Anda di halaman 1dari 7

Biografi Al-Imam Abul Hasan Al-Asyari (260-324 H)

Beliau adalah al-Imam Abul Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin
Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Al-Asyari Abdullah bin Qais bin Hadhar.
Abu Musa Al-Asyari adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam yang
masyhur.
Beliau -Abul Hasan Al-Asyari- Rahimahullah dilahirkan pada tahun 260 H di Bashrah, Irak.
Beliau Rahimahullah dikenal dengan kecerdasannya yang luar biasa dan ketajaman
pemahamannya. Demikian juga, beliau dikenal dengan qanaah dan kezuhudannya.
Guru-gurunya
Beliau Rahimahullah mengambil ilmu kalam dari ayah tirinya, Abu Ali al-Jubai, seorang imam
kelompok Mutazilah.
Ketika beliau keluar dari pemikiran Mutazilah, beliau Rahimahullah memasuki kota Baghdad
dan mengambil hadits dari muhaddits Baghdad Zakariya bin Yahya as-Saji. Demikian juga, beliau
belajar kepada Abul Khalifah al-Jumahi, Sahl bin Nuh, Muhammad bin Yaqub al-Muqri,
Abdurrahman bin Khalaf al-Bashri, dan para ulama thabaqah mereka.
Taubatnya dari aqidah Mutazilah
Al-Hafizh Ibnu Asakir berkata di dalam kitabnya Tabyin Kadzibil Muftari fima Nusiba ila Abil
Hasan al-Asyari, Abu Bakr Ismail bin Abu Muhammad al-Qairawani berkata, Sesungguhnya Abul
Hasan al-Asyari awalnya mengikuti pemikiran Mutazilah selama 40 tahun dan jadilah beliau
seorang imam mereka. Suatu saat beliau menyepi dari manusia selama 15 hari, sesudah itu beliau
kembali ke Bashrah dan shalat di masjid Jami Bashrah. Seusai shalat Jumat beliau naik ke mimbar
seraya mengatakan:
Wahai manusia, sesungguhnya aku menghilang dari kalian pada hari-hari yang lalu karena
aku melihat suatu permasalahan yang dalil-dalilnya sama-sama kuat sehingga tidak bisa aku
tentukan mana yang haq dan mana yang batil, maka aku memohon petunjuk kepada Allah
Subhanahu wa Taala sehingga Allah memberikan petunjuk kepadaku yang aku tuliskan dalam kitabkitabku ini, aku telah melepaskan diriku dari semua yang sebelumnya aku yakini, sebagaimana aku
lepaskan bajuku ini.
Beliau pun melepas baju beliau dan beliau serahkan kitab-kitab tersebut kepada manusia.
Ketika ahlul hadits dan fiqh membaca kitab-kitab tersebut mereka mengambil apa yang ada di
dalamnya dan mereka mengakui kedudukan yang agung dari Abul Hasan al-Asyari dan menjadikannya sebagai imam.

Para pakar hadits (Ashhabul hadits) sepakat bahwa Abul Hasan al-Asyari adalah salah
seorang imam dari ashhabul hadits.

