PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan istilah yang sering digunakan sehari-hari pada pusat-pusat
pendidikan yang dimana semuanya bermaksud untuk menggambarkan suatu sindrom klinis
dimana jantung gagal bekerja secara normal sehingga timbul gejala-gejala dan petanda-petanda
akibat kelainan pada jantung tersebut, baik kelainan katup maupun pada otot jantung.
Selain gagal jantung dipakai sebagai istilah,masih banyak lagi istilah yang dipakai untuk
menggambarkan kondisi tersebut seperti kegagalan jantung, payah jantung, dekompensasio
cordis (dekom), heart failure, congestive heart failure, gagal jantung kongestif,ventricular failure
(left or right), pumping failure, congestive cardiomiopathia.
Keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam
memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan
tertentu juga dapat dijadikan sebagai arti gagal jantung.
Heart failure ( HF ) merupakan salah satu penyakit dengan epidemiologi
yang
mempengaruhi 5 juta penduduk amerika dan sebagian besar jumlah penderita memiliki masalah
pada fraksi ejeksi ventricular kiri tanpa HF. Pada pasien dengan usia 65 tahun, HF merupakan
alas an paling umum menginap di rumah sakit, dan meskipun insiden HF tetap stabil dalam 20
tahun, prevalensi dan infeksi seperti meningkat seiring dengan pertambahan usia. Etiologi HF
bervariasi, infark miokardial dan hipertensi merupakan penyebab paling sering di Negara
Negara berkembang dan Penyakit jantung reumatik, penyakit kelainan katup seperti Chagas
Disease yang prevalensinya lebih besar pada Negara Negara berkembang. Di Amerika pada
tahun 2001, > 57.000 pasien meninggal akibat komplikasi HF.Biarpun dengan terapi farmakologi
yang optimal dan dengan menggunakan alat bantu, tingkat mortalitas pasien dengan HF yang
berat masih tetap tinggi. Penelitian otopsi yang lampau menemukan tingginya insiden dari
tromboemboli, termasuk emboli cerebral, sistemik, dan pulmo pada pasien dengan HF.
BAB I
GAGAL JANTUNG
I. 1. DEFINISI
1) Menurut ESC (Europe Society of Cardiology),1
Gagal jantung merupakan suatu sindrom dimana pada pasien terdapat:
a. Gejala
(nafas yang pendek saat istirahat atau selama aktivitas, fatigue, kelelahan)
b. Tanda
(takikardi, takipneu, efusi pleura, peningkatan JVP, oedem perifer, hepatomegaly)
c. Serta ada data objektif dari kelainan struktur atau fungsi pada jantung saat isitirahat
(kardiomegali, bunyi jantung III, murmur, echocardiogram yang abnormal,
peningkatan konsentrasi dari natriuretic peptide)
2) Menurut Braunwald,2
Suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
BAB II
Indikasi Antikoagulan pada Gagal Jantung
BAB III
Tromboemboli Pada Gagal Jantung
Bab IV
Atrial Fibrilasi Pada Gagal Jantung
IV.1 Definisi
Fibrilasi atrium (atrial fibrillation = AF) merupakan gangguan irama jantung yang paling
sering terjadi. AF ditandai dengan aktivasi atrial yang tak terorganisir, cepat, dan irregular.
Respons ventrikel juga irregular. Pada pasien yang tidak diterapi, detak ventrikel berkisar antara
120 160 x/menit, bahkan dapat mencapai >200 x/menit. Pada kasus lain, karena peningkatan
tonus vagal atau konduksi intrinsic AV node, respons ventrikel berkisar <100 x/menit.4
AF penting secara klinis karena berhubungan dengan hilangnya kontraktilitas atrial,
respons cepat ventrikel yang tak sesuai, dan hilangnya kemampuan pengosongan atrial yang
menyebabkan pembentukan clot dan tromboemboli.4 Dikarenakan komplikasi yang sangat serius
terhadap terjadinya thrombosis dan emboli serebral, maka fibrilasi atrium semakin banyak
dipelajari untuk mengetahui secara detail mekanisme yang mendasarinya sehingga dapat
diberikan pencegahan dan pengobatan yang tepat.
