Anda di halaman 1dari 37

Komunikasi Dokter-Pasien

Siswo P Santoso

LOGO

komunikasi pasien-dokter,
dokter mempunyai posisi yang "lebih tinggi"
daripada pasien. (legitimate power) sehingga
dengan mudah dapat memengaruhi pasien.
Namun seorang dokter harus menjaga
komunikasi dan menghindari adanya pemberian
nasihat kepada pasien. (well informed) akibat
kemajuan teknlogi Informasi
Komunikasi akan lebih efektif dan interaktif bila
nasihat diubah menjadi informasi.

dua macam komunikasi,


1. komunikasi verbal dan
Komunikasi verbal adalah komunikasi melalui kata-kata yang diucapkan,

2. nonverbal.
komunikasi nonverbal adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh
seseorang kepada orang lain tanpa kata-kata. Komunikasi ini ditunjukkan
melalui isyarat, ekspresi wajah, bahasa tubuh, serta nada suara.

Cara-cara mengomunikasikan keramahan dan kehangatan kepada


pasien melalui perilaku nonverbal, seperti senyuman, sikap
condong ke depan dan bersalaman dapat meningkatkan proses
komunikasi.
dengan isyarat-isyarat nonverbal lainnya, seperti nada suara dan
ekspresi wajah dapat mengomunikasikan emosi yang berbedabeda. Nada suara yang berbeda akan mengomunikasikan emosi
yang berbeda pula.
Ekspresi yang menyertai nada suara memudahkan pula untuk
memahami emosi yang ingin disampaikan. Dengan clemikian,
komunikasi akan menjadi lebih efektif.

SENI MENDENGAR DAN


MENDENGAR AKTIF
Dalam berkomunikasi dokter tidak hanya berbicara dan memberikan
informasi raja, tetapi perlu juga mendengarkan yang diucapkan
pasien sehingga terjadi komunikasi dua arah.
Untuk mencapai itu seorang dokter perlu memahami seni
mendengar. Theodore Reik dalam bukunya Listening with the Third
Ear menyatakan bahwa jika kita mendengarkan, kita mendengarkan
secara aktif tidak melulu pada perkataan yang disampaikan
seseorang, tetapi juga memperhatikan perasaan-perasaan yang
muncul di balik kata-kata yang diucapkannya.
Selain itu, kita juga perlu memperhatikan nada suara dan bahasa
tubuh. Dalam hal ini, kita mencoba menangkap perasaan secara
keseluruhan karena orang tidak selalu dapat mengomunikasikan
perasaannya secara jelas dan terbuka.
Terutama menyangkut perasaan tertentu. Untuk dapat menangkap
perasaan pasien maka diperlukan adanya empati. Seorang

dokter harus berusaha memahami sesuatu yang


terjadi dari sudut pandang pasien.
Selain berempati dokter perlu memberikan urnpan
balik kepada pasien mengenai sesuatu yang
dipahaminya sehingga pasien benar-benar
mengetahui bahwa dokter memahami dirinya.
Umpan balik juga berguna untuk mengecek
persepsi dokter terhadap pasiennya.
Sebagai contoh adalah pertanyaan, "Apakah Anda
sangat sedih?".
Dari pertanyaan ini bukan hanya umpan balik
tentang perasaan pasien yang ingin didapatkan, te
tapi juga kepastian bahwa dokter telah membaca
perasaan si pasien dengan tepat.

Bagaimana Menjadi Pendengar Aktif


Terimalah pasien apa adanya dan perlakukan secara indivi
dual.
Dengarkan hal-hal yang diucapkan pasien dan cara menyata
kannya serta perhatikan nada suara, kata-kata yang
dipergunakan, ekspresi wajah dan bahasa tubuh.
Tempatkan din Anda pada sudut pandang pasien (empati).
Sekali-kali berikan jeda waktu bicara untuk memberi kesem
patan pada pasien untuk berpikir, menanyakan sesuatu dan
berbicara.
Ulangi hal-hal yang telah Anda dengar sehingga pasien tahu
bahwa Anda memahaminya.
Duduklah dengan nyaman, sedikit condong ke depan, hindari
gerakan-gerakan yang dapat mengganggu jalannya ko
munikasi dan pandanglah pasien ketika dia berbicara