Beliau berbicara pada pokok-pokok agama dan membantah orang-orang menyeleweng dari
ahli bidah dan ahwa dengan menggunakan al-Quran dan Hadits dengan pemahaman para
sahabat. Beliau adalah pedang yang terhunus atas Mutaziah, Rafidhah, dan para ahli bidah.
Abu Bakr bin Faurak berkata, Abul Hasan al-Asyari keluar dari pemikiran Mutazilah dan
mengikuti madzhab yang sesuai dengan para sahabat pada tahun 300 H.
Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Khalikan berkata dalam kitabnya, Wafayatul Ayan
(2/446), Abul Hasan al-Asyari awalnya mengikuti pemikiran Mutazilah kemudian bertaubat.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitabnya, al-Bidayah wan Nihayah (11/187),
Sesungguhnya Abul Hasan al-Asyari awalnya adalah seorang Mutazilah kemudian bertaubat dari
pemikiran Mutazilah di Bashrah di atas mimbar, kemudian beliau tampakkan aib-aib dan
kebobrokan pemikiran Mutazilah.
Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata dalam kitabnya, al-Uluw lil Aliyyil Ghaffar, Abul Hasan alAsyari awalnya seorang Mutazilah mengambil ilmu dari Abu Ali al-Jubai, kemudian beliau lepaskan
pemikiran Mutazilah dan jadilah beliau mengikuti Sunnah dan mengikuti para imam ahli hadits.
Tajuddin as-Subki berkata dalam kitabnya, Thabaqah Syafiiyyah al-Kubra (2/246), Abul
Hasan al-Asyari -mengikuti pemikiran Mutazilah selama 40 tahun hingga menjadi imam kelompok
Mutazilah. Ketika Alloh menghendaki membela agamaNya dan melapangkan dada beliau untuk
ittiba kepada al-Haq maka beliau menghilang dari manusia di rumahnya. (Kemudian Tajuddin asSubki menyebutkan apa yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Asakir di atas).
Ibnu Farhun al-Maliki berkata dalam kitabnya Dibajul Madzhab fi Marifati Ayani Ulamail
Madzhab (hal. 193), Abul Hasan al-Asyari awalnya adalah seorang Mutazilah, kemudian keluar
dari pemikiran Mutazilah kepada madzhab yang haq madzhabnya para sahabat. Banyak yang heran
dengan hal itu dan bertanya sebabnya kepada beliau, Maka beliau menjawab bahwa beliau pada
bulan Ramadhan bermimpi bertemu Nabi Shalallahu alaihi wasallam yang memerintahkan kepada
beliau agar kembali kepada kebenaran dan membelanya, dan demikianlah kenyataannya
-walhamdulillahi Taala-.
Murtadha az-Zabidi berkata dalam kitabnya Ittihafu Sadatil Muttaqin bi Syarhi Asrari lhya
Ulumiddin (2/3), Abul Hasan al-Asyari mengambil ilmu kalam dari Abu Ali al-Jubbai (tokoh
Mutazilah), kemudian beliau tinggalkan pemikiran Mutazilah dengan sebab mimpi yang beliau lihat,
beliau keluar dari Mutazilah secara terang-terangan, beliau naik mimbar Bashrah pada hari Jumat
dan menyeru dengan lantang, Barangsiapa yang telah mengenaliku maka sungguh telah tahu siapa
diriku dan barangsiapa yang belum kenal aku maka aku adalah Ali bin Ismail yang dulu aku
mengatakan bahwa al-Quran adalah makhluk, bahwasanya Allah tidak bisa dilihat di akhirat dengan
mata, dan bahwasanya para hamba menciptakan perbuatan-perbuatan mereka. Dan sekarang

lihatlah aku telah bertaubat dari pemikiran Mutazilah dan meyakini bantahan atas mereka,
kemudian mulailah beliau membantah mereka dan menulis yang menyelisih pemikiran mereka.
Kemudian az-Zabidi berkata, Ibnu Katsir berkata,
Para ulama menyebutkan bahwa Syaikh Abul Hasan al-Asyari memiliki tiga fase
pemikiran:Pertama mengikuti pemikiran Mutazilah yang kemudian beliau keluar
darinya,Kedua menetapkan tujuh sifat aqliyyah, yaitu; Hayat, Ilmu, Qudrah, Iradah, Sama, Bashar,
dan Kalam, dan beliau menakwil sifat-sifat khabariyyah seperti wajah, dua tangan, telapak kaki,
betis, dan yang semisalnya.Ketiga adalah menetapkan semua sifat Allah tanpa takyif dan tasybih
sesuai manhaj para sahabat yang merupakan metode beliau dalam kitabnya al-Ibanah yang beliau
tulis belakangan.
Murid-muridnya
Di antara murid-muridnya adalah Abul Hasan al-Bahili, Abul Hasan al-Karmani, Abu Zaid alMarwazi, Abu Abdillah bin Mujahid al-Bashri, Bindar bin Husain asy-Syairazi, Abu Muhammad alIraqi, Zahir bin Ahmad as-Sarakhsyi, Abu Sahl Ash-Shuluki, Abu Nashr al-Kawwaz Asy-Syairazi,
dan yang lainnya.
Tulisan-tulisannya
Di antara tulisan-tulisan beliau adalah: al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul Islamiyyin,
Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma fi Raddi ala Ahlil Bida, al-Mujaz, al-Umad fi Ruyah, Fushul fi Raddi
alal Mulhidin, Khalqul Amal, Kitabush Shifat, Kitabur Ruyah bil Abshar, al-Khash wal Am, Raddu
Alal Mujassimah, Idhahul Burhan, asy-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, an-naqdhu alal
Balkhi, Jumlatu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami fi Raddi alal Khalidi, Adabul
Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah
Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul
Atsar, Tafsirul Quran al-Mukhtazin, dan yang lainnya.
al-Imam Ibnu Hazm Rohimahullah berkata, al-Imam Abul Hasan al-Asyari memiliki 55 tulisan.
Di antara perkataan-perkataannya

