Revolusi Perancis adalah masa dalam sejarah Perancis antara tahun 1789 dan 1799 di
mana para demokrat dan pendukung republikanisme menjatuhkan monarki absolut di
Perancis dan memaksa Gereja Katolik Roma menjalani restrukturisasi yang radikal.
Meski Perancis kemudian akan berganti sistem antara republik, kekaisaran, dan
monarki selama 75 tahun setelah Republik Pertama Perancis jatuh dalam kudeta yang
dilakukan oleh Napoleon Bonaparte, revolusi ini dengan jelas mengakhiri ancien
régime (bahasa Indonesia: Rezim Lama; merujuk kepada kekuasaan dinasti seperti
Valois dan Bourbon) dan menjadi lebih penting daripada revolusi-revolusi berikutnya
yang terjadi di Perancis.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Penyebab
• 2 Sejarah
o 2.1 Etats-Généraux 1789
o 2.2 Majelis Nasional
o 2.3 Majelis Konstituante Nasional
2.3.1 Serbuan ke Bastille
2.3.2 Penghapusan feodalisme
2.3.3 Dekristenisasi
2.3.4 Kemunculan berbagai faksi
2.3.5 Ke arah konstitusi
2.3.6 Ke arah Konstitusi Sipil Pendeta
2.3.7 Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau
2.3.8 Pelarian ke Varennes
2.3.9 Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional
o 2.4 Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki
2.4.1 Majelis Legislatif
2.4.2 Perang
2.4.3 Krisis konstitusi
o 2.5 Konvensi
o 2.6 Direktorat
• 3 Lihat pula
o 3.1 Revolusi lain dalam sejarah Perancis
• 4 Tokoh-tokoh
[sunting] Penyebab
Banyak faktor yang menyebabkan revolusi ini. Salah satu di antaranya adalah karena
sikap orde yang lama terlalu kaku dalam menghadapi dunia yang berubah. Penyebab
lainnya adalah karena ambisi yang berkembang dan dipengaruhi oleh ide Pencerahan
dari kaum borjuis, kaum petani, para buruh, dan individu dari semua kelas yang
merasa disakiti. Sementara revolusi berlangsung dan kekuasaan beralih dari monarki
ke badan legislatif, kepentingan-kepentingan yang berbenturan dari kelompok-
kelompok yang semula bersekutu ini kemudian menjadi sumber konflik dan
pertumpahan darah.
Raja setuju pada 8 Agustus 1788 untuk mengumpulkan Estates-General pada Mei
1789 untuk pertama kalinya sejak 1614. Brienne mengundurkan diri pada 25 Agustus
1788, dan Necker kembali bertanggung jawab atas keuangan nasional. Dia
menggunakan posisinya bukan untuk mengusulkan langkah-langkah pembaruan yang
baru, melainkan untuk menyiapkan pertemuan wakil-wakil nasional.
[sunting] Sejarah
[sunting] Etats-Généraux 1789
Segera setelah itu, "Komite Tiga Puluh", sebuah badan yang terdiri atas penduduk
Paris yang liberal, mulai melakukan agitasi melawannya, menuntut agar Kelompok
Ketiga digandakan dan pemungutan suara dilakukan per kepala (seperti yang telah
dilakukan dalam berbagai dewan perwakilan daerah). Necker, yang berbicara untuk
pemerintah, mengakui lebih jauh bahwa Kelompok Ketiga harus digandakan, tetapi
masalah pemungutan suara per kepala harus diserahkan kepada pertemuan Etats
sendiri. Namun kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu tetap mendalam, dan
pamflet-pamflet, seperti tulisan Abbé Sieyès Apakah Kelompok Ketiga itu? yang
berpendapat bahwa ordo-ordo yang memiliki hak-hak istimewa adalah parasit, dan
Kelompok Ketiga adalah bangsa itu sendiri, membuat kemarahan itu tetap bertahan.
