Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Disusun oleh:
Rizki Faujiah Munandar
1102010253

Dokter Pembimbing:
dr. Ni Wayan Ani P, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS YARSI
2015

Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan
pertolongan-Nya, referat yang berjudul Gangguan Afektif Bipolar dapat selesai disusun.
Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran, serta diajukan guna memenuhi
persyaratan penilaian di Kepaniteraan Klinik stase Psikiatri.
Penghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada dr. Ni Wayan Ani
Purnamawati, Sp. KJ yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan dalam
pembuatan referat ini. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
referat ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam referat ini masih jauh dari sempurna, baik
mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman dari penyusun dalam mengerjakan referat ini. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan referat
ini. Semoga referat ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, Agustus 2015

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...................................................................................................................1
BAB II Etiopatofisiologi...........................................................................................................2
Faktor Biologi.........................................................................................................................2
Faktor Psikososial...................................................................................................................3
BAB III Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Fisik.................................................................6
Kriteria Diagnostik.................................................................................................................6
Pemeriksaan Fisik.................................................................................................................13
BAB IV Penatalaksanaan.........................................................................................................15
Penentuan Kegawatdaruratan...............................................................................................15
Terapi....................................................................................................................................17
BAB V Prognosis....................................................................................................................`28
BAB VI Rangkuman................................................................................................................29
Daftar Pustaka..........................................................................................................................31

ii

BAB I
PENDAHULUAN
Alam perasaan seseorang dapat berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi tertentu yang
dialaminya. Suasana alam perasaan seseorang mungkin normal, meninggi atau bahkan
terdepresi. Orang normal dapat mengalami berbagai macam suasana perasaan dan memiliki
ekspresi afektif yang sama luasnya; mereka mampu mengendalikan suasana perasaan dan
afeknya. Lain halnya dengan seseorang yang mengalami gangguan pada alam perasaannya.
Gangguan alam perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya
kendali perasaan akibat pengalaman subjektif yang berhubungan dengan penderitaan berat.
Pasien dengan suasana perasaan yang meninggi (elevated) yaitu mania, menunjukkan sikap
meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur,
peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan suasana perasaan terdepresi
(yaitu depresi) merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan
berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan dan fikiran tentang kematian atau bunuh diri.
Tanda dan gejala lain dari gangguan susana perasaan adalah perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan,
aktivitas seksual dan irama biologis lainnya). Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan
gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.
Sekelompok penyakit yang bervariasi antara berat dan gejala utamanya adalah
perubahan mood yang secara periodic berganti-ganti antara mania dan depresi, biasanya
diikuti oleh gejala-gejala lain yang khas. Gangguan ini dikenal sebagai gangguan afektif
bipolar.
Epidemiologi
Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan
menetap sebesar 0,3 1,5 %, beberapa kepustakaan juga memperhitungkan gangguan ini
berkisar antara 2-25%. Di Amerika Serikat, tingkat prevalensi ini dapat mencapai 1 1,6 %,
dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu sekitar 0,8 %
populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas dan Mortalitas
dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan pekerjaan, kerugian
yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas yang disebabkan
gangguan ini di Amerika serikat sepanjang periode awal tahun 1990an diperkirakan sebesar
15,5 miliar dolar Amerika. Perkiraan lainnya, sekitar 25 50 % individu dengan gangguan
bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11 % benar-benar tewas karena bunuh diri.
1

BAB II
ETIOPATOFISIOLOGI
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini. Dianggap serangan
virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah
kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya
manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang
memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.
Sekarang, penyebab gangguan bipolar diketahui multifaktor. Mencakup aspek biopsikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter
di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang
menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode
manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi
biologik.

50%

pasien

bipolar

memiliki

satu

orangtua

dengan

gangguan

alam

perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua
mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam
perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki
resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita
gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada
anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar
dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
Genetik
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16,
12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom
ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan
bipolar.
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu
gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
2

neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan
neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF
terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara
BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif2.
Neurotransmitter
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter
tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase
A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin
transporter (5HTT).
Kelainan otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET),
didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan
volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan
hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila
jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak
berjalan lancar.

Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan


Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah
dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.
3

Faktor psikoanalitik dan psikodinamika


Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan
antara kehilangan suatu objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang
dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek
yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan satu-satunya cara
bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau depresi dari
duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang
melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri,
sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. Melanie Klein selanjutnya
menghubungkan depresi dengan posisi depresif. Ia mengerti siklus manik-depresif
sebagai pencerminan kegagalan pada masa anak-anak untuk mendapatkan introjeksi
mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan
bahwa mereka mungkin memilki objek cinta yang dihancurkan melalui destruktivitas
dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan
tersebut, mereka berguna yang karakteristik untuk pasien depresi melebihi perasaan
bahwa orang tua internal mereka yang baik telah ditransformasikan menjadi penyiksa
karena khayalan dan impuls destruktif pasien. Klien memandang mania sebagai
kumpulan operasi defensif yang disusun untuk mengidealisasikan orang lain,
menyangkal

adanya

agresi

atau

destruktivitas

terhadap

orang

lain,

dan

mengembalikan objek cinta yang hilang. Bibring memandang depresi sebagai suatu
keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang
dihadapkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang
berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan
seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan
idealnya, sebagai akibatnya mereka putus asa dan sebagai akibatnya mereka merasa
putus asa dan tidak berdaya. Pada intinya, depresi dapat disimpulkan sebagai
keruntuhan parsial atau lengkap dari harga diri di dalam ego.Heinz Kohut
mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri. Jika objek diri yang
diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang
bermakna, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa
karena tidak menerima respon yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut, respon
tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan
perasaan kelengkapan
4

Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)


Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan
listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak
melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar
bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan
keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang
dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi
suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik
perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.

Teori kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang
sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang
negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut
selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha
untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti
mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.

BAB III
KRITERIA DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN FISIK
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan afektif bipolar ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan
pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri
dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode pertama
bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi
pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka
risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.

Kriteria Diagnostik
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II
ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang
berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang
menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan
gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta
peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode
depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang
melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi
setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial
untuk penegakkan diagnosis).
6

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar,Episode Kini Hipomanik:


Pedoman diagnostik, pasti :
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria hipomania (F30.0) ataupun
sedang
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik,depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik:
Pedoman diagnostik, pasti :
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik
(F30.1).
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik,depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik:
Pedoman diagnostik, pasti :
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria mania dengan gejala psikotik
(F30.2) waham atau halusinasi dapat di tentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan mood,dam
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik,depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
c) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
d) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic dalam
episode depresif yang sedang berlangsung.

F31.30 Tanpa gejala somatik


F31.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa
gejala psikotik (F32.2), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran
di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik (F32.3), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran
di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afeknya.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar,Episode Kini Campuran:


Manifestasi klinis :
Pernah sekurangnya mengalami sekurangnya satu episode afektif manik,hipomanik
atau campuran di masa lampau, sekarang sedang menunjukan gejala gejala manik,
hipomanik dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat.
Pedoman diagnostik:
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif

yang

tercampur

atau

bergantian

dengan

cepat

(gejala

mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa


terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini dalam remisi:


Pedoman diagnostik:
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir
ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar lainya :
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar YTT:
Episode Depresif
Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang dapat
dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan depresif,
perbedaan tersebut sulit ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat penyakit pasien,
riwayat keluarga, dan perjalanan penyakit di masa mendatang dapat membantu membedakan
kedua kondisi tersebut5.
F32 Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini,
ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3), gejala utama yang ditemukan
adalah :
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
Gejala lainnya adalah :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe
ringan sekali pun)
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang
Mood yang menurun bervariasi pada tiap individu. Pada beberapa kasus, kegelisahan,
ansieas, dan agitasi motorik lebih menonjol pada waktu tertentu, afek iritabel perilaku
histrionik, minum alkohol berlebihan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada
sebelumnya atau preokupasi hipokondrik. Lama episode sekurangnya dua minggu, atau lebih
pendek bila gejala luar bisa berat dan berlangsung cepat.
-

Gejala somatik :
9

Sindrom somatik di anggap ada bila terdapat sekurangnya gajala di bawah ini :
a) Kehilangan minat atau kesenangan terhadap kegiatan yang biasanya dapat di
nikmati.
b) Tidak bereaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya
c)
d)
e)
f)
g)
h)

menyenangkan.
Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih dari biasanya.
Depresi lebih parah pada pagi hari
Bukti obyektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata
Kehilangan nafsu makan secara mencolok
Penurunan berat badan (5% atau lebih dari berat badan bulan terahir)
Penurunan libido yang mencolok
- Kategori ringan (F32.0), sedang (F32.1), atau berat (F32.2) untuk
episode depresif tunggal/pertama, bila berulang masuk dalam gangguan
-

depresi berulang (F33.-)


Bila ada demensi (F00-E03) atau retardasi mental (F70-F79), timbul
kesukaran komunikasi, diagnosis mengandalkan gejala somatik obyektif
seperti retardasi psikomotor, kehilangan nafsu makan dan berat badan
serta gangguan tidur.

F32.0 Episode Depresif Ringan


Pedoman diagnostik :
-

Sekurangnya dua dari :


a. Suasana perasaan (mood) yang depresif
b. Kehilangan minat dan kesenangan
c. Mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala dari depresi yang

paling khas
- Sekurang-kurangnya dua gejala dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain
(untuk F32.-) harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti.
- Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
- Lamanya episode berlangsung ialah sekurangkurangnya sekitar 2 minggu.
- Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan
agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan sosial, namun
mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :
F32.00 Tanpa gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya sedikit
sekali gejala somatik
10

F32.01 Dengan gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan empat atau lebih gejala
somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa
beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)
F32.1 Episode Depresif Sedang

Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang ditentukan

untuk episode depresif ringan (F32.0),


Ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya.
Beberapa gejala mungkin amat menyolok, namun tidak esensial apabila secara

keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya.


Lamanya keseluruhan episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu.
Individu yang mengalami episode depresif taraf sedang biasanya menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah
tangga.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :


F32.10 Tanpa gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak ada atau hanya
sedikit sekali gejala somatik
F32.11 Dengan gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan ada empat atau lebih gejala
somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa
beratnya, maka penggunaan kategori ini mungkin dapat dibenarkan)
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
-

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau


kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi mental merupakan ciri

terkemuka.
Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok
Bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat.
Anggapan disini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode
depresif berat.

Pedoma diagnostik :

11

Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan

sedang harus ada


Ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya
Beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting
(misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau
tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal
demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat

dibenarkan.
Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2

minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkinpenderita akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada

taraf yang sangat terbatas.


Kategori ini hendaknya digunakan untuk episode depresif berat tunggal tanpa
gejala psikotik, untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori dari
gangguan depresif berulang.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


-

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas,

disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.


Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka

yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau

bau kotoran atau daging membusuk.


Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan afek (mood congruent).

Pemeriksaan Fisik

Penampilan
Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit
sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor,
berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan
berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri
12

tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan dengan badan yang
kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari tangannya
mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian warna yang rusak pada
kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga
tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak
dengan lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka
juga berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton.

Afek/Suasana Perasaan
Afek depresi. Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi.
Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi.

Pikiran
Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan
yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa
mereka bagaikan gelas yang separuh kosong. Pemikiran mereka lebih berfokus
tentang kematian dan tentang bunuh diri.

Persepsi
Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa
psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai
atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan
merasakan penyesalan yang sangat dalam.

Bunuh Diri
Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah
individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.

Pembunuhan/Kekerasan
Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri. Pada
beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi untuknya
dan untuk orang terdekatnya/orang lain.

Tilikan/Insight
Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Penderita
biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat jatuh
13

dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memiliki sedikit
pengertian terhadap diri mereka sendiri.

Kognitif
Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.

BAB IV
PENATALAKSANAAN

1. Penentuan Kegawatdaruratan
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti
depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi
yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan
pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat
bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
a) Rawat Inap
i.

Berbahaya untuk diri sendiri


Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang
signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik
dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan
perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain
14

dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko
kematian.
ii.

Berbahaya bagi orang lain


Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang
penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat
suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan
mereka dari kesengsaraan dunia.

iii.

Hendaya Berat
Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat
berbahaya dan tidak menyembuhkannya.

iv.

Kondisi medis yang harus dimonitor


Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di
lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari


Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian
dan lingkungan hidup yang stabil.
Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana
untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak
dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari
keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap
penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali
secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan
rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.
c) Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
i.

Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat berasal
dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi

ii.

depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.


Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang
luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping.
15

Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka


mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun
mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk
mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan
iii.

pengobatan.
Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak
alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan.
Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu
mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita

iv.

tinggal dan diterima di masyarakat.


Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang
penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan
zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting.
Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat
luar biasa.
Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh
para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi,
komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

2. Terapi
Terapi psikososial
-

Terapi kognitif (Aaron Beck)


Tujuannya :
a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.
b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih

kembali respon kognitif dan perilaku yang baru.


Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien
dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam
mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan
pada problem interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem interpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan interpersonal. Problem interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala
depresi. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai
16

dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena


intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif,
gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan
-

bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.


Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan
seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan
kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk
berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan
positif.

Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme
penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam
merasakan perubahan emosional secara luas.

Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau
fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga.
Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan
kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh
keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood
memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan
melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka
tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood.

Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)


Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang
ditempatkan pada bagian temporal kepala.
Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri
yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik (dengan dosis
yang sudah adekuat).

Farmakoterapi

17

Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan


perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi
perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.
Episode mania atau hipomania:
1. Mood Stabilizer
2. Antipsikotik atipikal
3. Mood stabilizer + antipsikotik atipikal
Episode depresi :
1.
2.
3.
4.
5.

Antidepresan
Mood stabilizer
Antipsikotik atipikal
Mood stabilizer + antidepresan
Antipsikotik atipikal + antidepresan

Table 1. Penatalaksanaan kedaruratan agitasi akut.


Lini I

Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania
atau campuran akut. Dosis adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari
(tiga kali injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60 menit.

Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari. Berespons dalam
15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima
hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis
maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol
atau Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas

Lini II

antipsikotika
Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.

Rekomendasi terapi pada mania akut


Tabel 2. Terapi mania.
Lini I

Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR,


aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat +
quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol

Lini II

Karbamazepin, ECT, litium + divalproat, paliperidon

Lini III

Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +

18

karbamazepin, klozapin
Tidak direkomendasikan

Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon


+ karbamazepin, olanzapin + karbamazepin

Penatalaksanaan pada Episode Depresi Akut, GB I


Tabel 3. Penatalaksanaan episode depresi akut.
Lini I

Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI,


olanzapin + SSRI, litium + divalproat

Lini II

Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin

Lini III

Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +


venlafaksin, litium + MAOI, ECT, litium atau divalproat atau AA + TCA,
litium atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + lamotrigin,
penambahan topiramat

Tidak direkomendasikan

Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi

Tabel 4. Terapi rumatan GB I.


Lini I

Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium


atau divalproat + quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP),
penambahan RIJP, aripirazol

Lini II

Karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin, litium atau


divalproat + olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin
+ fluoksetin

Lini III

Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin,


penambahan ECT, penambahan topiramat,
penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin

Tidak direkomendasikan

Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi

Rekomendasi terapi akut depresi, GB II


Tabel 5. Terapi akut depresi, GB II.
Lini I

Quetiapin

19

Lini II

Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium


+ divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan

Lini III

Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami


hipomania)

Rekomendasi terapi rumatan GB II


Tabel 6. Terapi Rumatan GB II.
Lini I

Litium, lamotrigin

Lini II

Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik +


antidepresan, kombinasi dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau
antipsikotika atipik

Lini III

Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT

Tidak direkomendasikan Gabapentin

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar:


Mood stabilizer
Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Memiliki
efek akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan norepineprin di neuron terminal
sistem saraf pusat.
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk utuh
hanya melalui ginjal.
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi
rumatan GB.
Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis
hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi
dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut
lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis

20

berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi
rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
Perbaikan klinis
7-14 hari
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan
berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat
pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium,
deficit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan
pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan.
Litium dapat merusak tubulus ginjal. Factor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi
litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi
litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak
meminum air.
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid,
harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan
EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi
tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa
sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.
Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita
dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan
litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau
dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama
kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater.
Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu
harus didiskusikan.
Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania.
Valproat tersedia dalam bentuk:
21

1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium
valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat
dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan
sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila
dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan
dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah
lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum
berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan
konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20
mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai
konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu
makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100
mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah
antara 75-100 mg/mL.
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi
rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB
pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim
transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan
22

dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping
gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium
bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.

Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal
Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan
mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan
dalam bentuk utuh.
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun
rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan
di kulit.
Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai
terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin,
risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.
Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh
enzim hepar yaitu CYP 2D6.
Dosis

23

Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan
cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan
hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari.
Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB.
Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua
minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50
mg per dua minggu.
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya
gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan
dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor
kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada
beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin
dapat pula terjadi pada pemberian risperidon.
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap
dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1),
dan a1- adrenergik.
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan
campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama.
Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak
menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila
dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan
melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.
Quetiapin
24

Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai


antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik
a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap
serotonin 5-HT2A.
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia
dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan
300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR
dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus
cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping
yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan
dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika
tipikal.
Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta
antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas
sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin
reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis
efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara
10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia,
dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5
mg dapat meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi

25

Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga
efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada
GB I, episode depresi.
Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan
kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang
mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna
dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu
pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula
ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan
aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak
menyebabkan perubahan interval QT.
Antidepresan
1) Derivat trisiklik

Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai


maksimum 250-300 mg sehari)

Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis


maksimum 150-300 mg sehari).

2) Derivat tetrasiklik

Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90


mg/ hari).

3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)

Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan
sampai dengan 600 mg/ hari).

4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr)

Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari


dalam dosis tunggal atau terbagi)

Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam
hari, maksimum dosis 300 mg)

Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari).

5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)

26

Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150250 mg 1x/hari), Duloxetine.

BAB V
PROGNOSIS
Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita
dengan depresi berat. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40 50 % penderita
mengalami serangan manik lain.
Hanya 50 60 % penderita gangguan bipolar I dapat dikontrol dengan litium terhadap
gejalanya.
Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita
mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap.
Seringkali perputaran episode depresif dan manik berhubungan dengan usia.
Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain :
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.

Riwayat pekerjaan yang buruk


Penggunaan alkohol
Gambaran psikotik
Gambaran depresif diantara episode manik dan depresi
Adanya bukti keadaan depresif
Jenis kelamin laki-laki

Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut :


i.
ii.
iii.
iv.
v.

Fase manik (dalam durasi pendek)


Onset terjadi pada usia yang lanjut
Pemikiran untuk bunuh diri yang sedikit
Gambaran psikotik yang sedikit
Masalah kesehatan (organik) yang sedikit

27

KESIMPULAN
Gangguan alam perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya
kendali perasaan akibat pengalaman subjektif yang berhubungan dengan penderitaan berat.
Gangguan bipolar adalah gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang
tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir.
Penyebab gangguan bipolar multifaktor dan menncakup aspek bio-psikososial yaitu :
Faktor biologi
o Herediter
o Genetik
o Neurotransmitter
o Kelainan otak
Faktor Psikososial
o Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan
o Faktor psikoanalitik dan psikodinamika
o Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
o Teori kognitif

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai
dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai
dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu
menurut episode kini yang dialami penderita.
Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang dapat
dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan depresif,
perbedaan tersebut sulit ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya riwayat penyakit pasien,
riwayat keluarga, dan perjalanan penyakit di masa mendatang dapat membantu membedakan
kedua kondisi tersebut.

28

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,
seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Pengobatan yang tepat
tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung
pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur.
Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan sebagai mood
stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh,
depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus
diberikan.
Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita
dengan depresi berat.

29

Daftar Pustaka
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.hlm.791-853.
2. Rusdi M. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2013.
3. Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
4. Roxanne DE. Bipolar disorder (mania) [Internet]. Diunduh dari:
http://www.medicinenet.com/bipolar_disorder/article.htm
5. Soreff S. Bipolar affective disorder treatment & management [Internet]. 2011.
Diunduh dari; http://emedicine.medscape.com/article/286342-treatment

30

Anda mungkin juga menyukai