al-Imam Abul Hasan al-Asyari Rohimahullah berkata dalam kitabnya al-Ibanah an Ushuli
Diyanah hal. 17: Apabila seseorang bertanya, Kamu mengingkari perkataan Mutazilah,
Qadariyyah, Jahmiyyah, Haruriyyah, Rafidhah, dan Murjiah. Maka terangkan kepada kami
pendapatmu dan keyakinanmu yang engkau beribadah kepada Allah dengannya! Jawablah,
Pendapat dan keyakinan yang kami pegangi adalah berpegang teguh dengan kitab Rabb kita,
sunnah Nabi kita Shalallahu alaihi wasallam dan apa yang diriwayatkan dari para sahabat, tabiin,
dan para ahli hadits. Kami berpegang teguh dengannya. Dan berpendapat dengan apa yang dikatakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.
Ringkas perkataan kami bahwasanya kami beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya,
para rasulNya, dan apa yang dibawa oleh mereka dari sisi Allah dan apa yang diriwayatkan oleh

para ulama yang terpercaya dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, kami tidak akan menolak
sedikitpun. Sesungguhnya Allah adalah Ilah yang Esa, tiada sesembahan yang berhak diibadahi
kecuali Dia, Dia Esa dan tempat bergantung seluruh makhluk, tidak membutuhkan anak dan istri.
Dan bahwasanya Muhammad Shalallahu alaihi wasallam adalah hamba dan urusanNya. Allah
mengurusnya dengan membawa petunjuk dan dien yang benar. Surga dan neraka benar adanya.
Hari kiamat pasti datang, tidak ada kesamaran sedikitpun. Dan Allah akan membangkitkan yang ada
di kubur. Allah bersemayam di atas Arsy seperti dalam firmanNya:Alloh bersemayam di atas Arsy.
(QS. Thaha: 5)
Allah memiliki dua tangan, tapi tidak boleh ditakyif, seperti dalam firmanNya:Telah Kuciptakan
dengan kedua tangan-Ku. (QS. Shad: 75) dan firmanNyaTetapi kedua-dua tangan Alloh terbuka.
(QS. al-Maidah: 64)
Allah memiliki dua mata tanpa ditakyif, seperti dalam firmanNya:Yang berlayar dengan pengawasan
mata Kami. (QS. al-Qamar: 14)
Siapa yang menyangka bahwa nama-nama Allah bukanlah Allah maka sungguh dia sesat, Allah
berilmu seperti dalam firmanNyaDan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak
(pula) melahirkan melainkan dengan ilmu-Nya. (QS. Fathir: 11)
Kita menetapkan bahwa Allah mendengar dan melihat, kita tidak menafikannya seperti dilakukan
oleh orang-orang Mutazilah, Jahmiyyah, dan Khawarij.

