Anda di halaman 1dari 14

JKKI

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT PENURUN PANAS OLEH


IBU PADA BALITA DI DESA KEBONREJO KECAMATAN
SALAMAN KABUPATEN MAGELANG

Oleh :
Dwitya Oktina Dewi
09711149

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT PENURUN PANAS OLEH IBU PADA


BALITA DI DESA KEBONREJO KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN
MAGELANG
Correct Use of Antipyretic by Mothers on Children Under Five in the Kebonrejo
Village Salaman Magelang
Intisari
Saat ini semakin banyak obat-obat yang dijual bebas sehingga masyarakat
dapat membeli obat secara bebas. Salah satu obat bebas yang sering digunakan oleh
masyarakat khususnya orang tua adalah obat penurun panas untuk anak. Oleh karena
itu, diperlukan penggunaan obat penurun panas secara tepat oleh orang tua khususnya
ibu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketepatan penggunaan obat
penurun panas oleh ibu pada balita. Metode penelitian cross sectional dengan
rancangan deskriptif terhadap 120 ibu balita dengan menggunakan kuesioner.
Penelitian dilakukan di Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Indikasi pemberian obat penurun panas kurang tepat karena hanya 15% responden
yang menggunakan termometer sebagai petujuk demam. Ketepatan pemilihan obat
sebesar 73,1% dengan responden memilih menggunakan parasetamol (89,9%) atau
ibuprofen (10,1%). Ketepatan dosis obat rendah yaitu 40,5% dengan kasus under
dose. Bentuk sediaan obat yang paling banyak dipilih adalah sirup (92,5%) karena
rasanya manis dan mudah diberikan. Durasi pemberian obat penurun panas rata-rata
selama 1-3 hari (92,5%) namun hanya 19,2% yang menggunakan suhu termometer
sebagai penentu kapan obat berhenti diberikan. Ketepatan penyimpanan obat
mencapai 70,8%. Ketepatan lama penyimpanan obat sirup yaitu 55,8%. Seluruh
responden (100%) selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa obat. Masih ditemukan
beberapa ketidaktepatan dalam penggunaan obat penurun panas oleh ibu pada balita.
Kata kunci : penggunaan obat bebas, antipiretik, demam, ibu, balita.
Abstract
Nowadays many drugs are sold freely so people can buy drugs independently.
One of the drugs that are commonly used by the public, especially parents are
antipyretics for children. Therefore, the use of antypiretic appropriately required by
the parents, especially the mother. The purpose of this study was to determine the
accuracy in the use of antipyretic by mother in children under five. This research used
cross-sectional descriptive design to 120 mothers using a questionnaire. The study
was conducted in the Kebonrejo Village, Salaman, Magelang. Indication for the use
of antipyretic is less precise because only 15% respondents who use the thermometer
as a guide. Accuracy of drug selection is 73.1% by choosing to use paracetamol
(89.9%) or ibuprofen (10.1%). Accuracy of drug doses is relatively low (40.5%) with
under dose case. Drug dosage form which the most widely choosen is syrup (92.5%)