Untuk gambaran lebih jelas tentang peristiwa 17 Juni - 9 Juli 1789, lihat Majelis
Nasional (Revolusi).
Pada tanggal 28 Mei 1789, Romo Sieyès memindahkan Estate Ketiga itu, kini
bertemu sebagai Communes (bahasa Indonesia: "Majelis Perwakilan Rendah"),
memulai pembuktian kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk
ambil bagian, namun bukan untuk menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat
demikian, menyelesaikan proses itu pada tanggal 17 Juni. Lalu mereka mengusulkan
langkah yang jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai Majelis Nasional, majelis
yang bukan dari estate namun dari "rakyat". Mereka mengundang golongan lain untuk
bergabung dengan mereka, namun kemudian nampak jelas bahwa mereka cenderung
memimpin urusan luar negeri dengan atau tanpa mereka.
Louis XVI menutup Salle des États di mana majelis itu bertemu. Majelis itu
memindahkan pertemuan ke lapangan tenis raja, di mana mereka mereka mulai
mengucapkan Sumpah Lapangan Tenis (20 Juni 1789), di mana mereka setuju untuk
tidak berpisah hingga bisa memberikan sebuah konstitusi untuk Perancis. Mayoritas
perwakilan dari pendeta segera bergabung dengan mereka, begitupun 57 anggota
bangsawan. Dari tanggal 27 Juni kumpulan kerajaan telah menyerah pada lahirnya,
meski militer mulai tiba dalam jumlah besar di sekeliling Paris dan Versailles. Pesan
dukungan untuk majelis itu mengalir dari Paris dan kota lainnya di Perancis. Pada
tanggal 9 Juli, majelis itu disusun kembali sebagai Majelis Konstituante Nasional.
Pada tanggal 11 Juli 1789, Raja Louis, yang bertindak di bawah pengaruh bangsawan
konservatif dari dewan kakus umumnya, begitupun permaisurinya Marie Antoinette,
dan saudaranya Comte d'Artois, membuang menteri reformis Necker dan
merekonstruksi kementerian secara keseluruhan. Kebanyakan rakyat Paris, yang
mengira inilah mulainya kup kerajaan, turut ke huru-hara terbuka. Beberapa anggota
militer bergabung dengan khayalak; lainnya tetap netral.
Pada tanggal 14 Juli 1789, setelah pertempuran 4 jam, massa menduduki penjara
Bastille, membunuh gubernur, Marquis Bernard de Launay, dan beberapa
pengawalnya. Walaupun orang Paris hanya membebaskan 7 tahanan; 4 pemalsu, 2
orang gila, dan seorang penjahat seks yang berbahaya, Bastille menjadi simbol
potensial bagi segala sesuatu yang dibenci di masa ancien régime. Kembali ke Hôtel
de Ville (balai kota), massa mendakwa prévôt des marchands (seperti walikota)
Jacques de Flesselles atas pengkhianatan; pembunuhan terhadapnya terjadi dalam
perjalanan ke sebuah pengadilan pura-pura di Palais Royal.
Raja dan pendukung militernya mundur turun, setidaknya sejak beberapa waktu yang
lalu. Lafayette menerima komando Garda Nasional di Paris; Jean-Sylvain Bailly,
presiden Majelis Nasional di masa Sumpah Lapangan Tenis, menjadi walikota di
bawah struktur baru pemerintahan yang dikenal sebagai commune. Raja mengunjungi
Paris, di mana, pada tanggal 27 Juli, ia menerima kokade triwarna, begitupun pekikan
vive la Nation "Hidup Negara" diubah menjadi vive le Roi "Hidup Raja".
Namun, setelah kekacauan ini, para bangsawan, yang sedikit terjamin oleh
rekonsiliasi antara raja dan rakyat yang nyata dan, seperti yang terbukti, sementara,
mulai pergi dari negeri itu sebagai émigré, beberapa dari mereka mulai merencanakan
perang saudara di kerajaan itu dan menghasut koalisi Eropa menghadapi Perancis.
Menjelang akhir Juli huru-hara dan jiwa kedaulatan rakyat menyebar ke seluruh
Perancis. Di daerah pedesaan, hal ini ada di tengah-tengah mereka: beberapa orang
membakar akta gelar dan tak sedikit pun terdapat châteaux, sebagai bagian
pemberontakan petani umum yang dikenal sebagai "la Grande Peur" (Ketakutan
Besar).
Sementara akan ada tanda mundur, penyesalan, dan banyak argumen atas rachat au
denier 30 ("penebusan pada pembelian 30 tahun") yang dikhususkan dalam legislasi 4
Agustus, masalah masih mandek, meski proses penuh akan terjadi di 4 tahun yang
lain.
[sunting] Dekristenisasi
Untuk diskusi lebih jelas, lihat Dekristenisasi Perancis selama Revolusi Perancis.
Faksi-faksi dalam majelis tersebut mulai bermunculan. Kaum ningrat Jacques Antoine
Marie Cazalès dan pendeta Jean-Sifrein Maury memimpin yang kelak dikenal sebagai
sayap kanan yang menentang revolusi. "Royalis Demokrat" atau Monarchien,
bersekutu dengan Necker, cenderung mengorganisir Perancis sejajar garis yang mirip
dengan model Konstitusi Inggris: mereka termasuk Jean Joseph Mounier, Comte de
Lally-Tollendal, Comte de Clermont-Tonnerre, dan Pierre Victor Malouet, Comte de
Virieu.
"Partai Nasional" yang mewakili faksi tengah atau kiri-tengah majelis tersebut
termasuk Honoré Mirabeau, Lafayette, dan Bailly; sedangkan Adrien Duport, Barnave
dan Alexander Lameth mewakili pandangan yang lebih ekstrem. Yang hampir sendiri
dalam radikalismenya di sisi kiri adalah pengacara Arras Maximilien Robespierre.
Sieyès memimpin pengusulan legislasi pada masa ini dan berhasil menempa
konsensus selama beberapa waktu antara pusat politik dan pihak kiri.
Majelis Konsituante Nasional tak hanya berfungsi sebagai legislatur, namun juga
sebagai badan untuk mengusulkan konstitusi baru.
Necker, Mounier, Lally-Tollendal, dll tidak berhasil mengusulkan sebuah senat, yang
anggotanya diangkat oleh raja pada pencalonan rakyat. Sebagian besar bangsawan
mengusulkan majelis tinggi aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kelompok
rakyat menyatakan di hari itu: Perancis akan memiliki majelis tunggal dan
unikameral. Raja hanya memiliki "veto suspensif": ia dapat menunda implementasi
hukum, namun tidak bisa mencabutnya sama sekali.
Rakyat Paris menghalangi usaha kelompok Royalis untuk mencabut tatanan baru ini:
mereka berbaris di Versailles pada tanggal 5 Oktober 1789. Setelah sejumlah
perkelahian dan insiden, raja dan keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali
dari Versailles ke Paris.
Awalnya dipanggil untuk mengurusi krisis keuangan, hingga saat itu majelis ini
memusatkan perhatian pada masalah lain dan hanya memperburuk defisit itu.
Mirabeau kini memimpin gerakan itu untuk memusatkan perhatian pada masalah ini,
dengan majelis itu yang memberikan kediktatoran penuh dalam keuangan pada
Necker.
Ke tingkatan yang tidak lebih sempit, majelis itu memusatkan perhatian pada krisis
keuangan ini dengan meminta bangsa mengambil alih harta milik gereja (saat
menghadapi pengeluaran gereja) melalui hukum tanggal 2 Desember 1789. Agar
memonter sejumlah besar harta benda itu dengan cepat, pemerintah meluncurkan
mata uang kertas baru, assignat, diongkosi dari tanah gereja yang disita.
Legislasi lebih lanjut pada tanggal 13 Februari 1790 menghapuskan janji biara.
Konstitusi Sipil Pendeta, yang disahkan pada tanggal 12 Juli 1790 (meski tak
ditandatangani oleh raja pada tanggal 26 Desember 1790), mengubah para pendeta
yang tersisa sebagai pegawai negeri dan meminta mereka bersumpah setia pada
konstitusi. Konstitusi Sipil Pendeta juga membuat gereja Katolik sebagai tangan
negara sekuler.
Menanggapi legislasi ini, uskup agung Aix dan uskup Clermont memimpin
pemogokan pendeta dari Majelis Konstituante Nasional. Sri Paus tak pernah
menyetujui rencana baru itu, dan hal ini menimbulkan perpecahan antara pendeta
yang mengucapkan sumpah yang diminta dan menerima rencana baru itu ("anggota
juri" atau "pendeta konstitusi") dan "bukan anggota juri" atau "pendeta yang keras
hati" yang menolak berbuat demikian.
Untuk diskusi lebih detail tentang peristiwa antara 14 Juli 1790 - 30 September 1791,
lihat Dari peringatan Bastille ke kematian Mirabeau.
Majelis itu menghapuskan perlengkapan simbolik ancien régime, baringan lapis baja,
dll., yang lebih lanjut mengasingkan bangsawan yang lebih konservatif, dan
menambahkan pangkat émigré.
Pada tanggal 14 Juli 1790, dan beberapa hari berikutnya, kerumuman di Champ-de-
Mars memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk
"setia pada negara, hukum, dan raja"; raja dan keluarga raja ikut serta secara aktif.
Para pemilih awalnya memilih anggota Dewan Jenderal untuk bertugas dalam
setahun, namun dengan Sumpah Lapangan Tenis, commune tersebut telah sepakat
bertemu terus menerus hingga Perancis memiliki konstitusi. Unsur sayap kanan kini
mengusulkan pemilu baru, namun Mirabeau menang, menegaskan bahwa status
majelis itu telah berubah secara fundamental, dan tiada pemilu baru yang terjadi
sebelum sempurnanya konstitusi.
Pada akhir 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai
usaha terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan pasukan terhadap
revolusi yang semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata François Mignet,
"mendorong setiap kegiatan antirevolusi dan tak diakui lagi." [1]
Kode militer baru, yang dengannya kenaikan pangkat bergantung senioritas dan bukti
kompetensi (daripada kebangsawanan) mengubah beberapa korps perwira yang ada,
yang yang bergabung dengan pangkat émigré atau menjadi kontrarevolusi dari dalam.
Masa ini menyaksikan kebangkitan sejumlah "klub" politik dalam politik Perancis,
yang paling menonjol di antaranya adalah Klub Jacobin: menurut 1911 Encyclopædia
Britannica, 152 klub berafiliasi dengan Jacobin pada tanggal 10 Agustus 1790. Saat
Jacobin menjadi organisasi terkenal, beberapa pendirinya meninggalkannya untuk
membentuk Klub '89. Para royalis awalnya mendirikan Club des Impartiaux yang
berumur pendek dan kemudian Club Monarchique. Mereka tak berhasil mencoba
membujuk dukungan rakyat untuk mencari nama dengan membagi-bagikan roti;
hasilnya, mereka sering menjadi sasaran protes dan malahan huru-hara, dan
pemerintah kotamadya Paris akhirnya menutup Club Monarchique pada bulan Januari
1791.
Namun, Mirabeau meninggal pada tanggal 2 Maret 1791. Mignet berkata, "Tak
seorang pun yang menyamainya dalam hal kekuatan dan popularitas," dan sebelum
akhir tahun, Majelis Legislatif yang baru akan mengadopsi ukuran "drako" ini.