Beliau berkata dalam kitabnya Maqalatul lslamiyyin wa lkhtilafil Mushallin hal. 290: Kesimpulan apa yang diyakini oleh ahli hadits dan Sunnah bahwasanya mereka mengakui keimanan kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, dan apa yang dibawa oleh mereka dari
sisi Allah dan apa yang diriwayatkan oleh para ulama yang terpercaya dari Rasulullah Shalallahu
alaihi wasallam, mereka tidak akan menolak sedikitpun. Dan bahwasanya Allah adalah Ilah yang
Esa, tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, Dia Esa dan tempat bergantung seluruh
makhluk, tidak membutuhkan anak dan istri. Dan bahwasanya Muhammad Shalallahu alaihi
wasallam adalah hamba dan utusanNya.
Mereka memandang wajibnya menjauhi setiap penyeru kepada kebidahan dan hendaknya
menyibukkan diri dengan membaca al-Quran, menulis atsar-atsar, dan menelaah fiqih, dengan
selalu tawadhu, tenang, berakhlak yang baik, menebar kebaikan, menahan diri dari mengganggu
orang lain, meninggalkan ghibah dan namimah, dan berusaha memperhatikan keadaan orang yang
kekurangan.
Inilah kesimpulan dari apa, yang mereka perintahkan, amalkan, dan mereka pandang, dan kami
mengatakan sebagaimana yang kami sebutkan dari mereka dan kepada ini semua kami bermadzhab, dan tidaklah kami mendapatkan taufiq kecuali dari Allah.

Wafatnya
al-Imam Abul Hasan al-Asyari wafat di Baghdad pada tahun 324 H. Semoga Allah meridhoinya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
Sumber: Siyar Alamin Nubala oleh Adz-Dzahabi 15/85-90, dan Tarjamah Abul Hasan al-Asyari.

Biografi al-Iman Abu Manshur al-Maturidi


Nama lengkapnya Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi alSamarqandi, nisbah kepada Maturid, nama distrik di Samarkand, negeri yang terletak di seberang sungai
Amu Dariya (seberang sungai Jihun), daratan Transoxiana.
Tidak ada data sejarah yang menginformasikan tahun kelahirannya secara pasti. Akan tetapi
menurut dugaan kuat, dia dilahirkan pada masa khalifah al-Mutawakkil(205-247 H/820-861 M), Khalifah ke10 dari dinasti Abbasiyah. Diperkirakan al-Maturidi lahir sekitar 20 tahun sebelum lahirnya al-Imam alAsyari.
Secara geneologis, nasah Abu Manshur al- Maturidi masih bersambung dengan sahabat
Rasulullah dari kaum Anshar, yaitu Abu Ayyub al-Anshari (w. 52
H/672 M). hal ini menjadi bukti
bahwa al-Maturidi lahir dari keluarga terhormat dan terpandang di kalangan masyarakat, karena ketika
Rasulullah hijrah ke kota Madinah,beliau singgah dan tinggal di rumah Abu Ayyub al-Anshari, sahabat yang
menjadi saksi hidup peristiwa Baiat al-Aqabah, dan mengikuti peperangan Badar, Uhud, Khandaq dan lainlain.
Al-Maturidi lahir dari lingkungan keluarga ulama yang sudah barang tentu mencintai ilmu Agama.
Sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan intelektual Al-Maturidi yang tumbuh dalam
lingkungan keluarga yang mencintai ilmu agama sejak usia dini. Selain ditopang dengan kecerdasannya
yang luar biasa, Al-Maturidi juga seorang pelajar yang tekun dan gigih dalam menuntut ilmu, sehingga
pada akhirnya mengantar reputasi intelektual Al-Maturidi ke puncak kecemerlangan dengan menyandang
beberapa gelar seperti, Imam al-Huda (pemimpin kebenaran), Qudwat Ahl al Sunnah wa alIhtida (panutan pengikut sunnah dan petunjuk), Rafi Alam al-Sunnah wa al-Jamaah (pengibar bendera
sunnah dan jamaah), Qali Adhalil al-Fitnah wa al-Bidah(pencabut kesesatan fitnah dan bidah), Imam alMutakallimin (penghulu para teolog) danMushahhih Aqaid al-Muslimin (korektor akidah kaum muslimin).
Gelar-gelar tersebut membuktikan posisi intelektual Al-Maturidi yang sangat istimewa dalam pandangan
murid-muridnya.

