PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sudah tentu tidak asing lagi dengan kata pajak. Kita sering mendengar,
membaca dan membayar pajak. Misalnya ketika makan di restoran lalu pada saat
membayar di resi pembayaran tercantum kata-kata PPN 10% dan kita pun pasti
pernah mendengar atau membaca slogan Orang Bijak Taat Membayar Pajak.
Istilah pajak sendiri baru muncul pada abad ke-19 di Pulau Jawa, yaitu pada
masa penjajahan Pemerintahan Kolonial Inggris tahun 1811-1816. Pada tahun
1819 dikeluarkanlah Landrente Stelsel bahwa jumlah uang yang harus dibayarkan
oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya hampir sama besarnya.
Penduduk
menamakan pembayaran landrente itu pajeg atau duwit ajeg yang berasal dari
kata bahasa Jawa ajeg, artinya tetap. Jadi duwit pajeg atau pajeg diartikan sebagai
jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama pada tiap
tahunnya.
Dalam literatur Indonesia sekarang, fiskal telah menjadi istilah populer
untuk sebutan pajak walaupun sebenarnya antara kata fiskal dan pajak terdapat
perbedaan pengertian yang luas. Istilah fiskal berasal dari bahasa Latin, yaitu
fiscus yang berarti keranjang berisi uang atau kantong uang.
Kata fiscus
diidentikkan dengan kas negara dan juga diidentikkan dengan pengertian alat-alat
negara yang diberi tugas untuk memasukkan uang rakyat. Oleh karena itu fiskal
dalam arti luas mengandung pengertian segala sesuatu yang ada sangkut pautnya
dengan keuangan negara, termasuk pajak, sedangkan fiskal dalam arti sempit
itulah yang dinamakan pajak.
Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor
swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan
dengan tidak mendapatkan imbalan (tegenprestatie) yang secara langsung dapat
ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang
digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai
tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. Definisi pajak menurut UU
Perpajakan Nasional adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undangundang dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (routine) dan pembangunan.
Fungsi pajak dalam negara ada 3 (tiga), yaitu:
1. Fungsi Anggaran (Budgeter)
Fungsi anggaran dari pajak adalah memasukkan uang ke kas negara
sebanyak-banyaknya untuk keperluan belanja negara,
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak berfungsi sebagai alat penggerak masyarakat dalam perekonomian
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan fungsi ini dapat
bersifat positif dan bersifat negatif.
Adanya pajak yang dibebankan kepada rakyat sebagai wajib pajak tentu akan
menimbulkan persolan-persoalan di lapangan. Persoalan di bidang pajak menjadi
mencuat seiring adanya kasus Gayus Tambunan.
sebenarnya sudah ada sebelum kasus Gayus mencuat, namun sekarang ini
semenjak booming-nya kasus Gayus dan mafia pajak, masalah kejahatan pajak
menjadi sorotan masyarakat luas.
B. Identifikasi Masalah
Berkat sorotan media massa terhadap kasus Gayus, kini masyarakat semakin
familiar dengan istilah kejahatan pajak, tax crime, penggelapan pajak dan mafia
pajak. Oleh karena itu penyusun tertarik untuk membuat makalah yang berjudul
Kejahatan Pajak dengan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apakah Kejahatan Pajak, Tindak Pidana Ekonomi dan Kejahatan Kerah
Putih (White Collar Crime) itu?
2. Apa sajakah Modus Kejahatan Pajak ?
BAB II
PEMBAHASAN
kerah
putih) yang
pelakunya
memiliki
penghasilan
tinggi,
Definsi
white collar crime menurut kamushukum.com adalah suatu perbuatan (atau tidak
berbuat) dalam sekelompok kejahatan yang spesifik yang bertentangan dengan
hukum pidana yang dilakukan oleh pihak profesional baik oleh individu,
organisasi atau sindikat kejahatan ataupun dilakukan oleh badan hukum. White
collar crime atau kejahatan kerah putih didefinisikan oleh Edwin Sutherland,
seorang kriminolog Amerika Serikat, sebagai "a crime committed by a person of
respectability and high social status in the course of his occupation". White
collar crime bertumpang tindih dengan corporate crime atau kejahatan korporasi
karena kesempatan untuk melakukan penipuan, kecurangan, penyuapan,
penggelapan, kejahatan komputer, pelanggaran hak cipta, pencucian uang,
pencucian identitas dan pemalsuan lebih terbuka kepada pegawai kerah putih
(white-collar employee).
White collar crime terdiri dari:
1. Kejahatan Okupasi: memperoleh keuntungan dalam melakukan kejahatan
korporasi.
demi
keuntungan
perusahaan
berakibat
kerugian
pada
masyarakat.
Misalnya: manipulasi pajak, penipuan iklan.
2. governmental occupational crime, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh
pejabat atau birokrat. Misalnya perbuatan sewenangwenang yang
merugikan masyarakat yang terkait dengan kekuasaan dan kewenangan
yang dimiliki dan sangat sulit terdeteksi karena dilakuakn berdasarkan
keahlian dan berbarengan dengan kejabatannya.
3. profesional occupational crime, yaitu pelaku kajahatan ini mencakup
berbagai pekerjaan atau profesi. Disamping kerugian yang bersifat
ekonomis juga mengancam keselamatan jiwa seseorang (tidak menutup
kemungkinan timbulnya kriminogen / kejahatan dalam bentuk lain).
Misalnya: seorang dokter melakukan aborsi, eutanasia/suntik mati dan
tindakan lain di luar profesinya.
4. individual occupational crime, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh
individu. Artinya pekerjaan yang dilakukan dengan menyimpang yang
menimbulkan kerugian perusahaan.
Modus kelima,
menyatakan
bahwa
Direktorat
Intelijen
dan
Penyelidikan
telah
pajak
antara
lain:
rekayasa
penjualan
atau
omset,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejahatan pajak yang adalah tindakan yang melanggar ketentuan di bidang
perpajakan juga syarat-syarat yang ditentukan menurut undang undang
perpajakan semakin merajalela di dalam Negara ini. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya berbagai kasus yang menyangkut penyalahgunaan pajak dengan
maksud untuk memperkaya diri sendiri, yang terhangat adalah tidak lain Kasus
Gayus Tambunan. Undang-undang yang telah sedemikian rupa dibuat untuk
mengatur tentang perpajakan hanya dianggap sebagai simbol yang tidak memilliki
kekuatan yang nampak dalam keadaan sekarang ini.
B. Saran
Kejahatan pajak terjadi diakibatkan oleh kurangnya penanaman nilai moral,
nilai terhadap bahayanya tindakan yang melanggar undang-undang sehingga apa
yang terjadi dengan negara pada saat ini dinaggap sebagai hal yang lumrah. Oleh
karena penanaman nilai-nilai moral sejak dini haruslah ditekankan demi
terwujudnya generasi-generasi yang taat terhadap undang-undang di hari kelak.
DAFTAR PUSTAKA
www.hukumonline.com
http://kejahatan_pajak_menurut_undang_undang??_0979
google.com
10