because it taste sweet and easy to administered. The average duration of antipyretic
use is 1-3 days (92.5%) but only 19.2% were using a thermometer temperature to
determine when to stop medication given. Accuracy of drug storage reached 70.8%.
Accuracy storage time of syrup drug is 55.8%. All respondents (100%) always pay
attention to the expiration date of the drug. There are still found some inaccuracies in
the use of antipyretic by mother in children under five.
Key word: the use of OTC drugs, antipyretic, fever, mother, children under five.
Kesehatan anak merupakan salah
beberapa negara. Padahal obat-obat
satu hal yang sangat diinginkan bagi
tersebut mempunyai efek samping,
semua orang tua. Jika anak sakit orang
misalnya aspirin dapat menyebabkan
tua cenderung melakukan berbagai
perdarahan pada organ pencernaan,
cara
untuk
menyembuhkan
anak.
Caraserta parasetamol apabila digunakan
Dwitya Oktina Dewi, Riana Rahmawati
cara
yang
dilakukan
antara Islam
lain Indonesia
sangat berlebihan dapat menimbulkan
Fakultas
Kedokteran,
Universitas
1
membawa
anak
langsung
ke
dokter
085643724442, dwityaoktina@rocketmail.comkematian.
ataupun membeli obat langsung ke
Pengggunaan
obat
bebas
apotek.
Saat
ini
pengetahuan
khususnya obat penurun panas
masyarakat tentang obat semakin
merupakan hal yang sangat penting
bertambah. Semakin banyak obat-obat
karena setiap orang yang mengalami
yang dijual dengan bebas sehingga
demam hampir selalu menggunakan
menjadikan masyarakat tidak harus
obat penurun panas untuk menurunkan
pergi ke dokter untuk mendapatkan
suhu tubuh. Anak-anak merupakan
obat. Obat-obat sederhana banyak
golongan usia yang paling sering
dijual diberbagai tempat mulai dari
mengalami demam. Banyak orang tua
apotek, swalayan sampai warungyang khawatir jika demam tidak segera
warung kecil. Banyaknya obat-obatan
ditangani maka akan terjadi kejang dan
bebas
yang
beredar
tersebut
dapat merusak sel-sel otak. Oleh
menyebabkan
penggunaan
obat
karena itu, jika anak demam pasti
menjadi kurang tepat.
orang tua akan melakukan berbagai
Salah satu penggunaan obat
cara untuk menurunkan suhu anak.
yang kurang tepat di masyarakat
Beberapa cara yang dilakukan orang
adalah penggunaan obat aman secara
tua untuk meredakan demam anak
berlebihan. Sampai sekarang masih
yaitu penggunaan kompres, tirah
terdapat orang-orang yang mempunyai
baring, selimut tebal dan yang paling
anggapan bahwa mereka butuh satu
sering digunakan adalah obat penurun
paket pil saja untuk segala penyakit
panas. Oleh karena itu orang tua
atau disebut pill for every ill.
khususnya ibu harus memiliki
Dengan tanda dan gejala apapun yang
pengetahuan mengenai obat penurun
mereka rasakan, diobati dengan satu
panas sehingga dapat digunakan secara
jenis obat-obat tersebut. Jenis-jenis
tepat.
obat
aman
tersebut
seperti
Ketepatan penggunaan obat
multivitamin,
aspirin,
serta
penurun panas oleh ibu kepada anak
parasetamol yang sering digunakan di
sangat
diperlukan
untuk

menghindarkan
terjadinya
under
treatment ataupun over treatment. Jika
penggunaan obat penurun panas di
bawah standar yang seharusnya maka
dikhawatirkan demam tidak tertangani
dengan baik sehingga suhu tubuh anak
terus meningkat dan dapat memicu
terjadinya kejang demam. Anak usia di
bawah 6 tahun memiliki resiko tinggi
kejang demam ketika suhu tubuh
mencapai lebih dari 38C.2 Namun
sebaliknya jika penggunaan obat
penurun panas berlebihan akan
mengakibatkan hepatotoksik berat
dengan nekrosis lobulus sentral,
kadang berhubungan dengan nekrosis
tubulus ginjal akut.3 Menurut hasil
penelitian Soedibyo dan Souvriyanti
indikasi pemberian antipiretik oleh
orang tua pada anak cenderung
berlebihan. Pada penelitian tersebut
didapatkan bahwa antipiretik diberikan
pada suhu normal serta penentuan
dosis tidak tepat karena tidak
menggunakan sendok takar yang benar
dalam penggunaan antipiretik.4 Hal ini
menjelaskan bahwa banyak orang tua
yang belum mengerti tentang indikasi
dan dosis antipiretik yang tepat.
Untuk menghindari hal-hal tersebut
diperlukan
ketepatan
dalam
penggunaan obat penurun panas.
Beberapa ketepatan penggunaan obat
yang harus diperhatikan oleh ibu yaitu
tepat indikasi, tepat pemilihan obat,
tepat dosis dan cara pemberian obat,
tepat jangka waktu atau durasi
penggunaan obat serta tepat cara
penyimpanan obat. Karena berbagai

hal tersebut perlu dilakukan penelitian


mengenai ketepatan penggunaan obat
penurun panas pada anak, khususnya
balita, untuk melihat bagaimana
penggunaan obat penurun panas di
masyarakat berdasarkan ketepatan
dalam penggunaannya.

Penelitian ini dilakukan dengan


desain
cross-sectional
yang
dilaksanakan pada bulan Januari-

Februari 2013 dengan melihat hasil


Kuesioner yang telah dibagikan
didistribusikan ke sembilan posyandu

Metode Penelitian
Desain penelitian ini adalah
deskriptif kuantitatif dengan metode
cross sectional. Metode pengambilan
sampel adalah consecutive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan
cara menggunaan kuesioner yang
dibagikan kepada ibu yang memiliki
balita dan pernah menggunakan obat
penurun panas. Pengambilan data
dilakukan
di
Desa
Kebonrejo,
Kecamatan
Salaman,
Kabupaten
Magelang.
Data dari kuesioner yang telah
dibagikan akan dianalisis dengan
dengan metode statistik deskriptif
menggunakan tabel yang memuat
jumlah
dan
persentase
dari
keseluruhan data. Kemudian akan
dibahas
mengenai
ketepatan
penggunaan obat penurun panas pada
ibu meliputi tepat indikasi, tepat
pemilihan obat, tepat dosis dan cara
pemberian obat, tepat jangka waktu
atau durasi penggunaan obat serta
tepat cara penyimpanan obat sehingga
dapat diketahui apakah ibu balita telah
menggunakan obat penurun panas
secara tepat.
Hasil

di Desa Kebonrejo secara merata. Dari


penelitian tersebut
No.
1.

Karakteristik
Usia

2.

Pendidikan Terakhir

3.

Pekerjaan

17-25 tahun
26-35 tahun
> 35 tahun
SD
SMP
SMA
Ibu Rumah Tangga
Karyawati
Buruh
Pedagang
Swasta

didapatkan total 120 subjek yang


memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Jumlah (N)
33
73
14
34
49
37
101
3
8
2
6

Prosentase (%)
27,5%
60,8%
11,7%
28,3%
40,8%
30,8%
84,1%
2,5%
6,7%
1,7%
5%

Tabel 1. Karakteristik Responden Menurut Usia, Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan.


Berdasarkan data dalam Tabel
1 dapat diketahui bahwa responden
terbanyak ditemukan pada kelompok
usia antara 26-35 tahun yaitu sebanyak
60,8%. persentase pendidikan terakhir

paling banyak yaitu SMP (40,8%).


Persentase pekerjaan terbanyak adalah
Ibu Rumah tangga yaitu sebanyak
84,1%.

No.
1.

2.
3.

4.

Karakteristik
Cara mengetahui balita
sakit panas

Letak Penggunaan
Termometer
Suhu Balita Sakit
Panas
Penggunaan Obat
Penurun Panas

Meraba dahi
Meraba leher
Termometer
Meraba dahi dan leher
Meraba dahi dan
menggunakan termometer
Meraba leher dan
menggunakan termometer
Meraba dahi, leher dan
menggunakan termometer
Mulut
Ketiak
>37C
>38C
>39C
>40C
Jika suhu termometer
menunjukkan anak panas
Jika dahi diraba terasa panas
Jika dokter menyuruh
menggunakan obat
Jika anak rewel
Lainnya

Jumlah (N)
67
15
7
20
6

Prosentase (%)
55,8%
12,5%
5,8%
16,7%
5%

1,7%

2,5%

2
16
8
8
1
1
18

11,1%
88,9%
44,4%
44,4%
5,6%
5,6%
15%

84
12

70%
10%

4
2

3,3%
1,7%

Tabel 2. Ketepatan Indikasi Penggunaan Obat Penurun Panas


Tabel 2 menunjukkan ketepatan
indikasi penggunaan obat penurun
panas. Hasilnya didapatkan bahwa
hanya
15%
responden
yang
menggunakan termometer untuk
mengetahui suhu balita. Dari 18
responden
yang
menggunakan

termometer hanya 44,4% responden


yang menggangap anak demam pada
suhu > 38C. Delapan puluh delapan
koma sembilan persen dari 18
responden meletakkan termometer di
ketiak.