LANGKAH-LANGKAH DALAM
KOMUNIKASI PASIENDOKTER
Dalam konseling yang juga diterapkan dalam komunikasi
pasiendokter dikenal adanya GATHER, singkatan dari
Greet-Ask-Tell- Help-Explain-Return
Greet (Memberi Salam)
Memberi salam kepada pasien di awal pertemuan akan
menciptakan hubungan yang baik.
Berilah salam dengan ramah kepada tiap pasien pada
saat dia datang.
Katakan kepada pasien hal-hal yang diharapkan selama
pertemuan tersebut dan yakinkan bahwa setiap pasien
mempunyai privacy dan kerahasiaannya akan dijaga.
ut.

Ask (Bertanya)
Langkah berikutnya adalah bertanya. Mengapa dokter perlu bertanya
sekaligus mendengarkan dengan aktif? Karena melalui pertanyaan, dokter
dapat membantu pasien untuk menyatakan keinginan dan kebutuhannya
serta mengekspresikan perasaannya. Lalu bagaimana cara bertanya yang
efektif?
Gunakan nada suara yang menunjukkan mint,-perhatian dan keramahan.
Gunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh pasien.
Ajukan satu pertanyaan dan tunggu jawabannya dengan penuh perhatian.
Ajukan pertanyaan yang dapat membantu pasien untuk menyampaikan
kebutuhan-kebutuhannya.
Gunakan kata-kata seperti "lalu?", "dan", "oh?". Karena kata-kata tersebut
dapat meningkatkan keinginan pasien untuk lebih banyak bicara.
Hindari pertanyaan "Mengapa?" karena dapat menimbulkan kesan mencari
kesalahan.
Gunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, misalnya "Ceritakan ...",
"Bagaimana ..." karena sangat bermanfaat untuk membina hubungan yang
baik dengan pasien dan dapat mengorek hal-hal yang terkait dengan
penyakitnya.

Tell (Memberi Informasi)


Setelah pasien selesai menyatakan keluhan dan
kebutuhannya, berikanlah informasi secara jelas
sehingga dapat dimengerti oleh pasien yang
kemudian dapat membantu pasien untuk
mengambil keputusan.

Help (Memberi Bantuan)


Bantuan diberikan ketika pasien yang
mengalami kesulitan dalam mengambil
keputusan atau dalam menentukan sikap.
Dalam hal ini dokter memberikan bantuan agar
pasien dapat memecahkan permasalahannya
dengan mudah.

Explain (Memberi Penjelasan)


Dokter memberikan penjelasan kepada pasien
tentang keputusan yang telah dipilihnya.
Misalnya, bila pasien memilih salah satu metode
KB atau jenis tindakan tertentu, berikan
penjelasan tentang pilihannya tersebut berikut
dengan efek sampingnya.

Return (Kontrol Kembali)


Bila dirasa perlu, berikan kesempatan pada
pasien untuk datang kembali.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi


Hubungan Pasien-Dokter
Seorang pasien akan pergi menemui dokter atau petugas kesehat
an lainnya untuk berkonsultasi jika dia menghadapi masalah kese
hatan. Pertemuan tersebut dapat di rumah sakit, puskesmas, ruang
praktik swasta atau lainnya.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari pertemuan tersebut
banyak hal yang harus diperhatikan terutama oleh pihak petugas
kesehatan/dokter.
Dua hal yang paling mendasar adalah mengenai penyiapan
ruangan yang memadai, baik ruang tunggu maupun ruangan untuk
konsultasi.
Di samping itu perencanaan alokasi waktu untuk menunggu dan
lama konsultasi juga harus disediakan seoptimal mungkin agar
setiap pasien merasa puas setelah mendapat pelayanan dari dokter
yang memeriksanya.
Beberapa hal yang berpengaruh terhadap hubungan pasien-dokter
antara lain: tempat dan ruang pelayanan,lama waktu tunggu untuk
mendapatkan pelayanan,latar belakang psikologik pasien, dan sikap
dan perilaku dokter terhadap pasien