Louis XVI, yang ditentang pada masa revolusi, namun menolak bantuan yang
kemungkinan berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat kesatuan dengan
Jenderal Bouillé, yang menyalahkan emigrasi dan majelis itu, dan menjanjikannya
pengungsian dan dukungan di kampnya di Montmedy.
Pada malam 20 Juni 1791, keluarga kerajaan lari ke Tuileries. Namun, keesokan
harinya, sang Raja yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri.
Dikenali dan ditangkap di Varennes (di département Meuse) di akhir 21 Juni, ia
kembali ke Paris di bawah pengawalan.
Pétion, Latour-Maubourg, dan Antoine Pierre Joseph Marie Barnave, yang mewakili
majelis, bertemu anggota kerajaan itu di Épernay dan kembali dengan mereka. Dari
saat ini, Barnave became penasihat dan pendukung keluarga raja.
Saat mencapai Paris, kerumunan itu tetap hening. Majelis itu untuk sementara
menangguhkan sang raja. Ia dan Ratu Marie Antoinette tetap ditempatkan di bawah
pengawalan.
[sunting] Hari-hari terakhir Majelis Konstituante Nasional
Untuk diskusi lebih jelas, silakan lihat Hari-hari terakhir Majelis Konstituante
Nasional.
Jacques Pierre Brissot mencadangkan sebuah petisi, bersikeras bahwa di mata bangsa
Louis XVI dijatuhkan sejak pelariannya. Sebuah kerumunan besar berkumpul di
Champ-de-Mars untuk menandatangani petisi itu. Georges Danton dan Camille
Desmoulins memberikan pidato berapi-api. Majelis menyerukan pemerintah
kotamadya untuk "melestarikan tatanan masyarakat". Garda Nasional di bawah
komando Lafayette menghadapi kerumuman itu. Pertama kali para prajurit membalas
serangan batu dengan menembak ke udara; kerumunan tidak bubar, dan Lafayette
memerintahkan orang-orangnya untuk menembak ke kerumunan, menyebabkan
pembunuhan sebanyak 50 jiwa.
Segera setelah pembantaian itu pemerintah menutup banyak klub patriot, seperti surat
kabar radikal seperti L'Ami du Peuple milik Jean-Paul Marat. Danton lari ke Inggris;
Desmoulins dan Marat lari bersembunyi.
Sementara itu, ancaman baru dari luar muncul: Leopold II, Kaisar Romawi Suci,
Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan saudara raja Charles-Phillipe, comte d'Artois
mengeluarkan Deklarasi Pilnitz yang menganggap perkara Louis XVI seperti perkara
mereka sendiri, meminta pembebasannya secara penuh dan pembubaran majelis itu,
dan menjanjikan serangan ke Perancis atas namanya jika pemerintah revolusi menolak
syarat tersebut.
Jika tidak, pernyataan itu secara langsung membahayakan Louis. Orang Perancis tidak
mengindahkan perintah penguasa asing itu, dan ancaman militer hanya menyebabkan
militerisasi perbatasan.
Untuk penjelasan lebih jelas tentang peristiwa antara 1 Oktober 1791 - 19 September
1792, lihat Majelis Legislatif dan jatuhnya monarki Perancis.
Majelis Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal 1 Oktober 1791, dan jatuh dalam
keadaan kacau hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata 1911
Encyclopædia Britannica: "Dalam mencba memerintah, majelis itu sama sekali gagal.
Majelis itu membiarkan kekosongan keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan
angkatan laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh huru-hara yang aman dan
berhasil."
Majelis Legislatif terdiri atas sekitar 165 anggota Feuillant (monarkis konstitusional)
di sisi kanan, sekitar 330 Girondin (republikan liberal) dan Jacobin (revolusioner
radikal) di sisi kiri, dan sekitar 250 wakil yang tak berafiliasi dengan faksi apapun.
