Gizi Untuk Pasien Pneumonia
Gizi Untuk Pasien Pneumonia
Puji syukur saya panjarkan kepada Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat sehingga saya mampu menyelesaikan makalah ini. Saya menyusun makalah ini untuk
memenuhi tugas perkuliahan dan dalam pembuatannya saya menyadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru distal dari
jalan napas besar dan mengenai bronkiolus repiratorik dan alveolus (Kenneth,
2009).
Menurut
Riskesdas
(2013),
Pneumonia
adalah
radang
paru
yan
g
disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas
cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala,
gelisah dan nafsu makan berkurang). Secara jelasnya pneumonia merupakan
infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai
pathogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia merupakan penyakit
infeksi saluran pernapasan yang sering menyebabkan kematian pada bayi dan
anak balita (Misnadiarly, 2008)
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat rumusan berbagai masalah, yaitu:
1. Apa yang di maksud pneumonia?
2. Bagaimana gambaran status gizi pasien pneumonia?
3. Apa hubungan pneumonia dan status gizi?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan pneumonia
2. Mengetahui gambaran status gizi pasien pneumonia
3. Mengetahui hubungan status gizi dan pneumonia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi Pneumonia
Etiologi pneumonia secara umum dapat disebabkan oleh
1.
Bakteri
Virus
Jamur
coccidioido
2.
Aspirasi
Inhalasi
3.
Hantavirus
Virus influenza
Virus parainfluenza
Adenovirus
Rhinovirus
Sitomegalovirus
Reubeola
Verisella
Mikoplasma
Pneumonia banyak terjadi pada golongan 12-23 bulan dan 2435 bulan yang merupakan fase perkembangan manusia yang disebut balita.
Pneumonia pada balita paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia,
Hemophilus Influenzae tipe b, dan Staphylococcus aureus (Misnadiarly, 2008).
Usia balita adalah usia rentan dalam kehidupan manusia (Ali Khomsan, 2008).
Sistem imun (kekebalan) pada rentang usia tersebut masih relative rendah
dibandingkan
anak balita sedang berproses menuju kesempurnaan. Oleh sebab itu, anak balita
menjadi rentan terhadap gangguan kesehatan (Ali Khomsan, 2008).
Secara umum manifestasi pneumonia dapat dibedakan menjadi :
a.
Batuk
Tekhipnea
Ekspesterasi sputum
Sesak nafas
Merintih
Seanisis
Anak balita yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring
pada posisi yang sakit dengan lutut ditekuk karena nyeri pada dada (Zr. Ganda
Sigalingging, 2011).
Pneumonia lebih sering terjadi selama akhir musim dingin dan awal
musim semi ataupun pada saat musim kemarau (Dhefika Mokoginta, 2012).
Daerah yang memiliki period prevalence pneumonia balita tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (NTT). Menurut data BPS propinsi NTT (2012), penyakit ISPA
(pneumonia) menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak yang
terjadi di Nusa Tenggara Timur dengan presentase 52,87%. NTT juga memiliki
curah hujan yang rendah (0 20 mm) dan memiliki 4 984 balita status gizi buruk.
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak
balita secara bermakna yaitu usia balita, riwayat pemberian ASI, status gizi balita
dan kebiasaan merokok keluarga (Susi Hartati, 2012). Secara jelasnya menurut
Depkes, faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas
dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, statu
s
imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi
kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak
dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan
keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu
(Nurjazuli, 2009) . Salah satu sumber media penularan penyakit pneumonia
adalah kondisi fisik rumah serta lingkungannya yang merupakan tempat hunian
dan langsung berinteraksi dengan penghuninya (Nurjazuli, 2009). Tetapi dalam
sehingga
dapat
digunakan
oleh
tubuh
untuk
pertumbuhan
fisi
k,
perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh
terhadap infeksi secara optimal (Ridwan Setiawan, 2010). Gangguan status gizi
dapat berupa KEP kekurangan energi protein, defisiensi vitamin A, kekurangan
asam folat, kekurangan Fe, peridoksin dan Zn dan menyebabkan gangguan
mekanisme pertahanan tubuh dan infeksi (Ridwan Setiawan, 2010). Pada keadaan
malnutrisi (gizi kurang), status imun terganggu sehingga akan mudah teserang
infeksi (Ridwan Setiawan, 2010). Pada keadaan kekurangan energi protein terjadi
suatu perubahan dalam sel mediator imunitas dalam fungsi bacterial netrofil,
dalam sistem komplemen dan dalam respon sekresi Ig A (Ridwan Setiawan,
2010). Sekresi Ig A yang rendah berasamaan dengan penurunan imunitas mukosa
dan menyebabkan kolonisasi dan kontak phatogen phatogen dengan epitel
sehingga terjadi penyebaran infeksi sistemik (Ridwan Setiawan, 2010). Anakanak yang menderita malnutrisi mengalami penurunan sekrsi Ig A dalam cairan
resoirasi dan komplemen serum, dan merekapun mengalami gangguan regenerasi
epitel respirasi yang mengakibatkan infeksi pada paru-paru (Ridwan Setiawan,
2010). Salah satu jenis dari gangguan status gizi buruk adalah kwashiorkor, yaitu
masukan protein yang kurang (Ridwan Setiawan, 2010). Ditinjau dari golongan
umur, kwashiorkor sering terjadi pada anak balita. Pada defisiensi protein murni
tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebih, karena persediaan energi
dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalm dietnya (Ridwan Setiawan, 2010).
Menurunnya
status
gizi pada
jaringan tubuh, hal ini Hal ini mengakibatkan penurunan sintsesis asam amino
baru yang sangat di perlukan sebagai fungsi antibody (Ridwan Setiawan, 2010).
Linder (1992) menyatakan bahwa pada KEP terjadi penurunan serum protein yang
berfungsi sebagai faktor anti mikroba dan pertahanan termasuk lisoenzim,
komplemen transferin dan protein lainnya dengan fungsi opsinik.
Leukosit
gedung
pada
lanjut
dirumah
(Fajar
Triasih,
2007).
Perlu
dikembangkan
metode
penyuluhan yang lebih baik untuk perawat agar dalam kunjungan rumahmencapai
hasil maksimal yang diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan ibu-ibu
rumah tangga mengenai cara pemberian obat kepada anak/balita (Fajar Triasih,
2007).
Dalam
kaitannya
dengan
gizi,
untuk
mencegah
dan
menggulangi
garam beryodium, memberikan hanya ASI saja kepada bayi sampai usiia 6 bulan,
serta mendapatkan dan memberikan makanan tambahan bagi balitanya (Leni
Merdawati, 2008). Penyuluhan bukan hanya dilakukan kepada kelompok ibu,
kader posyandu juga perlu mengikuti pelatihan agar memiliki pengetahuan
tentang keluarga sadar gizi (KADARZI), cara menilai status gizi balita pada KMS
Balita, menu dan gizi seimbang, serta tata laksana gizi buruk pada balita. Kader
Kadarzi di masyarakat diharapkan dapat meningkatkan perannya sebagai orang
yang terdekat dengan ibu dan balita (Leni Merdawati, 2008).
Dalam menangani pneumoni pada balita, pemerintah mnerapkan program
PMT. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah program intervensi bagi
balita
yang
menderita
kurang
gizi
dimana
tujuannya
adalah
untuk
meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak
agar tercapainya status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan umur anak
tersebut. Sedangkan pengertian makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan
padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, diberikan kepada balita
gizi
buruk
selama
masa
pemulihan (Kemenkes
RI,
2011).
Secara
umu
m
pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada
anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan
kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta
yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah (Kemenkes RI,
2011). Pemberian makanan tambahan juga memiliki tujuan untuk menambah
energi dan zat gizi esensial. Sedangkan tujuan pemberian makanan tambahan
(PMT) pemulihan pada bayi dan balita gizi buruk, antara untuk memberikan
makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap,
guna mencapai status gizi yang optimal.
Menurut Depkes RI (2008) bahwa sasaran PMT pemulihan adalah Anak
BGM, 2T yang tidak perlu dirawat, anak gizi buruk pasca perawatan dan yang
tidak mau dirawat yang status Gizi BB/TB 3 SD s/d < -2 SD tanpa penyakit.
Sedangkan spesifikasi jenis makanan yang diberikan antra lain dengan persyaratan
komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu: energi 350400 kalori dan protein 10-15 gram. Pemberian makanan tambahan pemulihan
(PMT-P) diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari). Sedangkan
bentuk makanan PMT-P makanan yang diberikan berupa :
Cara
pemberian/
pendistribusian
PMT-P
pada
sasaran
dilakukan
Intervensi yang dilakukan pada saat skreening kasus, intervensi antara lain
penyuluhan individual dan konseling, pengetahuan tentang pola asuh
keluarga dan PMT.
2.
perhatin
khusus
kepada
kelompok
yang
rentan
serta
Pada kasus
kasus kronis
yang
Memperbaiki pola pertumbuhan anak dan status gizi anak dari tidak
normal menjadi normal atau lebih baik. Oleh karena pola pertumbuhan dan
status gizi anak tidak hanya disebabkan oleh makanan, maka pendekatan
ini mengharuskan program gizi dikaitkan dengan kegiatan program lain
diluar program pangan secara konvergen seperti dengan program air bersih
dan kesehatan lingkungan, imunisasi, penyediaan lapangan kerja dan
penanggulangan kemiskinan.program yang bersifat terintegrasi seperti itu,
program gizi akan rasional untuk menjadi bagian dari pembangunan
nasional secara keseluruhan.
5.
subsidi bahan pangan, serta tindakan lain yang berefek pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara umum.
6.
KEP yang umumnya terjadi di daerah dengan kondisi miskin, fokus harus
diarahan pada kondisi spesifik yang ada. Pengobatan infeksi cacing 3 kali
setahun
misalnya
akan sangat
bermanfaat
dan dapat
meningkatkan
dan
seperti
membentuk
lingkaran
setan
dengan
KEP
jug
a
memerlukan perhatian khusus.
7.
8.
Meningkatkan variasi jenis makanan terutama yang berasal dari kebun dan
ternak sendiri juga sangat efektif. Penyuluhan gizi sebaiknya diberikan
Pneumonia lebih sering terjadi selama akhir musim dingin dan awal
musim semi ataupun pada saat musim kemarau.
terhadap
penyakit
menjadi
rendah,
sehingga
pathogen-
tubuh (paru-paru).
Oleh:
SYAHNITA MAWARNI LARAS HARDIANTI
NPM 11310345
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2015