Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

INVAGINASI

Disusun oleh:
Fajar Apriyamdi
107103001730

Pembimbing:
dr. Nanok Edi Susilo, SpB, SpBA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUP Fatmawati


Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2011/2012

LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan Judul


Invaginasi
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah di RSUP Fatmawati
periode 27 Februari 2012 6 Mei 2012

Jakarta, Maret 2012

( dr. Nanok Edi Susilo, SpB, SpBA )

BAB I
PENDAHULUAN

Invaginasi atau intususepsi merupakan penyakit sering


ditemukan pada anak dan jarang pada orang muda dan dewasa.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12
bulan, dan lebih banyak pada anak laki-laki. Sering terdapat serangan
rhinitis atau infeksi atau serangan napas mendahului serangan
invaginasi.
Invaginasi umunya berupa intususepsi ileosekal yang masuk
naik ke kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rectum.
Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus
yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis 1
Penyebab invaginasi pada anak dan bayi 70% 90% tidak
diketahui;
beberapa
kepustakaan
menghubungkan
dengan
hypertrophied peyer's patches akibat infeksi oleh virus, perubahan
cuaca atau perubahan pola makanan. Sedangkan invaginasi pada anak
yang besar dan orang dewasa penyebabnya adalah suatu kelainan
patologis (divertikel Meckel, polip, tumor).2
Invaginasi pada anak dan bayi sering memberikan gejala-gejala
klinik klasik berupa nyeri perut yang bersifat serangan (kolik),
keluarnya lendir dan darah peranum (currant jelly stool) tanpa faeces
dan pada palpasi perut teraba massa tumor seperti sosis (sausage
shape mass) .
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi pada anak dan bayi,
selain gejala klinik diperlukan pemeriksaan radiologi. Pada
pemeriksaan radiologi dengan menggunakan barium enema selain
bertujuan diagnostik juga dapat berperan sebagai terapi. Pada
invaginasi anak dan bayi, bila belum terlambat (belum ada dehidrasi,
peritonitis, distensi abdomen yang berlebihan), dapat. dilakukan
reposisi dengan tekanan hidrostatik bariumenema. Bilamana reposisi
dengan barium enema tidak berhasil atau dijumpai gejala invaginasi
lebih dari 48 jam, peritonitis, distensi abdomen yang berlebihan,
invaginasi rekuren, maka tindakan yang diambil adalah reposisi
operatif.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan
dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa
berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya bagian yang
peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien). 1
2.2 Insidensi
Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing
masing penulis mengajukan jumlah penderita yang berbeda beda.
Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak anak di bawah 1 tahun
dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak.
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki,
dengan perbandingan antara laki laki dan perempuan tiga banding
dua.
Insidens pada bulan Maret Juni meninggi dan pada bulan
September Oktober juga meninggi. Hal tersebut mungkin
berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana
pada musim musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan
gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yang menganggap
bahwa hypermotilitas usus merupakan salah satu faktor penyebab. 1
2.3 Epidemiologi
Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan
lebih banyak pada anak laki-laki. di Amerika Serikat pada 2 sampai 4
per 1000 kelahiran hidup dan lebih umum (60%) anak laki-laki.
Intususepsi masa bayi terlihat paling umum antara 6 dan 10 bulan
usia, dengan 65% dari anak-anak yang kurang dari 1 tahun usia. 1,2,3
2.4 Etiologi
Terbagi dua:
1.Idiophatic : Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak
dibawah umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik
sehingga digolongkan sebagai infatile idiphatic intussusceptions.
Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum
terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga
sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead
point) terjadinya invaginasi.

2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun)
adanya kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted
Meckels
diverticulum,
polip
usus,
leiomioma,
leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus.Gross
mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel,
polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasus
invaginasi anak. Eins dan Raffensperger, pada pengamatannya
mendapatkan Specific leading points berupa eosinophilik, granuloma
dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan
perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henochs purpura.
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada
anak yang berusia diatas enam tahun.
Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya
timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat
gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan
lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk
dan naik ke kolon asendens serta mungkin terus sampai keluar dari
rektum. Sebagai akibat segmen usus proksimal masuk ke dalam usus
distal, maka terjadi pembendungan vena, mula-mula menyebabkan
obstruksi usus dan menyebabkan tinja gelap, berdarah, mukoid
(Current jelly) serta kemudian berlanjut iskemia, infark dan perforasi
usus. Secara klasik, mulainya intususepsu ditandai oleh semakin
seringnya serangan kolik abdomen dan kemudian timbul distensi
abdomen, muntah, demam,letargi dan akhirnya tinja current jelly yang
khas.1

