untuk menguasai pasar. Semula kedua
perusahaan besar bersaing merebut pasar. Hasil merger menghapuskan
persaingan.
Kedua, joint monopolization. Monopoli ini tidak dilakukan oleh satu perusahaan.
Dua atau lebih perusahaan dapat bekerja sama dengan kekuatan mampu
menciptakan monopoli. Misalnya tiga perusahaan sendiri-sendiri tidak mampu
melakukan monopoli. Merger ketiga perusahaan menimbulkan praktik monopoli
dalam kegiatan bisnis.
Ketiga, predatory. Tindakan dalam kegiatan bisnis yang membuat pelaku ekonomi
baru tidak dapat memasuki pasar dengan bebas atau menimbulkan kerugian
kepadanya, sehingga ia tidak dapat bersaing dengan baik.
Keempat, price discrimination (diskriminasi harga). Pelaku monopoli memiliki
kekuasaan dengan intensif untuk melakukan diskriminasi harga. Melalui berbagai
cara, pelaku monopoli bisa memisah-misahkan pembeli dalam kelas yang
belainan dan menetapkan harga dengan ongkos yang lebih besar kepada pihak
yang satu daripada pihak yang lain. Para pelaku monopoli dapat melakukannya
secara terbuka, misalnya dengan menawarkan harga yang relatif lebih rendah
kepada anak-anak muda, pensiunan, mahasiswa, pegawai pemerintah atau
menjual produk yang sama dengan merek berlainan atau model biasa dan model
luks. Diskriminasi harga dapat dilakukan secara rahasia dengan menawarkan
diskon lebih besar dari ongkos atau harga jual dapat dihemat para pembeli besar
sebagai hasil dari jumlah penjualan. Diskriminasi harga itu bertujuan untuk
memaksimalkan atas benefits (keuntungan) pengusaha atau mematikan produsen
lain yang
potensial menyaingi kegiatan usahanya.
Di Amerika Serikat, misalnya Undang-undang Anti Monopoli telah ada pada tahun
1890 dengan lahirnya The Sherman Antitrust Act. Undang-undang ini melarang
setiap bentuk praktek monopoli atas suatu produk atau pemasaran barang dan
atau jasa yang menghambat perdagangan (barrier trade) dalam kegiatan bisnis
dan melindungi usaha kecil yang lemah.
Isi penting dari larangan monopoli The Sherman Act antara lain memuat masalah
monopoli sebagai berikut :
Section 1 : Every contract, combination in the form of trust or otherwise, or
conspiracy, in restraint of trade or commerce among the several states, or with
foreign nations, is declared to be illegal .
Section 2 : Every person who shall monopolize, or attempt to monopolize, or
combine or conspire with any other person or persons, to monopolize any part of
the trade or commerce among the several states, or with foreign nations, shall be
deemed guilty of a felony .
Larangan praktek monopoli dalam The Sherman Act ditekankan pada penguasaan
produksi dan pemasaran atas barang/jasa satu pelaku atau kelompok pelaku
usaha dengan unsur larangan monopoli ini, yakni possesion of monopoly power
in relevant market; willfull acquisition or maintenance of that power. Artinya,
kekuasaan atas monopoli merupakan hal yang penting dalam pemasaran, karena
keinginan pengambilalihan atau menjaga agar kekuasaan tersebut tetap ada agar
tidak ada persaingan pihak lain.
Untuk memperoleh kekuatan pasar, maka pengusaha kuat melakukan tindakan
dengan menciptakan hambatan dalam perdagangan, menaikkan harga dan
membatasi produk barang/jasa guna mendorong terjadi inefisiensi sehingga
tindakan demikian dalam persaingan usaha yang sehat perlu dilakukan
delegalisasi. Tiada persaingan perusahaan dari lain merupakan keinginan atau
tujuan utama pengusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Keadaan ini
menyebabkan konsumen dianggap sebagai sapi perahan dan bukan raja
dalam kegiatan ekonomi. Artinya, hak konsumen untuk memperoleh harga wajar
dan barang atau jasa yang baik diabaikan pengusaha yang ingin mengeruk
keuntungan bisnis dalam waktu singkat. Tidak jarang pengusaha mempengaruhi
tingkat penawaran meraih keuntungan berlipat ganda tanpa mempedulikan
tingkat kemampuan ekonomi dari konsumen yang lemah untuk memperoleh
barang/jasa. Sikap monopoli para pengusaha ini didasarkan pada akses kondisi
dari competititve viability.