Anda di halaman 1dari 13

1.

Patofisiologi stroke hemoragik


Hipertensi/ terjadi perdarahan
Aneurisma
Ruptur arteri cerebri
Ekstravasasi darah di otak
Vasospasme arteri
Menyebar ke hemisfer otak dan sirkulus wilisi
Perdarahan cerebri
Oklusi

Perfusi vaskularisasi

Anoxia distal

Aktivitas elektrolit

Metabolisme anaerob

Pompa Na+ K+ gagal

Metabolisme asam

Na+ dan air masuk ke sel

Asidosis local terhenti


Pompa Na+ gagal

Syok

Edema intrasel dan ekstrasel

Perfusi jaringan cerebral menurun


Edema

Sel mati secara progresif

2. Patofisiologi demensia vaskuler


Arteriosklerosis, angiopati amiloid cerebral, cerebral autosomal
dominant arteriopathy dengan infark subkortikal dan
leukoensefalopati, lipohyalinosis, atheroma, fibromuskular displasia,
Oklusi PD
besar

vaskulitis,
kardiogenik
Oklusi
PD emboliOklusi
PD
kecil
parsial

hipotensi

Konsekuensi pada parenkim otak


Infark
kortikal luas

Infark kecil
(lacunae)

Lesi white
matter

Atrofi otak
Kehilangan sinaps dan dendritik tulang belakang, degenerasi
wallerian, degenerasi transinaptik, perubahan kortikal retrograd
Gangguan kognitif, demensia, gambaran non kognitif (contohnya
depresi)
3. Patofisiologi nyeri kepala
Nyeri kepala muncul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di
daerah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan
ekstrakranial yang peka terhadap nyeri adalah kulit kepala, periosteum, otot-otot
(m. frontalis, m. temporalis, m. oksipitalis), pembuluh-pembuluh darah (a,
frontalis, a. temporalis superfisialis, a. oksipitalis), saraf-saraf (n. frontalis, n.
aurikulotemporalis, n. oksipitalis mayor, n. oksipitalis minor). Bangunanbangunan intrakranial yang peka terhadap nyeri adalah meninges (terutama
sepanjang arteri-arteri meningeal yang besar dan arteri-arteri besar pada dasar
otak, sekitar sinus-sinus venosus, di basis kranii, dan di tentorium serebeli),
bagian proksimal atau basal arteri-arteri serebri, vena-vena otak di sekitar sinussinus, dan saraf-saraf (n. trigeminus, n. fasialis, n. glosofaringeus, n. vagus,
radiks-radiks servikal dua, tiga, dan cabang-cabangnya). Sedangkan bangunanbangunan yang tidak peka terhadap nyeri ialah parenkim otak, ependim ventrikel,

pleksus koroideus, sebagian besar meninges yang meliputi konveksitas otak dan
tulang kepala.
Bangunan-bangunan ekstrakranial akan dirasakan pada umumnya sebagai
nyeri pada daerah yang terangsang. Sedangkan nyeri kepala sebagai akibat
perangsangan bangunan intrakranial akan diproyeksikan ke permukaan dan
dirasakan di daerah distribusi saraf yang bersangkutan. Perangsangan bangunan
supratentorial akan dirasakan sebagai nyeri didaerah frontal, didalam atau
belakang bola mata, dan di daerah temporal bawah. Sedangkan perangsangan
bangunan-bangunan infratentorial dan fosa posterior akan dirasakan di daerah
retroaurikuler dan oksipitonukhal.
Rasa nyeri yang dirasakan mulai dari hidung, gigi-geligi, sinus-sinus,
faring dan mata dapat diproyeksikan ke seluruh daerah ditribusi n. trigeminus
yang bersangkutan. Bahkan rasa nyeri dapat dirasakan menjalar ke daerah yang
dilayani oleh cabang-cabang lain bila perangsangan cukup kuat. Terjadinya
perluasan rasa nyeri ini terjadi karena rangsangan yang tiba juga menjalar ke
nukleus-nukleus lain. Demikian juga serabut-serabut sensorik yang berasal dari
tiga radiks pertama servikal juga membuat hubungan sinaptik dengan neuronneuron n. trigeminus sehingga rasa nyeri didaerah frontal misalnya dapat
dipancarkan ke tengkuk dan sebaliknya. Rasa nyeri dapat dibangkitkan oleh
karena tindakan fisik seperti batuk, mengejan yang meningkatkan tekanan
intrakranial dan dapat memperburuk nyeri kepala yang berhubungan dengan
perdarahan atau massa intrakranial. Terdapat beberapa mekanisme dasar yang
menimbulkan nyeri kepala (cephalgia) :
a. Traksi atau pergeseran pada vena yang berjalan ke sinus venosus dari
permukaan otak dan pergeseran sinus-sinus venosus utama
b. Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan arteri intrakranial dan
ekstrakranial
c. Inflamasi pada atau sekitar struktur kepala yang peka terhadap nyeri meliputi,
kulit kepala, periosteum
d. Traksi, pergeseran atau penyakit pada nevus kranialis V, IX, X serta n.
servikal 1,2,3 yang berisi banyak serabut aferen rasa nyeri
e. Perubahan tekanan intracranial
f. Penyakit jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga, dan atau leher

4. Pemeriksaan vertigo
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik
atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab;
apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf
pusat korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik;

selain

itu

harus

dipertimbangkan

pula

factor

psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.


Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung,
hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk
vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi
kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

Pemeriksaan Fisik Umum


Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut
jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
a. Fungsi vestibuler/serebeler
i.
Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mulamula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada
posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita
tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata

tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah


kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar 1. Uji Romberg


ii.

Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan


diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan

iii.

serebeler penderita akan cenderung jatuh.


Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan
lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
Gambar 2. Unterberger Tes

iv.

Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita
ke arah lesi.

Gambar 3. Uji Tunjuk Barany


v.

Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke
depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada

gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah


berbentuk bintang.

Gambar 4. Uji Babinsky Weil


Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kiri dan kanan

Kepala putar ke samping

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke


posisi terlentang)

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 5. Uji Dix-Hallpike


Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45 di bawah garis horisontal,
kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat
timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan
apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah
periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari
1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air
dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak

setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak


permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan
directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
Pemeriksaan
a. Gejala objektif daripada vertigo ialah adanya nistagmus
Nistagmus mempunyai ciri sesuai gerakannya (misalnya jerk dan
pedunlar), menurut bidang gerakannya (horizontal, rotatoar, vertical,
campuran), arah gerakan, amplitude dan lamanya nistagmus berlangsung.
Dianggap berasal dari susunan saraf pusat (sentral) yaitu nistagmus yang
vertikal murni, nistagmus yang berubah arah, nistagmus yang sangat aktif
namun tanpa vertigo. Didapat pada gangguan vestibular perifer yaitu
nistagmus yang rotatoar.
b. Tes Romberg dipertajam
Pada tes ini penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang
lainnya, tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya
(tandem). Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang
normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30
detik atau lebih.
c. Tes melangkah di tempat (stepping test)
Penderita disuruh berjalan di tempat, dengan mata ditutup, sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa. Harus berusaha agar tetap
ditempat dan tidak beranjak selama tes ini. Tes ini dapat mendeteksi
gangguan sistem vestibular. Kedudukan akhir dianggap abnormal bila

penderita beranjak lebih dari 1 meter atau badan terputar lebih dari 30
derajat.
d. Salah tunjuk (past pointing)
Penderita disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh
telunjuk pemeriksa. Kemudian ia disuruh menutup mata, mengangkat
lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada
gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk (deviasi) demikian juga dengan
gangguan serebelar.
e. Maneuver Nylen Barany atau Manuver Hallpike
Untuk membangkitkan vertigo dan nistagmus posisional pada penderita
dengan gangguan sistem vestibular dan dilakukan maneuver Hallpike. Pada
tes ini penderita disuruh duduk di tempat tidur periksa. Kemudian ia
direbahkan sampai kepala bergantung di pinggir tempat tidur dengan sudut
sekitar 30 derajat dibawah horizon kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian
diulang dengan kepala melihat lurus, dan diulangi lagi dengan kepala
menoleh ke kanan. Penderita disuruh tetap membuka matanya agar
pemeriksa dapat melihat kapan muncul nistagmus.
f. Tes kalori
Kepala penderita diangkat ke belakang (menengadah) sebanyak 60 derajat
(tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin berada dalam posisi vertical,
dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal oleh aliran konveksi
yang diakibatkan oleh endolimf). Tabung suntik berukuran 20 ml dengan
ujung jarum yang dilindungi dengan karet berukuran nomor 15 diisi dengan
air bersuhu 30 C. air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1
ml/detik. Arah nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga
yang dialiri. Arah gerakan dicatat, frekuensinya juga (biasanya 3-5x/detik),
dan lamanya biasanya1/2-2 menit. Setelah beristirahat 5 menit, telinga kedua
dites.
g. Elektronistagmografi

Pada pemeriksaan ini diberikan stimulus kalori ke liang telinga dan lamanya
serta cepatnya nistagmus yang timbul dicatat pada kertas, menggunakan
teknik yang mirip dengan elektrokardiografi.
h. Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang memainkan
peranan penting, yaitu sistem visual, vestibular, dan somatosensorik. Dengan
tes

posturografi

dapat

dievaluasi

sistem

visual,

vestibular

dan

somatosensorik.
5. Manajemen GBS
Perlakuan utama GBS adalah mencegah dan mengelola komplikasi (seperti
masalah pernapasan atau infeksi) dan memberikan perawatan suportif sampai
gejala mulai membaik. Ini mungkin termasuk:
a. Mengurangi masalah pernapasan, kadang-kadang melalui penggunaan mesin
pernapasan (ventilator).
b. Monitoring tekanan darah dan denyut jantung. Menyediakan cukup gizi jika
pasien memiliki masalah mengunyah dan menelan.
c. Mengelola kandung kemih dan masalah usus.
d. Menggunakan terapi fisik untuk membantu mempertahankan kekuatan otot
dan fleksibilitas.
e. Mencegah dan mengobati komplikasi seperti radang paru-paru , gumpalan
darah di kaki, atau infeksi saluran kemih.
Pengobatan lain dari sindrom Guillain-Barre (GBS) tergantung pada seberapa
parah gejala Anda. Pada kasus lebih parah GBS diperlakukan dengan
immunoterapi, yang mencakup pertukaran plasma atau immunoglobulin intravena
(IVIG). Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor

autoantibodi

yang

beredar. Pemakain

plasmaparesis

pada

SGB

memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih
pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB
dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset
gejala (minggu pertama). Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih

menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi


lebih ringan. Dosis maintenan 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan
dosis maintenan 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. Pemberian obat
sitoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6-MP), azathioprine,
cyclophosphamide. Efek samping dari obat-obat ini adalah alopecia, muntah,
mual dan sakit kepala. Perawatan diberikan di rumah sakit. Hal ini dimulai segera
setelah pasien didiagnosa dengan GBS yang semakin buruk. Intervensi dini
dengan salah satu perawatan ini tampaknya efektif dan dapat mengurangi waktu
pemulihan. Kedua tindakan pengobatan sama baik, dan tidak ada manfaat untuk
menggabungkan perawatan ini. Pemantauan yang hati-hati sangat penting selama
tahap awal GBS karena masalah pernapasan dan komplikasi yang mengancam
jiwa lainnya dapat terjadi dalam waktu 24 jam setelah gejala mulai pertama.
a. Masuk ke rumah sakit atau unit perawatan intensif sering dibutuhkan ketika
kelemahan otot berlangsung cepat. Kelemahan otot dengan cepat dapat
mempengaruhi otot-otot yang mengendalikan pernapasan. Dalam kasus
tersebut, sementara menggunakan ventilator mekanis mungkin diperlukan
untuk membantu pasien bernapas sampai pasien bisa bernapas sendiri lagi.
b. Pemantauan pasien rawat jalan mungkin cukup hati-hati dalam kasus-kasus
di mana kelemahan otot yang signifikan belum nampak.
Pasien mungkin perlu dirawat di rumah sakit jika:
a. Tidak dapat bergerak sendiri.
b. Ada kelumpuhan
c. Memiliki masalah pernapasan.
d. Memiliki masalah tekanan darah atau tidak normal , sangat cepat, atau detak
jantung yang sangat lambat.
Pemulihan
Pemulihan memerlukan waktu 3-6 bulan, kadang-kadang lebih lama-dalam
beberapa kasus, sampai 18 bulan. Orang-orang yang memiliki kelemahan otot
yang parah mungkin harus tinggal di sebuah rumah sakit rehabilitasi untuk
menerima terapi fisik berkesinambungan dan terapi pekerjaan agar fungsi
motoric kembali normal. Bagi mereka yang tinggal di rumah, perangkat yang

membantu melakukan kegiatan sehari-hari tertentu dapat digunakan sampai


fungsi motorik dan kekuatan otot kembali.
Terapi fisik dan latihan yang teratur diperlukan selama periode pemulihan untuk
memperkuat otot-otot melemah. Meskipun pemulihan bisa lambat, kebanyakan
orang yang telah GBS akhirnya sembuh.
a. Banyak orang memiliki efek jangka panjang kecil, seperti mati rasa pada
jari-jari kaki dan jari. Dalam kebanyakan kasus, masalah ini tidak akan
secara signifikan mengganggu.
b. Sekitar 20% dari orang mempunyai masalah permanen yang cenderung
lebih menonaktifkan, seperti kelemahan atau masalah keseimbangan..
Masalah-masalah ini mungkin akan mengganggu kegiatan sehari-hari.
c. Sekitar 3% hingga 8% dari orang yang menderita GBS meninggal karena
komplikasi penyakit, seperti kegagalan pernafasan, infeksi (sering
pneumonia), atau serangan jantung.
d. Sampai dengan 67% dari orang yang mendapatkan GBS memiliki beberapa
masalah dengan kelelahan (fatique).

Anda mungkin juga menyukai