TEMPAT DAN RUANG


PELAYANAN
Kesan pasien terhadap tempat pelayanan kesehatan, balk
rumah sakit maupun tempat praktik swasta' sebenarnya telah
terbentuk sejak melihat lokasi dan bentuk bangunannya.
Lokasi tempat pelayanan di tempat kumuh atau di daerah
yang rawan kejahatan dengan sendirinya akan mengurangi
kesan baik tempat pelayanan kesehatan tersebut.
Jika tempat tersebut tidak dapat dihindari karena tempat lain
tidak memungkinkan sama sekali, paling sedikit harus ada
usaha-usaha untuk mengurangi kesan negatif tersebut.
Bisa dengan penataan lingkungan yang baik terutama
dekorasi halaman dengan tumbuh-tumbuhan yang asri tanpa
tembok yang tampak angker dan tinggi, warna dinding
bangunan yang lembut dengan kaca-kaca yang tembus
pandang dari luar. Untuk

tetap menjaga privacy pasien, diperlukan korden jendela


yang sesuai dengan warna tembok atau kusennya.
Segera setelah memasuki bangunan tempat pelayanan,
ruang tunggu akan menjadi fokus perhatian.
Warna tembok ruang tunggu, jumlah dan jenis mebel
harus diperhatikan dengan baik agar setiap pasien
merasa betah.
Demikian pula halnya dengan lampu penerangan yang
memadai agar jika diperlukan setiap pasien dapat
membaca dengan tenang.
Untuk itu, beberapa jenis koran dan majalah atau bahanbahan bacaan lainnya harus tersedia.
Untuk mereka yang tidak ingin membaca, sebuah
televisi atau alunan musik yang lembut akan sangat
membantu menciptakan suasana nyaman.

Hal ini erat hubungannya dengan waktu tunggu yang


akan dirasakan oleh setiap pasien yang datang ke
tempat pelayanan tersebut.
Penyediaan sebuah toilet dan tempat cuci tangan akan
dapat menaikkan kesan baik tempat pelayanan kese
hatan.
Selain itu, penyediaan air minum dan penyejuk ruangan
akan menambah kelengkapan ruang tunggu.
Selanjutnya ruang tempat pelayanan/konsultasi itu
sendiri merupakan fokus yang sangat penting untuk
diperhatikan.
Ruang konsultasi agar diusahakan secara maksimal
dapat menjaga rasa aman/privacy setiap pasien.
Untuk itu, diperlukan dinding pemisah yang memadai
antara ruang tunggu dan ruang konsultasi

WAKTU TUNGGU
Lama waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan
bagi setiap pasien penting diperhatikan.
Hal ini tidak menjadi masalah jika jumlah pasien
yang datang untuk mendapat pelayanan hanya
sedikit. Harus tetap diingat bahwa setiap orang yang
menderita, menjadi lebih tidak sabar dan sensitif.
Pasien sakit menjadi lebih mudah tersinggung dan
marah oleh hal-hal yang tampaknya sederhana.
Untuk mengatasi kesulitan ini, klinik yang banyak
pasiennya harus memulai menjalankan efisiensi
waktu dengan mengatur kedatangan setiap pasien
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan
sebelumnya (appointment).

Pengaturan dapat dilakukan dengan cara menugaskan


seorang resepsionis untuk menyapa setiap kedatangan pasien
dan mempersilakan mereka duduk jika masih harus menunggu
giliran.
Dengan sendirinya, sikap dan perilaku resepsionis yang sopan
akan sangat membantu meningkatkan citra tempat pelayanan
kesehatan tersebut.
Untuk mengurangi kebosanan yang disebabkan waktu tunggu
yang lama, kita dapat menyediakan bahan-bahan bacaan yang
relatif masih baru baik untuk anak-anak dan orang dewasa.
Selain itu, khusus untuk anak-anak dapat disediakan kertas
dengan pensil warna, boneka atau alat permainan yang tidak
terlalu mahal. Kalau halaman praktik luas, dapat dipasangi
ayunan atau mainan

