Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun oleh:
I gede bagus Arya Maharta
10700099

Pembimbing:
dr. Bambang P. Sp.B

SMF ILMU BEDAH


RSUD BANGIL JAWA TIMUR
2015

PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL
Jl. Raya Raci - Bangil, Telp. (0343) 744900 Fax. (0343) 744940
PAS U R U AN

LEMBAR PENGESAHAN

KEPANITERAAN KLINIK FK UWKS


RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN

Telah dipresentasikan di :
Bangil, ............................................
Stase : Bedah

Pembimbing

Dr. Bambang P. Sp. B


NIP.

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas segala rahmatNya,
saya dapat menyelesaikan case report ini untuk memenuhi persyaratan mengikuti kegiatan
kepaniteraan klinik di SMF Bedah di RSUD Bangil
Saya menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan makalah ini.
Saya juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Bambang P.
Sp.B yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya selama menjalani kepaniteraan
klinik di SMF Bedah.
Dengan adanya makalah ini saya harapkan dapat memberikan wawasan yang luas
kepada dokter muda untuk kemajuan Ilmu Bedah di masa depan.

Bangil, 6 Februari 2015

Penulis

BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. S

Usia

: 64 Th

Alamat

: Jambe, Baujeng Pasuruan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Tanggal MRS : 2 feb 2015

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri pada abdomen
Riwayat penyakit sekarang
Pasien perempuan datang ke IGD RSUD bangil keluhan nyeri perut sejak 1 jam lalu pada saat
bangun tidur, rasa seperti di tusuk-tusuk, pasien juga mengeluh tidak bisa BAB sejak 1 hari lalu,
pasien sempat sesak sebentar sebelum dibawa ke IGD dan setelah di IGD sesak berkurang, flatus (-),
mual (+), muntah (+)
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat operasi CA Cervix, Hipertensi (-), DM (-)
Riwayat penyakit Keluarga
Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Compos Mentis
Primary survey
A: Bebas
B: Spontan, Frekuensi nafas 20x/ menit, reguler, kedalaman cukup
C: Akral hangat, CRT < 2, tekanan darah 120/90 mmHg, frekuensi nadi 84x/menit, suhu afebris
D: GCS: 456
Secondary survey
Kepala

: deformitas (-) edema (-)

Mata

: edema (-) pupil kanan dan kiri bulat isokor 3mm. reflek cahaya mata kanan/kiri (+).

Leher

: pembesaran KGB (-)

THT

: sekret (-)

Dada

: simetris dan pergerakan normal

Jantung

: BJ SI & SII normal, murmur (-), gallop (-)

Paru

: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: distended, BU (+) meningkat, tidak teraba massa, nyeri tekan (+)

Ekstremitas

: Akral Hangat ++/++ , oedem --/--

RECTAL TOUCHER
Tidak ditemukan adanya massa, nyeri tekan seluruh permukaan (-), darah (-), feces + (sedikit)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATURIUM
Hemoglobin

: 16,1 g/dL

Hematokrit

: 40 %

Leukosit

: 10300/L

Trombosit

: 198000/L

MCV : 79 fl
MCH : 27 pg
MCHC : 34 g/dl
Foto polos Abdomen

DIAGNOSIS KERJA
Ileus Obstruktif
Tata laksana
-

Pasang NGT
Infus RL maintenance 120cc/ jam
Inj. Ranitidin 3x1
Inj. Santagesik 3x1
Inj. Metronidazole 3x1
Inj. Ondansentron 2x1
Dullcolax supp II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Ileus obstruktif adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal
atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus
atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan
nekrose segmen usus tersebut sehingga timbul nyeri. Ileus Obstruktif dibedakan berdasarkan
penyebab, menjadi obstruksi mekanik/ obstruksi fungsional. Berdasarkan waktu mulai dari durasi
menjadi obstruksi akut dan kronik. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat. Berdasarkan ekstensinya menjadi
obstruksi parsial atau komplet dan berdasarkan tipenya menjadi obstruksi simple dan

closed

loop/strangulasi.
Obstruksi Simple
Obstruksi simple biasanya terjadi akibat adanya adhesive band yang menekan atau
menyumbat pada suatu bagian usus. Gejala utamanya berupa distensi abdomen dan nyeri kolik dan
umumnya berlokasi di regio periumbilical. Gejala ini dapat disertai dengan meningkatnya suara
peristaltik usus. Cairan dan udara akan mengumpul pada bagian proksimal dari area yang tersumbat
(obstruksi), dan memicu terjadinya distensi usus pada bagian proksimal dan kolapsnya usus bagian
distal obstruksi. obstruksi usus halus pada bagian yang lebih proksimal akan menimbulkan gejala
awal berupa muntah yang berat, dan gangguan elektrolit. Gangguan elektrolit ini akan memicu
hipokalemia, hikloremia, dan alkalosis metabolik. Dapat pula terjadi asidosis metabolik yang disertai
dengan dehidrasi berat.

Closed Loop / Strangulasi

Ketika usus mengalami obstruksi pada dua titik/area, maka segmen usus diantara dua titik
tersebut akan menjadi segmen tertutup atau closed loop. Kondisi ini lebih serius dibandingkan kondisi
obstruksi simple, karena adanya resiko pemuntiran pada closed loop

tersebut dan terjadinya

gangguan vaskularisasi. Bagian tersebut lama-kelamaan akan mengalami distensi, disertai dengan
peningkatan tekanan intra-lumen, sementara lapisan serosa tidak dapat mengalami distensi. Seiring
dengan meningkatnya tekanan intra-lumen maka drainase limfatik yang diikuti dengan aliran vena
akan terganggu. Hal ini secara terus-menerus menambah oedem dan menebalnya dinding usus dan
makin menekan aliran limfatik dan vena. Proses ini kemudian akan menimbulkan gangguan pada
aliran arteri. Usus kemudian akan menjadi nekrosis dan dapat mengalami perforasi.
Perkembangan obstruksi strangulasi selanjutnya akan menyebabkan proses inflamasi
transmural yang memicu terjadinya peritonitis. Nyeri yang awalnya kolik dan intermiten menjadi
konstan (terus-menerus) dan akan terasa lebih berat. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan nyeri
tekan dan nyeri lepas pada seluruh lapangan abdomen yang mengindikasikan telah terjadinya
peritonitis.
PATOFISIOLOGI
Obstruksi usus diakibatkan kelainan pada:
-

Intraluminal ( benda asing, batu empedu)


Intramural ( Tumor, Crohn disease, struktur peradangan)
Ekstrinsik ( Adhesi, hernia dan karsinoma )
Gas dan cairan terakumulasi dalam lumen usus proksimal obstruksi. Sebagian besar gan

berasal dari udara yang tertelan dan sebagian lagi berasal dari produksi gas dalam usus. Cairan berasal
dari produksi gastrointestinal dan sebagian dari cairan yang ditelan. Akibat akumulasi gas dan cairan,
usus mengalami distensi, tekanan intraluminal dan intramural meningkat. Bila tekanan terus
meningkat maka perfusi usus terganggu dan menyebabkan iskemi dan akhirnya nekrosis usus. Dilatasi
usus karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan sehingga potensial
untuk terjadi translokasi kuman. Gangguan vaskularisasi menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan
elektrolit dapat lolos dari tubuh karena muntah. Kondisi ini disebut sebagai obstruksi usus strangulasi.
Pada closed loop, strangulasi lebih cepat terjadi. Pada kasus adhesi terdapat jaringan fibrosa pada usus
halus dimana terjadi perlengketan yang menghalangi jalannya makanan dan cairan.

Pembagian Adhesi Pasca operasi


Adhesi pasca operasi dapat diklasifikasikan berdasarkan makroskopis maupun histologis.

Berdasarkan makroskopis adhesi pasca operasi diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Grade I

: Adanya deposit fibrin, tipis seperti benang atau adanya adhesi antar organ

yang ringan dan dapat dipisahkan secara tumpul.


2. Grade I I
: Adanya adhesi yang dapat dipisahkan secara tumpul, tapi sebagian perlu
dipisahkan secara tajam dengan vaskularisasi yang rapuh.
3. Grade III
: Vaskularisasi jelas, adhesi cukup kuat sehingga harus dipisahkan secara
tajam
4. Grade IV

: Adhesi kuat, luas, harus dipisahkan secara tajam dan karenanya dapat terjadi

kerusakan organ yang memerlukan terapi pembedahan.


Berdasarkan histologis, adhesi pasca operasi diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Grade I

: Terdapat beberapa fibrin dan jaringan ikat yang sangat renggang dengan

serat retikulin yang sangat rapuh.


2. Grade II
: Terdapat jaringan ikat renggang mengandung sel-sel dan kapiler-kapiler.
Serabut- serabut kolagen dapat terlihat.
3. Grade III
: Struktur dan jaringan ikat lebih tebal, terdapat pengurangan jumlah dari selsel, dengan peningkatan jumlah pembuluh darah, kadang-kadang serabut ikat elastik dan otot
polos dapat ditemukan.
4. Grade IV
: Ditemukan scar atau jaringan kallus yang lebih matur, biasanya jaringan
adhesi sudah menyatu dengan serosa organ sebelahnya, dapat ditemukan otot polos
5.
GEJALA KLINIS
Nyeri kolik, kembung dan konstipasi akut yang disusul dengan mual dan muntah. Mual
muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka
gejala yang dominant adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut
dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. Mual lebih jarang pada obstruksi kolon kecuali
pada kondisi lanjut. Nyeri yang konstan dan terlokalisir merupakan tanda telah terjadi strangulasi.
Menayakan riwayat penyakit terdahulu harus dilakukan untuk mengetahui penyebab seperti obstruksi
usus yang terjadi sebelumnya, riwayat operasi sebelumnya, riwayat konstipasi, riwayat bowel habit
changes, riwayat kanker dan terapi sebelumnya.

PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Dimulai dari tanda vital, status rehidrasi, inspeksi, auskultasi, palpasi abdominal, termasuk
mencari adanya defek hernia, bekas insisi operasi sebelumnya dan pemeriksaan rectal touche. Pada

auskultasi ditemukan bising usus meningkat sampai bunyi metalic sound. Bila ditemukan adanya
defans muscular bisa dicurigai tanda-tanda perforasi.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
-

Foto polos Abdomen posisi supine, left lateral decubitus dan erect: gambaran dilatasi usus

dengan air fluid level, pelebaran gas usus halus.


Foto Abdomen dengan kontras. Dilakukan pada pasien tanpa riwayat operasi sebelumnya atau

kasus rekurensi tumor dan enema barium.


CT Scan abdomen, jika curiga obstruksi akibat suatu keganasan.

Multiple Air Fluid Level

Herring Bone Apperance

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
-

Pemeriksaan Darah Lengkap: hemokonsentrasi, lekositosis ringan dan gangguan elektrolit.

Jika terdapat lekositosis tinggi dan asidosis, harus dicurgai strangulasi.


Analisa gas: Mungkin terganggu dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik
asidosis bila ada tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

PENATALAKSANAAN TERAPI
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila
ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda vital, dehidrasi dan
syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan
ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Selain pemberian cairan
intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
Farmakologis
Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik
dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah. Analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri
pada pasien.
Operatif
Indikasi operasi adalah pasien dengan ileus obstruksi usus total, atau obstruksi yang disertai
adanya tanda-tanda strangulasi, atau pasien dengan obstruksi simple yang tidak mengalami resolusi
setelah 24-48 jam pemasangan NGT dan rehidrasi. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan
dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya
dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya
pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang melewati bagian usus yang tersumbat, misalnya pada
tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi,
strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan

operatif

bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,

misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.

KOMPLIKASI
-

Nekrosis usus
Peritonitis
Sepsis
Syok dehidrasi
Gangguan elektrolit

DIAGNOSA BANDING
-

Gastritis akut
Ileus paralitik
Peritonitis

PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini tergantung pada kecepatan penangan dan klinis dari pasien, jika
terlihat adanya tanda-tanda kegawatan seperti peritonitis dan adanya strangulasi terapi pembedahan
harus segera dilakukan untuk mendapatkan prognosis yang baik

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Ny. S, 64 th datang ke IGD RSUD bangil keluhan nyeri perut sejak 1 jam lalu pada saat
bangun tidur, rasa seperti di tusuk-tusuk, pasien juga mengeluh tidak bisa BAB sejak 1 hari lalu,
pasien sempat sesak sebentar sebelum dibawa ke IGD dan setelah di IGD sesak berkurang, pasien
mengalami mual dan muntah dan tidak bisa flatus.

Pasien datang dengan keadaan compos mentis tetapi kesakitan sehingga perlu diperhatikan
primary surveynya. Dari pemeriksaan ABCD ditemukan pada pada pemeriksaan abdomen distended,
bising usus meningkat dan terdapat nyeri tekan. Pada pemeriksaan rectal touche tidak ditemukan
adanya nyeri tekan, tidak teraba massa dan tidak ada darah, ini dilakukan untuk menyingkirkan
differential diagnosa. Pada foto polos abdomen sedikit nampak adanya air fluid level yang
kemungkinan menjadi tanda adanya suatu obstruksi.
Dari pemeriksaan laboraturium tidak ditemukan adanya peningkatan leukosit yang drastis,
jadi kemungkinan strangulasi tidak terjadi. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dekompresi
lambung dengan NGT untuk mengurangi distensi dari abdomen. Pemberian infus RL dilakukan
sebagai resusitasi untuk mencegah adanya dehidrasi yang berujung pada terjadinya syok. Pemberian
Ranitidin dilakukan sebagai antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif
pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Pemberian Santagesic untuk mengurai nyeri
yang dirasakan pasien. Pemberian antibiotik metronidazole diberikan sebagai profilaksis. Pemberian
ondansentron sebagai antiemetik untuk mengurangi ras amual dan muntah. Dan dullcolax diberikan
suppositoria untuk membantu pengeluaran feces.
Prognosis pada pasien ini tergantung pada kecepatan penangan dan klinis dari pasien, jika
terlihat adanya tanda-tanda kegawatan seperti peritonitis dan adanya strangulasi terapi pembedahan
harus egera dilakukan untuk mendapatkan prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidrajat, R: De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar- Ilmu bedah. Jakarta. EGC
RSUD Dr. Soetomo. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Bedah. Surabaya
Schwartz. 2000. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah Edisi 6. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai