Anda di halaman 1dari 20

Gawat paru adalah suatu keadaan pertukaran gas dalam paru terganggu,

yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut
gagal nafas akut yang ditandai dengan menurunnya kadar oksigen dalam
arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbondioksida (hiperkarbia) atau
kombinasi keduannya.
Keadaan ini berkisar antara:
1) Penyakit primer yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis
masif, pneumotorak ventil, status asmatikus, Edema paru dan pneumonia
berat.
2) Gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti
keracunan obat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan.
A. Hemoptisis Masif
Menurut kamus kedokteran Dorland, hemoptisis atau batuk darah adalah
ekspektorasi darah atau mukus yang berdarah. Beberapa penulis seperti
Johnston dan Obraska berpendapat bahwa perdarahan yang terjadi harus
berasal dari saluran napas bagian bawah (dari glottis ke bawah) dan bukan
berasal dari saluran napas bagian atas atau saluran pencernaan. Hemoptisis
merupakan salah satu gejala paling penting pada penyakit paru, pertama
karena merupakan bahaya potensial adanya perdarahan yang gawat yang
memerlukan tindakan segera dan intensif, dimana hemoptisis masif yang
tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan angka kematian tinggi.
Menurut Busroh (1978) yang disebut hemoptisis masif adalah :
1.

batuk darah >600 cc / 24 jam dan perdarahan tidak berhenti

2.

batuk darah <600 cc / 24 jam dan tetapi >250 cc / 24 jam jam dgn kadar
Hb <10 g%, batuk darah tetap berlangsung

3.

batuk darah <600 cc / 24 jam dan tetapi >250 cc / 24 jam, Hb <10 g%, 48
jam dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti
Klasifikasi menurut Pusel (2,3,4) :
1) + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis
dalam sputum
2) ++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml
3) +++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml
1

4) ++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml


Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
1. Etiologi Hemoptisis
Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah
1) Tumor
a. Karsinoma
b. Adenoma
c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal
2) Infeksi
a. Aspergilloma
b. Bronkiektasis (terutama pada lobus atas)
c. Abses paru
d. Tuberkulosis paru
3) Infark paru
4) Udem paru
Terutama disebabkan oleh mitral stenosis
5) Perdarahan paru
a. Sistemik lupus eritematosus
b. Goodpasture's syndrome
c. Idiophatic pulmonary haemosiderosis
d. Behcet's syndrome
6) Cedera pada dada/truma
a. Kontusio pulmonal
b. Transbronkial biopsi
c. Transtorakal biopsi memakai jarum
7) Kelainan pembuluh darah
a. Malformasi arteriovena
b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis
8) Bleeding diathesis
2

2. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sbb. (Wolf,1977) :
a. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
b. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau inflasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
c. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminal
seperti pada dekompensasi kordis kiri akut dan mitral stenosis. Pada mitral
stenosis, perdarahan dapat terjadi akibat pelebaran vena bronkialis.
d. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada
Goodpastures syndrome
e. Perdarahan kavitas tuberkulosis
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen Invasi tumor ganas
f. Cedera dada
3. Diagnostik
1) Anamnesis teliti
Hal-hal yang perlu ditanyakan:
a)

Batuk dan ekspektorasi dahak bersifat mukopurulen atau

purulen.
b)

Riwayat kelainan katup jantung

c)

Batuk darah yang menyertai cedera dada atau trauma thorax

d)

Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah

e)

Perokok berat yang telah berlangsung lama

f)Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada


g)

Hematuri yang disertai dengan batuk darah


3

2) Pemeriksan Fisik
a) Jari tabuh
b) Bising sistolik dan opening snap
c) Pembesaran kelenjar limfe
d) Ulserasi septum nasalis
e) Teleangiektasi
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pada keadaan darurat, pemeriksaan laboratorium dapat
dibatasi pada pemeriksaan Hb yang kemudian diikuti dengan
pemeriksaan darah rutin, urine dan tinja. Pemeriksaan pembekuan
darah meliputi protrombin dan partial thromboplastine time
dilakukan bila memang diperlukan. Pemeriksaan sputum berupa
pemeriksaan Gram, BTA, kultur bakteri, jamur perlu dilakukan
untuk mendeteksi adanya infeksi yang mendasari terjadinya batuk
darah tersebut. Pemeriksaan sitologi sputum dilakukanbila ada
kecurigaan terhadap keganasan. Pemeriksaan ini ditujukan
terutama pada penderita dengan risiko besar untuk mendapat
kanker paru, seperti pada laki-laki perokok berat usia di atas 40
tahun, meskipun foto toraks tampak normal.
4) Pemeriksaan Khusus
a. Foto toraks dalam posisi PA dan lateral ditambah dengan
dalam posisi lordotik dan oblik .
b. Batuk darah masif merupakan indikasi kuat untuk pemeriksaan
bronkoskop terutama pada orang tua di mana foto toraks tidak
memperlihatkan kelainan, terlebih-lebih bila terdapat riwayat
perokok berat sebagai deteksi dini kanker paru
c. Sputum, untuk pemeriksaan bakteriologik dan patologik.
d. Analisis gas darah, dapat membantu dalam hal aneurisma AV.

e. Lain-lain - pemeriksaan urine, Hb, hematokrit, lekosit,


trombosit, pemeriksaan waktu perdarahan/pembekuan atau
lainnya
4. Penatalaksanaan
a) Terapi konservatif

Posisi miring (lateral decubitus) atau posisi trendelenburg.

Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.


Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di
dalam saluran saluran napas.

Dada dikompres dengan es


Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat
hemostasis),

misalnya

vit.

K,

ion

kalsium,

trombin,

Carbazochrome Na sulfonate (Adona).


Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya
perdarahan yang terjadi.
Pemberian oksigen.
b) Terapi pembedahan
Busron (1978) menggunakan indikasi pembedahan sebagai berikut:

1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam


dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam
dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang
dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam
dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari
10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan
perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
5. Prognosis
Pada hemoptisis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita
mengalami hemoptisis yang rekuren.
B. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothoraks)
1. Definisi
a. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks
dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat
ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal napas.
2.

Gejala klinis yang muncul berdasarkan anamnesis.


a. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

b. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan


tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerak pernapasan.
c. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
d. Denyut jantung meningkat.
e. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
f. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
3. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :
1) Inspeksi :
a) Hiper ekspansi dinding dada
b) Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c) Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2) Palpasi :
a) Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b) Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c) Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3) Perkusi :
a) Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b) Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
4) Auskultasi :
a) Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b) Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif
b. Pemeriksaan Penunjang
7

1) Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen


kasus pneumotoraks antara lain (15):
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadangkadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil
dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
2) Analisis Gas Darah
3) CT-scan thorax
4. Penatalaksanaan
a. Observasi dan Pemberian O2
b. Tindakan dekompresi
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
a) Dapat memakai infus set
b) Jarum abbocath
c) Pipa water sealed drainase (WSD)
d) Torakoskopi
e) Torakotomi
f)

Tindakan bedah

C. Status asmatikus
1. Definisi
Eksaserbasi asma (serangan asma) adalah episode progresif peningkatan
gejala pendek napas, batuk, mengi, sesak dada atau kombinasi dari gejalagejala tersebut.
Kriteria
Sesak napas

Berat
saat istirahat

Kemampuan

membungkuk kedepan
Sepatah kata

Gawat
-

berbicara
Kesadaran
Agitasi
Respirasi
> 30/menit
Otot
respirasi Retraksi M.inter costalis

Mengantuk/bingung
Gerakan

tambahan

torakoabdominal

Mengi
Nadi/menit
Pulsus

Keras
> 120
(+), > 25 mmHg

paradoksal
Tidak ada
Bradikardi
(-), kelelahan otot

paradoksus
PaO2
PaCO2
Sat. O2 (Udara)

< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%

2. Etiologi
a. Mekanisme pemacu serangan akut terjadi dari beberapa hal, yaitu :
alergen, kerja fisik, insfeksi virus pada jalan nafas, ketegangan
emosional, perubahan iklim dan beberapa janis obat.
b. Ketidak seimbangan modulasi adenergic dan kolinergic dari broncus.
c. Sering terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, anak laki-laki sering
terkena dari pada anak perempuan.
d. Biasanya mempunyai alergi dengan kadar IgE meninggi (asma
atopic/aksentrik berkaitan dengan keadaan alergi lain sperti eksema
fifer).
e. Asma instrinsik terjadi pada penderita non atopic yang berusia lanjut.
3. Patofisiologi
9

Pencetus Kontraksi otot polos


(alergen,
Hipersekresi
emosi/str
Edema
ess,
mukusa
obatPenyempitan
obatan,
saluran
infeksi)Gangguan
Hipoventil
pernapasan
difusi gas
asi
Hiperkarpi
(obstruksi)
di alveoli
a
4. Tanda dan Gejala
a. Objektif
1) Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing
2) Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
3) Bernapas dengan menggunakan otot - otot tambahan
4) Sianosis, takikardi, gelisah, pulsus paradoksus
5) Fase ekspirium memanjang disertai wheesing (di apeks dan hilus)
b. Subyektif :
1) Pasien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia
5. Penatalaksanaan
Terapi awal :
a. O2 4-6 L/menit
b. Inhalasi/nebuliser B2 agonist tiap jam
c. Dexamethason 3x2 amp.iv
d. Aminofihin bolus/infus
e. B2 agonis SC/IMIIV kalau perlu
Terapi lain:
a. Antibiotika dan rehidrasi bila diperlukan
b. Catatan : hindari inhalasi mukolitik, sedativa dilarang, dan antihistamin
tidak bermanfaat Bila hasil evaluasi setelah 1 jam tak terlihat perbaikan:
10

Fisik: gejala berat, mengantuk, bingung


Arus Puncak Ekspirasi (APE) < 30%
PCO2 >45 mmHg
PO2 < 60 mmHg
Segera masukkan ke ICU untuk perawatan intensif dan kemungkin
intubasi serta ventilasi mekanik.

11

12

D. Edema Paru
1. Definisi
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan
oleh karena sebab Kardiogenik dan Non Kardiogenik.

13

2. Etiologi
a.

Ketidak-seimbangan Starling Forces


1) Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
2) Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losing

enteropaday,

penyakit

penyakit nutrisi.
3) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
14

dermatologi

atau

Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura


(unilateral).
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan endexpiratory volume (asma).
4) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon,
NO2, dsb).
3) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
4) Aspirasi asam lambung.
5) Pneumonitis radiasi akut.
6) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
7) Disseminated Intravascular Coagulation.
8) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
9) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10) Pankreatitis Perdarahan Akut.

15

c. Insufisiensi Limfatik :
1) Post Lung Transplant.
2) Lymphangitic Carcinomatosis.
3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

d. Tak diketahui/tak jelas (Idiopatik)


1) High Altitude Pulmonary Edema.
2) Neurogenic Pulmonary Edema.
3) Narcotic overdose.
4) Pulmonary embolism.
5) Eclampsia
6) Post Cardioversion.
7) Post Anesthesia.
8) Post Cardiopulmonary Bypass.

3. Manifestasi Klinik
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang
tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain
mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
16

daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas


yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen
darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal,
sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputusputus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama
bernapas).

4. Diagnosis
Untuk mengidentifikasi penyebab dari pulmonary edema, penilaian
keseluruhan dari gambar klinis pasien adalah penting. Sejarah medis dan
pemeriksaan fisik yang saksama seringkali menyediakan informasi yang
tidak ternilai mengenai penyebab.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus
berbuih.
2) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir
seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi
yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai
asma kardiale. Takikardia dengan S3 gallop. Murmur bila ada
kelainan katup.
b. Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
c. Laboratorium
1) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan
kemudian hiperkapnia.
2) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
17

3) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks,


EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
d. Foto thoraks
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat
yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya
plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru
yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap
sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan
lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada
biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat
menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang
minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil
atau nodul milier)
e. Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium
kiri.

18

5. Diagnosis Banding
Emboli paru, asma bronkiale
6. Penatalaksanaan
a. Posisi duduk.
b. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction,
dan ventilator.
c. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
d. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6
mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa
diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai
tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya
mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
e. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
f. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon
klinis atau keduanya.
g. Aminophylline :Berguna apabila edema paru disertai bronkhokonstriksi
atau pada penderita yang belum jelas edema paru oleh karena Asma
19

Bronkhiale atau Asma Kardiale, karena selain bersifat bronkhodilator


juga mempunyai efek inotropik positif, venodi-latasi ringan dan diuretik
ringan. Dosis biasanya 5 mg/kg BB intravena dalam 10 menit,
dilanjutkan drip intravena 0,5 mg/kg BB/jam. Dosis dikurangi pada
orang tua, penyakit hati dan gangguan fungsi ginjal. Setelah 12 jam
dosis dikurangi menjadi 0,1 mg/kg BB/jam. Kadar dalam darah yang
optimal ialah 10-20 mg/liter. Efek samping yang dapat terjadi sakit
kepala, muka merah, palpitasi nyeri dada, hipotensi dan sangat jarang
kejang-kejang. Efek samping yang paling berbahaya ialah kematian
mendadak oleh karena aritmia ventrikel dan hipotensi.(17)
h. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
i. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
j. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
k. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD
dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
7. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin
timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab
yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan
pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.
Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,
seperti otak

20

Anda mungkin juga menyukai