Fibrilasi atrium dikenal sebagai suatu takiaritmia supraventrikular yang ditandai oleh
adanya aktivasi tidak terkoordinasi atrium yang akan mengakibatkan perburukan pada fungsi
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
Berdasarkan etiologi : 6
Coarse AF
Fine AF
IV.3. Etiologi 6
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
10
11
B. Triggered activity due to early afterdepolarizations (EADs) during phase 3 of the action potential due to alteration of plateau currents, or
delayed afterdepolarizations (DADs) during phase 4 of the action potential due to intracellular calcium accumulation.
12
\
C. Reentry with basic requirements of two pathways that have heterogeneous electrophysiologic properties which allows conduction to block in
one pathway and to propagate slowly in the other, allowing for sufficient delay so that the blocked site has time for recovery to allow for reentry
or circus movement tachycardia. Shown is typical schema for reentry in the AV node.
Setelah AF timbul secara kontinu maka akan terjadi remodeling listrik (electrical
remodeling) yang selanjutnya dapat menyebabkan AF permanen. Perubahan ini pada awalnya
reversible dan dapat dikonversi menjadi irama sinus namun akan menjadi permanen seiring
terjadinya perubahan struktur bila AF berlangsung lama.
AF sering terjadi pada pasien dengan HF, terutama di kalanganlansia, terjadi hingga 25%
dari kasus. Terdapatnya HF dan AF akan meningkatkan sekitar dua kali lipat risiko
stroke dan emboli sistemik dan HF merupakan faktor risiko independen untukthrombo-emboli
pada pasien dengan AF. Ada beberapa bukti yang menunjukkan, bahwa di antara pasien dengan
AF dengan HF atau gangguan fungsi ventrikel kiri lebih berperan pada risiko thrombo-emboli
dari faktor co-morbiditas lainnya seperti usia lanjut(75 tahun), hipertensi, atau diabetes mellitus.
Meskipun dalam studi berbasis populasi seperti Framingham Heart Study yang dilakukan lebih
dari satu generasi yang lalu, sebuah peningkatan risiko stroke dilaporkan dalam hubungan
dengangagal jantung (OR 4,1 pada pria dan 2,8 pada wanita), yang kejadian thrombo-emboli
pada pasien dengan HF dalamketiadaan AF tidak diketahui.
13
1,3
14
15
BAB V
Anti-Koagulan
16
adalah
penghentian
kehilangan
darah
dari
kerusakan
pembuluh
fibrinogen menjadi fibrin, dimana membantu agregrasi platelet dan sebagai pengait ke dinding
pembuluh darah.Selain itu, karena thrombin merupakan agonis platelet potent, thrombin juga
dapat menggandakan aktivasi dan agregrasi platelet.
Setelah luka sembuh, agregrat platelet dan bekuan fibrin terdegradasi. Proses agregrasi
platelet dan koagulasi dapat di lihat di gambar 1 dan 2. Sedangkan alur pelebasan bekuan,
fibrinolisis dapat di lihat di gambar 3 dengan tempat dimana agen fibrinolitik bekerja.
17
GPIIb/IIIa dan
18
19
Gambar 3 Fibrinolisis
Sel endothelial mensekresi tissue plasminogen activator (t-PA) pada tempat yang injury.TPA mengikat fibrin dan mengkonversi plasminogen menjadi plasmin, dimana mencerna fibrin.
Plasminogen activator inhibitors 1 dan 2 ( PAI-1, PAI-2) me-non-aktifkan T-PA; 2-antiplasmin (2AP) me-non-aktifkan plasmin
20
21
Mula kerja biasanya sudah terdeteksi di plasma dalam 1 jam setelah pemberian.
Kadar puncak dalam plasma: 2-8 jam.
Waktu paruh : 20-60 jam; rata-rata 40 jam.
Bioavailabilitas: hampir sempurna baik secara oral, 1M atau IV.
Metabolisme: ditransformasi menjadi metabolit inaktif di hati dan ginjal.
Ekskresi: melalui urine clan feses.