LATAR BELAKANG PSIKOLOGIK


PASIEN
Latar belakang psikologik setiap pasien pada tingkat tertentu
akan memengaruhi hubungan antara pasien dan dokter.
Setiap pasien mempunyai harapan tertentu terhadap petugas
kesehatan/ dokter yang dikunjunginya saat is menderita suatu
penyakit.
Dalam hubungan pasien-dokter hal ini dikenal sebagai
transference, yang berarti pengarahan/pemindahan perasaan
atau keinginan pasien terutama yang secara tidak disadari
telah terbentuk dari masa kanak-kanak terhadap dokter yang
memberi pelayanan.
Perasaan ini mungkin bersifat rasional atau irasional, realistik
atau tidak realistik, dewasa atau kekanak-kanakan karena
setiap individu yang tumbuh dewasa akan mengalami
pembentukan sikap sesuai dengan individu-individu yang
berpengaruh dalam pengalaman hubungan antar-manusia
yang telah dialaminya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap


pasien akan mentransfer harapan-harapan tersebut
terhadap dokternya.
Oleh karena itu, setiap pasien akan menjadi individu
yang sangat unik ketika datang untuk mendapat
pelayanan kesehatan.
Kesadaran dokter akan keunikan setiap pasien yang
datang meminta pelayanan harus ditujukan pada
sikap dan tingkah laku dokter ketika melayani setiap
pasien yang datang kepadanya.
Dalam kaitan transference, dikenal istilah
transference yang bersifat positif, yaitu pasien
mengidentikkan dokter dengan orang tuanya sendiri
yang mempunyai kekuatan untuk melindungi dan
menyingkirkan hal-hal yang buruk dan menyakitkan.

Di lain pihak, pasien akan merasa diri kecil dan tidak


berdaya sehingga perlu untuk dilindungi.
Oleh sebab itu, pasien akan mempunyai
kepercayaan penuh terhadap dokternya sehingga
akan terbentuk kerja sama yang baik di antara
mereka. K
arena terbentuknya hubungan yang positif, pasien
dapat sembuh lebih cepat dan memuaskan.
Sebaliknya, jika dalam hubungan pasien-dokter
tersebut terjadi transference yang negatif, pasien
tidak akan mau bekerja sama. Mereka dapat
menjadi marah dan tidak mempercayai dokternya.

Walaupun kemarahan tersebut tidak ditunjukkan dengan jelas,


tetapi akan tampak bahwa pasien tidak dapat diajak bekerja sama
sepenuhnya, baik waktu diadakan pemeriksaan maupun waktu
pengobatan.
Akibatnya kesembuhan pasien akan terlambat atau tidak sembuh
sama sekali.
Bisa jadi kondisi pasien memburuk.
Proses transference, baik yang positif maupun yang negatif cen
derung akan menetap jika pasien menghadapi dokter dengan ka
rakteristik yang hampir sama dengan pengalaman yang dihadapi
sebelumnya.
Namun demikian, transference tersebut dapat bervariasi jika
kemudian pasien mengunjungi dokter dengan karakteristik yang
berbeda seperti dalam jenis kelamin, warna rambut, bentuk muka,
mimik dan sebagainya.
Seorang pasien yang semula menunjukkan transference yang
negatif terhadap dokter laki-laki dapat berubah positif jika diperiksa
oleh dokter wanita

Dokter dengan dialek yang dirasakan asing oleh pasien cenderung


menciptakan transference bersifat negatif.
Perlu juga dipahami bahwa sebenarnya pasien sendiri tidak
menyadari sepenuhnya hal-hal yang menjadi sumber proses
transference tersebut.
Apabila diketahui dengan jelas, akan lebih mudah untuk mencari
dokter yang sesuai dengan harapan pasien tersebut.
Jika tidak, akan diperlukan waktu dan usaha-usaha tambahan untuk
mendapatkan dokter yang sesuai dengan keinginannya.
Tujuan dari pembicaraan mengenai transference ini adalah untuk
menyadarkan dokter bahwa tanpa disadari dokter sebenarnya telah
menjadi sasaran proses transference setiap pasien yang datang
meminta pertolongan.
Dengan memahami proses tersebut, diharapkan setiap dokter dapat
lebih mengerti bahwa untuk beberapa pasien- kita tidak raja
mengobati, tetapi juga sebagai pengganti orang yang memiliki
kepedulian terhadap sikap kekanak-kanakan pasien tersebut.

Dengan sendirinya, proses transference ini dapat dibedakan


melalui emosi pasien yang diakibatkan oleh sikap dan
perilaku dokter ketika memeriksa.
Perasaan marah pasien dapat muncul jika pasien
diperlakukan tidak semestinya.
Demikian juga kemungkinan pasien secara lebih mendalam
dapat jatuh cinta dengan dokternya karena memang dalam
melayani pasien tersebut dokter dengan sengaja menggoda
dan memberi harapan-harapan tertentu kepada pasiennya.
Untuk keadaan-keadaan yang disengaja seperti ini, proses
yang terjadi bukanlah proses transference, tetapi pasien telah
dijadikan objek emosi dokter pemeriksa.
Perlu diingat bahwa sebagian besar respons emosi pasien
terhadap dokter berasal dari proses transference tersebut.
Sebagian mungkin dapat berasal.dari sikap dan perilaku
dokter itu sendiri yang dirasakan sangat mengganggu pasien
ketika sedang melayani pasien.

Dengan memahami proses transference ini maka setiap dokter


harus dapat menumbuhkan persepsi yang lebih realistik, baik ter
hadap pasien yang dilayaninya maupun kepada dirinya sendiri
mengenai hubungan ketika sedang menjalani profesinya.
Pemahaman yang mendalam mengenai hubungan ini membuat dok
ter mengerti peranannya. Ketika bertugas, is berperan menjadi
seorang yang peduli terhadap sikap dan perilaku pasiennya.
Sikap yang menunjukkan kemarahan pasien janganlah segera diin
terpretasikan sebagai serangan langsung terhadap dokter secara
pribadi.
Karena proses transference ini tidak selalu jelas adanya, setiap
dokter perlu selalu waspada terhadap sikap dan perilaku pasien
yang dilayaninya.
Dengan pemahaman yang mendalam terhadap proses tersebut,
bukan tidak mungkin akan mempercepat proses penyembuhan
setiap pasien.

SIKAP DAN PERILAKU DOKTER


TERHADAP PASIEN
Sebelum kita membahas tentang sikap dan perilaku
dokter terhadap pasien, terlebih dahulu ada baiknya kita
membahas pula mengenai profesi dokter itu sendiri.
Sebelum seseorang dilantik menjadi dokter maka dia
harus mengucapkan sumpah suci yang pada intinya
seorang dokter akan selalu mempraktikkan profesinya
dengan penuh kehormatan dan rasa tanggung jawab
yang setinggi tingginya dengan menempatkan
kepentingan pasien di atas segala-galanya.
Di samping itu, dokter juga harus menjaga kerahasiaan
informasi atau hash pemeriksaan setiap pasien. P
embukaan rahasia tersebut hanya dapat atas perintah
undang-undang atau pengadilan.
Oleh karena itu, sejak zaman dahulu profesi dokter telah
mendapat tempat yang sangat terhormat di masyarakat

Tingginya harapan masyarakat terhadap profesi dokter membuat seorang


dokter dituntut untuk berpenampilan, bersikap dan berperilaku yang sesuai
dengan harapan masyarakat pada umumnya.
Ketika menjalankan tugas, setiap dokter diharapkan berpenampilan yang
bersih, rapi, dan berpakaian yang sepantasnya.
Raut wajah yang menyejukkan dan penuh rasa persahabatan tanpa
menghilangkan sikap tegas jika diperlukan akan sangat membantu pasien
untuk bekerja sama dengan dokternya.
Di lain pihak, dokter berhak menanyakan informasi yang seluas-luasnya
kepada setiap pasien yang meminta pertolongan. Informasi yang dalam dan
sensitif berhak diketahui oleh dokter untuk menentukan dan mengobati
penyakit yang diderita pasien.
Dokter juga berhak untuk memeriksa bagian-bagian tubuh pasien sampai
ke daerah yang paling sensitif dan rahasia sekali pun.
Oleh karena itu, dokter dituntut untuk memegang kerahasiaan informasi dan
hasil pemeriksaan yang didapatkan dengan sebaikbaiknya.
Akan tetapi, dokter juga harus tetap dapat membatasi diri untuk tidak
menjadikan pasien sebagai objek emosi yang tidak ada hubungannya
dengan kepentingan pemeriksaan, seperti memarahi atau menggoda
dengan tujuan yang tidak sepatutnya.