Background Sosial, Politik dan Pemikiran Al-Maturidi


Al-Maturidi hidup di negeri samarkand, Uzbekistan. Kehidupannya berkisar antara paruh kedua
abad ketiga Hijriah dan paruh pertama abad keempat Hijriah. Dalam catatan sejarah, Samarkand pada
mulanya di masuki dan di taklukan oleh pasukan kaum Muslimin pada tahun 55 H/675 M dibawah
kepemimpinan panglima Said bin Utsman , ketika menjabat sebagai gubernur Khurasan pada masa
pemerintahan Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Said bin Utsman menyeberangi sungai Amu Daria dan
melakukan pengepungan terhadap negeri Samarkand, tetapi kemudian meninggalkannya. Pada tahun 78
H/697 M, panglima Qutaibah bin Muslim bersama pasukannya untuk pertama kalinya menyeberangi sungai
Amu Daria dan memerangi negeri Bukhara, Syas dan singgah di Samarkand. Setelah itu,Qutaibah bin
Muslim melakukan penyerangan terhadap negeri-negeri seberang sungai Amu Daria selama tujuh tahun.
Pada masa Al-Maturidi, kerajaan Samarkand dikuasai oleh dinasti Saman, dinasti yang berasal
dari sebuah desa di Samarkand,yang bernama desa Saman. Dinasti ini tercatat sebagai dinasti terbaik yang
memerintah Samarkand. Mereka sangat menghormati dan memuliakan ilmu agama dan kalangan ulama.
Dinasti Saman ini berhasil menguasai Khurasan dan negeri-negeri seberang sungai Amu Daria sejak tahun

261 H/875 M sampai tahun 389 H/999 M. dinasti ini di pimpim oleh Asad bin Saman dan diteruskan oleh
keempat anaknya yang menjadi pembantu Khalifah al-Makmun sekaligus sebagai penguasa otonom di
Khurasan dan Samarkand.
Situasi politik dan pemikiran yang berkembang pada masa Al-Maturidi,berkaitan erat dengan situasi
politik dan pemikiran yang sedang berkembang di dunia islam pada umumnya. Di mana pada saat itu,
negara islam pada paruh kedua abad ketiga dan abad keempat menyaksikan berbagai disintregasi politik
yang sangat kritis,yang sudah barang tentu membawa pada terpecah belahnya negara dalam beberapa
daerah kekuasaan dan pengaruh. Negeri Andalusia di kuasai oleh dinasti Umawi, Maroko dikuasai dinasti
Idrisi, Moushul dan Aleppo dikuasai dinasti Hamdan, Mesir dan Syam dikuasai dinasti Thulun dan Akshyid,
Irak dikuasai dinasti Turki dengan mengatasnamakan Khalifah Abbasi. Sedangkan Persia menjadi beberapa
dinasti yang sangat berpengaruh. Dinasti Dulafiyah menguasai Kurdistan, dinasti Shafariyah menguasai
Paris, dinasti Saman menguasai Persia dan negeri seberang sungai Amu Daria, dinasti Ziyadiyah menguasai
Jurjan, dinasti Hasnawiyah menguasai Kurdistan,dinasti Buwaihiyah menguasai Persia bagian selatan, dan
dinasti Ghaznawiyah menguasai India dan Afganistan. Disintregasi negara islam yang terpecah belah
menjadi beberapa daerah otonom ini, juga disokong oleh lemahnya otoritas Khalifah Abbasi di Baghdad, dan
tampilnya ras Turki dan Persia yang berupaya menjadikan Khalifah sebagai boneka. Jabatan Khalifah hanya
sebatas simbol belaka, sedangkan penguasa yang sesungguhnya adalah orang-orang Turkmen dan Persia.