Farmakodinamik :
Indikasi :
Untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi tromboembolik yang dihubungkan dengan
fibrilasi atrium dan penggantian katup jantung ; serta sebagai profilaksis terjadinya emboli
sistemik setelah infark miokard (FDA approved). Profilaksis TIA atau stroke berulang yang
tidak jelas berasal dari problem jantung.
Kontraindikasi .
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
22
dan trombosis sudah tidak ada.Pemeriksaan waktu protrombin barns dilakukan setiap hari begitu
dimulai dosis inisial sampai tercapainya waktu protrombin yang stabil di batas terapeutik.Setelah
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
23
V.2.2. Heparin 7
Biokimiawi
Heparin, glycosaminoglycan ditemukan pada granulasi sel mast, disintesis dari prekursor
UDP-sugar sebagai polimer pengganti dari asam D-glukuronik dan N-asetil-D-Glukosamin
residual (Sugahara dan Kitagawa, 2002). Sekitar 10-15 rantai glycosaminoglycan, masingmasing berisi 200-300 unit sakarida, yang melekat pada inti protein dan menghasilkan
proteoglycan dengan massa molekul 750-1000 kDa. Glycosaminoglycan kemudian mengalami
serangkaian modifikasi, yang meliputi berikut ini: N-deacetylation dan N-sulfation dari residu
glukosamin, epimerization dari asam D-glukuronat sampai asam L-iduronic, O-sulfation dari
iduronic dan asam glukuronat residual pada posisi C2 dan O-sulfation dari glukosamin residual
pada posisi C3 dan C6. Setiap dari modifikasi ini lengkap, menghasilkan berbagai struktur
oligosakarida.Setelah transportasi proteoglycan heparin untuk granulasi sel mast, endo--Dglucuronidase secara perlahan-lahan mendegradasi rantai glycosaminoglycan untuk fragmen 530 kDa (berarti, 15 kDa, sesuai dengan 40 unit sakarida).
Sumber
Heparin umumnya diekstrak dari mukosa usus babi, yang banyak terdapat dalam sel
mast, dan mungkin berisi sedikit glikosaminoglikan lainnya. Meskipun heterogenitas dalam
komposisi antara preparat heparin berbeda, aktivitas biologisnya tetaplah sama (150 USP
unit/mg). A USP unit mencerminkan kuantitas dari heparin yang dapat mencegah 1 mL bekuan
dari plasma citrate yang diambil dari domba selama 1 jam setelah penambahan 0,2 Ml dari 1%%
CaCl2. Meskipun di Amerika Utara secara tradisional potensi heparin telah diukur di unit USP.Di
Eropa potensi heparin diukur dengan menggunakan anti-factor Xa assay. Assay ini memonitoring
aktivitas dari faktor Xa yang ditambahkan ke plasma citrate manusia dengan mensintetis faktor
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
24
25
Berbeda dengan heparin dan LMWHs, yang mana derivate biologicalnya berasal dari
jaringan hewan, fondaparinux (ARIXTRA) adalah sintetik five-saccharide analog dari
pentasaccharide alami yang ditemukan dalam heparin dan LMWHs dan memediase interaksi
mereka dengan antithrombin. Fondaparinux memiliki sifat pharmacokinetic yang unik yang
membedakannya dari LMWH.Potensi dari fondaparinux juga dinilai dengan anti-Xa assay.
Mekanisme
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
26
LMWHs
dan
fondaparinux
tidak
memiliki
aktivitas
antikoagulan
intrinsik.Sebaliknya, agen ini mengikat antithrombin dan mempercepat laju yang mana itu
menghambat berbagai koagulasi protease.Antithrombin adalah glikosilasi, satu rantai polipeptida
terdiri dari 432 asam amino residual (Olson dan Chuang, 2002). Disintesis di hati, sirkulasi
antithrombin dalam plasma berkisar antara 2,6 M. Antithrombin menghambat dari aktivasi faktor
koagulasi yang terlibat dalam jalur intrinsik dan jalur umum tetapi memiliki sedikit aktivitas
terhadap faktor VIIa. Antithrombin adalah suicide substrate untuk protease ini; inhibisi terjadi
ketika protease menyerang ikatan Arg-Ser peptide dalam lingkaran pusat reaktif dari
antithrombin dan menjadi stabil 1:1 kompleks.
Heparin berikatan dengan antithrombin melalui pentasaccharide spesifik yang terdiri dari
3-O-sulfated glukosamin residual (gambar 30-4). Struktur ini terjadi pada 30% molekul heparin
dan berkurang di endogen heparan sulfate molekul. Glikosaminoglikan lain (misalnya, dermatan
sulfat, kondroitin-4-sulfate, and kondroitin-6-sulfate) kurangnya ikatan sktruktur antithrombin ini
tidak dapat mengaktifkan antithrombin.
27
28
29
Antikoagulan baru seperti penghambat langsung trombin dan faktor Xa dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan ginjal berat (klirens kreatinin 30ml/min), sehingga apabila obat-obatan
tersebut digunakan, maka monitoring rutin terhadap fungsi ginjal harus dilakukan.
Terapi NOACs untuk pencegahan stroke pada AF terdiri dari 2 kelas, yaitu :
-
Berbeda dengan VKA, yang menghambat pembentukan beberapa faktor pembekuan darah
yang vitamin K-dependent (faktor II,VII,IX,dan X), obat-obatan ini menghambat satu langkah
pada proses koagulasi. Terapi penghambat faktor Xa lain,yaitu edoxaban sedang dalam
percobaan fase III, yang mungkin akan dipublikasikan pada tahun 2013.
1. Dabigatran etexilate 1
Percobaan RELY (Randomized Evaluation of Long-term anticoagulant therapy
with dabigatran etexilate) merupakan seuatu percobaan prospektif, random, terbuka, fase
III yang membandingkan 2 dosis dabigatran etexilate secara blind [110 mg b.i.d. (D110)
atau 150 mg b.i.d.(D150)] dengan warfarin dengan penyesuaian dosis, dengan tujuan INR
2.0-3.0.Untuk kemanjurannya dalam mencegah stroke dan emboli sistemik, D150 lebih
baik dibandingkan dengan warfarin, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
tingkat keamanan perdarahan. D110 tidak lebih buruk dibandingkan warfarin, dengan
kejadian perdarahan mayor 20% lebih rendah. Tingkat kejadian stroke hemoragik dan
perdarahan inrakranial pada kedua dosis dabigatran lebih rendah dibandingkan warfarin,
namun perdarahan saluran cerna meningkat secara signifikan pada penggunaan D150.
Terdapat peningkatan yang tidak signifikan (28 %) pada infark miokard dengan
penggunaan kedua dosis dabigatran. Terdapat penurunan signifikan kejadian stroke
iskemik, serta penurunan semua penyebab kematian lainnya dengan D150 (p-value
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
30
menurut
CHADS2.Penggunaan
VKA sebelumnya
tidak
mempengaruhi
31
32
33
34
resiko stroke/tromboembolisme vs
perdarahan . Setelah operasi,NOAC dapat digunakan sesaat setelah hemostasis efektif telah
tercapai. Efek NOAC akan tampak pada beberapa jam setelah dosis pertama.
Data yang ada menunjukkan bahwa kardioversi eletif dapat dilakukan dengan aman
pada dabigatran dengan persyaratan pengobatan antiokagulan prekardioversi selama 3
minggu, selama kardioversi, dan 4 minggu setelah kardioversi dilakukan. Kepatuhan minum
obat sangat penting pada penggunaan antikoagulan di sekitar waktu kardioversi, tidak seperti
INR pada VKA, tidak ada cara yang mudah untuk menilai efek terapeutik antikoagulan. Pada
pasien dengan resiko stroke atau resiko tinggi terjadi rekurensi, OAC harus dilanjutkan,
apakah dengan VKA atau NOAC.Belum ada data yang dipublikasikan mengenai kardioversi
dengan rivaroxaban atau apixaban.
Pasien yang mengkonsumsi NOAC dapat timbul dengan sindrom koroner akut (ACS)
dan atau menjalani intervensi koroner perkutan (PCI).Seiring penggunaan terapi antiplatelet
dengan NOAC meningkatkan resiko perdarahan, seperti pada kasus yang mengkombinasikan
OAC dengan antiplatelet.Pada pasien AF dengan resiko stroke, dan terlepas dari skor HASBLED, OAC masih memberikan manfaat (menurunkan kematian dan peristiwa kegagalan
jantung) namun dengan perdarahan yang meningkat.Dengan tidak adanya data yang kuat,
pada pasien AF dengan ACS atau PCI, rekomendasi berdasarkan konsensus pada pengelolaan
pasien harus diikuti, seperti yang ditemukan dalam pedoman ESC tahun 2010. Dengan
demikian, dibutuhkan 3 periode terapi (OAC + aspirin + klopidogrel), diikuti dengan
kombinasi OAC ditambah dengan obat antiplatelet tunggal, dan setelah 1 tahun, pengelolaan
dapat menggunakan OAC tunggal pada pasien stabil, dimana OAC dapat berupa VKA
dengan dosis yang disesuaikan atau NOAC. Yang perlu dicatat, bahwa satu-satunya
percobaan dimana klopidogrel bukan merupakan kontraindikasi adalah RE-LY, sehingga data
tentang terapi triple dengan NOAC (ketika diberikan pada dosis pencegahan stroke) sangat
terbatas.
Pasien yang mengkonsumsi darbigatran dapat tampak dengan ACS, dan terdapat
sedikit peningkatan pada kejadian MI dengan penggunaan dabigatran dibandingkan
warfarin.Klinisi yan bersangkutan mempertimbangkan penggunaan VKA atau alternatif
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
35
36
37
38
BAB VI
Kesimpulan
Gagal Jantung adalah suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat
jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Braunwald).
Atrial Fibrilasi adalah supraventrikular takiaritmia ditandai dengan aktivasi atrium yang
tidak terkoordinasi dengan akibat gangguan fungsi mekanis atrium sering terjadi pada pasien
dengan HF, terutama pada usia lanjut, yaitu sekitar 25% kasus, dan keberadaan HF dan AF ini
meningkatkan resiko stroke dan emboli sistemik 2 kali lipat
Kegagalan jantung ini menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli sesuai dengan
trias Virchow, yaitu :
Hiperkoagulabilitas/ Perubahan pada konstitusi darah
Stasis/ perubahan aliran darah
Disfungsi endotel dari aktivasi neuro hormonalatau peradangan sistemik.
Indikasi pemberian antikoagulan pada gagal jantung, diantaranya adalah gagal jantung
yang disertai dengn atrial fibrilasi, resiko tromboemboli, thrombus ventrikel kiri yang mobile,
ejection fraction < 35%.
Berdasarkan pedoman ESC 2012, pencegahan tromboemboli pada pasien HF (NYHA IIIV) dan AF paroksismal/persisten adalah :
39
farmakologi segera
Kombinasi antioagulasi oral dan antiplatelet tidak direkomendasikan pada pasien
dengan penyakit arteri koroner karena resiko tinggi terjadinya perdarahan. Terapi
Daftar Pustaka
40
[updated
2006;
cited
2013
July
20].
Available
from:
http://eurheartjsupp.oxfordjournals.org/content/8/suppl_E/E32.full
4. Marchlinski F. Atrial Fibrillation. In: Braunwald, Fauci, Kasper, Hauser,
Longo, Jameson, Eds. Harrisons Principless of Internal Medicine. 17 th
ed. Volume 2. McGraw-Hill. USA. 2008. 1427-31.
5. Fuster V, Walsh RA. Atrial Fibrillation, Atrial Flutter, and Atrial
Tachycardia. In : Fuster V, Walsh RA, O'Rourke RA, Poole-Wilson P, eds.
Hursts the Heart. 12th ed. McGraw-Hill. USA. 2008.
6. Morady F, Zipes DP. Atrial Fibrillation : Clinical Features, Mechanisms,
and Management. In : Bonow RO, Mann DL, Pipes DP, Libby P.
Fakuktas Kedokteran Universitas Tarumagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 17 Juni 2013 24 Agustus 2013|
41
42