No.
1.
2.

3.

Karakteristik
Pemilihan jenis obat
penurun panas
Darimana Responden
Memperoleh Obat
Penurun Panas

Sumber Informasi
Obat penurun Panas

Tepat
Tidak Tepat
Dokter
Membeli di apotek
Membeli di
warung/swalayan/supermarke
t
Lainnya
Dokter dan membeli di apotek
Dokter dan membeli di
warung
Dokter,membeli di apotek dan
warung
Kemasan obat
Iklan di media
Pemberi resep
Petugas apotek
Penjual di warung/toko
Lingkungan
Internet

Jumlah (N)
79
29
65
39
7

Prosentase (%)
73,1%
26,9%
54,2%
32,5%
5,8%

1
5
1

0,8%
4,2%
0,8%

1,7%

74
73
71
45
8
19
3

61,7%
60,8%
59,2%
37,5%
6,7%
15,8%
2,5%

Tabel 3. Ketepatan Pemilihan Obat Penurun Panas


Pada pemilihan jenis obat
penurun panas 12 responden tidak
mengisi jawaban sehingga dianggap
missing data. Hasil pengisian 108
kuesioner didapatkan sebanyak 79
responden (73,1%) telah memilih jenis
obat penurun panas dengan tepat. Jenis
obat yang dipilih adalah parasetamol
(89,9%) dan ibuprofen (10,1%).
Sedangkan 29 responden (26,9%)
tidak tepat dalam memilih obat
penurun panas karena obat yang
dipilih memiliki kandungan asetil
salisilat yang tidak disarankan untuk
digunakan oleh balita. Responden
memperoleh obat penurun panas

paling banyak berasal dari petugas


kesehatan yaitu dokter (60,9%). Pada
pertanyaan mengenai informasi obat,
responden boleh mengisi lebih dari
satu jawaban. Informasi tentang obat
penurun
panas
paling
banyak
didapatkan dari kemasan obat (61,7%)
diikuti dengan informasi dari iklan
media (60,8%). Televisi merupakan
sumber media yang paling sering
digunakan oleh responden. Selanjutnya
sebanyak
59,2%
responden
mendapatkan informasi dari pemberi
resep yaitu dokter dan bidan. Data
ketepatan pemilihan jenis obat
tercantum dalam Tabel 3.

No.
1.

2.
3.

4.

Karakteristik
Frekuensi Penggunaan
Obat Penurun Panas
dalam Sehari
Ketepatan Dosis Obat
Penurun Panas
Informasi Mengenai
Dosis Obat Penurun
Panas
Cara Pemberian Obat
Penurun Panas

Jumlah (N)
98
9

Tiga kali
Dua kali
Tepat
Tidak Tepat
Sesuai yang tertera pada
kemasan
Sesuai anjuran pemberi
resep sebelumnya
Petugas apotek/toko obat
Tablet
Sirup
Puyer

Prosentase (%)
91,6%
8,4%

30
44
61

40,5%
59,5%
50,8%

41

34,2%

18
7
111
2

15%
5,8%
92,5%
1,7%

Tabel 4. Ketepatan Dosis dan Cara Pemberian Obat


Pada pertanyaan frekuensi
penggunaan obat penurun panas pada
balita terdapat 13 responden yang
tidak menjawab pertanyaan sehingga
dianggap missing data. Sembilan
puluh satu koma enam persen
responden memberikan obat penurun
panas pada anak tiga kali sehari. Pada
pertanyaan mengenai ketepatan dosis
harus diketahui berat badan balita,
dosis dan jenis obat yang digunakan
responden. Responden yang mengisi
data lengkap terdapat 74 orang. Hasil
kuesioner menunjukkan pemberian
dosis obat penurun panas lebih
banyak yang tidak tepat (59,5%)

dibandingkan yang tepat (40,5%).


Ketidaktepatan dosis obat lebih
banyak karena under dose. Responden
memperoleh informasi mengenai
dosis obat penurun panas paling
banyak adalah dengan membaca
kemasan obat yaitu sebanyak 50,8%.
Cara pemberian obat atau bentuk
sediaan obat yang paling banyak
dipilih responden adalah sirup yaitu
sebanyak 92,5%. Responden memilih
sirup karena mudah diberikan,
terdapat berbagai rasa atau aroma dan
tidak pahit. Data mengenai ketepatan
dosis dan cara pemberian obat
tercantum dalam Tabel 4.

No.
1.

Karakteristik
Durasi Penggunaan
Obat penurun Panas

2.

Saat Berhenti
Menggunakan Obat
Penurun Panas

1-3 hari
4-7 hari
8 hari
Jika dahi diraba sudah tidak
panas
Jika pada termometer
menunjukkan suhu normal
Jika dokter meminta
menghentikan penggunaan
Jika obat habis

Jumlah (N)
111
8
1
84

Prosentase (%)
92,5%
6,7%
0,8%
70%

23

19,2%

5%

5,8%

Tabel 5. Ketepatan Durasi atau Jangka Waktu Penggunaan Obat Penurun Panas.
Tabel 5 menunjukkan durasi
atau jangka waktu penggunaan obat.
Durasi pemberian obat penurun panas
paling banyak berkisar antara satu
hingga tiga hari yaitu sebanyak
92,5%. Tujuh puluh persen responden

menghentikan penggunaan obat saat


dahi balita diraba sudah tidak panas.
Hanya 19,2% responden yang
menghentikan penggunaan obat jika
termometer
menunjukkan
suhu
normal.

No.
1.

Karakteristik
Cara Penyimpanan
Obat

2.

Lama Penyimpanan
Obat

Di kotak obat
Di kulkas
Lainnya
7 hari
> 7 hari
Tidak tahu

Jumlah (N)
85
8
27
67
43
10

Prosentase (%)
70,8%
6,7%
22,5%
55,8%
53,9%
8,3%

Tabel 6. Ketepatan penyimpanan obat.


Ketepatan penyimpanan obat
menunjukkan
responden
paling
banyak menyimpan obat di kotak obat
(70,8%). Sebanyak 55,8% responden
menyimpan sirup obat penurun panas
tidak lebih dari tujuh hari. Sedangkan
53,9% tidak tepat dalam lama
menyimpan sirup obat penurun panas.
Sebanyak 8,3% responden tidak
mengetahui
tentang
lama
penyimpanan obat sirup setelah
dibuka. Empat puluh lima persen
(45%) responden selalu mencatat
waktu pembukaan obat dengan bentuk
sediaan sirup. Seluruh responden
memperhatikan tanggal kadaluarsa
obat yang digunakan. Data tercatum
dalam Tabel 6.
Pembahasan
Penggunaan
termometer
merupakan cara yang paling tepat
digunakan untuk memastikan bahwa
anak demam. Jika ibu menggunakan
termometer maka under use ataupun
over use antipiretik dapat dihindari.
Terdapat 15% responden yang
menggunakan
termometer
untuk
mengukur suhu tubuh sedangkan yang
terbanyak yaitu 63,3% responden
meraba dahi untuk mengetahui balita
panas. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Atiq bahwa lebih banyak
orang tua yang meraba dahi untuk
mengetahui demam pada anak yaitu

sebanyak 54,9%. Alasannya adalah


karena tidak tersediannya termometer
di rumah.5 Tujuh puluh persen (70%)
responden menjawab obat penurun
panas digunakan jika dahi anak teraba
panas.
Sedangkan
hanya
15%
responden
yang
menjawab
penggunaan penurun panas dilakukan
jika
suhu
pada
termometer
menunjukkan angka di atas normal.
Hal ini kurang tepat karena hanya
dengan meraba dahi tidak dapat
mengetahui
suhu
balita
yang
sebenarnya sehingga penggunaan
antipiretik secara berlebihan dapat
lebih mudah terjadi.
Empat puluh empat koma
empat persen (44,4%) responden dari
18
responden
yang
menjawab
menggunakan
termometer
untuk
mengetahui anak demam menjawab
bahwa suhu anak dianggap sakit panas
yaitu pada suhu >37C dan >38C. Hal
ini sesuai dengan penelitian Soedibyo
dan Souvriyanti bahwa masih banyak
orang tua yang memberikan antipiretik
pada saat suhu masih kurang dari 38C
sehingga
penggunaan
antipiretik
4
cenderung berlebihan. Selain itu pada
penelitian Tarigan et al. didapatkan
masih sedikit orang tua yang
menggunakan
termometer
untuk
mengetahui demam dan sangat sedikit
yang mempunyai termometer.6

