OLEH :
Diana Mardilasari
H1A 010 039
PEMBIMBING :
dr. H. Arif Zuhan, Sp.B
PENDAHULUAN
Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinya hernia dibagi atas hernia kongenital dan
hernia akuisita. Berdasarkan letaknya hernia diberi nama sesuai lokasi anatominya seperti hernia
diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dan lain-lain.
Sekitar 75% hernia terjadi disekitar lipat paha, berupa hernia inguinal direk, indirek, serta
hernia femoralis. Hernia insisional 10%, hernia ventralis 10%, hernia umbilikalis 3%, dan hernia
lainnya sekitar 3%. Pada hernia di abdomen isi abdomen menonjol melalui defek atau bagian
lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding abdomen. Operasi darurat hernia inkarserata
merupakan operasi terbanyak nomor dua setelah operasi darurat apendisitis akut. Selain itu
hernia inkarserata merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu di Indonesia.
Rumusan masalah
Bagaimanakah karakteristik penderita hernia yang dirawat di ruang rawat inap di RSUP NTB
periode 1 januari 2014 sampai dengan 31 Mei 2015?
Tujuan
Mengetahui karakteristik penderita hernia yang dirawat di ruang rawat inap di RSUP NTB
periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Mei 2015.
Manfaat
1. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk lebih
memperhatikan kesehatan masyarakat khususnya mengenai penyakit hernia.
2. Dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa dan pengembangan
pendidikan khususnya mengenai penelitian di bidang kedokteran di masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HERNIA
2
I. DEFINISI
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi abdomen menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskolo-aponeurotik dinding abdomen. Hernia
terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia (Syamsuhidajat, 2004). Hernia (Latin) merupakan
penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lubang abnormal (Dorland,1998).
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia yang
keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis. Hernia
inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia yang melalui dinding
inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga
Hesselbach (Syamsuhidajat, 2004).
Dari beberapa pengertian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
hernia
adalah
ketidaknormalan tubuh berupa tonjolan yang disebabkan karena kelemahan pada dinding otot
abdomen, dapat kongenital maupun akuisita.
II. EPIDEMIOLOGI
Secara umum hernia sering terjadi pada orang yang sudah lanjut usia, karena pada usia
lanjut dinding otot polos abdomen sudah lemah, sehingga sangat berpeluang terjadinya hernia.
Adapun faktor presipitasi yang dapat mengakibatkan hernia antara lain obesitas, kehamilan,
mengejan, batuk kronis, mengangkat beban berat (Sjamsuhidajat, 2004).
Hernia abdominalis yang paling banyak terjadi adalah hernia inguinalis sekitar 75 % dan
sebagian besar dialami oleh pria dibandingkan oleh wanita. Hernia ini dapat disebabkan
karena lemahnya jaringan penyangga saluran kanalis inguinalis dan peningkatan tekanan
rongga perut yang berkepanjangan karena berbagai faktor (Raves, 2011).
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah apendicitis. Sampai
saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan status kesehatan masyarakat. Dari
keseluruhan jumlah operasi di Prancis tindakan bedah hernia sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di
Amerika Serikat. Insidensi hernia inguinalis diperkirakan diderita oleh 15% populasi dewasa,
5 8 % pada rentang usia 25 40 tahun dan mencapai 45 % pada usia 75 tahun (Townsend,
2004).
Hernia inguinalis dibagi menjadi 2, yaitu hernia inguinalis medialis dan hernia inguinalis
lateralis. Hernia inguinalis lateralis terjadi lebih sering dari hernia inguinalis medialis dengan
3
perbandingan 2:1, dan diantara itu ternyata pria lebih sering 7 kali lipat terkena dibandingkan
dengan wanita (Townsend, 2004).