Dalam melaksanakan profesinya, dokter harus tetap


mengingat akan proses transference, baik yang bersifat
positif maupun negatif seperti yang telah diuraikan
sebelumnya.
Dalam hal ini dimungkinkan juga terjadi transference
balik, yaitu proses transference yang terjadi justru dari
dokter kepada pasiennya.
Proses ini terjadi jika p4ien dirasakan mempunyai
kedudukan atau status sosial atau ekonomi yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan dokternya.
Status ini mungkin dapat berasal dari kedudukan/
jabatan pasien, baik yang bersifat formal maupun
nonformal, kemampuan finansial dan usia yang lebih
tinggi sehingga dirasakan posisi dokter menjadi rendah
diri jika dibandingkan dengan pasiennya.

Dokter yang mempunyai latar belakang masa lalu yang kurang bahagia
mungkin saja akan kehilangan rasa kepercayaan dirinya sehingga ingin
menyandarkan dirinya kepada pasien tersebut. Transference balik dapat
juga terjadi terhadap pasien yang memiliki jenis kelamin yang berbeda yang
berakibat justru dokter merasa menghadapi figur seorang ayah atau ibunya.
Dalam keadaan tertentu malah dokter dapat jatuh cinta kepada pasiennya,
terutama jika dokter tersebut mempunyai masalah dalam rumah tangganya.
Oleh karena itu, dalam menjalankan profesinya dokter harus betul-betul
dapat mengontrol dorongan-dorongan psikis pribadinya jika ingin
membangun hubungan antara dokter dengan pasien secara profesional.
Dorongan untuk memarahi pasien secara tidak proporsional untuk
memenuhi dorongan harga diri dokter yang berlebihan, keinginan untuk
mendapat perlindungan yang tidak wajar dari pasien atau malah dengan
sengaja menggoda agar pasien jatuh cinta haruslah dihindari.
Namun demikian, menempatkan pasien sebagai seorang anak, teman, atau
malah orang tua dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan norma yang
berlaku sering kali justru membantu membangun hubungan baik antara
dokter dengan pasiennya.

Harus selalu diingat bahwa setiap pasien yang datang


untuk meminta pertolongan kepada seorang dokter
harus dilayani secara profesional.
Sebab pasien yang menderita penyakit sering me-rasa
rendah diri, takut dan mungkin juga dihinggapi rasa malu
yang berlebihan.
Untuk menceritakan keadaannya itu mungkin dirasakan
lebih menyiksa dirinya lagi.
Menghadapi posisi pasien yang demikian ini dokter
harus dapat memperlihatkan sikap toleransi yang
sepatutnya kepada setiap pasiennya.
Setiap pasien harus diterima seperti apa adanya tanpa
ada penilaian bersifat subjektif yang berlebihan.
.

Jika hal ini terlanjur terjadi, janganlah diperlihatkan kepada pasien,


baik secara verbal maupun nonverbal.
Setiap pasien harus dapat merasakan bahwa dia dihormati secara
wajar oleh dokternya.
Setiap pasien harus dapat merasakan sikap hormat dan toleransi
dari dokter.
Hal ini dapat diwujudkan dengan jalan mendengarkan keluhan
pasien yang datang dengan sabar.
Harus tetap diingat bahwa rasa percaya diri pasien akan tumbuh
bila dia me-rasa didengarkan dan dihormati oleh dokternya.
Jangan mendengarkan keluhan pasien, sambil menerima telepon
atau mengirim SMS.
Sikap mendengar dari dokter dapat ditunjukkan dengan jalan
mengulang kembali kata-kata/keluhan yang dikemukakan
pasiennya.
Pengulangan tersebut dapat berupa pengulangan secara utuh atau
berupa kesimpulannya saja

Dapat pula berupa kalimat maupun pernyataan yang terkandung dalam


kalimat yang diucapkan pasien tersebut.
Untuk merangsang keberanian pasien mengungkapkan keluhannya secara
lengkap dapat dibantu dengan menyela pasien jika dirasakan pasien mulai
terhambat dalam mengungkapkan keluhannya.
Dalam keadaan ini, dokter dapat menyela dengan kata-kata seperti, "coba
teruskan lagi", "oh ya, hmm..." dan sebagainya.
Dengan sendirinya, kata-kata tersebut harus diucapkan dan disertai mimik
dokter yang terkesan ingin tahu.
Kalau perlu kadang-kadang diselingi dengan ucapanucapan yang bersifat
menenteramkan atau nasihat yang relevan. \ Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa usaha membina hubungan baik yang bersifat
profesional antara dokter dan pasien harus sudah dimulai saat pertama kali
dokter melayani pasiennya.
Dokter harus mampu memberi kesan bahwa dia menaruh rasa hormat
dengan cara bersikap sopan dan bersahabat kepada setiap pasiennya.
Dokter harus mampu mengendalikan suasana emosional, baik yang berasal
dari dirinya maupun dari pasien agar tetap mendapat kepercayaan dari
pasien yang dihadapinya.

Pembicaraan kemudian dilanjutkan dengan menanyakan ke


luhan-keluhan yang dialami pasien.
Pada kesempatan ini informasi yang seluas-luasnya perlu
ditanyakan kepada pasien sehubungan dengan penyakit yang
dideritanya.
Kalau perlu beberapa informasi ditelusuri dengan lebih
mendalam untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit
secara tepat.
Selanjutnya ceritakanlah mengenai pemeriksaanpemeriksaan yang diperlukan oleh pasien tersebut agar dapat
dipahami sepenuhnya. Kalau perlu mintalah persetujuan
pasien sebelum memeriksa agar tidak ada masalah di
kemudian hari.
Setelah dilakukan pemeriksaan, baik fisik maupun penunjang
yang relevan, jelaskan mengenai hasil pemeriksaan tersebut
dan kemungkinan diagnosisnya kepada pasien.

Kadang-kadang diperlukan tenggang waktu untuk


menceritakan hasil diagnosis definitif kepada-pasien karena
kematangan emosional setiap pasien itu berbeda.
Demikian juga dalam hal jenis, prosedur pengobatan dan
perawatan yang diperlukan untuk mengobati pasien tersebut.
Untuk itu, perlu dipilih waktu yang dirasakan paling tepat untuk
menyampaikan hasil diagnosis dan pengobatan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah membantu pasien untuk meng
ambil keputusan yang terbaik untuk dirinya. Dengan
sendirinya, perlu diinformasikan mengenai kebaikan dan
kekurangan setiap keputusan yang akan diambil. Karena pada
kenyataannya tidak ada satu pun tindakan yang mendapatkan
hasil yang maksimal, serta dapat menekan faktor risiko sampai
ke tingkat yang paling minimal

Konsep pengambilan keputusan medik dibagi


menjadi dua hal umum, yaitu sebagai berikut.
1. Pemecahan masalah (problem solving): Satu
jawaban yang benar.
2. Pengambilan keputusan (decision making):
Kebebasan memilih yang terbaik.
Cara pengambilan keputusan yang terbaik,
tentunya tergantung pada situasi dan kondisi.

Di bawah ini adalah rekomendasi langkah-langkah dalam


mengambil keputusan bersama (Shared decision making).
Ciptakan situasi yang kondusif
Berikan informasi dan tanyakan pada pasien cara pengambil
an keputusan yang disukai.
Identifikasikan pilihan yang telah dibuat.
Diskusikan tentang nilai, kekhawatiran dan harapan dari
pasien.
Beni dan diskusikan informasi medik yang terkait dengan
penyakitnya, serta pastikan bahwa dia mengerti.
Berbagi pendapat pribadi antara dokter dengan pasien.
Buat dan lakukan negosiasi keputusan bersama dengan
pasien.

Yakinkan pengobatan/tindakan medik yang sudah dipilih


dan minta persetujuan dengan rencana pengobatan
tersebut.
Konsultasi dapat diakhiri dengan meminta pasien
kembali lagi untuk mendapatkan evaluasi selanjutnya.
Harus tetap diingat bahwa pada setiap pasien, faktor
emosi harus tetap dikendalikan agar tidak merusak
hubungan pasien-dokter yang telah terjalin dengan baik.
Untuk itu, dokter harus memiliki kecerdasan emosi (EQ)
yang baik dan mempunyai pemahaman atas faktorfaktor yang memengaruhi hubungan tersebut yang harus
tetap diingat dan dievaluasi agar mempunyai efek
penunjang dalam membina hubungan profesional antara
pasien dan dokter.

Anda mungkin juga menyukai