Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi
Anak Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : anak, usia 9 tahun, sesak napas, setelah minum obat
Tujuan :
menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen pasien asma bronkhial
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset
Kasus Audit
Cara membahas Diskusi
Presentasi
E-mail
Pos
dan diskusi
Data pasien :
Nama : An. L
No CM : 143833
Nama RS : PKU Muhammadiyah Gombong
Telp : (0287) 471639
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien anak 9 tahun datang diantar keluarga ke IGD dengan keluhan sesak napas sejak 3
jam sebelum masuk RS setelah minum obat batuk yang diberikan oleh bidan. Pasien batuk
dan pilek sejak 3 hari yang lalu, kemudian periksa ke bidan dan diberi obat puyer. Setelah
minum obat tersebut, pasien merasa sesak, nafas berat, dada terasa nyeri. Sudah beristirahat
namun sesak tak kunjung membaik. Kemudian ibu pasien membawa pasien kembali ke
bidan sebelumnya, kemudian keluarga disarankan untuk segera membawa ke rumah sakit.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan.
2. Riwayat Pengobatan :
1x minum puyer untuk obat batuk pilek dari bidan (tidak tahu isinya apa).
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
Riwayat penyakit serupa (-), riwayat sering mengalami radang tenggorokan (+)
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa (disangkal).
5. Riwayat pekerjaan :
Pelajar kelas II sekolah dasar (SD)
6. Lain-lain : PEMERIKSAAN FISIK :
KU : tampak sesak napas, gelisah, bicara kata perkata
Kesadaran : composmentis
Vital signs :
Nadi
: 112 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 28x/menit
Suhu
: 37 C per aksilla
Berat Badan : 19 kg
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/ Hidung : napas cuping hidung +/+
Mulut : bibir tak tampak sianosis, faring hiperemis,
tonsil T2-T3, hiperemis, permukaan berbenjol, detritus (+),kripte melebar.
Leher : limfonodi tidak teraba
Thoraks :
Inspeksi
: simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkostal (-)
retraksi suprasternal (+), retraksi epigastrium (-)
Palpasi
: P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi
: P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi
: P/ vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing +/+
C/ S1-2 reguler, murmur -, gallop Abdomen
Inspeksi
: datar
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi
: supel diseluruh lapang abdomen, nyeri tekan (-)
lien dan hepar tidak teraba
Ekstremitas
Edema - - , akral dingin - - - Capillary refill 1-2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tidak dilakukan karena keluarga pasien menolak
TERAPI
IGD
- Motivasi rawat inap, namun keluarga pasien menolak
- Nebulizer combivent ampul + NaCl 1,5 cc
- Edukasi untuk periksa lebih lanjut ke dr.sp.A dan dr.sp.THT-KL
- Obat oral
Cefadroxil syr 2xcth 1
Puyer :
Ambroxol 1/3 tab
Salbutamol 2 mg
Cetirizine 1/3 tab
Triamcinolone 1 mg
Vit c 25 mg
Sacch lactis qs
Mf pulv dtd no xii
S 3 dd pulv 1
Daftar Pustaka :
1. Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Menkes RI.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma: Pedoman Diagnosis
dan
Pasien anak 9 tahun datang diantar keluarga ke IGD dengan keluhan sesak napas sejak 3
jam sebelum masuk RS setelah minum obat batuk yang diberikan oleh bidan. Pasien batuk dan
pilek sejak 3 hari yang lalu, kemudian periksa ke bidan dan diberi obat puyer. Setelah minum
obat tersebut, pasien merasa sesak, nafas berat, dada terasa nyeri. Sudah beristirahat namun
sesak tak kunjung membaik. Kemudian ibu pasien membawa pasien kembali ke bidan
sebelumnya, kemudian keluarga disarankan untuk segera membawa ke rumah sakit. Pasien
tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan. Pasien memiliki riwayat radang
tenggorokan yang kambuh-kambuhan, riwayat sesak nafas disangkal.
OBJEKTIF:
Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi tampak sesak
napas, hanya mampu bicara perkalimat. Frekuensi napas meningkat yaitu 28 x/menit
(takipneu), nadi meningkat yaitu 112 x/menit (takitardi), suhu tubuh normal (37C). Selain
takipneu dan takikardi terdapat usaha pernapasan yang meningkat yaitu napas cuping hidung,
dan retraksi suprasternal. Dari pemeriksaan mulut, tampak pembesaran tonsil T2-T3,
hiperemis, permukaan berbenjol, detritus (+),kripte melebar. Pemeriksaan thoraks selain
retraksi dinding dada, didapatkan suara wheezing dan ronkhi yang terdengar di kedua lapang
paru.
ASSESSMENT :
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam dan/ dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan/ tanpa pengobatan.
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu
aktifitas tetapi dapat eksaserbasi gejala ringan-berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks.
Hal ini terjadi karena lepasnya mediator sel mast yang banyak ditemukan di permukaan
mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus
dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain dapat melepaskan mediator adalah sel
makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit.
Ada 2 faktor yang berperan dalam asma yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada
beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan
Diagnosis
Asma bronkial dengan tonsilitis kronik eksaserbasi akut
PLAN:
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
2. Mencegah eksaserbasi akut;
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
5. Menghindari efek samping obat;
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;
7. Mencegah kematian karena asma.
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.
Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu
(seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat
diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada
dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada
anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan
dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja
cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip).
Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.
Untuk penatalaksanaan tonsilitis kronik, yaitu dengan terapi lokal untuk higyene mulut
dengan obat kumur atau obat hisap, dan bila terapi konservatif dan medikamentosa tidak
berhasil, dapat dilakukan terapi radikal dengan tonsilektomi.
The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical
Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi
yang adekuat
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas,
sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Sterptococcus hemoliticus
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8) Otitis media efusa / otitis media supurataif
TERAPI di IGD
- Motivasi rawat inap, namun keluarga pasien menolak
- Nebulizer combivent ampul + NaCl 1,5 cc
- Edukasi untuk periksa lebih lanjut ke dr.sp.A dan dr.sp.THT-KL
- Obat oral
Cefadroxil syr 2xcth 1
Puyer :
Ambroxol 1/3 tab
Salbutamol 2 mg
Cetirizine 1/3 tab
Triamcinolone 1 mg
Vit c 25 mg
Sacch lactis qs
Mf pulv dtd no xii
S 3 dd pulv 1
PENDIDIKAN
Edukasi mengenai penyakit bertujuan untuk memotivasi pasien untuk menjalani rawat
inap agar dikonsulkan kepada pihak yang lebih berkompeten (Sp A dan sp.THT-KL) dan
diobservasi hingga terjadi perbaikan. Edukasi yang diberikan mencakup :
1. Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
2. Mengenali gejala serangan asma secara dini
3. Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya
4. Mengenali dan menghindari faktor pencetus
5. Kontrol teratur
KONSULTASI
Konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih kompeten (Sp A dan Sp.THT-KL) untuk
mendapatkan pengobatan lebih lanjut, hal ini guna menghilangkan dan mengendalikan gejala
asma dan tonsilitis kronik, serta mencegah eksaserbasi akut.
Kegiatan
Motivasi pasien untuk rawat inap
agar beristirahat dan menjalani
pengobatan serangan asma sehingga
dapat diobservasi hingga terjadi
perbaikan.
Kontrol rutin setelah serangan asma
teratasi.
Motivasi pasien untuk periksa lebih
lanjut ke dr.Sp.THT-KL
Periode
KASUS PEDIATRI
ASMA BRONKHIAL DENGAN TONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT
Disusun oleh :
dr. Herlin Ajeng Nurrahma
Dokter Internship RS PKU Muhammadiyah Gombong
Pendamping :
Dr. Mardiati Rahayu
Pada hari Senin, Maret 2015 telah dipresentasikan kasus portofolio oleh :
Nama
Judul/topik
Nama Pendamping
Nama wahana
Keterangan
Tanda tangan
1.
Presentan
2.
Dokter internship
3.
Dokter internship
4.
Dokter internship
5.
Dokter internship
Dokter Pendamping
Presentan