III. ANATOMI
1. Dinding abdomen
Dinding abdomen mengandung struktur muskulo aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan
di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding abdomen ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu
dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri dari, kutis dan subkutis, lemak subkutan, fasia
superfisial (scarpas fascia), ketiga otot dinding perut (m.oblikus abdominis eksternus,
m.oblikus abdominis internus, dan m.transversus abdominis), dan lapisan preperitoneum dan
peritoneum (fasia transversalis, lemak preperitoneal, dan peritoneum). Otot dibagian depan
tengah terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah
dipisahkan oleh linea alba (sjamsuhidajat, 2004).
lapisan kremaster dan fasia spermatika interna. Pada wanita berisi ligamentum rotundum
dan lapisan lainnya sama seperti pada pria (Drake,2010).
ETIOLOGI
Berbagai penyebab dari hernia diantaranya, yaitu:
9
1. Kongenital
a. Hernia kongenital sempurna, yaitu dimana bayi sudah menderita hernia karena
adanya defek pada tempat-tempat tertentu.
b. Hernia kongenital tidak sempurna, yaitu dimana bayi dilahirkan normal
(kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu
(predisposisi) dan beberapa bulan (0-1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia
melalui defek tersebut karenadipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal
(mengejan, batuk,menangis) (Sjamsuhidajat, 2004).
2. Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi
disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya. Terdapat dua faktor
predisposisi utama hernia yaitu peningkatan tekanan intrakavitas dan melemahnya
dinding abdomen (Henry,2005)
Tekanan yang meningkat pada abdomen terjadi karena :
1. Mengangkat beban berat
2. Batuk PPOK
3. Tahanan saat miksi BPH atau karsinoma
4. Tahanan saat defekasi konstipasi atau obstruksi usus besar
5. Distensi abdomen yang mungkin mengindikasikan adanya gangguan
intraabdomen
6. Perubahan isi abdomen, misalnya : adanya asites, tumor jinak atau ganas,
kehamilan, lemak tubuh.
Kelemahan dinding abdomen terjadi karena :
1. Umur yang semakin bertambah
2. Malnutrisibaik makronutrien (protein, kalori) atau mikronutrien (misalnya:
Vit. C)
3. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik
4. Abnormal metabolisme kolagen.
V.
c.
d.
Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
kedalam rongga.
Hernia inkarserata adalah bila isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke
dalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau
vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia
irreponibel.
Hernia strangulata adalah jika bagian usus yang mengalami hernia terpeluntir
atau membengkak, dapat mengganggu aliran darah normal dan pergerakan otot
o Hernia lumbalis
o Hernia obturatoria
o Hernia semilunaris
o Hernia perinealis
o Ischiadica, dan lain-lain
Hernia interna, jika isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya:
o hernia diafragmatika
o hernia foramen winslowi
o hernia obturatoria, dan lain-lain
PATOFISIOLOGI
1. Hernia inguinalis
Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah appendicitis.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat.
hernia inguinalis lateralis dapat di jumpai pada semua usia, lebih banyak pada pria dari
pada wanita karena adanya perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pria dan
wanita semasa janin. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi
hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia untuk
melewati pintu yang cukup lebar tersebut. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah,
12
adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan dalam rongga perut dan
kelemahan otot dinding perut karena usia (karnadihardja, 2005).
Sebagian besar tipe hernia inguinalis adalah hernia inguinalis lateralis, dan laki-laki
lebih sering terkena dari pada perempuan (9:1), hernia dapat terjadi pada waktu lahir dan
dapat terlihat pada usia berapa pun. Insidensi pada bayi populasi umum 1% dan pada
bayi-bayi prematur dapat mendekati 5 %, hernia inguinal dilaporkan kurang lebih 30%
kasus terjadi pada bayi laki-laki dengan berat badan 1000 gr atau kurang (karnadihardja,
2005).
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus
oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi
dan adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang
umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan
terjadinya hernia inguinalis lateralis (Sjamsuhidajat, 2004).
a.
13
hernia
meningkat
dengan
bertambahnya
umur,
mungkin
karena
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus
internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan
kanalis inguinalis berjalan lebih vertical. Sebaliknya bila otot dinding perut
berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam kanalis unguinalis.
Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.iliofemoralis dan
n. ilioinguinalis setelah apendektomi (Sjamsuhidajat, 2004).
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi
penekanan terhadap cincin hernia,akibat semakin banyaknya usus yang masuk,
cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan penyaluran isi usus.
Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan
timbul perut kembung, muntah,konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama
kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi
perut terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses. Komplikasi
hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain obstruksi
usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal, fistel atau peritonitis (sjamsuhidajat, 2004).
c.
sempurna
sehingga
daerah
ini
potensial
untuk
menjadi
lemah
(Sjamsuhidajat,2004).
Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke
skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar
15
(karnadihardja, 2005). Hernia inguinalis direk jarang pada perempuan, dan sebagian
besar bersifat bilateral. Hernia ini merupakan penyakit pada laki-laki tua dengan
kelemahan otot dinding abdomen (Snell, 2006).
tuberkulum pubikum. Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya
isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan
v.femoralis sepanjang 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha
(sjamsuhidajat,2004).
Kanalis femoralis terletak medial dari v.femoralis di dalam lakuna vasorum dorsal
dari ligamentum inguinale, tempat v.safena magna bermuara di dalam v.femoralis.
Foramen ini sempit dan dibatasi oleh pinggir keras dan tajam. Batas kranioventral
dibentuk oleh lig. Inguinale, kaudo dorsal oleh pinggir os. Pubis yang terdiri dari lig.
Iliopektineale (lig. Cooper), sebelah lateral oleh (sarung) v.femoralis, dan di sebelah
medial oleh lig. Lakunare Gimbernati. Hernia femoralis keluar melalui lakuna vasorum
kaudal dari lig. Inguinale. Keadaan anatomi ini sering mengakibatkan inkarserasi hernia
femoralis (Palanivelu,2004).
Secara patofisiologi peningkatan tekanan intraabdomen akan mendorong lemak
preperitoneal ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka jalan terjadinya
hernia. Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan multipara, obesitas dan degenerasi
jaringan ikat karena usia lanjut. Hernia femoralis sekunder dapat terjadi sebagai
komplikasi herniorafi pada hernia inguinalis, terutama yang memakai teknik Bassini atau
Shoyldice yang menyebabkan fasia transversa dan ligamentum inguinale lebih tergeser ke
ventrokranial sehingga kanalis femoralis lebih luas. Komplikasi tersering ialah
strangulasi. Hernia femoralis keluar di sebelah bawah ligamentum inguinale pada fosa
ovalis. Kadang-kadang hernia femoralis tidak teraba dari luar, terutama bila merupakan
hernia Richter (sjamsuhidajat,2004).
VII. DIAGNOSA
1. Anamnesis
Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Sebagian
besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin
dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis. Pada hernia reponibel
keluhan satu-satunya adalah benjolan di lipatan paha yang muncul pada waktu berdiri,
batuk, bersin, atau mengedan, dan menghilang setelah berbaring. Dengan berlalunya
waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum sehingga skrotum membesar. Keluhan
nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya di daerah epigastrium atau paraumbilikal
18
berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium pada waktu satu segmen usus
halus masuk ke dalam kantong hernia. Omentum yang terperangkap di dalam kantung
hernia dapat menyebabkan gejala nyeri abdomen yang kronis. Nyeri hebat yang disertai
mual atau muntah baru timbul kalau sudah terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi
karena nekrosis atau gangrene (Sjamsuhidajat, 2004).
2. Pemeriksaan fisik (Gary,1997; Brian,2006)
a. Inspeksi
Hernia reponibel : terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri,
batuk, bersin atau mengedan dan menghilang setelah berbaring.
Hernia inguinal
o Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral ke
medial, benjolan berbentuk lonjong
o Medialis : benjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
Hernia skrotalis : benjolan yang terlihat sampai skrotum yang merupakan tonjolan
lanjutan dari hernia inguinalis lateralis.
Hernia femoralis : benjolan dibawah ligamentum inguinal.
Hernia epigastrika : benjolan dilinea alba.
Hernia umbilikal : benjolan diumbilikal.
Hernia perineum : benjolan di perineum.
b. Palpasi
Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum ditekan lalu pasien disuruh
mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat diasumsikan
bahwa itu hernia inguinalis medialis.
Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum ditekan lalu pasien
disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan maka dapat
diasumsikan sebagai hernia inguinalis lateralis.
Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis inguinalis)
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya berarti
hernia inguinalis lateralis jika di medialnya hernia inguinalis medialis.
Hernia inguinalis : kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada
funikulus spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini
disebut sarung tanda sarung tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin
teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dalam hal hernia dapat
direposisi pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien mulai
mengedan kalau hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis dan
19
kalau samping jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis. lipat
paha dibawah ligamentum inguina dan lateral tuberkulum pubikum.
Hernia femoralis : benjolan lunak di benjolan dibawah ligamentum inguinal
Hernia inkarserata : nyeri tekan.
c. Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut kembung (hipertimpani) maka harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata.
d. Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami
obstruksi usus (hernia inkarserata).
e. Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri merupakan tanda Howship-romberg (hernia
obturatoria).
f. Pemeriksaan Finger test, Ziemen test dan Thumb test
Finger test
1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5
2. Dimasukkan lewat skrotum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal
3. Penderita disuruh melakukan valsava manuver
Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis
Bila impuls disamping jari berarti Hernia Inguinalis Medialis
21
22
bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan,
sehingga harus dipakai seumur hidup (Sjamsuhidajat,2004).
Indikasinya adalah:
Bila menolak operasi
Disertai penyakit berat yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal
(asites, sirosis hepatis, tumor paru)
Hernia Inguinalis Medialis ukuran kecil dan belum mengganggu.
2. Operatif
Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi, karena potensinya
menimbulkan komplikasi inkarserasi atau strangulasi lebih berat dibandingkan resiko
yang minimal dari operasi hernia (khususnya bila menggunakan anastesi lokal). Khusus
pada hernia femoralis, tepi kanalis femoralis yang kaku meningkatkan resiko terjadinya
inkarserasi (Gary, 1997).
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operatif
hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan
kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu
dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan untuk memperkecil annulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis iguinalis. Hernioplastik lebih
penting dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi
(Sjamsuhidajat, 2004).
Dikenal berbagai metode hernioplastik seperti memperkecil anulus inguinalis
internus dangan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan
menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus
abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart
menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis,
m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Metode
McVay dapat digunakan pada kasus hernia inguinalis indirek yang besar. Untuk hernia
inguinalis direk, khususnya yang berukuran besar dan berulang, metode McVay
umumnya lebih disukai (Sjamsuhidajat, 2004).
Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan
sintesis nonabsorbable seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup
defek. Tubuh akan membentuk jaringan granulasi di sekitar mesh yang dianggap tubuh
23
sebagai benda asing, kemudian membentuk jaringan parut dan menciptakan barier tanpa
tegangan (tension-free barrier) yang solid sehingga mencegah hernia kambuh kembali
(sjamsuhidajat,2004).
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia
1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat
dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis).
2. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk (hernia
inguinalis lateralis incarcerata)
3. Bila hernia incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah kemudian terjadi nekrosis (hernia strangulata) yang dapat menimbulkan
gejala obstruksi usus, muntah, obstipasi, shock, demam, asidosis metabolik atau abses
(Bhatia, 2003).
Komplikasi post operasi hernia
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No.RM
Jenis kelamin
Umur
Alamat tempat tinggal
Diagnosis
Klasifikasi berdasarkan letak dan keadaan klinis hernia
Tindakan/terapi
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara total sampling. Total
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota
populasi terjangkau sebagai responden/sampel.
: Hernia
Analisis Data
Hasil
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Angka Kejadian Hernia di RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei 2015
Jumlah seluruh pasien Hernia yang tercatat di RSUP NTB selama periode 1Januari
2014 sampai 31 Mei 2014 adalah 91 pasien. Namun, hanya 71 pasien yang bisa ditemukan
di bagian rekam medis RSUP NTB.
4.2 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 1. Distribusi hernia di bagian bedah RSUP NTB Periode Januari 2014 - Mei 2015
berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah Kasus
Persentase (%)
Laki-laki
69
97.18
Perempuan
2.82
Total
71
100
27
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia pada periode 1 Januari 2014
sampai 31 Mei 2015 lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 69 kasus (97,18%)
dari pada perempuan dengan 2 kasus (2.82%).
4.3 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei
2015 Berdasarkan Jenis Kelompok Umur
Tabel 2 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Jenis Kelompok Umur
Kelompok Umur (tahun)
Jumlah Kasus
Persentase (%)
4,22
1-12
8,45
13-18
9,85
18-24
1,40
25-44
11
15,49
45-64
25
35,21
65
18
25,35
Total
71
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia pada periode 1 Januari 2014
sampai 31 Mei 2015 lebih banyak terjadi pada rentang usia 45-64 tahun yaitu sebanyak 25
kasus (35,21%) diikuti dengan usia 65 yaitu sebanyak 18 kasus (25,35%), sedangkan
kasus hernia paling jarang terjadi pada rentang usia 18-24 tahun (1,40%).
4.4 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei
2015 Berdasarkan Asal Pasien
Tabel 3 Distribusi Kasus hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Asal Pasien
Asal Pasien (Kab/Kota)
Jumlah Kasus
Persentase
28
Kota Bima
5,63
Kab. Bima
4,22
Kab. Dompu
4,22
KSB
2,81
8,45
1,40
31
43,66
2,81
Kota Mataram
19
26,76
Total
71
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia pada periode 1 Januari 2014
sampai 31 Mei 2015 lebih banyak terjadi pada pasien yang berasal dari Kab. Lombok Barat
yaitu sebanyak 31 kasus (43,66%) diikuti dengan Kota Mataram yaitu sebanyak 19 kasus
(26,76%), sedangkan kasus hernia paling jarang terjadi di Kab. Sumbawa Besar dengan
jumlah kasus 0 (0,00%).
4.5 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei
2015 Berdasarkan Jenis Hernia
Tabel 4 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Jenis Hernia
Jenis Hernia
Jumlah Kasus
Persentase (%)
Hernia Inguinalis
59
83,09
Hernia Skrotalis
11
15,49
Hernia Labialis
1,40
Total
71
100
29
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia pada periode 1 Januari 2014
sampai 31 Mei 2015 lebih banyak terjadi kasus hernia inguinalis yaitu sebanyak 59 kasus
(83,09%) diikuti dengan hernia skrotalis yaitu sebanyak 11 kasus (15,49%) diikuti oleh
hernia labialis dengan jumlah kasus 1 (1,40 %).
4.6 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei
2015 Berdasarkan Letak Hernia
Tabel 5 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Letak Hernia
Jenis Hernia
Jumlah Kasus
Persentase (%)
36
50,70
23
32,39
9,85
5,63
1,40
Total
71
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia inguinalis sinistra pada periode
1 Januari 2014 sampai 31 Mei 2015 memiliki angka kejadian terbanyak yaitu 36 kasus
(50,70%), diikuti oleh hernia inguinalis dekstra sebanyak 23 kasus (32,39%), hernia
skrotalis dekstra sebanyak 7 kasus (9,85 %), hernia skrotalis sinistra sebanyak 4 kasus (5,
63%) dan hernia labialis sinistra sebanyak 1 kasus (1,40 %).
4.7 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei
2015 Berdasarkan Keadaan Klinis Hernia
Tabel 6 Distribusi Kasus Hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Keadaan Klinis Hernia
30
Jumlah Kasus
Persentase (%)
Hernia Reponibel
53
74,64
Hernia Ireponiel
8,45
Hernia Inkarserata
12
16,90
Hernia Strangulasi
Total
71
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia pada periode 1 Januari 2014
sampai 31 Mei 2015 lebih banyak jenis hernia reponibel sebanyak 53 kasus (74,64%)
diikuti oleh jenis hernia inkarserata sebanyak 12 kasus (16,90%) dan hernia ireponibel
sebanyak 6 kasus (8,45%).
4.8 Distribusi Kasus hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei
2015 Berdasarkan Tindakan
Tabel 7 Distribusi Kasus hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Tindakan
Tindakan
Jumlah Kasus
Persentase (%)
Operatif
67
94,36
Konservatif
5,63
Total
71
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia pada periode 1 Januari 2014
sampai 31 Mei 2015 dilakukan tindakan operatif yaitu sebanyak 67 kasus (94,36%) dan
tindakan konservatif yaitu sebanyak 4 kasus (5,63%).
4.9 Distribusi Kasus hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31 Mei
2015 Berdasarkan Letak Hernia Berdasarkan Jenis Tindakan Operatif
31
Tabel 8 Distribusi Kasus hernia di Bagian Bedah RSUP NTB Periode 1 Januari 2014 31
Mei 2015 Berdasarkan Letak Hernia Berdasarkan Jenis Tindakan Operatif
Tindakan Operatif
Jumlah Kasus
Persentase (%)
Herniotomi
13,43
Hernioplasty
58
85,56
Total
67
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa angka kejadian hernia pada periode 1 Januari 2014
sampai 31 Mei 2015 dari 67 kasus dengan tindakan operatif sebanyak 58 kasus (85,56%)
dilakukan tindakan operatif hernioplasti dan 9 kasus (13,43%) dilakukan jenis tindakan
operatif yaitu herniotomi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
1. Proporsi tertinggi penderita hernia yang dirawat inap di RSUP NTB selama periode 1
Januari 2014 - 31 Mei 2015 berdasarkan sosiodemografi diperoleh pada kelompok
umur 45-64 tahun (35,21%), jenis kelamin laki-laki 69 kasus (97,18%), dan pasien
paling banyak berasal dari Kab. Lombok Barat yaitu sebanyak 31 pasien (43,66%).
2. Jenis hernia yang paling sering terjadi selama periode 1 Januari 2014 - 31 Mei 2015
adalah hernia inguinalis yaitu sebanyak 59 kasus (83,09 %). Berdasarkan letaknya
angka kejadian terbanyak adalah hernia inguinalis sinistra yaitu 36 kasus (50,70%),
sedangkan berdasarkan keadaan klinisnya jenis hernia yang paling banyak adalah
hernia reponibel sebanyak 53 kasus (74,64%).
32
3.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa tindakan operatif telah dilakukan pada 67 kasus
hernia (94,36%) dan konservatif sebanyak 4 kasus hernia (5,63%), 58 kasus (85,56 %)
dari 67 kasus operatif dilakukakan tindakan hernioraplasti dan sisanya yaitu 9 kasus
(13,43 %) dilakukan tindakan herniotomi.
5.2 Saran
1. Pencatatan segala informasi pada rekam medis sebaiknya dilakukan secara lege artis
(sesempurna mungkin) dan informasi yang tercatat dapat dibaca dengan jelas. Hal ini
penting karena rekam medis sangat penting bagi pasien dan paramedis dalam
mendukung manajemen informasi di rumah sakit. Rekam medis yang lengkap sangat
diperlukan untuk penelitian-penelitian ilmiah.
2. Untuk penelitian berikutnya perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian Cross
sectional (pengamatan sewaktu) yaitu observasi atau pengukuran variabel pada satu
saat. Disamping itu dapat juga dilakukan penelitian kohort study.
33
DAFTAR PUSTAKA
Bhatia, P & John, SJ. 2003. Laparoscopic Hernia Repair (a step by stepapproach). Edisi I. New
Delhi: Penerbit Global Digital Services, Bhatia Global Hospital & Endosurgery Institute.
Brian, WE & Simon, PB. 2006.. Emergency surgery. Edisi XXIII. Penerbit HodderArnold.
Burhitt. HG & Quick. O.R.G. 2003. Essential Surgery . Edisi III. Hal 348-356
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Drake, et al. 2010. Grays Anatomy for Students, 2nd Edition. Philadephia: Elsenvier.
Emeralda. 2014. Hernia: Abnormal protrusion of an organ or tissue through a defect in its
surrounding walls.
Gary, GW. 1997. Applied Laparoscopic Anatomy (Abdomen and Pelvis). Edisi I.Penerbit
Williams & Wilkins, a Waverly Company.
Henry, MM, Thompson, JN. 2005. Principles of Surgery, 2nd edition. Elsevier Saunders. P. 431445
34
35