Guru-guru Al-Maturidi

Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi adalah deklarator madzhab Maturidi, aliran pemikiran dan teologis besar
yang merupakan cabang kedua dalam pemikiran Ahlussunnah Wal Jamaah. Dia berguru kepada para ulama
terkemuka bermadzhab Hanafi, yang diakui kedalamannya dalam bidang fiqih dan teologi, yang mereka
peroleh dari sumber yang tak pernah kering,yaitu kitab-kitab al-Iman Abu Hanifah yang telah memberikan
kesegaran, penjelasan dan analisa terhadap generasi demi generasi. al-Maturidi sendiri menyatakan,telah
mempelajari kitab-kitab Abu Hanifah tersebut, yaitu al-Fiqh al-Absath,al-Risalah, al-Alim wa alMutaallim dan al-Washiyyah kepada guru-gurunya seperti Abu Nashr al-Iyadhi, al-Juzajani dan al-Balkhi.
Ketiga guru tersebut berguru kepada al-Imam Abu Sulaiman al-Jazujani, murid al-Imam Muhammad bin alHasan al-Syaibani. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan di kemukakan beberapa nama guru-guru alMaturidi
Abu Nashr al-Iyadhi
Abu Bakar Ahmad bin Ishaq al-Jazujani
Nushair bin Yahya al-Balkhi (w. 268 H/863 M)
Muhammad bin Muqatil al-Razi (w. 248 H/863 M)

Karya-Karya al-Maturidi
Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi telah menulis banyak karangan,yang membuktikan kedalaman,kesuburan
dan ilmu pengetahuannya yang beragam dalam berbagai bidang, mencakup ilmu tafsir, fiqih, ushul fiqih,
teologi, bantahan terhadap orang Qaramithah, Rafidhah (Syiah), Mutazilah dan ateis. Ilmu pengetahuan
yang dikuasai Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi secara mendalam dan komprehensif meliputi berbagai ilmu
keislaman dan filsafat yang dia tuangkan dalam bentuk karangan karangan.
Terdapat sekitar 17 judul karya al-Maturidi, diantaranya yaitu kitab al-Tauhid, kitab al-Muqalat, alRadd Ala a-Qaramithah, Bayan Wahn al-Mutazilah, Radd al-Ushul al-Khamsah, Radd kitab Waid al-Fussaq,
Radd Awail al-Adillah, Radd tahdzid al-Jadal, Syarh al-Fiqh al-Akbar dan lain-lain. Namun sayang sekali, dari
sekian banyak karya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi, hanya sedikit yang informasinya sampai kepada
generasi sekarang, diantaranya adalah :
Tawilat Ahl al-Sunnah
Makhadz al-Syarai dan kitab al-Jadal
Kitab al-Tauhid

Wafatnya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi


Ada perbedaan ringan di kalangan sejarawan tentang tahun wafatnya Al -Iman Abu Manshur alMaturidi , hal ini berbeda dengan tahun kelahirannya, yang tidak ada informasi sama sekali di kalangan
mereka. Mayoritas literatur sejarah hampir sepakat bahwa Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi wafat pada
tahun 333 H/944 M. akan tetapi Thasy Kubri Zadah dalam kitab Miftah al-Saadah dan Ibn Kamal Basya
dalam kitab Thabaqat al-Hanafiyyah menyebutkan bahwa ada riwayat lemah yang mengatakan Al -Iman
Abu Manshur al-Maturidi wafat tahun 336 H. sementara Abu al-Hasan al-Nadwi ulama kontemporer
berkebangsaan India menyebutkan bahwa Al -Iman Abu Manshur al-Maturidiwafat tahun 332 H. barangkali
al-Nadwi mengambil informasi tersebut dari kitab Syarh al-Fiqih al-Akbar yang oleh pakar masih diragukan
autentisifikasinya sebagai karya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi . boleh jadi,al-Nadwi mengambilnya dari
al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram. Namun riwayat yang paling kuat tentang wafatnya Al -Iman Abu

Manshur al-Maturidi adalah tahun 333 H/944 M, karena mayoritas literatur biografi ulama madzhab Hanafi
menyepakatinya. Wallahu alam
Diposkan oleh abdussalam
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai