Anda di halaman 1dari 14

Revolusi Perancis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Revolusi Perancis adalah masa dalam sejarah Perancis antara tahun 1789 dan 1799 di
mana para demokrat dan pendukung republikanisme menjatuhkan monarki absolut di
Perancis dan memaksa Gereja Katolik Roma menjalani restrukturisasi yang radikal.

Meski Perancis kemudian akan berganti sistem antara republik, kekaisaran, dan
monarki selama 75 tahun setelah Republik Pertama Perancis jatuh dalam kudeta yang
dilakukan oleh Napoleon Bonaparte, revolusi ini dengan jelas mengakhiri ancien
régime (bahasa Indonesia: Rezim Lama; merujuk kepada kekuasaan dinasti seperti
Valois dan Bourbon) dan menjadi lebih penting daripada revolusi-revolusi berikutnya
yang terjadi di Perancis.

Daftar isi
[sembunyikan]

• 1 Penyebab
• 2 Sejarah
o 2.1 Etats-Généraux 1789
o 2.2 Majelis Nasional
o 2.3 Majelis Konstituante Nasional
 2.3.1 Serbuan ke Bastille
 2.3.2 Penghapusan feodalisme
 2.3.3 Dekristenisasi
 2.3.4 Kemunculan berbagai faksi
 2.3.5 Ke arah konstitusi
 2.3.6 Ke arah Konstitusi Sipil Pendeta
 2.3.7 Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau
 2.3.8 Pelarian ke Varennes
 2.3.9 Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional
o 2.4 Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki
 2.4.1 Majelis Legislatif
 2.4.2 Perang
 2.4.3 Krisis konstitusi
o 2.5 Konvensi
o 2.6 Direktorat
• 3 Lihat pula
o 3.1 Revolusi lain dalam sejarah Perancis

• 4 Tokoh-tokoh

[sunting] Penyebab
Banyak faktor yang menyebabkan revolusi ini. Salah satu di antaranya adalah karena
sikap orde yang lama terlalu kaku dalam menghadapi dunia yang berubah. Penyebab
lainnya adalah karena ambisi yang berkembang dan dipengaruhi oleh ide Pencerahan
dari kaum borjuis, kaum petani, para buruh, dan individu dari semua kelas yang
merasa disakiti. Sementara revolusi berlangsung dan kekuasaan beralih dari monarki
ke badan legislatif, kepentingan-kepentingan yang berbenturan dari kelompok-
kelompok yang semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan
pertumpahan darah.

Sebab-sebab Revolusi Perancis mencakup hal-hal di bawah ini:

• Kemarahan terhadap absolutisme kerajaan.


• Kemarahan terhadap sistem seigneurialisme di kalangan kaum petani, para
buruh, dan—sampai batas tertentu—kaum borjuis.
• Bangkitnya gagasan-gagasan Pencerahan
• Utang nasional yang tidak terkendali, yang disebabkan dan diperparah oleh
sistem pajak yang tak seimbang.
• Situasi ekonomi yang buruk, sebagian disebabkan oleh keterlibatan Perancis
dan bantuan terhadap Revolusi Amerika.
• Kelangkaan makanan di bulan-bulan menjelang revolusi.
• Kemarahan terhadap hak-hak istimewa kaum bangsawan dan dominasi dalam
kehidupan publik oleh kelas profesional yang ambisius.
• Kebencian terhadap intoleransi agama.
• Kegagalan Louis XVI untuk menangani gejala-gejala ini secara efektif.

Aktivitas proto-revolusioner bermula ketika raja Perancis Louis XVI (memerintah


1774-1792) menghadapi krisis dana kerajaan. Keluarga raja Perancis, yang secara
keuangan sama dengan negara Perancis, memiliki utang yang besar. Selama
pemerintahan Louis XV (1715-1774) dan Louis XVI sejumlah menteri, termasuk
Turgot (Pengawas Keuangan Umum 1774-1776) dan Jacques Necker (Direktur-
Jenderal Keuangan 1777-1781), mengusulkan sistem perpajakan Perancis yang lebih
seragam, namun gagal. Langkah-langkah itu mendapatkan tantangan terus-menerus
dari parlement (pengadilan hukum), yang didominasi oleh "Para Bangsawan", yang
menganggap diri mereka sebagai pengawal nasional melawan pemerintahan yang
sewenang-wenang, dan juga dari fraksi-fraksi pengadilan. Akibatnya, kedua menteri
itu akhirnya diberhentikan. Charles Alexandre de Calonne, yang menjadi Pengawas
Umum Keuangan pada 1783, mengembangkan strategi pengeluaran yang terbuka
sebagai cara untuk meyakinkan calon kreditur tentang kepercayaan dan stabilitas
keuangan Perancis.

Namun, setelah Callone melakukan peninjauan yang mendalam terhadap situasi


keuangan Perancis, menetapkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan, dan
karenanya ia mengusulkan pajak tanah yang seragam sebagai cara untuk memperbaiki
keuangan Perancis dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, dia berharap bahwa
dukungan dari Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih raja akan mengemalikan
kepercayaan akan keuangan Perancis, dan dapat memberikan pinjaman hingga pajak
tanah mulai memberikan hasilnya dan memungkinkan pembayaran kembali dari utang
tersebut.
Meskipun Callone meyakinkan raja akan pentingnya pembaharuannya, Dewan Kaum
Terkemuka menolak untuk mendukung kebijakannya, dan berkeras bahwa hanya
lembaga yang betul-betul representatif, seyogyanya Estates-General (wakil-wakil
berbagai golongan) Kerajaan, dapat menyetujui pajak baru. Raja, yang melihat bahwa
Callone akan menjadi masalah baginya, memecatnya dan menggantikannya dengan
Étienne Charles de Loménie de Brienne, Uskup Agung Toulouse, yang merupakan
pemimpin oposisi di Dewan. Brienne sekarang mengadopsi pembaruan menyeluruh,
memberikan berbagai hak sipil (termasuk kebebasan beribadah kepada kaum
Protestan), dan menjanjikan pembentukan Etats-Généraux dalam lima tahun, tetapi
ssementara itu juga mencoba melanjutkan rencana Calonne. Ketika langkah-langkah
ini ditentang di Parlement Paris (sebagian karena Raja tidak bijaksana), Brienne mulai
menyerang, mencoba membubarkan seluruh "parlement" dan mengumpulkan pajak
baru tanpa peduli terhadap mereka. Ini menyebabkan bangkitnya perlawanan massal
di banyak bagian di Perancis, termasuk "Day of the Tiles" yang terkenal di Grenoble.
Yang lebih penting lagi, kekacauan di seluruh Perancis meyakinkan para kreditor
jangka-pendek. Keuangan Prancis sangat tergantung pada mereka untuk
mempertahankan kegiatannya sehari-hari untuk menarik pinjaman mereka,
menyebabkan negara hampir bangkrut, dan memaksa Louis dan Brienne untuk
menyerah.

Raja setuju pada 8 Agustus 1788 untuk mengumpulkan Estates-General pada Mei
1789 untuk pertama kalinya sejak 1614. Brienne mengundurkan diri pada 25 Agustus
1788, dan Necker kembali bertanggung jawab atas keuangan nasional. Dia
menggunakan posisinya bukan untuk mengusulkan langkah-langkah pembaruan yang
baru, melainkan untuk menyiapkan pertemuan wakil-wakil nasional.

[sunting] Sejarah
[sunting] Etats-Généraux 1789

Untuk penjelasan lebih terinci mengenai peristiwa-peristiwa pada 8 Agustus 1788- 17


Juni 1789, lihat Etats-Généraux 1789.

Pembentukan Etats-Généraux menyebabkan berkembangnya keprihatinan pada pihak


oposisi bahwa pemerintah akan berusaha seenaknya membentuk sebuah Dewan sesuai
keinginannya. Untuk menghindarinya, Parlement Paris, setelah kembali ke kota
dengan kemenangan, mengumumkan bahwa Etats-Généraux harus dibentuk sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam pertemuan sebelumnya.
Meskipun kelihatannya para politikus tidak memahami "ketentuan-ketentuan 1614"
ketika mereka membuat keputusan ini, hal ini membangkitkan kehebohan. Estates
1614 terdiri dari jumlah wakil yang sama dari setiap kelompok dan pemberian suara
dilakukan menurut urutan, yaitu Kelompok Pertama (para rohaniwan), Kelompok
Kedua (para bangsawan), dan Kelompok Ketiga (lain-lain), masing-masing
mendapatkan satu suara.

Segera setelah itu, "Komite Tiga Puluh", sebuah badan yang terdiri atas penduduk
Paris yang liberal, mulai melakukan agitasi melawannya, menuntut agar Kelompok
Ketiga digandakan dan pemungutan suara dilakukan per kepala (seperti yang telah
dilakukan dalam berbagai dewan perwakilan daerah). Necker, yang berbicara untuk
pemerintah, mengakui lebih jauh bahwa Kelompok Ketiga harus digandakan, tetapi
masalah pemungutan suara per kepala harus diserahkan kepada pertemuan Etats
sendiri. Namun kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu tetap mendalam, dan
pamflet-pamflet, seperti tulisan Abbé Sieyès Apakah Kelompok Ketiga itu? yang
berpendapat bahwa ordo-ordo yang memiliki hak-hak istimewa adalah parasit, dan
Kelompok Ketiga adalah bangsa itu sendiri, membuat kemarahan itu tetap bertahan.