Gambar 2.1. Invaginasi awal

Gambar 2.2

2.5. Diagnosis
2.5.1. Anamnesis
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran
sebagai berikut :Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya
dengan keadaan gizi yang baik, tiba tiba menangis kesakitan, terlihat
kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan
pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung
dalam beberapa menit. Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti
normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi.
Serangan nyeri perut datangnya berulang ulang dengan jarak waktu
15 20 menit, lama serangan 2 3 menit. Pada umumnya selama
serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan
makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan dan
setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita
terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali.
Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi
usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa,
kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi
hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses.
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak
tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat
invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut
di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah.
Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan
pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances
sign ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit
mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti,
oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini
memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai
sesudah 6 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang kadang
sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus
ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok
dubur. Sesudah 18 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang
tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti
proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai
dengan tanda tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan
gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan
dehidrasi.

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat


diraba lagi dan defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila
keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan
demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh
darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus,
ganggren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian. 4
Pemeriksaan colok dubur didapati:
Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa
massa seperti portio
Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala gejala
invaginasi tidak khas, tanda tanda obstruksi usus berhari hari baru
timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat,
defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps
melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi
tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul. Suatu
keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat
diagnosa yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini
kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan
gejala tidak lazim pada penderita. 4

Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan


bila bayi yang sehat dan eutrofis secara tiba-tiba mendapat serangan
nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan,
sedangkan diantara serangan biasanya anak tidur tenang karena
sudah lelah sekali.1
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan
kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red currant jelly, selai
kismis merah) per anum yang berasal dari intususeptum yang
tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi.
Anak biasanya muntah sewaktu serangan, dan pada pemeriksaan
perut dapat teraba massa yang biasanya memanjang dengan batas
jelas seperti sosis (lihat gambar 2.2 dan 2.3). 1

Gambar 2.3. Gambaran klinis invaginasi pada anak maupun dewasa


-Muntah (80%)
-Serangan nyeri perut berupa kolik abdomen
(100%)
-Massa berbentuk sosis (80%)
-Diare pada awal penyakit (50%), kemudian
terdapat pengeluaran darah bercampur lendir
seperti selai kismis merah
-Didapatkan ujung invaginatum sebagi porsio semu
pada colok dubur (jarang)

Gambar 2.4. Masa berbentuk sosis yang bergerak maju

2.5.2. Pemeriksaan Fisik


Pada fase awal, pemeriksaan fisik abdomen mungkin tidak
memberi informasi apa-apa, kecuali dapat diraba massa panjang pada
abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium, tanpa bisa meraba
sekum pada kuadran kanan bawah (tanda Dance). Pada abdomen
bagian tengah tampak sebagai massa memanjang dengan batas jelas
menyerupai sosis. Perkusi pada tempat invaginasi terkesan suatu
rongga kosong. Bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik,
menjadi normal kembali di luar serangan. 1
Bila invaginasi disertai strangulasi, harus diingat kemungkinan
terjadinya peritonitis setelah perforasi. Invaginatum yang masuk jauh
dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum
teraba seperti porsio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga diberi
nama psudoporsio atau porsio semu. Jarang ditemukan invaginatum
yang sampai keluar dari rektum. Keadaan yang harus dibedakan dari
prolapsus mukosa rektum; pada invaginasi didapatkan invaginatum
bebas dari dinding ujung anus, sedangkan prolapsus berhubungan
secara sirkuler dengan diinding anus. 1

Gambar 2.5. Perbedaan prolaps mukosa rektum dan prolaps


invaginatum

Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus


rektum dan invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan jari disekitar penonjolan untuk menentukan ada tidaknya
celah terbuka.1
2.5.3. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik dan
dipastikan dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis
berupa foto polos abdomen dan foto abdomen 3 posisi memperlihatkan
tanda-tanda obstruksi usus halus. Pada foto polos abdomen bisa tidak
ditemukan kelainan selain gambaran sosis ditengah. Perlu dicari
beberapa tanda obstruksi: (1) distribusi udara, (2) dilatasi usus, (3) airfluid level Pemeriksaan USG menunjukan doughnut sign atau
peseudokidney sign. 1,4

Gambar 2.6. Foto polos abdomen4

Gambar 2.7. USG abdomen menunjukan Doughnut sign


Sumber: http://www.medscape.com/viewarticle/502882_3

Gambar 2.8. USG abdomen menunjukkan pseudokidney


Sumber: http://radiopaedia.org/images/25742
Sedangkan pada pemeriksaan barium enema tampak defek
pengisian, barium akan berhenti sementara, dan jika barium melingkari
intususeptum akan tampak bayangan per mobil (coiled spring
appearance). Barium enema dapat dilakukan sebagai alat diagnosa
dan terapi. Barium enema digunakan sebagai terapi untuk terapi
reposisi barium enema hidrostatik. Tindakan tersebut harus dilakukan
bersama ahli bedah dan dengan persiapan kamar operasi karena jika
gagal dapat langsung dilakukan operasi. 1,4

Gambar 2.9. Coiled-spring appearance


Sumber: http://onradiology.blogspot.com/2011/02/coiled-springappearance-of.html

2.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.Gejala klinis yang
menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serang
serangan., nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul
lagi serangan baru.
2.Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas,
kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3.Buang air besar campur darah dan lendir
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba
adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus
berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering
terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit
disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai berjalan dan
mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di
bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak
menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar
campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.

2.7 Diagnosa Banding


Gastro enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika
dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan. Divertikulum
Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta
adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut,
tenesmus dan demam.
Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang
kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan
kulit perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.
2.8 Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24

jam dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang


lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan
anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai
berhasil dengan baik :
1. Reduksi dengan barium enema
2.Reduksi dengan operasi
Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita :
dipuasakan, resusitasi cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa
lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil
pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit
maka saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Reduksi
Dengan Barium Enema Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa
barium enema berfungsi dalam diagnostik dan terapi. Barium enema
dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti :
Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun
pada foto abdomen
Dijumpai tanda tanda peritonitis
Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat.
Usia penderita diatas 2 tahun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian
sedatif sangat membantu.
Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi
dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer
yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium
dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat
diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon
transversum dan bagian proksimal kolon descendens.
Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi
sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat
diulangi 2 3 kali dengan jarak waktu 3 5 menit. Reduksi dinyatakan
gagal bila tekanan barium dipertahankan selama 10 15 menit tetapi
tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua
dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.

Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :


Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan
disertai massa feses dan udara.
Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan
sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.
Hilangnya massa tumor di abdomen.
Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur
serta norit test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2 3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini
tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya
gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis
pelaksanaannya,
1 Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan
tindakan operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien
diperbaiki. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa
perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila produksi urine
sekitar 0,5 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan
tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah
berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan
temperature badan tidak lebih dari 38 o C. Biasanya perfusi jaringan
akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk,
sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah. Yang
dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan
lambung.

dekompresi

abdomen

dengan

pemasangan

sonde

c. Pemberian antibiotika dan sedatif.


2. Tindakan untuk mereposisi usus
Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan
usus, reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus
dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman
operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal
(melintang), pada anak anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi
transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.

Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan


alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi
invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada
batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi
manual itu.
Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil
direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan
atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.
Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis end to end, apabila hal
ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi
atau enterostomi.
Penatalaksanaan invaginasi dibedakan menjadi tatalaksana konservatif
dan operatif. Untuk tatalaksana konservatif yang dapat dilakukan
adalah reposisi hidrostatik dengan barium enema. Sedangkan untuk
tatalaksana operatif dapat dilakukan dengan teknik milking.5
Pengelolaan reposisi hidrostatik dengan barium enema dapat
dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis rontgen tersebut ditegakkan.
Indikasi pemeriksaan barium enema secara umum adalah adanya
perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan, sebagai penunjang
pada masa abdomen, atau mencari lokasi obstruktif usus besar.
Sedangkan peritonitis dan perforasi merupakan kontraindikasi

absolut. Komplikasi utama dari tindakan tersebut adalah


perforasi dengan pneumoperitoneum. Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum baik, tidak ada gejala dan tanda
rangsang peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi
tinggi.1,6

Sebelum melakukan barium enema, harus mempersiapkan ruang


operasi karena jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa
diadakan reposisi operatif. Selain itu pasien harus memiliki jalur
intravena untuk resusitasi darurat dengan jarum besar (misalnya, 14g). Hal ini untuk tindakan dekompresi sebuah pneumoperitoneum.
Jika menangis pasien selama prosedur, hal ini dapat bermanfaat.

Menangis mensimulasikan manuver valsava dan melindungi


terjadinya komplikasi perforasi usus dengan cara menurunkan
tekanan intralumen.1,6
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air (lihat gambar
2.9) dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di
perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Pengelolaan dikatakan
berhasil jika barium terlihat masuk ileum. Reposisi pneumostatik
dengan tekanan udara makin sering digunakan karena lebih aman dan
hasilnya lebih baik dari pada reposisi dengan barium enema. 1

Gambar 2.10. Reposisi hidrostatik tanpa operasi


Jika tatalaksana konservatif tidak berhasil dilakukan, maka dilakukan
tindakan operatif. Persiapan operasi antara lain (1) perbaikan keadaan
umum, (2) pemasangan NGT, (3) pemasangan jalur Intravena, (4)
antibiotik sebagai profilaksis.5
Teknik operatif yang dapat dilakukan dengan: (1) reduksi
manual/milking, (2) reseksi dengan anastomosis. Terapi operatif
dilakukan bila terapi konservatif gagal, terjadi perforasi dan peritonitis,
dan rekurensi setelah terapi konservatif. Milking dilakukan secara
perlahan terutama mulai dari usus distal sampai ke usus bagian
proksimal (lihat gambar 2.10). Reseksi dengan anastomosis dilakukan
jika tidak dapat dilakukan reduksi manual atau reduksi manual tidak
berhasil, dan terjadi perforasi usus atau rusaknya segmen usus. 1,5

Gambar 2.10. Reposisi operatif


Bila reposisi berhasil, lakukan pemeriksaan viabilitas usus yang
mengalami invaginasi, perubahan warna dan edema usus yang
mengalami invaginasi pada mulanya dapat tidak tampak, basahi usus
tersebut dengan NaCl 0,9 % hangat sehingga gambaran usus lebih
jelas. Bila usus tampak nekrotik, biarkan sejenak dan lakukan penilaian
ulang untuk menghindari dilakukannya reseksi usus yang mungkin
tidak perlu dilakukan. Hal ini dapat terjadi pada < 5% kasus. Faktor
etiologi seperti divertikel Meckel atau polip intestinal dapat terjadi pada
3-4% kasus invaginasi pada anak.5
Bila invaginasi tidak dapat di reduksi secara sempurna, segmen yang
tidak dapat di reduksi dapat di reseksi dan dilakukan end-to-end
anastomosis. Reseksi juga dilakukan pada usus yang nekrosis. 5
2.7. Komplikasi Operasi
Komplikasi pasca operasi terbagi menjadi komplikasi dini dan
lanjutan. Pada komplikasi dini dapat terjadi: (1) perdarahan, (2) infeksi,
(3) kebocoran anastomosis, (4) nekrosis usus. Sedangkan komplikasi
lanjutan dapat terjadi: (1) Sepsis, (2) invaginasi berulang.
2.8. Perawatan Pasca Operasi
Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai
dekompresi pada saluran cerna selama 1 2 hari dan penderita tetap
dengan infus. Setelah oedem dari intestine menghilang, pasase dan
peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai
dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube.
Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati
peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara
perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus
dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih
lama.

DAFTAR PUSTAKA
1.Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong/editor,
R. Sjamsuhidajat et al. Ed 3. Jakarta: EGC, 2010. Hlm 742-4
2. Ein SH. Leading point in childhood intussusception J. Pediatr. Surg.
1976;
11: 20911.
3.Raffenspenger JG. Intussusception. Swenson's Pediatric Surgery, 4th
ed.

1980; 190`197.
4.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24306/.../Chapter
%20II.pdf
5.Intussusception [Internet] cited 2011 Dec 26. Available from:
http://www.pediatricsurgerymd.org/AM/Template.cfm?
Section=list_of_conditions1&TEMPLATE=/CM/ContentDisplay.cfm&CON
TENTID=1549
6.Talbert JL. Ilmu Bedah Anak. In: Sabiston Buku Ajar Bedah, Bagian 2.
Jakarta: EGC. Hlm 270-2
7.Sutarto AS, Budyatmoko B, Darmiati S. Radiologi Anak. In: Rasad S.
Radiologi Diagnostik. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009. Hlm 4156
8.Sapan ZA, Abbas N, Tanra A. Invaginasi [Internet] cited 2012 Jan 6.
Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_043_bedah_
mikro.pdf
9.Pediatric Gastrointestinal Emergencies: Intussuseption [Internet]
cited
2012
Jan
3.
Available
from:
http://www.medscape.com/viewarticle/ 502882_3
10.P,Puri. Pediatric Surgery. 2006.Series editor J.S P Lumley. Hlm 319

Anda mungkin juga menyukai