Sejak awal, raja memveto legislasi yang mengancam émigré dengan kematian dan hal
itu menyatakan bahwa pendeta non-juri harus menghabiskan 8 hari untuk
mengucapkan sumpah sipil yang diamanatkan oleh Konstitusi Sipil Pendeta. Lebih
dari setahun, ketidaksetujuan atas hal ini akan menimbulkan krisis konstitusi.
[sunting] Perang
Politik masa itu membawa Perancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap
Austria dan sekutu-sekutunya. Sang Raja, kelompok Feuillant dan Girondin
khususnya menginginkan perang. Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya)
mengharapkan perang akan menaikkan popularitasnya; ia juga meramalkan
kesempatan untuk memanfaatkan tiap kekalahan: yang hasilnya akan membuatnya
lebih kuat. Kelompok Girondin ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa. Hanya
beberapa Jacobin radikal yang menentang perang, lebih memilih konsolidasi dan
mengembangkan revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria Leopold II, saudara Marie
Antoinette, berharap menghindari perang, namun meninggal pada tanggal 1 Maret
1792.
Perancis menyatakan perang pada Austria (20 April 1792) dan Prusia bergabung di
pihak Austria beberapa minggu kemudian. Perang Revolusi Perancis telah dimulai.
Pada malam 10 Agustus 1792, para pengacau, yang didukung oleh kelompok
revolusioner baru Komuni Paris, menyerbu Tuileries. Raja dan ratu akhirnya menjadi
tahanan dan sidang muktamar Majelis Legislatif menunda monarki: tak lebih dari
sepertiga wakil, hampir semuanya Jacobin.
Apa yang tersisa di pemerintahan nasional bergabung pada dukungan commune. Saat
commune mengirimkan sejumlah kelompok pembunuh ke penjara untuk menjagal
1400 korban, dan mengalamatkan surat edaran ke kota lain di Perancis untuk
mengikuti conth mereka, majelis itu hanya bisa melancarkan perlawanan yang lemah.
Keadaan ini berlangsung terus menerus hingga Konvensi, yang diminta menulis
konstitusi baru, bertemu pada tanggal 20 September 1792 dan menjadi pemerintahan
de facto baru di Perancis. Di hari berikutnya konvensi itu menghapuskan monarki dan
mendeklarasikan republik. Tanggal ini kemudian diadopsi sebagai awal Tahun Satu
dari Kalender Revolusi Perancis.
[sunting] Konvensi
Saat perang bertambah sengit, harga naik dan sans-culottes (buruh miskin dan Jacobin
radikal) memberontak; kegiatan kontrarevolusi mulai bermunculan di beberapa
kawasan. Hal ini mendorong kelompok Jacobin merebut kekuasaan melalui kup
parlemen, yang ditunggangi oleh kekuatan yang didapatkan dengan menggerakkan
dukungan publik terhadap faksi Girondin, dan dengan memanfaatkan kekuatan
khayalak sans-culottes Paris. Kemudian persekutuan Jacobin dan unsur-unsur sans-
culottes menjadi pusat yang efektif bagi pemerintahan baru. Kebijakan menjadi agak
lebih radikal.
Konvensi menyetujui "Konstitusi Tahun III" yang baru pada tanggal 17 Agustus
1795; sebuah plebisit meratifikasinya pada bulan September; dan mulai berpengaruh
pada tanggal 26 September 1795.
[sunting] Direktorat
Régime baru bertemu dengan oposisi dari Jacobin dan royalis yang tersisa. Pasukan
meredam pemberontakan dan kegiatan kontrarevolusi. Dengan cara ini pasukan
tersebut dan jenderalnya yang berhasil, Napoleon Bonaparte memperoleh lebih
banyak kekuasaan.
Pada tanggal 9 November 1799 (18 Brumaire dari Tahun VIII) Napoleon mengadakan
kup yang melantik Konsulat; secara efektif hal ini memulai kediktatorannya dan
akhirnya (1804) pernyataannya sebagai kaisar, yang membawa mendekati fase
republikan spesifik di masa Revolusi Perancis.