Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


I. PENGERTIAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi akut yang terjadi pada saluran napas
termasuk adneksanya. Akut adalah berlangsung sampai 14 hari, Adneksa yaitu sinus,rongga
telinga dan pleura
II. KLASIFIKASI
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
ISPA atas

: Rinitis, faringitis,Otitis

ISPA bawah : Laringitis ,bronchitis,bronkhiolitis,pneumonia.


III. ETIOLOGI
1. Virus Utama : - ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
- ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama : Streptococus,pneumonia,haemophilus influenza,Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :
Mycoplasma pneumonia.
IV. FAKTOR RESIKO

Faktor diri (host) : umur,jenis kelamin,status gizi,kelainan congenital,imunologis,BBLR


dan premature.
ktor lingkungan : Kualitas perawatan orang tua,asap rokok,keterpaparan terhadap infeksi,social ekonomi,cuaca dan
polusi udara.

TOFISIOLOGI

jalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :


1.

Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa

2.

Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila
keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

3.

Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. Tahap
lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan
atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS


1.

Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.

2.

Antibiotik :
-

Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab


-

Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus

Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin


Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.

Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.


ASUHAN KEPERAWATAN
1.PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan ISPA :

a. Riwayat : demam,batu,pilek,anoreksia,badan lemah/tidak bergairah,riwayat penyakit pernapasan,pengobatan


yang dilakukan dirumah dan penyakit yang menyertai.
b. Tanda fisik : Demam,dyspneu,tachipneu,menggunakan otot pernafasan tambahan,faring hiperemis,pembesaran
tonsil,sakit menelan.
c. Faktor perkembangan : Umum ,tingkat perkembangan,kebiasaan sehari-hari,mekanisme koping,kemampuan
mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/keluarga : pengalaman terkena penyakit pernafasan,pengetahuan tentang penyakit
pernafasan dan tindakan yang dilakukan.
2. DIAGNOSE KEPERAWATAN
a. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
b. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d nyeri menelan,penurunan
nafsu makan sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan akut.
c. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b.d kurang informasi
d. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

I. KONSEP DASAR
A. Defenisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing
dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan
menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah,
2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan
organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract)

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.


Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus
paru-paru.
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu (Suyudi, 2002) :
1. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:
a.

Batuk.

b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara
atau menangis).
c.

Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung
tangan terasa panas.

2. Gejala ISPA Sedang


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan
disertai gejala sebagai berikut :
a.

Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari
40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.

b. Suhu lebih dari 390C.


c.

Tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak


e.

Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f.

Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.

g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.


3. Gejala ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang
disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a.

Bibir atau kulit membiru

b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
c.

Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun

d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah


e.

Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah

f.

Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas

g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba


h. Tenggorokan berwarna merah

C. Etiologi
1. Virus Utama :

ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus

ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus

2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus


3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma
pneumonia.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a.

Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).

b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan
prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.

Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c.

Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan
salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi anak.

d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain
yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e.

Pemberian suplemen vitamin A


Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.

f.

Pemberian air susu ibu (ASI)


ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja
secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2. Faktor lingkungan
a.

Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna

untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c.

Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan
tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi
(Darmawan,1995).

d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari
penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)
e.

Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan
Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran
pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang
tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan
kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di
kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi

tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi
tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan.
Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).
D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974).
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,
1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apaapa.
2.

Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.

3.

Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.

4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
E. Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).

Tanda dan gejala yang muncul ialah:


1.

Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh
bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada
punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3.

Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.

4.

Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
6.

Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.

7.

Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9.

Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman,
2.

Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan

3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan


G. Diagnosis Banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri,
mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki
manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing
dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada
infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri
abdomen akut yang sering disertai dengan muntah.

H. Pencegahan ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a.

Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk
bayi.

b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.


c.

Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup
protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.

d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh
dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak
sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.

e.

Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya
sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat
pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)

2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi


Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu
DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah
penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber
Ministries, 2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA,
sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai
penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat
dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan
yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan
yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu
manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002)
I.

Pengobatan Pada Ispa

1. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen
dan sebagainya
2. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi
alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
3. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk
dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan
gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

Perawatan Dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA.
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol
atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi
sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya.
Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit
yang diderita.

5.

Lain-lainnya
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih
pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung , yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan
dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas
kesehatan.

J.

Pemberantasan Ispa

Yang Dilakukan Adalah :


1. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
3.

Immunisasi

4. Menghindari anak kontak langsung dengan penderita ISPA


K. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1. Meningitis
2. OMA
3. Mastoiditis
4. Kematian
L. Prognosis
Jika penanganannya tepat dan cepat maka prognosis baik. Namun, jika penanganan lambat
dan tidak tepat maka akan terjadi komplikasi yang menyebabkan prognosis buruk
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :

Kelemahan, kelelelahan

Insomnia
Tanda ;

Letargi

Penurunan toleransi terhadap aktivitas

2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis
Tanda :takikardia
Penampilan kemerahan atau pucat
3. Integritas Ego
Gejala :

Banyakya stressor, masalah finansial

4. Makanan/Cairan
Gejala :

Kehilangan nafsu makan,mual/muntah


Tanda :

]Distensi abdomen

Hiperaktif bunyi usus

Kulit kering dengan turgor buruk

Penampilan kakeksia(malnutrisi)

5. Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala :

sakit kepala

Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal(influenza)mialgia,artralgia,


nyeri tenggorokan

7. Pernafasan
Gejala :

Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.


Tanda :

Adanya sputum atau sekret

Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi

Bunyi nafas :menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang bronkhial

Warna :pucat atau sianosis bibir/kuku

8. Keamanan
Gejala :

Demam (mis :38,5-39,76oC)


Tanda :

Berkeringat

Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela

9. Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda :

Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah

Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan,
aadanya sekret
2.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan
nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret

3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi


4.

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat
9.

Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang
informasi

C. Patofisiologi penyimpangan KDM

D. Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan,
aadanya sekret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria: Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a.

Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya

b. Berikan posisi yang nyaman pada pasien


Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan memperbaiki ventilasi
c.

Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.

Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi

d. Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.


Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
e.

Kolaborasi

Pemberian oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen

Nebulizer

Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret

Pemberian obat bronchodilator

Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan


2.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan
nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan

eria Hasil

:Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret

: Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih
Intervensi:
a.

Kaji bersihan jalan napas klien


Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya

b. Auskultasi bunyi napas


Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
c.

Berikan posisi yang nyaman


Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).

d. Lakukan suction sesuai indikasi


Rasional: membantu mengeluarkan sekret
e.

Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat

Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikelurkan


f.

Kolaborasi

Pemberian ekspectorant
Rasional : Untuk mengencerkan dahak

Pemberian antibiotic

Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi sekret


3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan

eria Hasil

:Nyeri terkontrol atau menghilang

:Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks,
klien tidak gelisah dan rewel

rvensi

:
a.

Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan nonverbal
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya

b. Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat


Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c.

Berikan lingkungan yang nyaman


Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat

d. Kolaborasi

Pemberian antibiotik
Rasional: Mengobati infeksi

Pemberian ekspectoran

Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa sakit saat batuk

4.

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak

an

:Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping

eria Hasil

:Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak
dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak
Intervensi:
a.

Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi dukungan


Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya

b. Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi


Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh keluarga. Dapat mengurangi
kecemasan

c.

Berikan dukungan sesuai kebutuhan

Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping yang efektif


d. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau langsung perkembangan anaknya

e.

Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.

Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan mengurangi kecemasan


5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan
KH

: Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

: Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang


Intervensi :
a.

Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien


Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya

b. Observasi tanda-tanda vital


Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya.
c.

Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan
ketiak

Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses konduksi / perpindahan panas dengan
bahan perantara .
d. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui rute oral sesuai indikasi
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.

e.

Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan menyerap keringat

Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap
keringat.
f.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik


Rasional: Untuk mengontrol panas

6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan


Tujuan

teria Hasil

:Volume cairan tetap seimbang

:Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane mukosa lembab,
TTV dalam batas normal
Intervensi
a.

Kaji tanda-tanda dehidrasi


Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya

b. Observasi TTV
Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi
c.

Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral


Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang

d. Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif orang tua dalam tindakan keperawatan
e.

Kolaborasi pemberian cairan parenteral


Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk


Tujuan

a Hasil

: Pola tidur kembali optimal

:Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien
nampak segar

ensi

:
a.

Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien


Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya

b. Ciptakan lingkungan yang tenang


Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan klien tidak nyaman untuk
tidur

c.

Berikan bantal dan seprei yang bersih


Rasional: meningkatkan kenyamanan

d. Kolaborasi

Pemberian obat sedatif


Rasional :membantu klien untuk istirahat

Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi

8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, intake inadekuat
Tujuan

ria Hasil

: Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan

: Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan yang diberikan
nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%

vensi

:
a.

Kaji status nutrisi klien


Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi selanjutnya

b. Timbang berat badan setiap hari


Rasional: Mengetahui perkembangan terapi
c.

Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering


Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien

d. Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat


Rasional: Meningkatkan nafsu makan
e.

Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam proses kesembuhan

Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif keluarga dalam pemberian tindakan


f.

Kolaborasi dengan bagian gizi


Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan

9.

Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan dengan kurang
informasi

an

: Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan
tindakan keperawatan

eria Hasil

:Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua mengerti tentang penyakit
anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan

rvensi :
a.

Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya

b. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan,
pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
c.

Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit
seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai

Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat meningkatkan pemahaman keluarga

d. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya
Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak dijelaskan dan belum dimengerti oleh keluarga
E. Evaluasi
1. Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali normal dan meningkatnya
suplai oksigen ke paru-paru.
2.

Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas yang bersih dan
patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih

3. Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks,
klien tidak gelisah dan rewel
4.

Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan koping ditandai


dengan orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan
anak dengan tenang, terlibat secara positif dalam perawatan anak

5.

Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh ditandai dengan suhu tubuh dalam batan norma,
keluarga melaporkan anaknya tidak demam

6. Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor kulit baik, membrane mukosa lembab,
TTV dalam batas normal
7. Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien
nampak segar
8. Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien meningkat, porsi makan yang diberikan
nampak dihabiska, tidak terjadi penurunan berat badan 15-20%
9. Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan orang tua mengerti tentang penyakit
anaknya, nampak tidak sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan

NFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

KATA PENGANTAR
Puji sukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan buku ini yang berjudul Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA). buku ini
disusun sebagai salah satu tugas persyaratan kelulusan mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia
(ANFISMA).
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Zein Suweleh, Sp. THT sebagai
RESPONDEN dalam pembuatan buku ini. Tidak lupa terima kasih juga penulis sampaikan kepada
teman-teman anak Biologi 06 kelas B yang telah bersama-sama membantu untuk menyusun buku
ini.
Saya menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak kekurangan yang
harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari dosen pembimbing mata kuliah ini serta
rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan masukan yang berguna bagi penulis.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga buku ini membawa manfaat bagi
kita semua, amien.

Gorontalo, 9 Mei 2009

NURRIJAL

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


A. Pendahuluan
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti
membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang
terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil
dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut
saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anakanak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari
mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa
dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary
Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian
bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan
diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA
mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.
Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan
sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia
per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian
dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %).
Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah
penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah
sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa

separuh

dari

penderita

pneumonia

didapat

pada

kelompok

umur

0-6

bulan.

Program

pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan
oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti
yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
B. Tinjauan Umum Tentang Ispa
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Akan tetapi secara
klinis ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan
selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik,.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan
yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit
yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis,
tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan
terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan
harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman
yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi
pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi
dengan keadaan lingkungan yang tidak hygienes. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena
meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
1. Tanda-tanda dan gejala ISPA
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan
bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun
demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih

berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.

a. Tanda-tanda klinis:
1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
2. retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
3. atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
4. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
5. dan cardiac arrest.
6. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
7. bingung, papil bendung, kejang dan coma.
8. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

b. Tanda-tanda laboratoris
1. hypoxemia,
2. hypercapnia dan
3. acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak
golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun
ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing, demam dan dingin.
2. Penyebab Terjadinya Ispa
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan
ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah
yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus,
Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain
adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain (Anonim, 2002).

a. Bagaimana ispa dapat menular?


ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau bernafas, bakteri
atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada orang lain (orang lain menghirup
kuman tersebut).
Ada faktor tertentu yang dapat memudahkan penularan:
1. Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang
mempunyai kurang ventilasi (peredaran udara) dan ada banyak asap (baik asap rokok
maupun asap api).
2. Orang yang bersin/batuk tanpa menutup mulut dan hidung akan mudah menularkan
kuman pada orang lain.
3. Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang ada banyak orang
(mis. banyak orang yang tinggal di satu rumah kecil).
b. Faktor Risiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai
publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun
kematian (Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003). Berbagai faktor risiko yang meningkatkan
kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah 2 bulan, tingkat sosial ekonomi rendah, gizi
kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan
kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit kronis dan aspek
kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (Anonim, 2003).

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada

usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al,
2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya
perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang
lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut
adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain
yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja
secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang
berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga
dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan
tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi
(Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu
dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua
merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian
kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap
gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan
antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal
di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan
adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan
pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi
sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita
gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan
mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).
3. Patofisiologi ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteribakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia,
haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan
dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi
virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran
nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri
dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas

yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun
mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apaapa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
4. Klasifikasi ISPA
Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini cukup
menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu
organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam penyakit
yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut (Mandal, dkk, 1984).
Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :
1. Lokasi Anatomis
a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus
paru-paru.
2. Derajat keparahan penyakit
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya.
Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah ditetapkan dalam
lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :

a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:
Batuk
Pilek dengan atau tanpa demam
b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Pernafasan cepat. Umur <>
Wheezing (nafas menciut-ciut).
Sakit/keluar cairan dari telinga.
Bercak kemerahan (campak).
Khusus untuk bayi <2>
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
Kesadaran menurun.
Bibir / kulit pucat kebiruan.
Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
Adanya selaput membran difteri.
Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang
didapat yaitu :
a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
Pneumonia berat, tanda utama :

Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, serta
gizi buruk.
Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi kaku dan
mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.
Nafas cuping hidung
Suara rintihan
Sianosis (pucat)
Pneumonia (tidak berat), tanda :
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam Disertai nafas cepat: Lebih dari 50 kali / menit
untuk usia 2 bulan 1 tahun. Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun 5 tahun.
Bukan Pneumonia, tanda :
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun.
Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun 5 tahun.
b. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Pneumonia berat, tanda :
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
wheezing, demam atau dingin.
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
Bukan Pneumonia, tanda :
Tidak ada nafas cepat.
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

Dalam International Classification of Disease dalam bagian Diseases of the Respiratory


System revisi yang kesepuluh, ISPA dibagi berdasar atas letak anatomi saluran pernafasan serta
penyebabnya. Pembagian ini meliputi hal di bawah ini :
a. Infeksi saluran nafas atas akut
Nasofaringitis akut (commond cold)
Sinusiatis akut
Faringitis akut: faringitis streptokokus dan faringitis karena sebab lain
Tonsilitis akut: tonsilitis streptokokus dan tonsilitis karena sebab lain
Laringitis dan trakeitis akut
Epiglotitis dan laringitis obstruktif akut (croup)
b. Influenza dan pneumonia
Influenza dengan virus yang teridentifikasi
Influenza dengan virus tak teridentifikasi.
Pnemonia viral (Pnemonia karena adenovirus, Pnemonia oleh virus sinsitium saluran
pernafasan, Pnemonia oleh virus parainfluenza, Pnemonia oleh virus lain).
Pneumonia oleh streptokokus pnemonia.
Pneumonia oleh karena Hemofilus influenza.
Pneumonia bakterial lainnya.
Pneumonia oleh sebab organisme lain.
c. Infeksi saluran nafas bawah akut lainnya.
Bronkitis akut.
Bronkiolitis akut
Infeksi saluran nafas bawah akut lain.
C. Penatalaksanaan Kasus Ispa

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar


merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena
pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada
pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk
kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian
makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit tersebut dengan mengajukan
beberapa pertanyaan kepada yang bersangkutan orang tua misalkan penderita ISPA pada anakanak atau balita.

2. Klasifikasi ISPA dalam pencegahan


Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 buan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:

a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 - 12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat.
3. Pengobatan
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan
penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin
atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat
d. penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan
khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
4. Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan untuk mengatasi penderita ISPA di rumah yaitu:
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,

tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi misalkan yang
menyusui tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebihlebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan
lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat
antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan
dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,
usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk
pemeriksaan ulang.
5. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.


Pemberantasan yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c. Immunisasi
6. Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian
besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan
petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan
sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan
antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke rumah
sakit.
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan
tenaga yang tersedia.
b. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus
ISPA kepada perawat atau paramedis.
c. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan
tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah
sakit bila dianggap perlu.
d. Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.
e. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta
tindakan penunjang di rumah,
f. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang
mengobati penderita penyakit ISPA,
g. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan
penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,

h.

Memantau

aktifitas

pemberantasan

dan

melakukan

evaluasi

keberhasilan

pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya


termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.
Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu:
a. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.
b. Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu
seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
c. Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
d. Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
e. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan
dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.
Kader kesehatan:
a. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia
tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
b. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan
pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu
dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit
c. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia)
dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.
d. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
e. Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang
terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut)
dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan
antibiotik kontrimoksasol.
f. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA

tergantung

kepada

pemeriksaan

dan

tanda-tanda

bahaya

yang

diperlihatkan

penderita,

Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu
peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk
menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan.
2. Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah

karena

pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat


diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA
perlu

ditingkatkan

penatalaksanaan

dan

dan

dilaksanakan

pemberantasan

secara

kasus

ISPA

berkesinambungan,
yang

sudah

serta

dilaksanakan

sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau dikenal sebagai Acute
Respiratory Infections (ARI).
Infeksi pernafasan akut adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
(mikro plasma) atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian
saluran pernafasan. (Wong,D.L,2003:458)
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Infeksi adalah
masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga
alveoli, beserta organ adneksa lainnya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.
Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit.
1. B.

Etiologi

Etiologi ISPA diantaranya adalah:


1. Bakteri : Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus,
Bordetella dan Korinobakterium.
2. Virus
: Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus.
3. Kurang gizi
4. Tertular dari penderita lain

5. Tempat tinggal yang kurang sehat, ex:

Ventilasi kurang

Lingkungan rumah yang banyak debu

Lantai yang lembab

1. C.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:


1. Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi
pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi
karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum).
2. Kesulitan bernafas

Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas tersumbat sehingga


mengalami kesulitan dalam bernafas
1. Sakit tenggorokan

Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung dendrit oleh nervus,
untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu bradikinin dan serotonin sehingga terjadi
perangsangan nyeri pada tenggorokan
1. Demam

Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai mekanisme
pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.

1. D.

Patofisiologi

ISPA terjadi dapat karena masuknya virus kedalam saluran pernafasan atas, kemudia virus
bereplika (membelah) pada sel epitel kolumner bersilia (hidung, sinus, faring) menyebabkan
radang pada tempat tersebut. Peradangan itu merangsang pelepasan mediator histamin dalam
sekresi hidung sehingga permeabilitas vaskuler naik dan akibatnya terjadi odema pada
mukosa dan hidung menjadi tersumbat akibat akumulasi mukus, dari kejadian itu
menimbulkan masalah inefektif bersihan jalan nafas.

Perubahan yang terjadi adalh edema pada mukosa, infiltrat sel mononuler yang menyertai,
kemudian fungsional silia mengakibatkan pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi berat
sampai sedang epitel mengelupas, ada produksi mukus yang banyak sekali, mula-mula encer,
kemudian mengental dan biasanya purulen. Dapat juga ada keterlibatan anatomis saluran
nafas atas, masuk oklusi dan kelainan rongga sinus.

1. E.

Pemeriksaan Penunjang

Rongten sinus : dilakukan untuk menyingkirkan kelainan yang bersifat


sitemik, atau setempat, seperti tumor, fistula dan alergi.

Kultur tenggorok : merupakan cara penentuan penyebab, setelah


diresepkan terapi yang sesuai.

Usap nasal dan kultur darah : untuk mengidentifikasi organisme

1. F.

Penatalaksanaan Medis

1. Oksigenasi untuk dispnea


2. Lingkungan sejuk dan lembab
3. Cairan parental bila muntah cukup hebat untuk menjaga kekurangan nutrisi
4. Pemberian analgesik
5. Tirah baring saat demam
6. Intubasi kedaruratan pada kejadian penurunan oksigenasi berat

1. G.

Komplikasi
1. meningitis
2. abses peritonsiliar
3. sepsis
4. demam rematik
5. otitis media
6. hemoragi

Pengertian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan
heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di
sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Dalam Pelita IV penyakit tersebut mendapat
prioritas tinggi dalam bidang kesehatan (Depkes, 1998).
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di
setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Adapun yang
termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis,
dan pneumonia (Yuliastuti, 1992).
Menurut hasil lokakarya ISPA II tahun 1988, ISPA adalah infeksi saluran pernafasan
yang berlangsung dalam jangka waktu sampai 14 hari, dimana yang dimaksud dengan saluran
pernafasan adalah organ dan hidung sampai alveoli beserta organ-organ adneksanya
(misalnya sinus paranasalis, ruang telinga tengah, pleura).
Saluran pernafasan menurut anatominya dapat dibagi menjadi saluran pernafasan atas,
yaitu mulai dari hidung sampai laring, dan saluran pernafasan bawah, mulai dari laring
sampai alveoli (Nelson, 1983; Said dkk, 1989). Dengan demikian, infeksi saluran pernafasan
akut dapat dibagi menjadi ISPA atas dan ISPA bawah. Yang dimaksud ISPA atas ialah infeksi
akut yang secara primer mempengaruhi susunan saluran pernafasan di atas laring, sedangkan
ISPA bawah ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi saluran pernafasan bawah
laring (Nelson, 1983).
Morbiditas dan mortalitas
Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak
berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak (WHO, 1992).
Berbagai laporan mennyatakan bahwa ISPA anak merupakan penyakit yang paling sering
pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12
tahun. Umumnya infeksi biasanya mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5%
yang mengenai saluran pernafasan bawah.

Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada
balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami
ISPA sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode
(WHO, 1992).
ISPA merupakan penyakit yang utama dari layanan rawat jalan meliputi 25-40% balita
yang berobat, dan ISPA pula yang merupakan penyebab rawat inap balita di rumah sakit
sekitar 30-35% dari seluruh balita yang dirawat inap.
Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih merupakan
masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO (1992) memperkirakan
12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama pneumonia.
Menurut survei kesehatan rumah tangga (1990) ISPA merupakan penyakit yang
menyebabkan kematian nomor dua setelah diare, tetapi terjadinya perubahan proporsi
kematian pada SKRT 1986 dan 1992, ISPA merupakan penyebab utama kematian pada bayi
dan nomor dua pada balita (Darmawan, 1995).
Penyebab
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90%
untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil
(WHO, 1984). Dalam Harrisons Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit
infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai
dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral (Adams dkk, 1988), sedangkan infeksi akut
saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri di mana Streptococcus
Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan
Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20% (Robert, 1986). Saat ini telah diketahui
bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri
maupun virus tersebut (WHO, 1984).
Nelson (1983) juga mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab infeksi saluran
pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut
dan pnemonia dengan distribusi lobular.

Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA bagian
bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus,
parainfluenza, dan virus influenza A & B.
Faktor resiko
Beberapa faktor mempengaruhi tingginya mortalitas dan morbiditas ISPA serta berat
ringannya penyakit, faktor inilah yang dikenal sebagai faktor risiko. Berbagai penelitian
mengenai faktor risiko telah dilakukan baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Nampaknya faktor risiko di negera industri agak berlainan dari faktor risiko di negara
berkembang. Beberapa faktor risiko yang telah diketahui antara lain, malnutrisi, kelahiran
dengan berat badan rendah (BBLR), pemberian ASI, kepadatan hunian, sosioekonomi yang
rendah, asap rokok, cuaca, pendidikan orang tua, dan lain-lain. Sedangkan beberapa lainnya
masih diperdebatkan, seperti peran vitamin A. Secara umum faktor risiko dapat
dikelompokkan menjadi faktor diri (host) dan faktor lingkungan (Koch et al, 2003).
Menurut WHO (1992) beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi
pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi
tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin,
jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas
beracun dan lain-lain.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai
berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti


Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang
menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin
tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara
Denmark (Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan
predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan
virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu
dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan
dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian

vitamin

A pada

balita

sangat

berperan

untuk

masa

pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan,


reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami
diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi

juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa
faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan
sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan,
1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi
menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark
(Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai


kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga
yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA
meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar
rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui
efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah
dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah
pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara
rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian
baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di
kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran
menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga
tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan
saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam
rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya
ISPA anak (Mishra, 2003).
Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke
saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang
saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang
peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa
saluran nafas (Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apaapa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
Klasifikasi ISPA anak
Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini
cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui
bahwa satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu
macam penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut
(Mandal, dkk, 1984).
Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :
1. Lokasi Anatomis
a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan
alveolus paru-paru.
2. Derajat keparahan penyakit

WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat


keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan
telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut :
Batuk
Pilek dengan atau tanpa demam
b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Pernafasan cepat.
Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.
Umur 1-4 tahun : 40 kali / menit atau lebih.
Wheezing (nafas menciut-ciut).
Sakit/keluar cairan dari telinga.
Bercak kemerahan (campak).
Khusus untuk bayi <2 bulan hanya dikenal ISPA ringan dan ISPA berat dengan
batasan frekuensinya nafasnya 60 kali / menit.
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.

Kesadaran menurun.
Bibir / kulit pucat kebiruan.
Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
Adanya selaput membran difteri.
Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis
yang didapat yaitu :
a. Untuk anak umur 2 bulan 5 tahun.
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu
:
Pneumonia berat
Tanda utama :
Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, serta gizi buruk.
Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru
menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.
Tanda-tanda lain yang mungkin ada :
Nafas cuping hidung
Suara rintihan
Sianosis (pucat)
Pneumonia (tidak berat)
Tanda :

Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.


Disertai nafas cepat :
Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan 1 tahun.
Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun 5 tahun.
Bukan Pneumonia
Tanda :
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Tak ada nafas cepat :
Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun.
Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun 5 tahun.
b. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Pneumonia berat
Tanda :
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, wheezing, demam atau dingin.
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
Bukan Pneumonia
Tanda :

Tidak ada nafas cepat.


Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Dalam International Classification of Disease dalam bagian Diseases of the
Respiratory System revisi yang kesepuluh, ISPA dibagi berdasar atas letak anatomi
saluran pernafasan serta penyebabnya. Pembagian ini meliputi hal di bawah ini :
a. Infeksi saluran nafas atas akut
Nasofaringitis akut (commond cold)
Sinusiatis akut
Faringitis akut : faringitis streptokokus dan faringitis karena sebab lain
Tonsilitis akut : tonsilitis streptokokus dan tonsilitis karena sebab lain
Laringitis dan trakeitis akut
Epiglotitis dan laringitis obstruktif akut (croup)
b. Influenza dan pneumonia
Influenza dengan virus yang teridentifikasi
Influenza dengan virus tak teridentifikasi.
Pnemonia viral (Pnemonia karena adenovirus, Pnemonia oleh virus sinsitium
saluran pernafasan, Pnemonia oleh virus parainfluenza, Pnemonia oleh virus
lain)
Pneumonia oleh streptokokus pnemonia.
Pneumonia oleh karena Hemofilus influenza.
Pneumonia bakterial lainnya.

Pneumonia oleh sebab organisme lain.


c. Infeksi saluran nafas bawah akut lainnya.
Bronkitis akut.
Bronkiolitis akut
Infeksi saluran nafas bawah akut lain

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


I. PENGERTIAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi akut yang terjadi pada saluran napas termasuk
adneksanya. Akut adalah berlangsung sampai 14 hari, Adneksa yaitu sinus,rongga telinga dan
pleura
II. KLASIFIKASI
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
ISPA atas : Rinitis, faringitis,Otitis
ISPA bawah : Laringitis ,bronchitis,bronkhiolitis,pneumonia.
III. ETIOLOGI
1. Virus Utama : ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
- ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama : Streptococus,pneumonia,haemophilus influenza,Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah :
Mycoplasma pneumonia.

IV. FAKTOR RESIKO


Faktor diri (host) : umur,jenis kelamin,status gizi,kelainan congenital,imunologis,BBLR dan
premature.
Faktor lingkungan : Kualitas perawatan orang tua,asap rokok,keterpaparan terhadap
infeksi,social ekonomi,cuaca dan polusi udara.
V. PATOFISIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu
kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat :
Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
ASUHAN KEPERAWATAN

1.PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan ISPA :
a. Riwayat : demam,batu,pilek,anoreksia,badan lemah/tidak bergairah,riwayat penyakit
pernapasan,pengobatan yang dilakukan dirumah dan penyakit yang menyertai.
b. Tanda fisik : Demam,dyspneu,tachipneu,menggunakan otot pernafasan tambahan,faring
hiperemis,pembesaran tonsil,sakit menelan.
c. Faktor perkembangan : Umum ,tingkat perkembangan,kebiasaan sehari-hari,mekanisme
koping,kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/keluarga : pengalaman terkena penyakit pernafasan,pengetahuan
tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan.
2. DIAGNOSE KEPERAWATAN
a. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
b. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d nyeri menelan,penurunan
nafsu makan sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan akut.
c. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b.d kurang informasi
d. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.

Anda mungkin juga menyukai