Ketika Etats-Généraux bertemu di Versailles pada 5 Mei 1789, pidato-pidato panjang


oleh Necker dan Lamoignon, yang bertugas menyimpan meterai, tidak banyak
membantu untuk memberikan bimbingan kepada para wakil, yang dikembalikan ke
tempat-tempat pertemuan terpisah untuk membuktikan kredensi para panggotanya.
Pertanyaan tentang apakah pemilihan suara akhirnya akan dilakukan per kepala atau
diambil dari setiap orde sekali lagi disingkirkan untuk sementara waktu, namun
Kelompok Ketiga kini menuntut agar pembuktian kredensi itu sendiri harus dilakukan
sebagai kelompok. Namun, perundingan-perundingan dengan kelompok-kelompok
lain untuk mencapai hal ini tidak berhasil, karena kebanyakan rohaniwan dan kaum
bangsawan tetap mendukung pemungutan suara yang diwakili oleh setiap orde.

[sunting] Majelis Nasional

Untuk gambaran lebih jelas tentang peristiwa 17 Juni - 9 Juli 1789, lihat Majelis
Nasional (Revolusi).

Pada tanggal 28 Mei 1789, Romo Sieyès memindahkan Estate Ketiga itu, kini
bertemu sebagai Communes (bahasa Indonesia: "Majelis Perwakilan Rendah"),
memulai pembuktian kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk
ambil bagian, namun bukan untuk menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat
demikian, menyelesaikan proses itu pada tanggal 17 Juni. Lalu mereka mengusulkan
langkah yang jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai Majelis Nasional, majelis
yang bukan dari estate namun dari "rakyat". Mereka mengundang golongan lain untuk
bergabung dengan mereka, namun kemudian nampak jelas bahwa mereka cenderung
memimpin urusan luar negeri dengan atau tanpa mereka.

Louis XVI menutup Salle des États di mana majelis itu bertemu. Majelis itu
memindahkan pertemuan ke lapangan tenis raja, di mana mereka mereka mulai
mengucapkan Sumpah Lapangan Tenis (20 Juni 1789), di mana mereka setuju untuk
tidak berpisah hingga bisa memberikan sebuah konstitusi untuk Perancis. Mayoritas
perwakilan dari pendeta segera bergabung dengan mereka, begitupun 57 anggota
bangsawan. Dari tanggal 27 Juni kumpulan kerajaan telah menyerah pada lahirnya,
meski militer mulai tiba dalam jumlah besar di sekeliling Paris dan Versailles. Pesan
dukungan untuk majelis itu mengalir dari Paris dan kota lainnya di Perancis. Pada
tanggal 9 Juli, majelis itu disusun kembali sebagai Majelis Konstituante Nasional.

[sunting] Majelis Konstituante Nasional


La liberté guidant le peuple

[sunting] Serbuan ke Bastille

Untuk diskusi lebih jelas, lihat Penyerbuan ke Bastille.

Pada tanggal 11 Juli 1789, Raja Louis, yang bertindak di bawah pengaruh bangsawan
konservatif dari dewan kakus umumnya, begitupun permaisurinya Marie Antoinette,
dan saudaranya Comte d'Artois, membuang menteri reformis Necker dan
merekonstruksi kementerian secara keseluruhan. Kebanyakan rakyat Paris, yang
mengira inilah mulainya kup kerajaan, turut ke huru-hara terbuka. Beberapa anggota
militer bergabung dengan khayalak; lainnya tetap netral.

Pada tanggal 14 Juli 1789, setelah pertempuran 4 jam, massa menduduki penjara
Bastille, membunuh gubernur, Marquis Bernard de Launay, dan beberapa
pengawalnya. Walaupun orang Paris hanya membebaskan 7 tahanan; 4 pemalsu, 2
orang gila, dan seorang penjahat seks yang berbahaya, Bastille menjadi simbol
potensial bagi segala sesuatu yang dibenci di masa ancien régime. Kembali ke Hôtel
de Ville (balai kota), massa mendakwa prévôt des marchands (seperti walikota)
Jacques de Flesselles atas pengkhianatan; pembunuhan terhadapnya terjadi dalam
perjalanan ke sebuah pengadilan pura-pura di Palais Royal.

Raja dan pendukung militernya mundur turun, setidaknya sejak beberapa waktu yang
lalu. Lafayette menerima komando Garda Nasional di Paris; Jean-Sylvain Bailly,
presiden Majelis Nasional di masa Sumpah Lapangan Tenis, menjadi walikota di
bawah struktur baru pemerintahan yang dikenal sebagai commune. Raja mengunjungi
Paris, di mana, pada tanggal 27 Juli, ia menerima kokade triwarna, begitupun pekikan
vive la Nation "Hidup Negara" diubah menjadi vive le Roi "Hidup Raja".

Namun, setelah kekacauan ini, para bangsawan, yang sedikit terjamin oleh
rekonsiliasi antara raja dan rakyat yang nyata dan, seperti yang terbukti, sementara,
mulai pergi dari negeri itu sebagai émigré, beberapa dari mereka mulai merencanakan
perang saudara di kerajaan itu dan menghasut koalisi Eropa menghadapi Perancis.

Necker, yang dipanggil kembali ke jabatannya, mendapatkan kemenangan yang tak


berlangsung lama. Sebagai seorang pemodal yang cerdik namun bukan politikus yang
lihai, ia terlalu banyak meminta dan menghasilkan amnesti umum, kehilangan
sebagian besar dukungan rakyat dalam masa kemenangannya yang nyata.

Menjelang akhir Juli huru-hara dan jiwa kedaulatan rakyat menyebar ke seluruh
Perancis. Di daerah pedesaan, hal ini ada di tengah-tengah mereka: beberapa orang
membakar akta gelar dan tak sedikit pun terdapat châteaux, sebagai bagian
pemberontakan petani umum yang dikenal sebagai "la Grande Peur" (Ketakutan
Besar).

[sunting] Penghapusan feodalisme

Untuk diskusi lebih rinci, lihat Penghapusan feodalisme.

Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Nasional menghapuskan feodalisme, hak


ketuanan Estate Kedua dan sedekah yang didapatkan oleh Estate Pertama. Dalam
waktu beberapa jam, sejumlah bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan
kehilangan hak istimewanya.

Sementara akan ada tanda mundur, penyesalan, dan banyak argumen atas rachat au
denier 30 ("penebusan pada pembelian 30 tahun") yang dikhususkan dalam legislasi 4
Agustus, masalah masih mandek, meski proses penuh akan terjadi di 4 tahun yang
lain.

[sunting] Dekristenisasi

Untuk diskusi lebih jelas, lihat Dekristenisasi Perancis selama Revolusi Perancis.

Revolusi membawa perubahan besar-besaran pada kekuasaan dari Gereja Katolik


Roma kepada negara. Legislasi yang berlaku pada tahun 1790 menghapuskan otoritas
gereja untuk menarik pajak hasil bumi yang dikenal sebagai dîme (sedekah),
menghapuskan hak khusus untuk pendeta, dan menyita kekayaan geraja; di bawah
ancien régime, gereja telah menjadi pemilik tanah terbesar di negeri ini. Legislasi
berikutnya mencoba menempatkan pendeta di bawah negara, menjadikannya pekerja
negeri. Tahun-tahun berikutnya menyaksikan penindasan penuh kekerasan terhadap
para pendeta, termasuk penahanan dan pembantaian para pendeta di seluruh Perancis.
Concordat 1801 antara Napoleon dan gereja mengakhiri masa dekristenisasi dan
mendirikan aturan untuk hubungan antara Gereja Katolik dan Negara Perancis yang
berlangsung hingga dicabut oleh Republik Ketiga pada pemisahan gereja dan agama
pada tanggal 11 Desember 1905.

[sunting] Kemunculan berbagai faksi

Untuk diskusi lebih jelas, lihat Majelis Konstituante Nasional.

Faksi-faksi dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum ningrat Jacques Antoine
Marie Cazalès dan pendeta Jean-Sifrein Maury memimpin yang kelak dikenal sebagai
sayap kanan yang menentang revolusi. "Royalis Demokrat" atau Monarchien,
bersekutu dengan Necker, cenderung mengorganisir Perancis sejajar garis yang mirip
dengan model Konstitusi Inggris: mereka termasuk Jean Joseph Mounier, Comte de
Lally-Tollendal, Comte de Clermont-Tonnerre, dan Pierre Victor Malouet, Comte de
Virieu.

"Partai Nasional" yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut
termasuk Honoré Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien Duport, Barnave
dan Alexander Lameth mewakili pandangan yang lebih ekstrem. Yang hampir sendiri
dalam radikalismenya di sisi kiri adalah pengacara Arras Maximilien Robespierre.
Sieyès memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan berhasil menempa
konsensus selama beberapa waktu antara pusat politik dan pihak kiri.

Di Paris, sejumlah komite, walikota, majelis perwakilan, dan distrik-distrik


perseorangan mengklaim otoritas yang bebas dari yang. Kelas menengah Garda
Nasional yang juga naik pamornya di bawah Lafayette juga perlahan-lahan muncul
sebagai kekuatan dalam haknya sendiri, begitupun majelis yang didirikan sendiri
lainnya.

Melihat model Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, pada tanggal 26 Agustus


1789, majelis mendirikan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warganegara. Seperti
Deklarasi AS, deklarasi ini terdiri atas pernyataan asas daripada konstitusi dengan
pengaruh resmi.

[sunting] Ke arah konstitusi

Untuk diskusi lebih lanjut, lihat Ke arah Konstitusi.

Majelis Konsituante Nasional tak hanya berfungsi sebagai legislatur, namun juga
sebagai badan untuk mengusulkan konstitusi baru.

Necker, Mounier, Lally-Tollendal, dll tidak berhasil mengusulkan sebuah senat, yang
anggotanya diangkat oleh raja pada pencalonan rakyat. Sebagian besar bangsawan
mengusulkan majelis tinggi aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kelompok
rakyat menyatakan di hari itu: Perancis akan memiliki majelis tunggal dan
unikameral. Raja hanya memiliki "veto suspensif": ia dapat menunda implementasi
hukum, namun tidak bisa mencabutnya sama sekali.

Rakyat Paris menghalangi usaha kelompok Royalis untuk mencabut tatanan baru ini:
mereka berbaris di Versailles pada tanggal 5 Oktober 1789. Setelah sejumlah
perkelahian dan insiden, raja dan keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali
dari Versailles ke Paris.

Majelis itu menggantikan sistem provinsi dengan 83 département, yang diperintah


secara seragam dan kurang lebih sederajat dalam hal luas dan populasi.

Awalnya dipanggil untuk mengurusi krisis keuangan, hingga saat itu majelis ini
memusatkan perhatian pada masalah lain dan hanya memperburuk defisit itu.
Mirabeau kini memimpin gerakan itu untuk memusatkan perhatian pada masalah ini,
dengan majelis itu yang memberikan kediktatoran penuh dalam keuangan pada
Necker.

[sunting] Ke arah Konstitusi Sipil Pendeta

Untuk diskusi lanjutan, lihat Konstitusi Sipil Pendeta.

Ke tingkatan yang tidak lebih sempit, majelis itu memusatkan perhatian pada krisis
keuangan ini dengan meminta bangsa mengambil alih harta milik gereja (saat
menghadapi pengeluaran gereja) melalui hukum tanggal 2 Desember 1789. Agar
memonter sejumlah besar harta benda itu dengan cepat, pemerintah meluncurkan
mata uang kertas baru, assignat, diongkosi dari tanah gereja yang disita.

Legislasi lebih lanjut pada tanggal 13 Februari 1790 menghapuskan janji biara.
Konstitusi Sipil Pendeta, yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790 (meski tak
ditandatangani oleh raja pada tanggal 26 Desember 1790), mengubah para pendeta
yang tersisa sebagai pegawai negeri dan meminta mereka bersumpah setia pada
konstitusi. Konstitusi Sipil Pendeta juga membuat gereja Katolik sebagai tangan
negara sekuler.

Menanggapi legislasi ini, uskup agung Aix dan uskup Clermont memimpin
pemogokan pendeta dari Majelis Konstituante Nasional. Sri Paus tak pernah
menyetujui rencana baru itu, dan hal ini menimbulkan perpecahan antara pendeta
yang mengucapkan sumpah yang diminta dan menerima rencana baru itu ("anggota
juri" atau "pendeta konstitusi") dan "bukan anggota juri" atau "pendeta yang keras
hati" yang menolak berbuat demikian.

[sunting] Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau

Untuk diskusi lebih detail tentang peristiwa antara 14 Juli 1790 - 30 September 1791,
lihat Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau.

Majelis itu menghapuskan perlengkapan simbolik ancien régime, baringan lapis baja,
dll., yang lebih lanjut mengasingkan bangsawan yang lebih konservatif, dan
menambahkan pangkat émigré.

Pada tanggal 14 Juli 1790, dan beberapa hari berikutnya, kerumuman di Champ-de-
Mars memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk
"setia pada negara, hukum, dan raja"; raja dan keluarga raja ikut serta secara aktif.

Para pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal untuk bertugas dalam
setahun, namun dengan Sumpah Lapangan Tenis, commune tersebut telah sepakat
bertemu terus menerus hingga Perancis memiliki konstitusi. Unsur sayap kanan kini
mengusulkan pemilu baru, namun Mirabeau menang, menegaskan bahwa status
majelis itu telah berubah secara fundamental, dan tiada pemilu baru yang terjadi
sebelum sempurnanya konstitusi.

Pada akhir 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai
usaha terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan pasukan terhadap
revolusi yang semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata François Mignet,
"mendorong setiap kegiatan antirevolusi dan tak diakui lagi." [1]

Militer menghadapi sejumlah kerusuhan internal: Jenderal Bouillé berhasil meredam


sebuah pemberontakan kecil, yang meninggikan reputasinya (yang saksama) untuk
simpatisan kontrarevolusi.

Kode militer baru, yang dengannya kenaikan pangkat bergantung senioritas dan bukti
kompetensi (daripada kebangsawanan) mengubah beberapa korps perwira yang ada,
yang yang bergabung dengan pangkat émigré atau menjadi kontrarevolusi dari dalam.
Masa ini menyaksikan kebangkitan sejumlah "klub" politik dalam politik Perancis,
yang paling menonjol di antaranya adalah Klub Jacobin: menurut 1911 Encyclopædia
Britannica, 152 klub berafiliasi dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Saat
Jacobin menjadi organisasi terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya untuk
membentuk Klub '89. Para royalis awalnya mendirikan Club des Impartiaux yang
berumur pendek dan kemudian Club Monarchique. Mereka tak berhasil mencoba
membujuk dukungan rakyat untuk mencari nama dengan membagi-bagikan roti;
hasilnya, mereka sering menjadi sasaran protes dan malahan huru-hara, dan
pemerintah kotamadya Paris akhirnya menutup Club Monarchique pada bulan Januari
1791.

Di tengah-tengah intrik itu, majelis terus berusaha untuk mengembangkan sebuah


konstitusi. Sebuah organisasi yudisial membuat semua hakim sementara dan bebas
dari tahta. Legislator menghapuskan jabatan turunan, kecuali untuk monarki sendiri.
Pengadilan juri dimulai untuk kasus-kasus kejahatan. Raja akan memiliki kekuasaan
khusus untuk mengusulkan perang, kemudian legislator memutuskan apakah perang
diumumkan atau tidak. Majelis itu menghapuskan semua penghalang perdagangan
dan menghapuskan gilda, ketuanan, dan organisasi pekerja: setiap orang berhak
berdagang melalui pembelian surat izin; pemogokan menjadi ilegal.

Di musim dingin 1791, untuk pertama kalinya majelis tersebut mempertimbangkan


legislasi terhadap émigré. Debat itu mengadu keamanan negara terhadap kebebasan
perorangan untuk pergi. Mirabeau menang atas tindakan itu, yang disebutnya "patutu
ditempatkan di kode Drako." [2]

Namun, Mirabeau meninggal pada tanggal 2 Maret 1791. Mignet berkata, "Tak
seorang pun yang menyamainya dalam hal kekuatan dan popularitas," dan sebelum
akhir tahun, Majelis Legislatif yang baru akan mengadopsi ukuran "drako" ini.

[sunting] Pelarian ke Varennes

Untuk diskusi lebih jelas, lihat Pelarian ke Varennes.

Louis XVI, yang ditentang pada masa revolusi, namun menolak bantuan yang
kemungkinan berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat kesatuan dengan
Jenderal Bouillé, yang menyalahkan emigrasi dan majelis itu, dan menjanjikannya
pengungsian dan dukungan di kampnya di Montmedy.

Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan lari ke Tuileries. Namun, keesokan
harinya, sang Raja yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri.
Dikenali dan ditangkap di Varennes (di département Meuse) di akhir 21 Juni, ia
kembali ke Paris di bawah pengawalan.

Pétion, Latour-Maubourg, dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave, yang mewakili
majelis, bertemu anggota kerajaan itu di Épernay dan kembali dengan mereka. Dari
saat ini, Barnave became penasihat dan pendukung keluarga raja.

Saat mencapai Paris, kerumunan itu tetap hening. Majelis itu untuk sementara
menangguhkan sang raja. Ia dan Ratu Marie Antoinette tetap ditempatkan di bawah
pengawalan.
[sunting] Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional

Untuk diskusi lebih jelas, silakan lihat Hari-hari terakhir Majelis Konstituante
Nasional.

Dengan sebagian besar anggota majelis yang masih menginginkan monarki


konstitusional daripada republik, sejumlah kelompok itu mencapai kompromi yang
membiarkan Louis XVI tidak lebih dari penguasa boneka: ia terpaksa bersumpah
untuk konstitusi, dan sebuah dekrit menyatakan bahwa mencabut sumpah, mengepalai
militer untuk mengumumkan perang atas bangsa, atau mengizinkan tiap orang untuk
berbuat demikian atas namanya berarti turun tahta secara de facto.

Jacques Pierre Brissot mencadangkan sebuah petisi, bersikeras bahwa di mata bangsa
Louis XVI dijatuhkan sejak pelariannya. Sebuah kerumunan besar berkumpul di
Champ-de-Mars untuk menandatangani petisi itu. Georges Danton dan Camille
Desmoulins memberikan pidato berapi-api. Majelis menyerukan pemerintah
kotamadya untuk "melestarikan tatanan masyarakat". Garda Nasional di bawah
komando Lafayette menghadapi kerumuman itu. Pertama kali para prajurit membalas
serangan batu dengan menembak ke udara; kerumunan tidak bubar, dan Lafayette
memerintahkan orang-orangnya untuk menembak ke kerumunan, menyebabkan
pembunuhan sebanyak 50 jiwa.

Segera setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot, seperti surat
kabar radikal seperti L'Ami du Peuple milik Jean-Paul Marat. Danton lari ke Inggris;
Desmoulins dan Marat lari bersembunyi.

Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul: Leopold II, Kaisar Romawi Suci,
Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan saudara raja Charles-Phillipe, comte d'Artois
mengeluarkan Deklarasi Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara
mereka sendiri, meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis itu,
dan menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya jika pemerintah revolusi menolak
syarat tersebut.

Jika tidak, pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis. Orang Perancis tidak
mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer hanya menyebabkan
militerisasi perbatasan.

Malahan sebelum "Pelarian ke Varennes", para anggota majelis telah menentukan


untuk menghalangi diri dari legislatur yang akan menggantikan mereka, Majelis
Legislatif. Kini mereka mengumpulkan sejumlah hukum konstitusi yang telah mereka
sahkan ke dalam konstitusi tunggal, menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam
memilih untuk tidak menggunakan hal ini sebagai kesempatan untuk revisi utama, dan
mengajukannya ke Louis XVI yang dipulihkan saat itu, yang menyetujuinya, menulis
"Saya mengajak mempertahankannya di dalam negeri, mempertahankannya dari
semua serangan luar; dan menyebabkan pengesahannya yang tentu saja ditempatkan
di penyelesaian saya". Raja memuji majelis dan menerima tepukan tangan penuh
antusias dari para anggota dan penonton. Majelis mengakhiri masa jabatannya pada
tanggal 29 September 1791.
Mignet menulis, "Konstitusi 1791... adalah karya kelas menengah, kemudian yang
terkuat; seperti yang diketahui benar, karena kekuatan yang mendominasi pernah
mengambil kepemilikan lembaga itu... Dalam konstitusi ini rakyat adalah sumber
semua, namun tak melaksanakan apapun." [3]

[sunting] Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki

Untuk penjelasan lebih jelas tentang peristiwa antara 1 Oktober 1791 - 19 September
1792, lihat Majelis Legislatif dan jatuhnya monarki Perancis.

[sunting] Majelis Legislatif

Di bawah Konstitusi 1791, Perancis berfungsi sebagai monarki konstitusional. Raja


harus berbagi kekuasaan dengan Majelis Legislatif yang terpilih, namun ia masih bisa
mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri.

Majelis Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal 1 Oktober 1791, dan jatuh dalam
keadaan kacau hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911
Encyclopædia Britannica: "Dalam mencba memerintah, majelis itu sama sekali gagal.
Majelis itu membiarkan kekosongan keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan
angkatan laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh huru-hara yang aman dan
berhasil."

Majelis Legislatif terdiri atas sekitar 165 anggota Feuillant (monarkis konstitusional)
di sisi kanan, sekitar 330 Girondin (republikan liberal) dan Jacobin (revolusioner
radikal) di sisi kiri, dan sekitar 250 wakil yang tak berafiliasi dengan faksi apapun.

Sejak awal, raja memveto legislasi yang mengancam émigré dengan kematian dan hal
itu menyatakan bahwa pendeta non-juri harus menghabiskan 8 hari untuk
mengucapkan sumpah sipil yang diamanatkan oleh Konstitusi Sipil Pendeta. Lebih
dari setahun, ketidaksetujuan atas hal ini akan menimbulkan krisis konstitusi.

[sunting] Perang

Politik masa itu membawa Perancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap
Austria dan sekutu-sekutunya. Sang Raja, kelompok Feuillant dan Girondin
khususnya menginginkan perang. Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya)
mengharapkan perang akan menaikkan popularitasnya; ia juga meramalkan
kesempatan untuk memanfaatkan tiap kekalahan: yang hasilnya akan membuatnya
lebih kuat. Kelompok Girondin ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa. Hanya
beberapa Jacobin radikal yang menentang perang, lebih memilih konsolidasi dan
mengembangkan revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara Marie
Antoinette, berharap menghindari perang, namun meninggal pada tanggal 1 Maret
1792.

Perancis menyatakan perang pada Austria (20 April 1792) dan Prusia bergabung di
pihak Austria beberapa minggu kemudian. Perang Revolusi Perancis telah dimulai.

Setelah pertempuran kecil awal berlangsung sengit untuk Perancis, pertempuran


militer yang berarti atas perang itu terjadi dengan Pertempuran Valmy yang terjadi
antara Perancis dan Prusia (20 September 1792). Meski hujan lebat menghambat
resolusi yang menentukan, artileri Perancis membuktikan keunggulannya. Namun,
dari masa ini, Perancis menghadapi huru-hara dan monarki telah menjadi masa lalu.

[sunting] Krisis konstitusi

10 Agustus 1792 di Komune Paris


Artikel utama untuk bagian ini adalah: 10 Agustus (Revolusi Perancis) dan
Pembantaian September

Pada malam 10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung oleh kelompok
revolusioner baru Komuni Paris, menyerbu Tuileries. Raja dan ratu akhirnya menjadi
tahanan dan sidang muktamar Majelis Legislatif menunda monarki: tak lebih dari
sepertiga wakil, hampir semuanya Jacobin.

Apa yang tersisa di pemerintahan nasional bergabung pada dukungan commune. Saat
commune mengirimkan sejumlah kelompok pembunuh ke penjara untuk menjagal
1400 korban, dan mengalamatkan surat edaran ke kota lain di Perancis untuk
mengikuti conth mereka, majelis itu hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah.
Keadaan ini berlangsung terus menerus hingga Konvensi, yang diminta menulis
konstitusi baru, bertemu pada tanggal 20 September 1792 dan menjadi pemerintahan
de facto baru di Perancis. Di hari berikutnya konvensi itu menghapuskan monarki dan
mendeklarasikan republik. Tanggal ini kemudian diadopsi sebagai awal Tahun Satu
dari Kalender Revolusi Perancis.

[sunting] Konvensi

Eksekusi Louis XVI


Untuk penjelasan lebih lanjut tentang peristiwa antara 20 September 1792- 26
September 1795, lihat Konvensi Nasional.

Kuasa legislatif di republik baru jatuh ke Konvensi, sedangkan kekuasaan eksekutif


jatuh ke sisanya di Komite Keamanan Umum. Kaum Girondin pun menjadi partai
paling berpengaruh dalam konvensi dan komite itu.
Dalam Manifesto Brunswick, tentara kerajaan dan Prusia mengancam pembalasan ke
penduduk Perancis jika hal itu menghambat langkah majunya atau dikembalikannya
monarki. Sebagai akibatnya, Raja Louis dipandang berkonspirasi dengan musuh-
musuh Perancis. 17 Januari 1793 menyaksikan tuntutan mati kepada Raja Louis untuk
"konspirasi terhadap kebebasan publik dan keamanan umum" oleh mayoritas lemah di
konvensi. Eksekusi tanggal 21 Januari menimbulkan banyak perang dengan negara
Eropa lainnya. Permaisuri Louis yang kelahiran Austria, Marie Antoinette,
menyusulnya ke guillotine pada tanggal 16 Oktober.

Saat perang bertambah sengit, harga naik dan sans-culottes (buruh miskin dan Jacobin
radikal) memberontak; kegiatan kontrarevolusi mulai bermunculan di beberapa
kawasan. Hal ini mendorong kelompok Jacobin merebut kekuasaan melalui kup
parlemen, yang ditunggangi oleh kekuatan yang didapatkan dengan menggerakkan
dukungan publik terhadap faksi Girondin, dan dengan memanfaatkan kekuatan
khayalak sans-culottes Paris. Kemudian persekutuan Jacobin dan unsur-unsur sans-
culottes menjadi pusat yang efektif bagi pemerintahan baru. Kebijakan menjadi agak
lebih radikal.

Guillotine: antara 18.000-40.000 jiwa dieksekusi selama Pemerintahan Teror

Komite Keamanan Publik berada di bawah kendali Maximilien Robespierre, dan


Jacobin melepaskan tali Pemerintahan Teror (1793-1794). Setidaknya 1200 jiwa
menemui kematiannya dengan guillotine dsb; setelah tuduhan kontrarevolusi.
Gambaran yang sedikit saja atas pikiran atau kegiatan kontrarevolusi (atau, pada
kasus Jacques Hébert, semangat revolusi yang melebihi semangat kekuasaan) bisa
menyebabkan seseorang dicurigai, dan pengadilan tidak berjalan dengan teliti.

Pada tahun 1794 Robespierre memerintahkan tokoh-tokoh Jacobin yang ultraradikal


dan moderat dieksekusi; namun, sebagai akibatnya, dukungan rakyat terhadapnya
terkikis sama sekali. Pada tanggal 27 Juli 1794, orang-orang Perancis memberontak
terhadap Pemerintahan Teror yang sudah kelewatan dalam Reaksi Thermidor, yang
menyebabkan anggota konvensi yang moderat menjatuhkan hukuman mati buat
Robespierre dan beberapa anggota terkemuka lainnya di Komite Keamanan Publik.
Pemerintahan baru itu sebagian besar tersusun atas Girondis yang lolos dari teror, dan
setelah mengambil kekuasaan menuntut balas dengan penyiksaan yang juga dilakukan
terhadap Jacobin yang telah membantu menjatuhkan Robespierre, melarang Klub
Jacobin, dan menghukum mati sejumlah besar bekas anggotanya pada apa yang
disebut sebagai Teror Putih.

Konvensi menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal 17 Agustus
1795; sebuah plebisit meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh
pada tanggal 26 September 1795.

[sunting] Direktorat

Untuk informasi lebih banyak tentang peristiwa antara 26 September 1795 - 9


November 1799, lihat Direktorat Perancis.

Konstitusi baru itu melantik Directoire (bahasa Indonesia: Direktorat) dan


menciptakan legislatur bikameral pertama dalam sejarah Perancis. Parlemen ini terdiri
atas 500 perwakilan (Conseil des Cinq-Cents/Dewan Lima Ratus) dan 250 senator
(Conseil des Anciens/Dewan Senior). Kuasa eksekutif dipindahkan ke 5 "direktur" itu,
dipilih tahunan oleh Conseil des Anciens dari daftar yang diberikan oleh Conseil des
Cinq-Cents.

Régime baru bertemu dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan
meredam pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara ini pasukan
tersebut dan jenderalnya yang berhasil, Napoleon Bonaparte memperoleh lebih
banyak kekuasaan.

Pada tanggal 9 November 1799 (18 Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon mengadakan
kup yang melantik Konsulat; secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan
akhirnya (1804) pernyataannya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase
republikan spesifik di masa Revolusi Perancis.

Anda mungkin juga menyukai