Jenis obat penurun panas yang


paling tepat digunakan untuk usia
balita
adala
parasetamol
atau
ibuprofen. Penggunaan jenis obat asam
asetil salisilat tidak disarankan untuk
anak karena dapat memicu timbulnya
sindrom Reye.7 Sebanyak 73,1%
responden telah memilih jenis obat
penurun panas secara tepat. Jenis obat
penurun panas yang paling banyak
digunakan
adalah
parasetamol
(89,9%). Hasil ini sesuai dengan
penelitian Soedibyo dan Soevriyanti
yaitu orang tua yang menggunakan
parasetamol
sebanyak
57,7%.4
Parasetamol yang digunakan biasanya
merupakan obat dengan zat aktif
tunggal ataupun gabungan dari obat
batuk ataupun pilek. Dua puluh enam
koma sembilan persen (26,9%)
responden tidak tepat dalam memilih
jenis obat penurun panas karena masih
menggunakan merek obat yang
memiliki kandungan zat aktif asam
asetil salisilat, aspirin atau asetosal.
Penelitian
oleh
Mufaza
juga
menyatakan
bahwa
parasetamol
merupakan jenis antipiretik dengan
persentase terbanyak yaitu 50%.8
Hasil kuesioner menunjukkan
bahwa 59,5% tidak tepat dalam
penggunaan dosis yaitu penggunaan
obat penurun panas dengan dosis di
bawah standar. Hal ini menunjukkan
bahwa masih banyak ibu yang tidak
tepat dalam penentuan dosis obat.
Penggunaan obat penurun panas di
bawah standar yang seharusnya
dikhawatirkan menyebabkan demam
tidak tertangani dengan baik sehingga
suhu tubuh anak terus meningkat dan
dapat memicu terjadinya kejang
demam. Menurut Fishman anak usia di

bawah 6 tahun memiliki resiko tinggi


kejang demam ketika suhu tubuh
mencapai lebih dari 38C.2
Bentuk sediaan obat yang
paling banyak dipilih responden adalah
sirup
yaitu
sebanyak
92,5%.
Responden memilih sirup karena
mudah diberikan, terdapat berbagai
rasa atau aroma dan tidak pahit.
Menurut Tarigan et al. sediaan obat
penurun panas yang paling sering
diresepkan dokter adalah sirup yaitu
sebanyak 65%.6
Sebanyak 61% responden
mendapatkan informasi dosis obat dari
kemasan dan 34,2% berasal dari
pemberi resep sebelumnya. Dosis pada
kemasan
obat
biasanya
masih
didasarkan pada umur anak, bukan dari
berat badan anak sehingga hal ini bisa
menyebabkan
kesalahan
dalam
penggunaan dosis karena terdapat
variasi berat badan pada setiap umur
anak.
Durasi
penggunaan
obat
penurun panas paling banyak adalah
selama 1-3 hari yaitu 92,5%. Menurut
Pembinaan
dan
Pengembangan
Sumber Daya Manusia (PPSDM)
Kimia Farma penggunaan obat
penurun panas pada anak-anak di
bawah 12 tahun tidak boleh lebih dari
lima kali sehari selama lebih dari lima
hari.9 Tujuh puluh persen (70%)
responden berhenti menggunakan obat
penurun panas jika dahi anak diraba
sudah tidak panas. Sedangkan hanya
19,2% yang menggunakan temometer
untuk mengukur suhu secara tepat.
Antipiretik sebaiknya digunakan hanya
pada saat anak demam saja untuk
menghindari efek toksik.

Pembinaan dan Pengembangan


Sumber Daya Manusia (PPSDM)
Kimia Farma menyatakan obat
penurun panas sebaiknya disimpan
dalam keadaan tertutup ditempat yang
kering serta ditaruh ditempat yang
gelap karena peka terhadap cahaya,
lembab dan udara.9 Penyimpanan obat
yang tepat sangat penting karena
penyimpanan obat yang salah dapat
menyebabkan obat mudah rusak, tidak
stabil dan beresiko untuk dikonsumsi.10
Sebanyak 70,8% sudah memiliki kotak
obat tersendiri untuk penyimpanan
obat.
Obat penurun panas sirup tidak
dapat digunakan jika sudah lebih dari
tujuh hari setelah dibuka. Hal ini
disebabkan karena bentuk sediaan
sirup sangat mudah terkontaminasi
mikroba seperti jamur, bakteri dan
lain-lain.10 Lima puluh lima koma
delapan persen (55,8%) responden
menyimpan obat sirup maksimal tujuh
hari. Sedangkan 35,9% menyimpan
sirup obat penurun panas selama lebih
dari tujuh hari. Sebanyak 8,3%
responden tidak tahu mengenai lama
penyimpanan obat sirup. Seluruh
responden
selalu
memperhatikan
tanggal kadaluarsa saat menggunakan
obat.
Kesimpulan dan Saran
Penggunaan obat penurun
panas oleh ibu pada balita masih
kurang tepat. Ketidaktepatan antara
lain pada indikasi dan penggunaan
dosis
obat.
Diharapkan
untuk
penelitian selanjutnya dapat dilakukan
pada cakupan daerah yang lebih luas.
Selain petugas kesehatan diharapkan
dapat memberikan edukasi yang tepat

mengenai penggunaan obat penurun


panas.
Referensi
1. Hardon A. et al. Why Study
Medicines Use by Consumers.
Dalam: Hardon A, Hodgkin C,
Fresle D. Editor. How to
Investigate the Use of Medicines
by
Consumers.
Switzerland:
World Health Organization and
University of Amsterdam. 1-4.
2. Fishman M.A. Kejang Demam.
Dalam: Hartanto H, Mahanani
D.A, Susi N, Syamsi R.M,
Sikumbang T.M.N, Mandera L.I,
Bani A.P. Editor. Buku Ajar
Pediatri Rudolph Volume 3. Edisi
20. Jakarta: EGC, 2006. 2160.
3. Furst D.E., Ulrich R.W. Obat
Anti-Inflamasi Nonsteroid Obat
Antireumatik
Pemodifikasi
Penyakit, Analgesik Nonopioid
dan Obat yang Digunakan pada
Gout. Dalam: Nirmala W.K,
Yesdelina N, Susanto D, Dany F.
Editor. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC,
2011. 592-594, 597, 608.
4. Soedibyo S., Souvriyanti E.,
Gambaran Persepsi Orang Tua
Tentang Penggunaan Antipiretik
sebagai Obat Demam, Sari
Pediatri 2006; 8: 142-146.
5. Atiq
B.,
2009,
Gambaran
Pengetahuan
dan
Perilaku
Orangtua
dalam
Pemberian
Antipiretik pada Anak Sebelum
Berobat
berdasarkan
Jenis
Pekerjaan Orangtua, Skripsi,
Program
Pendidikan
Dokter
Umum, Universitas Indonesia.

6. Tarigan T., Harahap C.A., Lubis


S., Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Orangtua tentang Demam
dan
PentingnyaEdukasi
oleh
Dokter, Sari Pediatri 2007; 8: 2731
7. Lubis
I.N.D.,
Lubis
C.P.,
Penanganan Demam pada Anak,
Sari Pediatri 2011; 12: 409-418.

8. Mufaza U., 2009, Pengetahuan


dan Perilaku Orangtua dalam
Pemberian Obat Penurun Panas
pada Anak Ditinjau dari Aspek
Sosial Ekonomi, Skripsi, Program
Pendidikan
Dokter
Umum,
Universitas Indonesia.
9. Pembinaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia P.T
(Persero) Kimia Farma, 2000.
Panduan Pelayanan Informasi
Obat, P.T (Persero) Kimia Farma,
Jakarta
10. Hermansyah A., 2013. Bijak
Menggunakan dan Menyimpan
Obat Bentuk Sirup. http://andiff.web.unair.ac.id. diakses pada
tanggal 30 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai