Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN AKHIR PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

DANA DIPA UNDIKSHA

Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah melalui


Implementasi Reflective Model Pada Pengawas dan
Kepala Sekolah SD di Kecamatan Buleleng

Oleh

Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A. NIDN 0026066203


Putu Eka Dambayana S, S.Pd., M.Pd. NIDN 0014117808
Putu Wage Miartawan, SPd, MPd. NIDN 0005108201

Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggara ( DIPA)


Universitas Pendidikan Ganesha. SPK No 126/ UN 48.15/LPM/2013
Tanggal 6 Mei 2013

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2013

HALAMAN PENGESAHAN

1.Judul

: Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah Melalui


Implementasi Reflective Model Pada
Pengawas dan Kepala Sekolah SD di Kecamatan
Buleleng

2. Ketua Pelaksana
a. Nama lengkap
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Disiplin ilmu
e. Pangkat/Golongan
f. Jabatan
g. Fakultas/Jurusan
h. Alamat Kantor
i. Telp/Faks/E-mail
j. Alamat Rumah
k. Telp/Fax/E-mail
3. Jumlah Anggota Pelaksana
4. Lokasi Kegiatan
a. Nama Desa
b. Kecamatan
c. Kabupaten/Kota/Propinsi
5. Jumlah Biaya Kegiatan
6. Lama Kegiatan

: Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A..


: Perempuan
: 19620626 198603 2 002
: Pendidikan Bahasa
: Guru Besar Madya / IV d
: Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNDIKSHA
: Bahasa dan Seni/Pendidikan Bahasa Inggris
: Jl. Achmad yani 67 Singaraja, Bali
: (0362)21541, (0362) 27561, www/undiksha.ac.id
: Jl. Jalak No.4 Singaraja, Bali 81116
: (0362) 21677/-/titiekjegeg@gmail.com
: 2 (dua) orang
: Kaliuntu
: Buleleng
: Buleleng/Singaraja/Bali
: Rp 7.500.000,00
: 6 (enam) bulan
Singaraja, 6 November 2013
Ketua Tim Pengusul

Mengetahui
Dekan,

Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih,M.A.


NIDN. 0026066203

Prof. Dr. Putu Kerti Nitiasih, M.A.


NIDN. 0026066203

Mengetahui
Ketua LPM UNDIKSHA

Prof.Dr. Ketut Suma, M.S.


NIDN.0001015913

KATA PENGANTAR

Om Suastiastu,
Puji syukur penulis haturkan atas cinta kasih yang diberikan oleh Hyang Widhi
/Tuhan Yang Maha Sempurna sehingga Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah
melalui Implementasi Reflective Model Pada Pengawas dan Kepala Sekolah
SD di Kecamatan Buleleng yang merupakan program Pengabdian kepada
masyarakat ini dapat diselesaikan baik kegiatannya maupun laporan dan
kelengkapannya
Sebagai agent of change bagi kemajuan sekolahnya, seorang kepala sekolah
dan

pengawas

melakukan

harus

memiliki

penelitian,

kemampuan

sekaligus

metodologi

mengupayakan

tindakan

untuk
untuk

memperbaiki permasalahan yang ada di sekolah dibawah binaannya.


Untuk dapat memberikan informasi yang benar sehingga dapat memotivasi
guru untuk mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan
pengembangan profesi guru, seorang kepala sekolah dan pengawas harus
diberikan pelatihan tentang Penelitian Tindakan Sekolah dimana mereka
berlatih untuk : (1) menentukan permasalahan- permasalahan sekolah, (2)
menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah yang
dihadapi sekolah,(3) menyusun

usulan Penelitian Tindakan Sekolah.

Untuk itulah Pelatihan ini diberikan sehingga dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
Usaha yang besar dan serius tentu tidak akan berbuah sia sia. Semoga pelatihan
yang diberikan berguna untuk meningkakan profesionalisme guru, kepala sekolah
dan pengawas di kecamatan Buleleng
Astungkara. Om Shatih, Shantih, Shantih, Om

Singaraja, 5 November 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman pengesahan
Kata Pengantar
Bab I. Pendahuluan
1.1.

Latar belakang

................................. 1

1.2.

Analisis Situasi

................................. 2

1.3.

Kajian Pustaka

................................. 5

1.3.1. Penelitian Tindakan Sekolah

................................. 5

1.3.2. Model pelatihan Reflektif (Reflective


Model)

................................ 7

1.4.

Identifikasi dan Perumusan Masalah

................................ 8

1.5.

Tujuan Kegiatan

................................ 9

1.6.

Manfaat Kegiatan

................................ 10

Bab II. Metode Pelaksanaan Kegitan


2.1. Kerangka pemecahan Masalah

.................................12

2.2. Khalayak Sasaran Strategis

.................................13

2.3. Keterkaitan

.................................13

2.4. Metode Kegiatan

................................ 14

2.5. Rancangan Evaluasi

................................ 16

Bab III. Hasil Kegiatan dan Pembahasan


3.1. Hasil Kegiatan

.................................18

3.2. Pembahasan

.................................23

iii

Bab IV. Simpulan dan Saran


4.1. Simpulan

.................................. 28

4.2. Saran

.................................. 29

Lampiran
Daftar Pustaka

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007
tentang Standar

Pengawas

Sekolah/Madrasah

menegaskan

bahwa

seorang pengawas harus memiliki 6 (enam) kompetensi minimal, yaitu


kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik,
evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan serta kompetensi
sosial. Kondisi di lapangan saat ini menunjukkan masih banyak
pengawas sekolah/ madrasah yang belum menguasai keenam dimensi
kompetensi

tersebut dengan baik. Survei

yang

dilakukan

oleh

Direktorat Tenaga Kependidikan pada Tahun 2008 terhadap para


pengawas di suatu kabupaten (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008:
6) menunjukkan bahwa para pengawas memiliki kelemahan dalam
kompetensi supervisi akademik, evaluasi pendidikan, dan penelitian
dan pengembangan.
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat juga menunjukkan bahwa
sosialisasi dan pelatihan yang selama ini biasa dilaksanakan belum
mampu meningkatkan kemampuan para pengawas dan kepala sekolah
dalam penelitian dan pengembangan. Berbagai strategi pelatihan sudah
dilaksanakan seperti memanfaatkan forum Kelompok Kerja Pengawas
Sekolah

(KKPS)

(MKPS)

d i m a n a

s e k o l a h dapat
guna

dan

Musyawarah

Sekolah

pengawas

dan

kepala

saling berbagi pengetahuan

dan

pengalaman

bersama-sama

p a r a

Kerja Pengawas

meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka.

Namun strategi tersebut ternyata tidak membuat adanya perubahan


terutama tidak meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan

penelitian. Padahal mereka dituntut untuk melaksanakan penelitian


untuk profesionalisme mereka. Terutama sekali sebagai seorang
Pengawas atau Kepala sekolah adalah merupakan hal yang wajib
mengetahui Penelitian terutama Penelitian Tindakan Sekolah karena
mereka harus mampu memberikan bimbingan kepada para guru yang
merupakan bawahan dan orang yang disupervisi.
Reflective model adalah model pelatihan Penelitian Tindakan kelas yang
merupakan hasil penelitian Strategis Nasional (Nitiasih, 2009). Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa model ini sangat membantu Guru-Guru
dalam menganalisis permasalahan permasalahan pembelajaran yang dapat
diangkat sebagai masalah dalam PTK serta meningkatkan kemampuan
Guru-Guru dalam membuat proposal penelitian dan melaksanakan PTK
dalam pembelajaran. Mengingat permasalahan utama dari Pengawas dan
Kepala Sekolah adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menemukan
masalah yang dapat dipergunakan sebagai topik penelitian terutama
Penelitian Tindakan Sekolah, perlu dilakukan Pelatihan Penelitian
Tindakan Sekolah yang mengimplementasikan Model Reflective yang
sudah terbukti mampu meningkatkan kemampuan Guru dalam PTK.
1.2

Analisis Situasi
Sebagaimana diketahui,

bahwa salah satu peran yang diharapkan

dari seorang pengawas dan kepala sekolah adalah sebagai agent of


change bagi kemajuan sekolah. Untuk melaksanakan peran tersebut
tentu
untuk

saja

pengawas

melakukan

harus

memiliki kemampuan

penelitian,

metodologi

sekaligus mengupayakan tindakan

untuk memperbaiki keadaan.


Disamping sebagai agent of change,

tuntutan sertifikasi menuntut

kepala sekolah melakukan Penelitian Tindakan Sekolah.

Hasil

wawancara dengan peserta pelatihan Kepala Sekolah Madrasah

menyatakan bahwa hampir 95 % Kepala Sekolah tidak bisa membuat


Penelitian yang cocok untuk seorang Kepala Sekolah serta menulis
karya ilmiah. Hasil wawancara ini juga diperkuat oleh hasil penelitian
yang dilakukan oleh Nitiasih (2009) bahwa 85% guru dan 90% kepala
sekolah tidak mampu menemukan masalah yang dapat dijadikan
penelitian tindakan kelas untuk guru-guru dan penelitian tindakan
sekolah untuk Kepala Sekolah dan Pengawas.
Kenyataan tersebut disupport oleh hasil dari FGD (Focused group
discussion) yang dilakukan oleh Rinjin dkk (2008) dengan para guru, yang
mana diperoleh informasi bahwa Guru sesungguhnya sering dikirim oleh
pihak sekolah untuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau seminar tentang
PTK atau topik-topik yang lain demikian juga dengan kepala sekolah
sering mengikuti pelatihan PTK, tetapi para guru mengakui bahwa model
pelatihan lebih banyak memfokuskan pada kajian teoritis dan kurang
penyajian contoh-contoh kongkret sehingga ketika selesai mengikuti
pelatihan mereka tidak memahami dengan baik konsep yang telah
diajarkan dan ketika kembali ke sekolah mereka kembali tidak mampu
melakukan penelitian.
Sejalan dengan hal tersebut, hasil dari tracer study (Padmadewi, Artini dan
Heri Santosa, 2010) juga menyebutkan bahwa para guru memerlukan
pelatihan-pelatihan yang menyangkut hal-hal yang lebih inovatif yang bisa
dipakai guru di kelas. Dalam diskusi dengan responden saat itu, juga
didapat informasi bahwa model pelatihan yang sering diberikan kepada
mereka lebih banyak teoretis dan kurang penyajian contoh kongkret yang
aplikatif.
Berdasarkan hasil penelitain di atas, kepala sekolah dan pengawas sebagai
orang yang HARUS tau penelitian terutama PTK dan PTS perlu diberikan
pelatihan tentang PTS dengan cara yang lebih praktis sehingga mereka

mampu menganalisis dan menemukan masalah-masalah yang cocok


dipergunakan sebagai masalah penelitian di Sekolah.
Dengan melihat hasil penelitian Nitiasih (2010) bahwa model pelatihan
Reflective mampu meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dalam
membuat proposal PTK maka merupakan suatu keharusan bila para
pengawas dan kepala sekolah SD di kecamatan Banjar diberikan pelatihan
Penelitian Tindakan Sekolah dengan cara yang lebih kongkrit yaitu dengan
reflective model sehingga profesionalisme pengawas dan kepala sekolah
tidak TETAP rendah.

1.3. Kajian Pustaka


Ada beberapa konsep teritis yang dipergunakan sebagai acuan dalam pengabdian
masyarakat ini. Konsep teoretis tersebut adalah sebagai berikut :
1.3.1. Penelitian Tindakan Sekolah
Penelitian Tindakan Sekolah memiliki konsep yang hampir sama dengan
konsep Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan berdasarkan paradigma
pemikiran RAI : research-action-improvement, yang bersifat bottom-up,
realistik-pragmatik yang diawali dengan diagnosis masalah secara nyata
yang diakhiri dengan sebuah perbaikan (improvement). Upaya perbaikan
kualitas pembelajaran demikian menuntut adanya inisiatif dan keinginan
dari dalam diri untuk mau melakukan perbaikan (Tantra, 2005).
Prosedur diagnosis masalah bisa dilakukan dengan menganalisis situasi
kini yang sedang terjadi (present situation analysis) yang selanjutnya
dipergunakan sebagai dasar untuk mencari dan menentukan pemecahan
masalahnya (Rindjin, Sarna, Padmadewi, 2006). Penelitian seperti ini
disebut dengan Penelitian Tindakan yang ditandai adanya
tindakan

pada

suatu

proses

kegiatan

tertentu.

penerapan

Tindakan

yang

diterapkan tersebut, merupakan tindakan yang baru yang diyakini


lebih baik dalam meningkatkan mutu proses maupun hasil kerja dari
tindakan lama yang telah biasa dilakukan.
Sambil

menerapkan

(melakukan

eksperimen)

terhadap

tindakan

barunya, peneliti mengamati proses tindakan itu (yang dilakukan


dengan secara teliti dengan mendiskripsikan proses kegiatan yang
terjadi). Dengan demikian, ada pula yang menyatakan penelitian

tindakan sebagai tindak lanjut dari penelitian eksperimen maupun


penelitian deskriptif.
Ada pula yang menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan
penelitian eksperimen dengan ciri yang khusus. Jika dalam penelitian
eksperimen peneliti ingin mengetahui akibat dari suatu perlakuan
(treatment, tindakan, atau sesuatu yang dilakukan), maka pada
penelitian tindakan, peneliti mencermati kajiannya pada proses dan
akibat dari tindakan yang dibuatnya.
itulah, kemudian dilakukan

Berdasar hasil pencermatan

tindakan lanjutan

yang merupakan

perbaikan dari tindakan pertama (disebut sebagai siklus), untuk dapat


memperoleh informasi yang mantap tentang dampak tindakan yang
dibuatnya.
Saat ini, penelitian tindakan banyak dilakukan baik oleh

guru

maupun pengawas. Bila dilakukan guru umum disebut sebagai


Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sedangkan bila dilakukan oleh
pengawas sekolah, disebut sebagai Penelitian Tindakan Sekolah atau
disingkat dengan sebutan PTS.
Tujuan utama Penelitian Tindakan Sekolah adalah untuk memecahkan
permasalahan nyata yang terjadi di dalam sekolah-sekolah yang
berada dalam binaan pengawas sekolah. Kegiatan penelitian ini tidak
saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari
jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan
tindakan yang dilakukan.
Secara lebih rinci, tujuan Penelitian Tindakan Sekolah antara lain : (1)
meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan,
manajemen dan pembelajaran, termasuk mutu guru, kepala sekolah,
khususnya yang berkaitan dengan tugas profesional kepengawasan, di
sekolah-sekolah

yang

menjadi

binaannya;

(2)

meningkatkan

kemampuan dan sikap profesional sebagai pengawas sekolah; (3)


menumbuhkembangkan

budaya

akademik

di

lingkungan

sekolah

sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu


pendidikan.
Ciri khusus dari Penelitian Tindakan Sekolah adalah adanya tindakan
(action) yang nyata. Tindakan itu dilakukan pada situasi alami (pada
keadaan yang sebenarnya) dan ditujukan

untuk memecahkan

permasalahan-permasalahan praktis dalam peningkatan mutu proses


dan hasil kepengawasan.
1.3.2. Model pelatihan Reflektif (Reflective Model)
Dari beberapa model pelatihan yang ada, Model Pelatihan Penelitian
Tindakan Kelas Reflectif ini adalah model yang paling lengkap, karena
dalam model pelatihan ini ada proses pemberian received knowledge
sehingga guru memiliki pengetahuan yang lengkap tentang Penelitian
Tindakan Kelas.Di samping proses tersebut ada juga proses pemberian
previous experiential knowledge dimana guru secara langsung diberi
kesempatan untuk merefleksi kualitas proses belajar mengajar yang
dilakukan sehari-hari. Dengan menggabungkan kedua pengetahuan
tersebut guru mampu mendeteksi masalah pembelajarannya, mendeteksi
factor-faktor yang menjadi penyebab masalah tersebut dan selanjutnya
guru mampu memilih metode yang tepat untuk menanggulangi
permasalahan pembelajaran yang ditemukan Pada akhirnya setelah
mengikuti pelatihan dengan model ini, guru mampu membuat proposal
Penelitian Tindakan Kelas sendiri tanpa mencontoh yang sudah ada.
Dengan kata lain, dengan menggunakan model ini peserta akan mampu
mengembangkan dua pengetahuan sekaligus yaitu yang diterima oleh
peserta dari instruktur dan pengetahuan praktis yang sudah dimiliki oleh
peserta yang berhubungan dengan pekerjaan mereka sendiri. Berdasarkan

kedua pengetahuan tersebut, peserta dapat melakukan refleksi dengan


baik

tentang

permasalahan-permasalahan

yang

dihadapi

pada

pembelajarannya, mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab masalah


tersebut melalui refleksi tentang dan mencari solusi dari permasalahan.
Model pelatihan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Model Pelatihan Reflektif (Reflective Model)

Received
knowledge
Practice

Reflection

Professional
competence

Previous
experiential
knowledge

Reflective cycle

1.4.

Identifikasi dan Perumusan Masalah


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ditemukan beberapa
permasalahan seperti yang sudah disampaikan dalam analisis situasi.
Selain itu hasil observasi yang dilakukan di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan (Kamis 23 Agustus) ditemukan bahwa dari 84 Kepala
Sekolah dan 23 Pengawas SD hanya 12 % yang melakukan PTK dengan
benar. Sebanyak 52 % membuat PTS sebagai persyaratan kenaikan
pangkat dari menyuruhkan dan 36 % menyatakan tidak pernah mengerti
apa itu PTS. Berdasarka kenyataan tersebut maslah-masalah yang dihadapi
pengawas dan kepala sekolah dapat diidentifikasi sbg berikut :

1. Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam


menemukan dan menentukan permasalahan- permasalahn sekolah
yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS
2. Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah
yang dihadapi sekolah
3. Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
menyusun

usulan

melaksanakannya

Penelitian

sebagai

Tindakan

Sekolah

dan

kegiatan pengembangan profesinya

sebagai pengawas dan kepala sekolah


Berdasarkan permasalahan diatas Rumusan Masalah Pengabdian
Masyarakat ini adalah : Apakah Kemampuan Pengawas dan
Kepala Sekolah dalam menyusun

usulan Penelitian Tindakan

Sekolah dapat ditingkatkan melalui Pelatihan PTS dengan


Reflective Model?
1.5.

Tujuan Kegiatan
Berdasarkan permasalahan yang dihadadapi oleh Pengawas dan Kepala
Sekolah seperti yang disampaikan di atas, maka tujuan kegiatan ini adalah
Memberikan Pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah yang dapat :
a) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
menemukan dan menentukan permasalahan- permasalahan sekolah
yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS
b) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
menemukan cara memperbaiki (treatment) terhadap masalah-masalah
yang dihadapi sekolah

c) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam


menyusun

usulan

melaksanakannya

Penelitian

sebagai

Tindakan

Sekolah

dan

kegiatan pengembangan profesinya

sebagai pengawas dan kepala sekolah


d) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
melaksanakan dan melaporkan hasil penelitiannya.
e) Meningkatkan kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
memberikan informasi yang benar dan memotivasi guru untuk
mampu melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sebagai kegiatan
pengembangan profesi guru.
1.6.

Manfaat Kegiatan
Hasil Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini akan memberikan
kontribusi positif dalam meningkatkan profesionalisme Pengawas dan
Kepala sekolah di kecamatan Banjar. Secara lebih eksplisit manfaat
kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a) Pengawas dan Kepala Sekolah yang terlibat dalam kegiatan pelatihan
ini memperoleh wawasan tentang : (1) bagaimana menemukan dan
menentukan masalah-masalah sekolah yang dapat dipergunakan sebagai
masalah PTS; (2) bagaimana menemukan cara memperbaiki (treatment)
terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah; (3) bagaimana
menyusun

usulan

melaksanakannya

Penelitian

sebagai

Tindakan

Sekolah

dan

kegiatan pengembangan profesinya

sebagai pengawas dan kepala sekolah


b) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memperoleh peluang untuk
memiliki SDM (pengawas dan Kepala sekolah) yang berkualitas dan
profesional

10

c) Staf

Dosen

Universitas

Pendidikan

Ganesha

dapat

mengimplementasikan hasil penelitian yang dilakukan. Secara umum


Staf Dosen Universitas Pendidikan Ganesha dapat melaksanakan salah
satu darma dari tri dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Pada
Masyarakat

11

BAB II
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1.

Kerangka Pemecahan Masalah


Berangkat dari permasalah yang dihadapi oleh pengawas dan kepala
sekolah di Sekolah dasar di Kecamatan Banjar, maka alternatif pemecahan
masalah yang dilaksanakan dalam P2M ini dapat dilihat dalam diagram
alur berikut :

Permasalahan

Pemecahan Masalah

1. Kemampuan Pengawas dan Kepala


Sekolah dalam menemukan dan
menentukan permasalahan sekolah
sebagai masalah PTS masih rendah
2. Kemampuan Pengawas dan Kepala
Sekolah dalam menemukan cara
memperbaiki (treatment) masalah yang
dihadapi sekolah masih rendah
3. Kemampuan Pengawas dan Kepala
Sekolah dalam menyusun usulan
Penelitian Tindakan Sekolah dan
melaksanakannya
sebagai kegiatan
pengembangan profesinya sebagai
pengawas dan kepala sekolah masih
rendah

1.

Meningkatkan Kemampuan Pengawas


dan Kepala Sekolah dalam
menemukan dan menentukan
permasalahan sekolah sebagai masalah
PTS.

2.

Meningkatkan kemampuan
Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
menemukan cara memperbaiki
(treatment) masalah yang dihadapi
sekolah .

3.

Meningkatkan kemampuan Pengawas


dan Kepala Sekolah dalam menyusun
usulan Penelitian Tindakan Sekolah
dan melaksanakannya
sebagai
kegiatan pengembangan profesinya
sebagai pengawas dan kepala sekolah

Metode Kegiatan
1.

Alternatif Pemecahan Masalah

Refleksi Permasalahan yang


ditemukan di lapangan

2.

Cermah dan diskusi tentang PTS

3.

Praktik membuat usulan PTS

Memberikan Pelatihan Penelitian


Tindakan Sekolah dengan model
Pelatihan Reflective

Gambar 2. Bagan alur Kerangka Pemecahan Masalah P2M

12

2.2.

Khalayak sasaran Strategis


Secara umum, tujuan pengabdian pada masyarakat (P2M) ini adalah untuk
meningkatkan profesionalisme Pengawas dan Kepala Sekolah dalam
merancang dan melaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah. Sehubungan
dengan hal tersebut, khalayak sasaran strategis dan tepat dilibatkan adalah
seluruh pengawas SD dan kepala Sekolah SD di Kecamatan Banjar yang
berjumlah 86 orang. Pemilihan

kecamatan Banjar sebagai sasaran

mengingat kecamatan Banjar dipergunakan sebagai model bagi kecamatnkecamatan lainnya.


Rendahnya kemampuan Pengawas dan Kepala Sekolah dalam menemukan
dan

menentukan

menyebabkan

masalah-masalah

mereka

kurang

Penelitian

mampu

Tindakan

menyusun

Sekolah

proposal

dan

melaksanakan PTS di sekolah padahal sebagai pengawas dan Kepala


sekolah yang ada di daerah perkotaan sudah selayaknya mengetahui hal ini
dan mampu menjadi contoh bagi pengawas dan kepala sekolah di
kecamatan lainnya.
2.3. Keterkaitan
Kegiatan P2M ini melibatkan institusi Undiksha dan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan (Pengawas) dan Sekolah (Kepala Sekolah) di Kecamatan
Banjar. Ketiga instansi yang terlibat ini memperoleh keuntungan secara
bersama-sama sebagai berikut :
1. Sekolah Dasar di Kecamatan Banjar sebagai instansi yang memiliki
Kepala Sekolah akan memperoleh manfaat dari kegiatan P2M ini
dalam hal peningkatan kualitas SDM terutama

dalam Penelitian

Tindakan Sekolah
2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebagai instansi yang memiliki
pengawas dan Kepala Sekolah juga akan memperoleh manfaat dari

13

kegiatan P2M ini dalam peningkatan Profesionalisme pengawas SD


dalam Penelitian Tindakan Sekolah
3. Universitas Pendidikan Ganesha melalui Lembaga Pengabdian pada
Masyarakat berperan menyediakan dana, sehingga mendukung
pelaksanaan dharma ketiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2.4.

Metode Kegiatan
Bentuk aktivitas menggunakan strategi

pelatihan (training). Tahapan-

tahapan aktivitas secara umum yaitu: penyemaian informasi (encoding),


pengintegrasian

informasi

menjadi

suatu

pemahaman

(decoding),

perekaman informasi (storing), dan pembelajaran informasi (learning).


Seluruh aktivitas tersebut dirancang bersama-sama dan dilakukan dalam
situasi informal dengan melakukan pelatihan dan pendampingan terhadap
pengawas dan kepala sekolah SD di kecamatan Banjar. Secara lebih
spesifik sintaks pelatihan dengan model reflektif ini dapat dilihat dalam
bagain berikut:
Fase

Aktivitas
Trainer

Trainee

1. Receive knowledge
(pemberian
informasi)

1. Menyampaikan materi
dengan gabungan metode
ceramah, dan jig saw
2. Ada beberapa materi yang
diberikan dengan jig-saw
yang mengharuskan
pembentukan kelompok
3. Pemberian model PTS

1.

2. Previous
experiencial
knowledge (refleksi)

1. Meminta peserta untuk


merefleksi
pembelajarannya terutama
pada aspek-aspek :
permasalahan, sumber
masalah dan cara
pemecahan masalah

1.

14

Mendengarkan dan
memperhatikan materi yang
disampaikan
2. Membentuk kelompok dan
mengerjakan pelatihan sesuai
dengan instruksi untuk
pelaksanaan jig-saw

Melakukan refleksi terhadap


masalah pembelajaran yang
dihadapi di kelasnya, penyebab
masalah tersebut dan cara
pemecahan masalahnya
2. Menuliskan dalam pendahuluan
dari proposal masing-masing

3. Practice
a. Praktik penyusunan
proposal
b.Presentasi
proposal
c. Presentasi cara
pemecahan masalah

4. Reflect (refleksi)

5. Proffesional
Competence

2. Meminta peserta pelatihan


menuliskannya dalam
pendahuluan
1. Melatih menyusun bagian 1. Melatih menyusun bagian
perbagian dari sebuah
perbagian dari sebuah proposal
proposal
2. Mempresentasikan hanya bagian
2. Meminta peserta untuk
penting dari proposal: masalah,
mempresentasikan hanya
latar belakang masalah dan cara
bagian penting dari
pemecahan masalah.
proposal: masalah, latar
3. Melakukan simulasi tentang
belakang masalah dan
metode, strategi pembelajaran
cara pemecahan masalah.
atau cara evaluasi yang
3. Meminta peserta untuk
dipergunakan sebagai cara
melakukan simulasi
pemecahan masalah
tentang metode, strategi
pembelajaran atau cara
evaluasi yang
dipergunakan sebagai
cara pemecahan masalah
1. Meminta peserta
1. Melakukan refleksi terhadap
melakukan refleksi
proposal yang sudah dibuat
terhadap proposal yang
2. Melakukan refleksi terhadap
sudah dibuat
kemungkinan dampak dari cara
2. Meminta peserta
pemecahan masalah yang
melakukan refleksi
disimulasikan
terhadap kemungkinan
dampak dari cara
pemecahan masalah yang
disimulasikan
Menilai proposal yang sudah
Mencermati hasil penilaian,
dihasilkan oleh guru
merefleksi dan melakukan
perbaikan

Perbaikan proposal yg
menunjukkan
kompetensi
profesional guru

Gambar 3. Sintaks pelaksanaan pelatihan dengan model Reflective

15

2.5.

Rancangan Evaluasi
a) Prosedur dan Alat Evaluasi
Prosedur dan alat evaluasi untuk menilai keberhasilan kegiatan P2M
ini dilakukan seperti diagram alur di bawah ini
Awal

Pelaksanaan

Akhir

Kegiatan

Kegiatan

Kegiatan

PRE-TEST

OBSERVASI

POST-TEST
PRODUK

Gambar 4. Prosedur evaluasi


1. Pre- tes dan Post- tes
Pre-tes dilakukan di awal kegiatan untuk mengetahui pemahaman
pengawas dan Kepala Sekolah SD di kecamatan Banjar tentang
penelitian Tindakan Sekolah sebelum diberikan pelatihan. Post-test
dilaksanakan pada akhir pelatihan untuk mengetahui perubahan
pemahaman kepala sekolah dan pengawas SD tentang PTS setelah
mengikuti pelatihan. Data pre-tes dan post-tes dikumpulkan
melalui tes yang akan mengungkap pemahaman pengawas dan
kepala sekolah tentang Penelitian Tindakan Sekolah
2. Observasi
Observasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan mencakup
ketekunan dan keseriusan pengawas dan kepala sekolah dalam
mengikuti kegiatan pelatihan. Instrumen yang dipergunakan adalah
lembar observasi. Penilaian dilakukan terhadap aspek-aspek sikap
dan aktivitas pengawas dan kepala sekolah yang mencirikan
perilaku dan kemampuan pengawas dan kepala sekolah. Teknik

16

pemberian skor pada masing-masing indikator menggunakan skala


lickert dengan rentang 1-5.
3. Produk / Proposal Penelitian Tindakan Sekolah
Produk dari kegiatan ini, yaitu Proposal Penelitian Tindakan
Sekolah yang dihasilkan selama pelatihan digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan peserta pelatihan dalam menyusun
proposal PTS dengan menggunakan rentangan skor dari 0 sampai
100
b) Teknik Analisis data dan Kriteria Keberhasilan Program
Data dari hasil pre-test dan post-tes tentang pemahaman pengawas dan
kepala sekolah sehubungan dengan Penelitian Tindakan Sekolah dan
data kemampuan peserta dalam merancang proposal PTS dianalisis
dengan teknik statistik deskriptif

17

BAB III
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL KEGIATAN


Kegiatan P2M ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan dengan peserta
Kepala Sekolah dan pengawas SD se Kecamatan Buleleng. Pelatihan
dilaksanakan di ruang teater Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan
Ganesha. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 7 September 2013. Kegiatan
diawali dengan memberikan Pre-test. Pre-tes dilakukan di awal kegiatan untuk
mengetahui pemahaman pengawas dan Kepala Sekolah SD di kecamatan
Buleleng tentang penelitian Tindakan Sekolah sebelum diberikan pelatihan. Pre
test dilaksanakan secara verbal dgn menanyakan kepada mereka pertanyaan
berikut :
1. Apakah anda pernah melakukan penelitian?
2. Bila Ya, Apa jenis penelitian yang anda dilakukan?
3. Bila ya, Apa tujuan anda melakukan penelitian tersebut?
4. Apakah anda pernah mendengar penelitian tindakan sekolah?
5. Apakah anda pernah melakukan penelitian tindakan sekolah?
Hasil pretest menunjukkan :
No

Pernyataan

Hasil

1.

Apakah anda pernah melakukan

55 % peserta
mengatakan pernah ,
45 % mengatakan
belum

penelitian?

18

Apa jenis penelitian yang anda


dilakukan?

Apa tujuan anda melakukan


penelitian tersebut?

Apakah anda pernah mendengar


penelitian tindakan sekolah?

Apakah anda pernah melakukan


penelitian tindakan sekolah?

19

97 % dari 55% yang


mengatakan pernah
melakukan penelitian
menyatakan tidak tau
jenis penelitian yang
dilakukan.
100 % peserta yang
pernah melakukan
penelitian
menyatakan
penelitian yang
dilakukan untuk
persyaratan kenaikan
pangkat
20 % peserta
mengatakan pernah
mendengar tentang
penelitian tindakan
sekolah dan 80%
mengatakan tidak
pernah mendengar
ttg PTS
100% mengatakan
belum pernah
melakukan PTS

Kegiatan selanjutnya adalah Pelaksanaan Pelatihan yang dilaksanakan dengan


model reflektif dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:
Fase

Aktivitas
Trainer

Trainee

1. Receive
knowledge
(pemberian
informasi)

1.

2. Previous
experiencial
knowledge
(refleksi)

1. Meminta peserta untuk


1. Melakukan refleksi terhadap
merefleksi permasalahanmasalah pembelajaran yang
permasalahan yang dihadapi
dihadapi di kelasnya, penyebab
dalam melaksanakan tugasnya
masalah tersebut dan cara
sebagai kepala sekolah
pemecahan masalahnya
2. Meminta peserta
2. Menuliskan dalam pendahuluan
mengidentifikasi
dari proposal masing-masing
permasalahan dan memilih
maslaah yang paling urgen
untuk diselesaikan melalui
penelitian,
3. Meminta peserta mencari
sumber masalah dan cara
pemecahan masalah
4. Meminta peserta pelatihan
menuliskannya dalam
pendahuluan
1. Melatih menyusun bagian
1. Melatih menyusun bagian
perbagian dari sebuah
perbagian dari sebuah proposal
proposal
2. Mempresentasikan hanya bagian
2.
Meminta peserta untuk
penting dari proposal: masalah,
mempresentasikan hanya
latar belakang masalah dan cara
bagian penting dari proposal:
pemecahan masalah.
masalah, latar belakang
3.
Melakukan simulasi
masalah dan cara pemecahan
tentang metode, strategi
masalah.
pembelajaran atau cara evaluasi
3.
Meminta peserta untuk
yang dipergunakan sebagai cara
melakukan simulasi tentang
pemecahan masalah
metode, strategi
pembelajaran atau cara
evaluasi yang dipergunakan
sebagai cara pemecahan
masalah

3. Practice
a. Praktik
penyusunan
proposal
b.Presentasi
proposal
c. Presentasi cara
pemecahan
masalah

Menyampaikan materi
dengan gabungan metode
ceramah, dan jig saw
2.
Ada beberapa materi
yang diberikan dengan jig-saw
yang mengharuskan
pembentukan kelompok
3.
Pemberian model PTS

20

2.

1. Mendengarkan dan
memperhatikan materi yang
disampaikan
Membentuk kelompok dan
mengerjakan pelatihan sesuai
dengan instruksi untuk
pelaksanaan jig-saw

4. Reflect (refleksi)

5. Proffesional
Competence

1. Meminta peserta melakukan


refleksi terhadap proposal yang
sudah dibuat
2.
Meminta peserta
melakukan refleksi terhadap
kemungkinan dampak dari
cara pemecahan masalah yang
disimulasikan
Menilai proposal yang sudah
dihasilkan oleh guru

1. Melakukan refleksi terhadap


proposal yang sudah dibuat
2.
Melakukan refleksi
terhadap kemungkinan dampak
dari cara pemecahan masalah
yang disimulasikan

Mencermati hasil penilaian,


merefleksi dan melakukan
perbaikan

Perbaikan proposal
yg menunjukkan
kompetensi
profesional guru

Dalam melaksanakan kegiatan, dilakukan pula observasi.

Observasi terhadap

pelaksanaan kegiatan pelatihan mencakup ketekunan dan keseriusan pengawas


dan kepala sekolah dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Instrumen yang
dipergunakan adalah lembar observasi. Penilaian dilakukan terhadap aspek-aspek
sikap dan aktivitas pengawas dan kepala sekolah yang mencirikan perilaku dan
kemampuan pengawas dan kepala sekolah. Teknik pemberian skor pada masingmasing indikator menggunakan skala lickert dengan rentang 1-5.
Hasil penilaian terhadap ketekunan dapat dilihat dari hasil di bawah ini :
No

Aspek yang diobservasi

Rerata Hasil penilaian

1.

Ketekunan mendengarkan
ceramah yang disampaikan

5 (sangat serius)

Keseriusan dalam melakukan


jig saw yang diminta untuk

5 (sangat serius)

Keseriusan dalam melakukan


refleksi terhadap

4 (serius)

21

permasalahan yang dialami


di sekolah
4

Kejujuran dalam
mengemukakan
permasalahan yang dialami
di sekolah masing-masing

3 (cukup serius)

Kemampuan memilih
masalah yang urgen untuk
dilaksanakan

4 (serius)

Tanggung jawab dalam


melakukan diskusi untuk
memilih metode yang sesuai
untuk memecahkan masalah
yang dialami

5 (sangat serius)

Tanggungjawab untuk
menyelesaikan proposal
penelitian

4 (serius)

Keseriusan dalam menulis


proposal penelitian

(sangat serius)

Produk dari kegiatan ini, yaitu Proposal Penelitian Tindakan Sekolah yang
dihasilkan selama pelatihan digunakan untuk mengevaluasi kemampuan peserta
pelatihan dalam menyusun proposal PTS dengan menggunakan rentangan skor
dari 0 sampai 100
Hasil dari penilaian produk adalah sebagai berikut :
No

Aspek dari proposal

Rerata nilai

Identifikasi Masalah

87

Penentuan masalah penelitian

92

22

Penentuan sumber masalah

90

penelitian
4

Penentuan bukti pendukung

65

masalah penelitian
5

Penentuan cara pemecahan masalah

80

Penentuan teori-teori yang relevan

60

dengan permasalahan dan cara


pemecahan masalah
7

Pembuatan metode peneltian

90

(termasuk penentuan setting


penelitian, subyek penelitian,
prosedur penelitian)

b. PEMBAHASAN

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan


Menengah menunjukkan bahwa sosialisasi dan pelatihan yang selama ini
biasa dilaksanakan belum mampu meningkatkan kemampuan para pengawas
dan kepala sekolah dalam penelitian dan pengembangan. Berbagai strategi
pelatihan sudah dilaksanakan seperti memanfaatkan forum Kelompok
Pengawas
(MKPS)

Sekolah

(KKPS)

d i m a n a

dan

Musyawarah

p a r a

Kerja Pengawas Sekolah

pengawas

s e k o l a h dapat saling berbagi pengetahuan

Kerja

dan

dan

kepala

pengalaman

guna

bersama-sama meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka. Namun strategi

23

tersebut

ternyata

tidak

membuat

adanya

perubahan

terutama

tidak

meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan penelitian. Padahal


mereka dituntut untuk melaksanakan penelitian untuk profesionalisme mereka.
Terutama sekali sebagai seorang Pengawas atau Kepala sekolah adalah
merupakan hal yang wajib mengetahui Penelitian terutama Penelitian Tindakan
Sekolah karena mereka harus mampu memberikan bimbingan kepada para guru
yang merupakan bawahan dan orang yang disupervisi.
Hal

tersebut di atas ternyata benar karena dari hasil pre test yang

dilaksanakan pada kegiatan P2M ini menunjukkan 55 % peserta mengatakan


pernah melakukan penelitian namun 97 dari 55% tersebut mengatakan tidak tau
jenis penelitian apa yang dilakukan, dan 100 % peserta yang pernah melakukan
penelitian menyatakan penelitian yang dilakukan hanya untuk persyaratan
kenaikan pangkat, 20 % peserta mengatakan pernah mendengar tentang penelitian
tindakan sekolah dan 80% mengatakan tidak pernah mendengar ttg PTS, 100%
mengatakan belum pernah melakukan PTS.
Dari permasalahan tersebut selanjutnya dilaksanakan Pelatihan Penelitian
Tindakan Sekolah dengan menggunakan model Reflective. Reflective model
adalah model pelatihan Penelitian Tindakan kelas yang merupakan hasil
penelitian Strategis Nasional (Nitiasih, 2009). Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa model ini sangat membantu Guru-Guru dalam menganalisis permasalahan
permasalahan pembelajaran yang dapat diangkat sebagai masalah dalam PTK
serta meningkatkan kemampuan Guru-Guru dalam membuat proposal penelitian

24

dan melaksanakan PTK dalam pembelajaran. Mengingat permasalahan utama dari


Pengawas dan Kepala Sekolah adalah rendahnya kemampuan mereka dalam
menemukan masalah yang dapat dipergunakan sebagai topik penelitian terutama
Penelitian Tindakan Sekolah, perlu dilakukan Pelatihan Penelitian Tindakan
Sekolah yang mengimplementasikan Model Reflective yang sudah terbukti
mampu meningkatkan kemampuan Guru dalam PTK.
Dalam pelaksanaan pelatihan dilaksanakan observasi yang menunjukkan
bahwa

ketekunan mendengarkan ceramah dari peserta atas materi yang

disampaikan ada pada kategori 5 (sangat serius), Dalam melaksanakan kegiatan


dilakukan pula beberapa teknik pelatihan yaitu jig saw. Keseriusan dalam
melakukan jig saw yang diminta dilakukan oleh peserta juga menunjukkan angka
5 yaitu sangat serius.

Keseriusan dalam melakukan refleksi terhadap

permasalahan yang dialami di sekolah menunjukkan angka 4 (serius). Hal ini


ditunjukkan dgn banyaknya jumlah permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam
diskusi

yang

dilakukan.

Selanjutnya

kejujuran

dalam

mengemukakan

permasalahan yang dialami di sekolah masing-masing ada dalam kategori 3 yaitu


cukup serius. Hal ini ditunjukkan berdasarkan permasalahan yang dibuat yang
lebih banyak menunjukan permasalahan yang disebabkan oleh guru dan bukan
permasalahan peserta sebagai pengawas dan kepala sekolah. Kegiatan memilih
masalah yang urgen untuk dilaksanakan menunjukkan angka 4 yaitu ada pada
kategori serius. Dalam hal ini peserta sudah mampu mengidentifikasi mana
masalah yang urgen dan bisa dipergunakan sebagai penelitian tindakan sekolah

25

dan mana yang tidak bisa dipergunakan untuk PTS. Tanggung jawab dalam
melakukan diskusi untuk memilih metode yang sesuai untuk memecahkan
masalah yang dialami oleh kepala sekolah dan pengawas menunjukan angka 5
yang ada pada kategori sangat serius. Hasil observasi dalam tahapan ini dilihat
dari keseriusan peserta dalam mencari cara pemecahan masalah terhadap masalah
yang diidentifikasi. Tanggungjawab untuk menyelesaikan proposal penelitian
menunjukan angka 4 (serius) dan keseriusan dalam menulis proposal penelitian
ada pada kategori sangat serius. Hasil diatas disebabkan karena para guru merasa
sangat perlu dengan pengetahuan tentang PTS. Mereka diberikan pengertian
bahwa tujuan utama Penelitian Tindakan Sekolah adalah untuk memecahkan
permasalahan nyata yang terjadi di dalam sekolah-sekolah yang berada
dalam binaan pengawas sekolah. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan
untuk memecahkan

masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban

ilmiah

mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan.


Secara lebih rinci, tujuan Penelitian Tindakan Sekolah antara lain : (1)
meningkatkan
manajemen

mutu

isi,

masukan,

proses,

dan

hasil

pendidikan,

dan pembelajaran, termasuk mutu guru, kepala sekolah,

khususnya yang berkaitan dengan tugas profesional kepengawasan, di


sekolah-sekolah yang menjadi binaannya; (2) meningkatkan kemampuan dan
sikap profesional sebagai pengawas sekolah; (3) menumbuhkembangkan
budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di
dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan.

26

Keseriusan tersebut juga disebabkan oleh pengertian yang diperoleh


bahwa Penelitian Tindakan Sekolah memerlukan

adanya tindakan (action)

yang nyata. Tindakan itu dilakukan pada situasi alami (pada keadaan yang
sebenarnya)

dan

permasalahan

praktis

ditujukan
dalam

untuk
peningkatan

memecahkan
mutu

permasalahan-

proses

dan

hasil

kepengawasan.
Hasil dari kesriusan mereka dapat dilihat dari penilaian atas produk
pelatihan berupa proposal Penelitian Tindakan Sekolah sebagai berikut : 1)
dalam mengidentifikasi kemampuan rata rata peserta adalah 87, 2) dalam
menentukan masalah penelitian rerata kemampuan peserta adalah 92. Hal ini
merupakan kemajuan luar biasa karena peserta mengetahui mana masalah
masalah yang bisa dipergunakan untuk penelitian. Kemampuan yang lebih baik
juga ditunjukkan oleh peserta dalam menentukan sumber masalah yang ada,
kebanyakan dari mereka lebih banyak menyalahkan guru dibandingkan menilai
diri sendiri. Kemampuan yang paling rendah dari peserta adalah dalam
menentukan bukti pendukung untuk masalah penelitian. Penentuan cara
pemecahan masalah menunjukkan kemampuan yang baik yaitu 80. Karena
kurangnya informasi terhadap teori-teori pembelajaran dan management,
kemampuan peserta menulis teori-teori yang relevan juga tidak terlalu baik.
Namun pembuatan metode peneltian (termasuk penentuan setting penelitian,
subyek penelitian, prosedur penelitian) menunjukkan kemampuan yang sangat

27

baik yaitu 90.Kemampuan dalam metodologi ini jelas sangat mendukung


pelaksanaan penelitian nantinya.

28

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
a.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil kegiatan dapat sisimpulkan bahwa :
a) Pelatihan

Penelitian

Tindakan

Sekolah

dengan

menggunakan

Reflective Model dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan


Kepala Sekolah dalam menemukan dan menentukan permasalahanpermasalahan sekolah yang dapat dipergunakan sebagai masalah PTS
b) Pelatihan

Penelitian

Tindakan

Sekolah

dengan

menggunakan

Reflective Model dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan


Kepala Sekolah dalam menemukan cara memperbaiki (treatment)
terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekolah
c) Pelatihan

Penelitian

Tindakan

Sekolah

dengan

menggunakan

Reflective Model dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan


Kepala Sekolah dalam menyusun
Sekolah dan melaksanakannya

usulan

Penelitian Tindakan

sebagai kegiatan pengembangan

profesinya sebagai pengawas dan kepala sekolah


d) Pelatihan

Penelitian

Tindakan

Sekolah

dengan

menggunakan

Reflective Model dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan


Kepala Sekolah dalam melaksanakan

dan

melaporkan

hasil

penelitiannya.
e) Pelatihan

Penelitian

Tindakan

Sekolah

dengan

menggunakan

Reflective Model dapat meningkatkan kemampuan Pengawas dan


Kepala Sekolah dalam

memberikan informasi yang benar dan

memotivasi guru untuk mampu melaksanakan Penelitian Tindakan


Kelas sebagai kegiatan pengembangan profesi guru.

29

b.

SARAN
Dari pelaksanaan pelatihan ada beberapa saran yang diusulkan dalam P2M
selanjutnya yaitu:
1. Kelemahan peserta pada saat pelatihan adalah mencari teori-teori yang
relevan dan menentukan bukti pendukung terhadap permasalahan. Untuk
dapat meningkatkan kemampuan ini pelaksanaan P2M selanjutnya perlu
menyiapkan buku buku yang relevan yang dapat dipergunakan sebagai
sumber atas teori teori yang dipergunakan dalam penelitian.
2. Manfaat pengabdian ini sangat dirasakan oleh pengawas dan kepala
sekolah, namun belum semua kepala sekolah dan pengawas memperoleh
kesempatan. Untuk itu perlu diberikan pelatihan untuk kepala sekolah dan
pengawas yang lain di kecamatan lainnya oleh LPM Undiksha

30

Daftar Pustaka
Killen, Roy. 1998. Effective Teaching Strategies. Katoomba NSW: Social
Science Press
Nitiasih, Putu Kerti, 2010. Model Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas
Reflektif Berbasis Kompetensi (PTK-RBK) Untuk Meningkatkan
Profesionalisme Guru di Provinsi Bali. Hasil Penelitian yang tidak
dipublikasikan.
Padmadewi, Ni Nyoman; Artini, Luh Putu; Heri santosa, Made.2008. Studi
Penelusuran Alumni tentang Relevansi Kurikulum dengan Kebutuhan
Pekerjaan Guru di Sekolah. Hasil penelitian yang tidak dipublikasikan.
Rindjin, Sarna, Padmadewi. 2006. Diagnosis Masalah Pembelajaran (Makalah
disampaikan dalam Focused Group Discussion antar Guru-Guru SD, SMP se
Kabupaten Banjar tanggal 21 Oktober 2006.
Rinjin, Nitiasih, Permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran (Makalah
disampaikan dalam Focused Group Discussion antar Guru-Guru SD, SMP seKabupaten Banjar tahun 2006.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung, Alfabetha Bandung
Tantra, Dewa Komang. 2005. Penelitian Tindakan Kelas (Makalah
disampaikan dalam Workshop Menumbuhkan Komitmen Guru dan Pegawai
SMA Negeri 4 Denpasar tanggal 3 Januari 2005).
Tantra, D.K. 2005. Peningkatan Profesionalisme Guru dengan Paradigma
Baru ( makalah disampaikan dalam workshop menumbuhkan komitmen guru
dan pegawai SMA Negeri 3 Denpasar, pada tanggal 3 Januari 2005).

31

Anda mungkin juga menyukai